Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memperbaiki putusan pengadilan di bawahnya terkait kasus
penipuan bermodus usaha koperasi Cipaganti. Kasus ini membuat ratusan orang tertipu dengan
jumlah mencapai ratusan miliar rupiah.
Cipaganti merupakan koperasi yang didirikan pada 15 Februari 2002. Ternyata belakangan
kepengurusan koperasi ini bermasalah. Puluhan anggota koperasi merasa dirugikan dengan
sistem yang dibangun sehingga anggota koperasi mengadukan kasus ini ke polisi.
Keempatnya didakwa dengan UU Perbankan dan Pasal Penipuan dan Penggelapan sesuai KUHP.
Jaksa menuntut keempatnya masing-masing untuk dihukum 20 tahun penjara dan denda
masing-masing Rp 200 miliar atau total Rp 800 miliar.
Atas tuntutan ini, pada 15 Juli 2015 Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan hukuman
masing-masing:
Pada 21 Oktober 2015, Pengadilan Tinggi (PT) Bandung memperberat hukuman para terdakwa
menjadi:
2. Julia Sri Redjeki dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar.
3. Yulinda Tjendrawati Setiawan dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar.
Baca: Bos Cipaganti Mau Bertanggung Jawab dan Serahkan Semua Aset Perusahaan
Mengetahui vonis ini, Andianto dkk mengajukan kasasi. Tapi apa kata MA?
"Menolak kasasi terdakwa. Menolak kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dengan perbaikan,"
demikian lansir panitera MA dalam websitenya yang dikutip detikcom, Selasa (12/4/2016).
Perkara nomor 173 K/PID.SUS/2016 itu diketok oleh majelis hakim yang terdiri dari hakim agung
Artidjo Alkostar, hakim agung Prof Dr Surya Jaya dan hakim agung Sri Murwahyuni. Duduk
sebagai panitera pengganti dalam putusan yang diketok pada 29 Maret 2016 itu adalah Retno
Murni Susanti.
Perbaikan yang dimaksud yaitu aset yang dijadikan alat bukti dirampas dan diberikan untuk
nasabah. Aset tersebut adalah aset yang disodorkan jaksa untuk dijadikan alat bukti, yaitu:
1. Lima bus Mercedes-Benz.
Saat ini, Polda Jawa Barat telah menetapkan status baru terhadap Andianto yaitu tersangka
kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) di kasus tersebut. Andianto telah keberatan dengan
penetapan tersangka baru tersebut dan mengajukan praperadilan ke PN Bandung. Tapi hakim
tunggal Kartim menolak praperadilan itu pada 31 Desember 2015. Kartim beralasan bukti surat
penyidikan berkaitan TPPU oleh penyidik Polda Jabar dan seluruh penyitaan aset sudah sah atau
benar.