Anda di halaman 1dari 37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini di dapatkan sejumlah data volume lalu
lintas harian rata-rata, data CBR, data tinggi pertumbuhan lalu lintas, tabel-tabel,
grafik dan perhitungan yang merupakan data mutlak sebagai data perencanaan
konstruksi jalan raya. Kemudian akan disajikan analisis data dan perhitungan
perancangan tebal perkerasan dengan menggunakan pedoman perkerasan jalan
lentur nomor 02/M/BM/2017 dan menghitung Rencana Anggaran Biaya pekerjaan
tebal perkerasan pada Ruas Jalan Trans Kalimantan Km.17 (Anjir Serapat) STA
30+850 – STA 32+550.

4.1 Pengumpulan dan Perhitungan Data


Untuk pengumpulan data sebagai parameter perhitungan adalah Data lalu
lintas harian rata – rata, data CBR dan kondisi curah hujan. Data lalu lintas
harian rata – rata yang didapat diperlukan untuk menghitung beban lalu lintas
rencana yang dipikul oleh perkerasan selama umur rencana. Data CBR yang
sudah dianalisis akan menentukan struktur fondasi yang akan dipilih,
kemudian kondisi curah hujan untuk menentukan standar drainase bawah
permukaan.
Metode Perhitungan Data dalam tugas akhir ini digunakan Metode
Perkerasan Lentur Metode Manual Desain 02/M/BM/2017 yang kemudian
dikoreksi atau dikontrol menggunakan Metode Pt T 01-2002-B. Untuk
perhitungan Rencana Anggaran Biaya diambil dari hasil perbandingan
Manual Desain 02/M/BM/2017 dan Metode Pt T 01-2002-B

4.1.1 Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata


Data yang digunakan adalah hasil dari penjumlahan LHR dari arah Trans
Kalimantan (Anjir Muara) menuju jalan Trans Kalimantan (Anjir Serapat)
dan dari arah Jalan Trans Kalimantan (Anjir Serapat) menuju jalan Trans
Kalimantan (Anjir Muara). Untuk pengambilan data dilakukan survey lalu
lintas harian selama 24 jam, dan survey dilakukan per 15 menit selama 2 (dua)
hari pada hari normal dan hari libur. Untuk hari normal dikalikan dengan

102
banyaknya hari normal dalam setahun yaitu 313 hari sedangkan hari libur
dikalikan 52 hari, setelah ditotalkan antara hari normal dan hari libur maka
selanjutnya dari total tersebut dibagi lagi dengan 365 hari untuk mendapatkan
lalu lintas rata – rata kendaraan per hari.
Pada saat dilakukan survey 24 jam, terdapat jenis – jenis kendaraan niaga
berdasarkan jenis kendaraan dan muatan seperti sepeda motor, sekuter, roda
3, sedan, angkot, pickup, Wagon, Bus kecil, Bus Besar, Truk Ringan 2 sumbu,
Truk Sedang 2 sumbu, Truk 3 sumbu, Truk 4 sumbu Trailer dan Truk 5 sumbu
Trailer. Tidak ditemui jenis – jenis kendaraan yang seperti Truk 2 sumbu
cargo ringan, Truk 2 sumbu cargo sedang, truk 2 sumbu dan trailer penarik 2
sumbu dan Truk 6 sumbu trailer.

Untuk jenis kendaraan seperti sepeda motor, sekuter dan roda 3, sedan,
wagon, angkot, pick up dan bus kecil tidak dimasukkan ke dalam total
penjumlahan rata – rata kendaraan per hari mengingat halnya mereka adalah
kendaraan ringan.

Diketahui jumlah LHR tahunan pada Jalan Trans Kalimantan ruas Anjir
Serapat (KM.17) adalah 707.659 kendaraan dan untuk rata – rata perhari yaitu
1956 kendaraan, seperti pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Jumlah LHR Tahunan


