Hukum Keluarga Islam Di Somalia 2
Hukum Keluarga Islam Di Somalia 2
Oleh: Gusrianto[2]
1. Pendahuluan
Negara Somalia adalah salah satu Negara Muslim yang terletak di Afrika sebelah
timur. Secara geografis, Somalia sebelah utara berbatasan dengan teluk Aden,
sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, Kenya, Etiopia dan sebelah
barat berbatasan dengan Djiobouti. Dengan keadaan goegrafis tersebut, maka
Negara Somalia merupakan daerah panas dan tandus sepanjang tahun, kecuali di
bagian daerah- daerah lembah dan sungai yang airnya tidak kering sepanjang
tahun. Hasil alam yang diperoleh oleh masyarakat Somalia, yang terdiri dari hasil
ternak, kulit, garam, kapas, dan hasil pertanian terutama adalah cengkeh. Selain
dari itu, Somalia juga membudayakan kerang-kerang untuk menghasilkan mutiara
dan indung mutiara.[3]
Menurut sejarah, Negara Somalia terbentuk pada tanggal 1 Juli 1960, setelah
berhasil menyatukan Somalialand Inggris yang merdeka pada tanggal 26 Juni
1960, kemudian baru disusul oleh wilayah Somalia bagian selatan yang merdeka
pada tanggal 1 Juli 1960. Dengan merdekanya kedua wilayah tersebut, maka pada
bulan September tahun 1960 lahirlah Republik Somalia, dan sekaligus diterima
sebagai salah satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Semenjak Negara Somalia merdeka pada tanggal 1 Juli 1960, hingga sampai pada
tahun 1969, Negara Somalia sebagai sebuah Negara yang demokrasi menganut
system perlementer Multi Partai. Namun, system perlementer multi partai ini tidak
bertahan lama, karena Presiden Negara Somalia yang bernama Sayyid Muhammad
Abdille Hasan dibunuh oleh angkatan bersenjata yang dipimpin oleh Jenderal
Mohammad Siyad Bare. Pembunuhan yang terjadi terhadap Presiden Sayyid
Muhammad Abdille Hasan, merupakan salah satu unsur politik yang dilakukan
oleh Jenderal Mohammad Siyad Bare, dengan tujuan untuk menguasai Negara
Somalia. Setelah Negara Somalia dikuasai oleh Jenderal Mohammad Siyad Bare,
maka ideology resmi Negara Somalia disosialisakan agar memihak ke Kubu Soviet
untuk mendapatkan dukungan. Selain dari mensosialisasikan ideology resmi
Negara Somalia, Jenderal Mohammad Siyad Bare juga berusaha menegakkan
affiliasi garis keturunan dan kesukuan, dan menyerukan kerjasama yang bernama
nasionalistik. Dan para tokoh-tokoh agama muslim diberi jabatan pada tahun 1975,
dan para kaum perempuan diberi hak yang sama dengan kaum laki-laki.[4]
Sebagai salah satu Negara muslim, penduduk Negara Somalia 99% menganut
mazhab Syafi’i. Namun, disamping itu penduduk Negara Somalia juga berpegang
teguh kepada adat kebiasaan yang ada di Afrika dalam menempuh dan menjalani
kehidupan sehari-harinya.
Dengan penjelasan singkat didalam pendahuluan diatas, maka ada beberapa
rumusan masalah yang dapat penulis petik dalam tulisan ini, namun
sebelumnya Fikria Najitama dalam buku karangan Prof. Dr. Khoiruddin Nasution
telah membahas mengenai Hukum Kewarisan di Negara Somalia.[5] Jadi, penulis
disini mencoba untuk membahas tentang Hukum perkawinan dan Perceraian, dan
sekaligus sekilas membahas tentang konsep hukum kewarisan di Negara Somalia.
Untuk mencapai pembahasan yang sempurna dalam tulisan ini, maka penulis
memaparkan beberapa rumusan masalah, diantaranya yaitu: (1) Bagaimana konsep
hukum perkawinan dan perceraian di Negara Somalia, dan (2) Bagaimana konsep
kewarisan di Negara Somalia?
1. Pembahasan
Melihat dari sejarah hukum keluarga Islam di Negara Somalia, pada masa
pemerintahan Inggris sebelum Somalia merdeka segala bentuk system hukum
perkawinan dan perceraian di Negara Somalia selalu berpatokan atau berdasarkan
kepada Ordonansi tahun 1928 yang merupakan system hukum yang berasal dari
Undang-Undang Inggris dan Italia. Selain dari hukum tentang perkawinan dan
perceraian, Pengadilan qadi juga berdasarkan kepada Ordonansi tahun 1937.
