Abstrak
1
I. Pendahuluan
2
III. Pembahasan
Fitrah secara bahasa diartikan suci, bersih, millah dan beragama. Seorang anak
terlahir dalam keadaan fitrah, suci dan membawa potensi beragama dan bertauhid
kepada Allah SWT. Sehingga orang tua, guru, dan masyarakatnya mempunyai
kewajiban untuk menjaga dan mmelihara fitrah tersebut agar tetap pada bertauhid
dan berkembang menjadi perilaku yang baik.1
”Dari Abu Hurairah ra., dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Tidak ada bayi yang terlahir melainkan dilahirkan di atas fitrah. Maka kedua
orangtuanya yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.”[HR.
Bukhari dan Muslim].3
1
Alivermana Wiguna.Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam (yogyakarta: deepublish.2014)
Hlm.131
2
Efendi. Konsep Pemikiran Edward L. Thorndike Behavioristik. (GUEPEDIA, 2016). Hlm. 136
3
Alivermana Wiguna. Op.cit. hlm 131,132
3
William L. Resee mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan
ketuhanan, yang dikenal dengan istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia
bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah mitos (theologia was
originally viewed as concerned with myth). Selanjutnya teologi itu berkembang
menjadi “theologi natural” (teologi alam) dan “revealed theology” (teologi
wahyu)4
Selain apa yang dikemukakan diatas, dalam berbagai kajian tentang psikologi
agama, antropologi agama maupun sosiologi agama, terlihat bahwa dalam
kehidupan manusia memang tak dapat dapat dipisahan dari agama. Pada diri
manusia sudah ada potensi keagamaan, yaitu berupa dorongan untuk mengabdi
kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam
pandangan filsafat pendidikan Islam dorongan tersebut merupakan fitrah manusia.
Dorongan ini adalah bagian dari faktor intern (bawaan sejak lahir) sebagai
anugerah Allah. (Jalaluddin, 2003)
Dari penjelasan surat Ar-Rum dan Hadist dari Abu Hurairah, terdapat
kejelasan pada dasarnya anak itu lahir dengan membawa fitrah beragama, dan
tergantung pada manusia itu sendiri dalam mengembangkan fitrah itu sesuai usia
anak dalam pertumbuhannya.
4
Anwar, Rosihan, and Abdul Rozak. "Ilmu Kalam."( Bandung: Pustaka Setia, 2001) hlm 27
5
Abdur Rahman, Assegaf. Filsafat pendidikan Islam: paradigma baru pendidikan hadhari berbasis
integratif-interkonektif. (Jakarta: Rajawali Pers, 2011) Hlm. 46
4
Tauhid Sebagai Pilar Utama Pendidikan Islam
Dalam bahasa Arab, tauhid berarti beriman pada ke-Esaan Allah SWT, al-
iman bi wahdaniyatillah atau monotheism. Iman berarti pengetahuan (knowledge),
percaya (belief, faith), dan yakin tanpa bayangan keraguan (to be convinced the
least shadow of doubt).6 Jadi, iman adalah kepercayaan yang muncul akibat
pengetahuan dan keyakinan. Proses terbentuknya iman itu berawal dari
pengetahuan (knowledge) tentang sang pencipta, Allah SWT. Dari sini di
dapatkan bahwa iman diperoleh dari berpikir dan perenungan mendalam, dan bisa
dikatakan berfilsafat terhadap alam semesta. Dan iman itu tidak tumbuh dengan
sendirinya, tapi diasah dan dipertebal secara terus menerus menggali rahasia
kekuasaan Allah SWT yang ada di alam semesta ini melalui proses belajar dan
taat kepada-Nya.
Di dalam prinsip tauhid, Allah adalah sumber dan pencipta kebenaran (Al-
Haqq) yang tidak bisa digugat, tetapi bisa didekati dengan pendekatan kritis.
Pendekatan seperti ini menyebabkan setiap muslim terhindar dari segala dongeng,
fakta khayal, serta segala bentuk praduga tanpa dukungan nalar. Sebab segala
bentuk kebenaran yang keluar dari asumsi sementara tanpa dikonfirmasi lebih
jauh di kategorikan oleh Al-Qur’an sebagai bentuk prasangka (zhan). Anselmus
Carterbury (1033-1109), seorang ahli filsafat aliran skolastik, berkata, “Iman
mencari pengertian (fides euaerit intellectum).” Sementara Santo Aurelius
Augustinus (354-430) berkata,” Apabila kamu tidak beriman, engkau tak akan
pernah mengerti (nisi crediritis, nisi intelligitis).” 7
6
Ibid. Hlm. 38
7
Tasmara, Toto. Menuju muslim kaffah: menggali potensi diri.( Gema Insani, 2000). Hlm. 228
8
Ibid. Hlm.226
5
Faktor pendidikan bagi terbentuknya tauhid dan iman kepada Allah SWT
ini merupakan inti dari pendidikan Islam, sedemikian pentingnya sehingga Nabi
Muhammad SAW menyatakan: “Barangsiapa tambah ilmunya tapi tidak tambah
petunjuknya (imannya), maka bagi Allah orang tersebut tidak tambah apapun
kecuali semakin jauh (dari petunjuk dan iman kepada-Nya) [HR. Ad-Dailami di
dalam Musnadnya].9
Apabila tauhid sudah tertanam pada diri seorang muslim maka jiwanya
akan terlepas dari ketergantungan pada selain Allah, dan diri seseorang itu akan
terlindungi, terhindar dari dominasi apapun. Oleh karena itu, setiap kita harus
selalu berusaha lebih memantapkan aqidah kepercayaannya, ketauhidannya.