LHR
LHR Tahun
Survey Tahun Rata-rata
Jenis Kendaraan Total
Hari Normal Hari Libur Hari Normal Hari Libur kendaraan /
24jam 24jam (313x) (52x) hari
Sepeda Motor, Sekuter,
11.980 10.254 3.749.740 533.208 4.282.948 11.734
roda 3
Sedan, Wagon, Angkot,
4.083 3.955 1.277.979 205.660 1.483.639 4.065
Pick-Up
Bus Kecil 6 18 1.878 936 2.814 8
Bus Besar 8 20 2.504 1.040 3.544 10
Truk Ringan 2 Sumbu 58 55 18.154 2.860 21.014 58
Truk Sedang 2 Sumbu 1.814 1.609 567.782 83.668 651.450 1.785
Truk 3 Sumbu 85 83 26.605 4.316 30.921 85
Truk 4 Sumbu Trailer 2 2 626 104 730 2
Truk 5 Sumbu Trailer 16 25 5.008 1.300 6.308 17
Jumlah 707.659 1.956

103
Dari data tersebut dibuat menjadi grafik untuk mengetahui pada jam berapa
peningkatan lalu lintas yang terjadi seperti terlihat pada Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2. Dari Gambar 4.1 dapat diketahui puncak lalu lintas yang terjadi
pada hari normal adalah:

 Kendaraan bermotor ( sepeda motor, sekuter dan roda 3 ) adalah pada jam
07.00 – 08.00 WITA (pagi) dan pada jam 16.00 – 17.00 WITA (sore).
 Sedan, Jeep dan Station Wagon pada jam 14.30 – 15.30 WITA (siang) dan
pada jam 16.15 – 17.15 WITA (sore).
 Pick-Up, Micro Truck, & Mobil Hantaran adalah pada jam 14.30– 16.00
WITA (siang-sore).
 Truk Ringan 2 Sumbu pada jam 15.00 – 16.15 WITA (sore).
 Truk Sedang 2 Sumbu pada jam 16.15 – 17.15 WITA (sore) dan pada jam
19. 30 – 20.30 WITA (malam).
 Truk Berat 3 Sumbu pada jam 16.00 – 17.30 WITA (sore).
 Truk Semi Trailer pada jam 23.30 – 24.30 WITA (malam).

Dari Gambar 4.2 dapat diketahui puncak lalu lintas yang terjadi pada hari
libur adalah:

 Kendaraan bermotor ( sepeda motor, sekuter dan roda 3 ) adalah pada jam
09.30 – 10.30 WITA (pagi) dan pada jam 16.00 – 17.00 WITA (sore).
 Sedan, Jeep dan Station Wagon pada jam 12.00 – 13.00 WITA (siang) dan
pada jam 15.45 – 16.45 WITA (sore).
 Pick-Up, Micro Truck, & Mobil Hantaran adalah pada jam 07.30 – 08.30
WITA (pagi) dan pada jam 15.00 – 16.00 WITA (sore).
 Truk Ringan 2 Sumbu pada jam 15.45 – 16.45 WITA (sore) dan jam 16.15
– 17.30 WITA (sore)
 Truk Sedang 2 Sumbu pada jam 07.00 – 08.00 WITA (pagi), pada jam 10.
45 – 11.45 WITA (siang) dan pada jam 20 – 21.00 WITA (malam).
 Truk Berat 3 Sumbu pada jam 16.00 – 17.00 WITA (sore).
 Truk Semi Trailer pada jam 16.30 – 17.30 WITA (sore).

104
Gambar 4.1 Grafik Lalu Lintas pada hari normal

105
Gambar 4.2 Grafik Lalu Lintas pada hari libur

106
4.1.2 Analisis Tanah Dasar CBR
Daya dukung lapisan tanah dasar diukur dengan korelasi dari nilai
empiris hasil penetrometer konus dinamis (Dynamic Cone Penetrometer)
yang dikenal dengan DCP. Cara pelaksanaan yang dilakukan merujuk kepada
Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum NO. 04/SE/M/2010 yaitu
Pemberlakukan Pedoman Cara Uji California Bearing Ratio (CBR) dengan
Dynamic Cone Penetrometer (DCP).
Dari Hasil lapangan yang didapatkan terdapat 10 data CBR yang
kemudian diolah untuk mendapatkan nilai CBR titik pada jalan yang di
survei. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 CBR Tanah Dasar

No. Stasiun Titik CBR Titik

1 30+850 1 3,40
2 31+050 2 1,80
3 31+250 3 2,10
4 31+450 4 1,70
5 31+650 5 2,50
6 31+850 6 1,80
7 32+050 7 2,80
8 32+250 8 2,10
9 32+450 9 2,70
10
10 32+550 5,90
Jumlah 26,80
Sumber: BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL VII

Dari Tabel 4.2 dapat dihitung nilai CBR rata-rata dari data yang
didapatkan sebagai berikut:

𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑪𝑩𝑹 𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌 𝟐𝟔,𝟖𝟎


CBR rata-rata = = = 2,68
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒂𝒕𝒂 𝟏𝟎

107
Setelah nilai CBR rata-rata didapatkan, selanjutnya melakukan
perhitungan CBR karakteristik dengan menggunakan 2 (dua) metode yaitu
metode normal dan persentil.