Namun, kebijakan yurisdiksi Ordonansi tentang Pengadilan qadi ini dibatasi hanya
seputar masalah pribadi. Selanjutnya pada saat Negara Somalia berada di bawah
pemerintahan Italia, khususnya bagian daerah Somalia Selatan, system hukum
yang ada di Pengadilan qadi cukup baik dengan mempertahankan yurisdiksi atas
berbagai macam masalah kriminal, sipil, dan masalah-masalah yang tergolong
ringan.
Disamping beberapa tarekat sufi diatas, pengaruh Mazhab Syafi’I juga begitu kuat
terhadap masyarakat Somalia. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
sekolah fiqih mayoritas Muslim Syafi’I di Negara Somalia. Mengenai adat istiadat
masyarakat Negara Somalia masih memakai adat istiadat yang berasal dari
Afrika.[6]
Pada tahun 1969 sampai tahun 1970 an banyaknya terjadi perdebatan mengenai
reformasi hukum keluarga yang akan diterapkan di Negara Somalia. Perdebatan
tentang pentingnya reformasi hukum keluarga yang sesuai dengan sosialis baru
bisa terwujud pada tahun 1972, dengan menunjuk Komisi yang ditugaskan untuk
membentuk dan mempersiapkan Draf Code. Draf Code yang di bentuk oleh komisi
akhirnya dapat diberlakukan pada tahun 1975.[7] Adapun tujuan dari pembentukan
Draf Code tersebut adalah untuk menghapuskan hukum adat, dan Undang-Undang
Inggris, dan Italia yang sebelumnya merupakan rujukan bagi hukum keluarga yang
diterapkan di Negara Somalia.
Draf Code Hukum Keluarga yang menjadi rujukan dalam masalah hukum keluarga
Islam bagi umat muslim Negara Somalia, sebagaimana yang disebutkan didalam
buku Personal Law in Islamic Countries yang di karang oleh Tahir Mahmod,
terdapat 173 pasal yang dimuat didalam 4 (empat) buku, sebagai berikut:[8]
Draf Code Hukum Keluarga Somalia tentang perkawinan dan perceraian ini, cukup
komprehensif. Hal ini disebatkan karena didalam pembentukan Draf Code Hukum
Keluarga ini terdapatnya 2 unsur, yaitu: a) Draf Code Hukum Keluarga Somalia
merupakan hasil dari perpaduan opini-opini yang berasal dari sekolah Syafi’I yang
ada di Negara Somalia. b) Draf Code Hukum Keluarga Somalia ini dibentuk atas
dasar prinsip-prinsip keadilan umum sosial hukum Islam.
Mengenai bab demi bab tentang perkawinan dan pernikahan yang terdapat dalam
Draf Code Hukum Keluarga Somalia banyak memiliki kesamaan dengan Kode
Suriah Status Pribadi pada Tahun 1953 sebagaimana yang telah dirubah pada tahun
1975, sementara dalam permasalahan wasiat merupakan ketentuan parallel di
Negara-negara muslim, kecuali Negara Turki.[9]
Dalam bidang perkawinan dan perceraian, sebagaimana yang kita lihat didalam
Buku Pertama tentang perkawinan dan perceraian diatas semuanya sudah diatur
dalam Draf Code Hukum Keluarga Somalia. Mulai dari janji pernikahan sampai
kepada ‘iddah diatur secara rinci. Hal ini, bertujuan untuk menghindari terjadinya
penyelewangan atau pelanggaran hak-hak dalam sebuah perkawinan.
Untuk lebih jelasnya mengenai apa saja yang diatur didalam bidang perkawinan
dan perceraian yang terdapat didalam Draf Code Hukum Keluarga Negara
Somalia, penulis mencoba memaparkannya secara ringkas dibawah ini:[10]
1. Perkawinan menurut Draf Code Hukum Keluarga Negara Somalia adalah sebuah
kontrak antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang didalamnya
terdapat hak dan kewajiban didalam rumah tangga. Dalam menjalani
kehidupan rumah tangga antara laki-laki dan perempuan harus berdasarkan
seling pengertian dan seling menghormati antara para pihak. Hal ini, bertujuan
untuk menjaga pencitraan keluarga didalam lingkungan masyarakat. Suami
didalam sebuah keluarga merupakan pemimpin dalam keluarganya.