Hakikat iman perlu ditanamkan sejak dini, karna ibarat kertas putih, apa yang
pertama kali ditorehkan, itu yang akan membentuk karakternya.
Dengan peran iman dan takwa seperti itu diri seseorang akan terlindungi ,
seperti sebuah perisai yang melindungi dari serangan musuh, iman dan takwa
akan memelihara kehidupan seseorang menjadi tetap dalam kebaikan ,
perdamaian, dan kebahagian dunia dan akhirat.
9
Abdur Rahman, Assegaf. Op.cit. hlm. 39
6
Pendidikan Tauhid Usia Dini
Menanamkan akidah yang kokoh bukanlah pekerjaan mudah dan hal ini
akan sangat berharga bagi masa depan anak. Inilah catatan utama yang harus
disadari setiap orangtua. Orangtualah yang mempengaruhi tumbuh kembang
sendi-sendi keislaman dalam diri anak agar mereka mngenal betul siapa Rabbnya.
Karna orang tua adalah sekolah pertama bagi anak.
Pendidkan pada anak itu harus dimulai sejak dini sekali, mengingat bahwa
islam itu mengakui pendidikan sepanjang hayat. Dalam islam terdapat beberapa
periode-periode pendidikan yaitu: pendidikan pranatal (pemilihan jodoh,
penikahan, kehamilan) dan Pendidikan pasca natal (pendidikan bayi, kanak-kanak,
anak-anak, dan dewasa.)
A. Pendidikan pranatal
a. Fase Pemilihan Jodoh
“seleksi untuk air mani (calon istri) kamu sekalian karena
sesungguhnya keturunan itu kuat pengaruhnya” (HR. Ad-Dailami dan
10
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam.( Kalam Mulia, 2002). Hlm. 432
7
Ibnu Majah).11 Maksud dari hadis ini adalah untuk berhati-hati dalam
memilih jodoh, karena sifat ayah atau ibu dapat menurun. Rasulullah
SAW tidaklah hanya menganjurkan kepada seorang pria untuk
memilih calon istri yang taat beragama, akan tetapi juga menganjurkan
kepada perempuan untuk memilih calon suami yang taat agama.
b. Fase Kehamilan
Ketika anak ada dalam kandungan, penanaman keimanan perlu
terus dilakukan. Proses pendidikan itu dilaksanakan secara tidak
langsung, seperti berikut:
a. Ibu harus menjaga dirinya agar tetap memakan makanan dan
meminum minuman yang halal
b. Selalu mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah wajib
maupun ibadah sunah.
B. Pendidikan pascanatal
a. Fase bayi
Hal yang paling pertama diperdengarkan di telinga bayi yang baru
dilahirkan adalah adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri.
Gunanya agar yang pertama didengar anak adalah kalimat-kalimat
seruan yang maha tinggi dan yang mengandung kebesaran Tuhan.
b. Kanak-Kanak
Pada masa ini anak senang mengadakan eksplorasi karena
kepesatan perkembangan indranya. Dan pada usia dini anak akan
banyak bertanya. Dalam mendidik anak usia ini, orang tua jangan
terlalu bertindka lembut dan jangan terlalu keras. Karena masa kanak-
kanak merupakan masa meniru, ia akan menirukan semua perilaku
yang ditemuinya. Pada masa ini, pembiasaan pada anak sangat penting
untuk dilakukan bagi keberhasilan pendidikan. Seperti membiasakan
anak untuk mengingat kebesaran dan nikmat Allah.
11
Ibid. Hlm. 435
8
Lebih jauh, anak dikenalkan dengan asma dan sifat-sifat Allah.
Jika anak memahaminya dengan baik, insya Allah akan tumbuh
kesadaran untuk senantiasa mengagungkan Allah dan bergantung
hanya kepada-Nya. Lebih dari itu, akan tumbuh benih-benih cinta anak
kepada Allah yang kelak akan mendorongnya gemar melakukan amal
shaleh.
IV. Kesimpulan
Karena iman itu tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan diasah dan
dipertebal dengan ilmu pengetahuan, maka diperlukannya bimbingan pendidikan.
Pendidikan di lingkungan seseorang dilahirkan juga akan mepengaruhi fitrah
tersebut akan ke arah positif atau negatif.
DAFTAR PUSTAKA
9
Abdur Rahman, Assegaf. 2011. Filsafat pendidikan Islam: paradigma
baru pendidikan hadhari berbasis integratif-interkonektif. Jakarta: Rajawali Pers.
Tasmara, Toto. 2000. Menuju muslim kaffah: menggali potensi diri. Gema
Insani.
10