4.1.2.1 Analisis Data CBR dengan Metode Normal


Jika tersedia cukup data yang (minimal n = 10 data pengujian per segmen
yang dianggap seragam) dan data CBR dari segmen tersebut harus
mempunyai koefisien variasi 25% - 30% (standar deviasi/nilai rata-rata). Bila
set data kurang dari 10 bacaan maka nilai wakil terkecil dapat digunakan
sebagai nilai CBR dari segmen jalan.

Segmen jalan dibagi dalam per 200 m dan dalam penentuan keseragaman
berdasarkan nilai CBR < 6% dan ≥ 6%. Maka didapat nilai CBR < 6%
semuanya dan set data CBR hasil uji lapangan memenuhi syarat untuk
menghitung nilai CBR Karakteristik. n pada CBR < 6% = 10, jumlah data
memenuhi ketentuan untuk menggunakan rumus dalam menentukan CBR
karakteristik. Untuk hasil pembagiannya seperti pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Keseragaman Subgrade

No. Stasiun Titik CBR Titik

1 30+850 1 3,40

2 31+050 2 1,80
3 31+250 3 2,10
4 31+450 4 1,70
5 31+650 5 2,50
6 31+850 6 1,80
7 32+050 7 2,80
8 32+250 8 2,10
9 32+450 9 2,70
10 32+550 10 5,90

Jumlah 26,80
Perhitungan standar deviasi sebagai berikut :

108
̅ )𝟐
(𝑿𝒊 −𝑿
S = √∑𝒏𝒊−𝟏 𝒏−𝟏

(3,4−2,68)2 +(1,8−2,68)2 +(2,1−2,68)2 +(1,7−2,68)2 +(2,5−2,68)2 +(1,8−2,68)2 +(2,8−2,68)2+

S= √ (2,1−2,68)2+(2,7−2,68)2 +(5,9−2,68)2
10−1

S = 1,25 %

Adapun perhitungan CBR Karakteristik dengan metode distribusi normal


standar dihitung dengan rumus CBR karakteristik = CBR rata-rata – f ×
deviasi standar dengan mengambil nilai f = 1,282 (probabiilitas 90%)
untuk jalan kolektor dan arteri. Perhitungan CBR karakteristik sebagai
berikut :
CBR karakteristik = 2,68 – 1.282 x 1,25 = 1,07
CBR karekteristik = 1,07 %

4.1.2.2 Analisis Data CBR dengan Metode Persentil


Nilai-nilai CBR diurutkan dari jumlah yang sama atau yang lebih besar
dan di persentasekan seperti pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Persentase CBR Subgrade


No.Urut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CBR(%) 3,4 1,8 2,1 1,7 2,5 1,8 2,8 2,1 2,7 5,9
Sumber: Hasil perhitungan
Tabel 4.4 menunjukan CBR dari satu segmen tanah dasar yang seragam
dengan 10 data CBR(n = 10). Data disusun dari data terendah hingga
tertinggi. Indeks persentil = 10% x 10 = 1.0. CBR pada persentil tersebut
adalah rata-rata CBR pada nomor urut 1 yaitu 1,7/1 = 1,7. Dengan demikian,
nilai CBR karakteristik segmen seragam tersebut adalah 1,7% . secara
statistik ini berarti bahwa pada segmen tersebut terdapat 10% data CBR yang
nilai nya sama atau lebih kecil dari 1,7%, atau 90% data CBR segmen
seragam tersebut nilainya lebih besar atau sama dengan 1,7%. Dari data CBR
tersebut selanjutnya dibuat menjadi grafik untuk mengetahui Nilai CBR pada
segmen tersebut seperti terlihat pada Tabel 4.5 berikut:

109
Tabel 4.5 Data Persentase CBR Subgrade

No. Jumlah Yang Sama Atau Persen (%) CBR Yang


CBR (%)
Urut Lebih Besar Sama Atau Lebih Besar

1 3,40 11 100.00%
2 1,80 10 90.91%
3 2,10 10 90.91%
4 1,70 7 63.64%
5 2,50 6 54.55%
6 1,80 5 45.45%
7 2,80 4 36.36%
8 2,10 3 27.27%
9 2,70 2 18.18%
10 5,90 1 9.09%