2. Ketentuan umur bagi pasangan yang akan melangsungkan pernikahan di
Negara Somalia minimal umur 18 tahun bagi laki-laki dan umur 16 tahun bagi
perempuan. Namun, pada kondisi tertentu pihak Pengadilan dapat memberi
izin terhadap pasangan yang belum cukup umur dengan syarat-syarat tertentu.
Seorang perempuan yang belum cukup umur untuk melangsungkan
pernikahan, maka pernikahan tersebut dapat diwakili oleh ayahnya, jika
ayahnya tersebut tidak ada, maka dapat diwakili oleh ibunya, kakek saudara
tertua dan paman. Dan jika semua urutan wali tersebut tidak ada, atau jauh
dengan lebih dari 100 Km dari tempat dilangsungkan pernikahan, maka
Pengadilan atau petugas pengadilan yang ditunjuk sebagai wali dalam
pernikahan. [11]
3. Mengenai ketentuan poligami di Negara Somalia, hampir sama halnya dengan
aturan mengenai izin poligami di Indonesia. Diantara alasan-alasan yang
mendapatkan izin poligami di Negara Somalia, yaitu:
4. Istri menderita kemandulan. Hal ini harus disertai dengan surat keterangan dari
dokter. Dan suami pun tidak menyadari atau tidak mengetahui sebelum
menikah kalau seandainya perempuan yang dia nikahi itu mandul.
5. Istri menderita penyakit kronis atau sebuah penyakit menular. Hal ini juga
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang menerangkan bahwa penyakit
yang diderita oleh istri tersebut tidak dapat disembuhkan.
6. Istri dipenjara selama dua tahun atau lebih.
7. Istri tidak ada dirumah pernikahan selama 1 tahun atau lebih, tanpa adanya
alasan tertentu.
8. Larangan bagi seorang laki-laki untuk menikah dengan seorang perempuan,
yang mana perempuan tersebut sudah bercerai dengan talaq. Kecuali,
perempuan tersebut sudah melalui masa iddahnya dari perkawinan yang sah.
Setiap laki-laki yang melanggar akan ketentuan ini, maka akan dikenakan
hukuman penjara selama 6 bulan atau dengan denda sebesar SO Sh 100.
9. Jika seorang wali menolak untuk menikahkan, sedangkan umur perempuan
yang akan menikah sudah mencapai 16 tahun, maka yang bertindak sebagai
wali adalah Pengadilan atau petugas pengadilan yang telah disahkan oleh
kementerian urusan keadilan dan agama.
10. Pengantin berhak untuk menentukan nilai mahar disaat melangsungkan
pernikahan. Namun, batas untuk nilai mahar ini adalah SO Sh. 1000 atau nilai
dalam bentuk.
11. Mengenai biaya pernikahan kedua pasangan akan berkontribusi dan harus
sesuai dengan kondisi keuangan masing-masing.
12. Barang-barang yang ada didalam rumah tangga menjadi milik bersama dari
pihak-pihak yang melangsungkan pernikahan. Jika terjadi perceraian dari pihak-
pihak, maka barang-barang tersebut harus dibagi sama rata.
Jika kita bandingkan system kewarisan Negara Somalia dengan Negara kita
sendiri, yaitu Indonesia yang menganut pola pembagian warisan 2:1 antara
pembagian laki-laki dan perempuan. Karena Negara Indonesia berpegang kepada
apa yang telah ditentukan oleh Al-qur’an, dan hal ini juga telah dimasukkan
kedalam hukum positif Indonesia yang menjadi landasan bagi umat Islam
Indonesia untuk melaksanakan hukum keluarga. Landasan hukum positif keluarga
Islam Indonesia yang terdiri dari Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, dan lain-lainnya. System pembagian kewarisan Islam di
Negara Indonesia hanya ada sedikit permasalahannya yaitu system pembagian
kewarisan yang sudah diatur dan ditetapkan dalam hukum positif tidak terlaksana
dengan baik. Hal ini, sudah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian (research)
yang dilakukan di Pengadila Agama, mendeskripsikan bahwa system pembagian
warisan yang ada di Indonesia tidak berjalan dengan baik sebagimana yang telah
diatur dan ditetapkan di Indonesia dalam hukum positif Indonesia. Namun, system
kewarisan di Indonesia banyak yang dilakukan menurut hukum adat setempat.
