Anda di halaman 1dari 13

Biomonitoring

Uji Toksisitas Subkronik

Disusun oleh :

DONNY DAMARA DERISTYA (145080501111028)


KAHFI AL AUFA (155080100111017)
ALY AKBAR APRYANDANI (155080101111035)

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Universitas Brawijaya
Malang
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya

sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan

banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan

sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat

menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat

memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih

banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan

kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 23 Februari 2018

Penulis,

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkan kerusakan pada

organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam lingkungan. Secara umum toksisitas

dibedakan menjadi toksisitas akut, toksisitas subkronik dan toksisitas kronik. Uji toksisitas

subkronis adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada

hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan (Priyanto, 2009). Uji toksisitas bertujuan

untuk mengetahui efek toksik dan menentukan batas keamanan suatu senyawa yang terdapat

dalam zat-zat kimia, termasuk dalam tumbuh-tumbuhan (Widyastuti, 2008).

Uji toksisitas subkronik adalah salah satu uji praklinik untuk mengidentifikasi ciri fisik

maupun organ yang diberikan senyawa uji secara berulang dalam waktu tertentu yaitu selama

28 atau 90 hari (Casarett dan Doull's, 2008). Prinsip uji toksisitas subkronik yaitu, sediaan uji

dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji. Tujuan

uji toksisitas subkronik adalah untuk memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang tidak

terdeteksi pada uji toksisitas akut (OECD, 2001).

3
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Apakah pengertian, alur, syarat dan uji-uji yang berkaitan uji toksisitas subkronik?

2. Bagaimana alur proses dan syarat hewan uji toksisitas subkronik?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang pengertian, alur, syarat dan uji-uji yang

berkaitan uji toksisitas subkronik.

2. Untuk mengetahui alur proses dan syarat hewan uji toksisitas subkronik.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian, alur proses, syarat hewan uji dan

uji-uji yang berkaitan uji toksisitas subkronik.

2. Sebagai informasi atau referensi dalam mempelajari uji toksisitas subkronik.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penjelasan Uji Toksisitas Subkronik

Uji toksisitas jangka pendek juga dikenal dengan penelitian subakut atau subkronik

yang dilaksanakan dengan memberikan bahan uji berulang-ulang, biasanya setiap hari atau

lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih dari 10% dari masa hidup hewan.

Meskipun demikian, beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih pendek,

misalnya pemberian zat selama 14 hari dan 28 hari (Lu, 2010).

Uji toksisitas subkronik ini disarankan untuk memilih tiga dosis yaitu satu dosis yang

cukup tinggi, dosis rendah yang diharapkan tidak akan memberikan efek toksis sama sekali

dan dosis menengah. Kadang kala ditambahkan satu dosis atau lebih untuk memastikan tujuan

diatas agar dapat dicapai dan kelompok pembanding harus diikut sertakan. Tujuan utama dari

uji toksisitas subkronik yaitu untuk mengungkapkan dosis tertinggi yang diberikan tanpa

memberikan efek merugikan serta untuk mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap tubuh

dalam pemberian berulang. Uji ini ditunjukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik

senyawa uji serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksis itu berkaitan dengan

takaran dosis (Fadli, 2015).

Uji toksisitas subkronik menyangkut evaluasi seluruh hewan yang bertujuan untuk

mengetahui efek patologi kasar dan efek histologi. Uji ini dapat menghasilkan informasi

toksisitas zat uji yang berkaitan dengan organ sasaran, efek pada organ tersebut dan hubungan

dosis efek dan dosis respons. Informasi tersebut dapat memberikan petunjuk jenis penelitian

khusus lainnya yang perlu dilakukan (Hendriani, 2007).

5
Pengamatan dan pemerikasaan yang dilakukan dari uji ketoksikan subkronis meliputi :

1. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh hari sekali.

2. Masukan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan yang diukur

paling tidak tujuh hari sekali.

3. Gejala kronis umum yang diamati setiap hari.

4. Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali pada awal dan akhir uji coba.

5. Pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal dan akhir uji coba.

6. Analisis urin paling tidak sekali.

7. Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba (Loomis, 1978).

2.2 Alur Proses Uji Subkronik

Menurut Wienarno et al. (2015), alur proses uji subkronik terbagi atas beberapa langkah

antara lain sebagai berikut :

1. Penetapan hewan uji yang akan diuji tingkat toksisitasnya

2. Mengestimasi besarnya sampel yang digunakan agar mengetahui seberapa banyak

hewan uji yang digunakan untuk uji toksisitas oral berdasarkan pengelompokan

menurut variable tertentu

3. Penentuan variabel yang akan diuji misalnya kimia darah, kelainan histopatologi dan

lainnya

4. Penentuan bahan uji dan menyiapkannya dengan rumus pengenceran

5. Hewan uji dipuasakan selama 16 jam, lalu dipaparkan bahan uji selama 45 hari dan 90

hari

6. Diamati lalu dicatat hasilnya.

6
Secara garis besar gambaran alur uji toksisitas subkronik dapat dilihat sebagai berikut

2.3 Syarat Hewan Uji

Kriteria organisme untuk uji toksisitas :

 Tersedia luas melalui kultur laboratorium, tempat pemijahan atau pengambilan di

lapangan dan tersedia dalam jumlah yang mencukupi

 Secara genetik dan sejarah pengkulturannya harus diketahui dengan jelas

 Peka terhadap berjenis-jenis bahan racun/toxicant

 Indigenous species/organisme uji merupakan jenis asli pada suatu lokasi

 Mempunyai nilai ekologi dan ekonomi yang tinggi

 Mudah untuk dikultur dilaboratorium

 Tidak memiliki cacat anatomi

 Pergerakan yang aktif prapenelitian

7
2.4 Uji Yang Terkait Dengan Uji Subkronik

Menurut APHA (1995) dalam Husni dan Esmiralda (2010), Uji hayati yang

diklasifikasikan menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan terbagi menjadi

tiga macam cara, antara lain :

 Static Test, adalah metode uji dimana selama uji berlangsung tidak dilakukan

penggantian larutan maupun pemindahan organisme uji.

Keuntungan metoda ini adalah:

1. metode ini sederhana dan murah,

2. sumber daya yang diperlukan minim (ruang, tenaga, dan peralatan) selain itu

volume sampel yang diperlukan lebih sedikit.

Akan tetapi, ada beberapa kelemahan yang menyebabkan kerugian metode ini, yaitu:

1. Jika kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand

(BOD) tinggi akan menyebabkan penurunan Dissolved Oxygen (DO) dengan cepat,

memungkinkan terjadinya penguapan senyawa toksik ataupun adsorpsi pada

permukaan labu percobaan;

2. Umumnya kurang sensitif dari pada tes statis yang diperbaharui atau tes aliran air

kontinu akibat senyawa toksik telah terdegradasi atau teradsorpsi sehingga

menurunkan nilai toksisitas yang sesungguhnya.

 Renewal Test, adalah suatu metode uji dimana organismenya didedahkan ke dalam

larutan uji dalam komposisi yang sama secara periodik berulang selama uji berlangsung

(dengan interval waktu pengulangan setiap 24 jam). Hal ini dilakukan dengan

memindahkan organisme atau replikasi larutan, serta melakukan penggantian larutan

uji. Dengan pengantian larutan, maka organisme uji akan terekspos oleh larutan

segar/baru dengan konsentrasi yang sama setiap 24 jam sekali ataupun 6 interval waktu

lain yang ditentukan.

8
Ada beberapa keuntungan metode ini, yaitu:

1. Mengurangi kemungkinan penurunan DO pada larutan uji dengan kandungan COD

dan BOD tinggi;

2. Mengurangi kemungkinan hilangnya toksikan akibat penguapan atau adsorpsi pada

labu percobaan;

3. Organisme uji yang kehilangan energi dengan cepat akan mengkonsumsi pada saat

larutan uji diperbaharui/diganti sehingga tetap terjaga kondisi yang sehat.