Hal ini yang cukup menarik jika kita perhatikan system kewarisan Islam di Negara
Somalia, yang berbeda jauh dengan Negara Indonesia. Salah satu perbedaannya
yaitu: Negara Somalia memakai pola pembagian warisan 1:1 antara laki-laki dan
perempuan. Ketentuan ini sudah menjadi dasar pembagian warisan di Negara
Somalia yang tercantum di dalam Hukum Keluarga Negara Somalia Nomor 23
Tahun 1975.
System pembagian dengan pola 1:1 antara pembagian warisan laki-laki dan
perempuan yang diterapkan di Negara Somalia, bukan system pembagian warisan
yang telah diatur didalam Al-qur’an. Namun hal ini, merupakan salah satu
kebijakan para penguasa Negara Somalia yang mempunyai inisiatif dengan
mengusungkan ideology sosialisme.[12]Pembagian warisan dengan pola seperti itu
di Negara Somalia tidak pernah mendapatkan perlawanan atau pertentangan dari
masyarakat terhadap apa yang telah ditetapkan oleh para penguasa. Karena pola
pembagian warisan seperti itu mengandung unsur-unsur politik antara para
penguasa dan juga unsur ekonomi. Selain mengandung kedua unsur diatas, tujuan
pola kewarisan 1:1 antara pembagian warisan laki-laki dan perempuan di Negara
Somalia adalah untuk menyamakan hak antara laki-laki dan perempuan yang ada
di Negara Somalia.
Untuk lebih jelasnya mengenai system pembagian warisan dengan pola 1:1 yang
dianut oleh Negara Somalia, dapat kita lihat dalam tulisan Fikria Najitama yang
terdapat didalam buku karangan Prof. Dr. Khoiruddin Nasution yang
berjudul Hukum Perkawinan dan Warisan di Dunia Muslim
Modern.[13] Tulisan Fikria Najitama menjelaskan bahwa masalah kewarisan di
Negara Somalia tertuang didalam buku empat pasal 117-173. Namun, secara
konsep, dan materi ketentuan kewarisan Negara somalia terdapat dalam hukum
keluarga Nomor 23 Tahun 1975. Adapun pasal-pasal yang berhubungan dengan
kewarisan dalam hukum keluarga Somalia tahun 1975 adalah sebagai berikut:
Persamaan hak-hak antara warga Negara Somalia terlihat pada pasal 158 diatas,
yang menyatakan bahwa antara pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan
adalah sama, yaitu 1:1. Selanjutnya dalam pembagian warisan juga memakai
system setiap orang yang hidup, dan yang mempunyai hubungan dengan pewaris
(orang yang meninggalkan warisan) tersebut, sedikit banyaknya akan mendapatkan
warisan. Hal ini, terlihat dalam pasal Pasal 159, yang menyatakan bahwa: ahli
waris yang mendapatkan warisan adalah pasangan yang masih hidup, anak-anak,
cucu dengan jenis kelamin apapun, ayah, kakek, ibu, nenek, saudara laki-laki dan
perempuan sekandung, seayah, dan seibu.
Jika kita perhatikan kedua pasal diatas terdapatnya unsur-unsur keadilan dalam
pembagian warisan. Dan menunjukkan bahwa semua penduduk tidak dipandang
sebelah mata atau tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal
ini merupakan keinginan dan kebijakan dari para penguasa Negara Somalia yang
dipimpin oleh seorang rezim militer yaitu Jenderal. Namun, dalam pemerintahan
yang seperti itu, yang termasuk keras dalam menjalankan pemerintahan, tetapi dari
kalangan apapun tidak ada yang komplen terhadap apa yang telah ditetapkan oleh
para penguasa.
Setelah adanya sosialisme Bare, maka hak-hak perempuan yang selama ini
diabaikan oleh pemerintahan diangkat, dan disamakan dengan hak-hak terhadap
laki-laki. Hal ini dapat dilihat dalam pembagian warisan dengan pola 1:1 yang
diterapkan oleh pemerintah Negara Somalia. Dalam arti dalam pembagian warisan
antara pembagian warisan laki-laki dan perempuan adalah sama.
1. Kesimpulan
1. Daftar Pustaka
John, L. Esposito dkk, The Oxford Encyclopedia of the Modern World, New York:
Oxford: University Press, 1995.
Mahmod, Tahir, Personal Law in Islamic Countries, New Delhi, Academy of Law
and Religion, 1987.
[4] John L. Esposito dkk, The Oxford Encyclopedia of the Modern Word, (New
York: Oxpord University Press, 1995), hal. 152.