Akan tetapi, kekurangan metode ini adalah:

1. Memerlukan volume effluent yang lebih besar;

2. Umumnya kurang sensitif dibandingkan dengan tes aliran air kontinu akibat

terdegradasinya toksikan atau teradsorpsi;

3. Kelemahan lain juga kecilnya kemungkinan untuk dapat mendeteksi variasi

temporal pada buangan.

 Flow Through Test, adalah suatu metode uji yang larutan ujinya diganti (mengalir)

secara kontinyu selama masa pengujian berlangsung. Dalam uji toksisitas dengan aliran

kontinu ada dua tipe yang dapat dilakukan:

1. Sampel dipompakan ke dalam reaktor uji secara kontinu dari sistem pengenceran;

2. Sampel yang diambil secara grab atau komposit dikumpulkan secara periodik

kemudian dipompakan secara kontinu dari tangki pengumpul ke sistem pengencer.

Beberapa kelebihan penelitian pada air mengalir dibandingkan dari pada air statis,

antara lain:

1. Memberikan evaluasi toksisitas akut yang lebih mewakili sumber toksikan terutama

jika sampel dipompakan secara kontinu langsung dari sumber;

2. Konsentrasi DO dalam wadah uji lebih terpelihara;

9
3. Dapat digunakan pada faktor beban (biomasa) yang lebih tinggi;

4. Kemungkinan toksikan menguap dan atau teradsorpsi dapat ditekan.

Kerugian dari metode ini adalah:

1. Memerlukan jumlah sampel yang besar begitu pula dengan air pengencer yang

diperlukan;

2. Peralatan uji lebih kompleks dan mahal serta memerlukan pemeliharaan dan

pengawasan;

3. Memerlukan ruangan yang lebih besar;

4. Sesuai dengan jumlah tenaga yang diperlukan maka sulit untuk dapat dilakukan

secara multipel.

Uji toksisitas dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.

1. Uji Toksisitas Kualitatif

Uji toksisitas kualitatif misalnya dilihat dari segi organ yang terkena racun, misalnya hati,

ginjal, sistem saraf dll. Uji toksisitas kualitatif dapat juga dilihat dari gejala yang timbul

mekanisme racun terhadap organ mulai pada tingkat selluler, ke tingkat jaringan, dan sampai

pada tingkat organ, serta menimbulkan gejala – gejala fibrosis, granuloma, karsinogenik,

teratogenik dll. Dan banyak lagi zat kimia dalam betuk logam dan non logam yang juga dapat

menyebabkan efek seperti disebut di atas.

2. Uji/Analisis Toksisitas Kuantitatif

Uji toksisitas secara kuantitatif dapat ditinjau dari lamanya waktu, yang dapat

diklasifikasikan menjadi toksisitas akut, sub-akut, khronis. Toksisitas akut adalah efek total

yang didapat pada dosis tunggal/multipel dalam 24 jam pemaparan. Toksisitas akut sifatnya

mendadak, waktu singkat, biasanya reversibel. Toksisitas khronis sifatnya permanen, lama,

konstan, kontinu, irreversibel. Uji toksisitas atas dasar dosis dan waktu berarti spesifik

10
toksisitas akut/ khronis. Dosis adalah jumlah racun yang masuk ke dalam tubuh, besar, kecilnya

menentukan efek. Sedangkan efek dosis ini merupakan fungsi dari usia, jenis kelamin, berat

badan, portal of entry, frekuensi, interval waktu, kecepatan eksresi, kombinasi dengan zat lain.

Terdapat beberapa istilah mengenai dosis yaitu yang umum digunakan adalah Lethal Dosis

(LD) : yaitu dosis yang mematikan X % hewan uji dengan satuan berat/berat badan. Dikenal

LD10, LD50, LD100, Min LD dan Dosis Therapheutik yaitu dosis yang tepat untuk

pengobatan. atau dapat juga dilihat dari konsentrasi LC10, LC5O, LC100. Di dalam PP 18

tahun 1999 dikatakan bahwa limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah lain yang apabila

diuji dengan metoda toksikologi memiliki LD50 di bawah nilai ambang batas yang telah

ditetapkan yaitu 15 g/kg berat badan. Sedangkan dalam PP No 85 tahun 1999 dikatakan bahwa

bila nilai LD50 secara oral lebih besar dari 50 mg/kg berat badan, maka terhadap limbah yang

mengandung salah satu zat pencemar pada lampiran III PP tersebut harus dilakukan evaluasi

sifat khronis, yaitu mutagenisitas, karsinogenisitas, teratogenisitas. Uji toksisitas biasanya

dilakukan dengan menggunakan hewan uji seperti mencit, tikus, kelinci, monyet, anjing dan

lain-lain. Pemilihan hewan uji tergantung pada jenis toksikannya dan ketersediaan dana.

Setelah diperoleh hasil uji toksisitas, untuk dapat diketahui efeknya terhadap manusia, maka

perlu dilakukan extrapolasi.

11
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang zat-zat kimia yang dapat

menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh dan lingkungan. Toksisitas adalah potensi

merusak dari suatu zat kimia. Terdapat beberapa jenis uji toksisitas yaitu uji toksisitas akut,

uji toksisitas jangka pendek (sub kronis), dan uji toksisitas jangka panjang (kronis). Selain

itu terdapat uji toksisitas berdasarkan larutannya yaitu static test, renewal test, flow

throught test. Untuk melakukan uji toksisitas harus menggunakan suatu organisme yang

memiliki kriteria tertentu.

Syarat suatu organisme yang dapat digunakan untuk melakukan uji toksisitas yaitu:

 Tersedia luas melalui kultur laboratorium, tempat pemijahan atau pengambilan di

lapangan dan tersedia dalam jumlah yang mencukupi

 Secara genetik dan sejarah pengkulturannya harus diketahui dengan jelas

 Peka terhadap berjenis-jenis bahan racun/toxicant

 Indigenous species/organisme uji merupakan jenis asli pada suatu lokasi

 Mempunyai nilai ekologi dan ekonomi yang tinggi

 Mudah untuk dikultur dilaboratorium

 Tidak memiliki cacat anatomi

 Pergerakan yang aktif prapenelitian

12
DAFTAR PUSTAKA

Casarett, L.J., dan Doull, J. (2008). Toxicology the Basic Science of Poisons. Editor:

Curtis D. Klaassen. Edisi Ketujuh. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 28-32.

Husni, Hayatul dan Esmiralda, M.T. 2010. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri

Tahu Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Lin) (Studi Kasus: Limbah Cair Industri Tahu

“SUPER”, Padang). Jurusan Teknik Lingkungan. Universitas Andalas.

Fadli, M. Y. 2015. Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Sambung Nyawa (Gynuru

procembens (lour.) merr) Terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Pada Tikus Galur

Sprague dawley. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Hendriani, R. 2007. Uji Toksisitas Subkronik Kombinasi Ekstrak Etanol Buah

Mengkudu (Morinda citrifolia linn.) dan Rimpang Jahe Gajah (Zingiber officinale rosc.) Pada

Tikus Wistar. Karya Ilmiah Yang Tidak Dipublikasikan. Fakultas Farmasi Universitas

Padjadjaran.

Lu, F. C. 2010. Toksikologi Dasar. Jakarta: UI Press.

OECD. 2001. Acute Oral Toxicity. OECD Guidelines for the Testing of Chemicals. TG

401. 432(1): 1-6.

Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis, Leskonfi.Depok: 143-155.

Widyastuti, S. 2008. Uji toksistas ekstrak daun iprih (Ficus glabella Blume) terhadap

Artemia salina Leach. dan profil kromatografi lapis tipis. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas

Muhamadiyah Surakarta. Surakarta

Wienarno, M., W., L., Widowati., D., Sundari., 2015. Studi Keamanan Ramuan Jamu untuk
Hiperurisemia dan Hipertensi. Buletin Penelitian Kesehatan. 43(3) : 137-146.

13

Anda mungkin juga menyukai