Dari data CBR pada Tabel 4.5 selanjutnya dibuat menjadi grafik untuk
mengetahui Nilai CBR pada segmen tersebut. Adapun grafik dapat dilihat
pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.
100.00%

90.00%
CBR % Sama atau lebih besar

80.00%

70.00%

60.00%

50.00%

40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%
1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00

1,82% CBR.Desain (%)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Nilai CBR Subgrade Dengan Cara Grafis

110
7.00

6.00

5.00
CBR % 4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Stasiun

Gambar 4.4 Grafik Nilai CBR Tiap Stasiun


Jumlah data CBR yang dicari dari hasil pengujian lapangan sebanyak 10
titik dalam hal ini data ≥ 10 titik, maka perhitungan nilai CBR dipakai metode
normal dan metode persentil yang menghasilkan CBR karakteristik dan CBR
persentil.
Dari pembacaan grafik CBR per segmen, didapat nilai CBR 90% yaitu
sebesar 1,82%, sedangkan analisa CBR untuk metode normal didapat CBR
karakteristik sebesar 1,07%. Untuk analisa pondasi jalan dipakai nilai CBR
yang terkecil dari 2 perhitungan, yaitu : 1,07%

4.2 Perhitungan Perkerasan Lentur Metode Manual Desain 02/M/BM/2017


Adapun langkah – langkah untuk menghitung perkerasan lentur metode
manual desain 02/M/BM/2017 adalah sebagai berikut:
- Menetapkan Umur Rencana
- Distribusi Lajur (DL)
- Menentukan Nilai CESA4
- Menentukan Nilai CESA5
- Menentukan Tipe Perkerasan
- Menentukan Struktur Pondasi Jalan
- Menentukan Standar Drainase Bawah Permukaan
- Desain Tebal Perkerasan

111
- Desain Bahu Jalan
4.2.1 Menetapkan Umur Rencana
Sesuai pedoman perkerasan jalan 02/M/BM/2017 untuk menetapkan
umur rencana perkerasan jalan baru diambil dari hubungan antara jenis
perkerasan dan elemen perkerasan yang kemudian menentukan umur
rencana. Dari ketentuan tersebut maka diambil umur rencana untuk
perkerasan lentur sebesar 20 tahun dan pondasi jalan selama 40 tahun seperti
pada Tabel 2.3
Diambil Umur Rencana:
- Lapisan Aspal dan Berbutir = 20 tahun
- Pondasi Jalan = 40 tahun

4.2.2 Distribusi Lajur (DL)


Dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Kapasitas pada lajur desain < kapasitas lajur selama umur rencana
2. Permen PU No. 19/PRT/M/2011 : RVK (V/C) arteri dan kolektor ≤ 0.85
dan RVK (V/C) jalan lokal
Adapun faktor distribusi lajur dapat dilihat pada Tabel 2.5

Diambil nilai distribusi lajur 80/% , 2 lajur 2 arah (2/2TB). Untuk jalan
2(Dua) arah, faktor distribusi arah (DD) umumnya diambil 0,50

4.2.3 Menentukan Nilai CESA4


Sebelum menentukan CESA4 pertama-tama yang harus dilakukan adalah
menentukan nilai tingkat pertumbuhan Lalu Lintas tahunan (i) untuk
mendapatkan faktor pengali pertumbuhan lalu lintas (R). Kemudian
menentukan nilai lalu lintas harian rencana (ΣLHRJK x VDFJK) x 365 x
DD x DL x R. Untuk menentukan nilai CESA4 dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menentukan Nilai Tingkat Pertumbuhan Tahunan (i)
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-data pertumbuhan
historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid,
bila tidak ada maka pada Tabel 2.4 digunakan sebagai nilai minimum. Maka

112
diambil nilai pada daerah Kalimantan untuk jenis jalan arteri dan perkotaan
yaitu sebesar 5,14%
2. Menghitung faktor pengali pertumbuhan lalu lintas (R)
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung
sebagai berikut:

Faktor pertumbuhan lalu lintas (i) tahun 2015 – 2035 = 5.14%

(1 + 0.01(𝑖))𝑈𝑅 − 1
R=
0.01 (𝑖)
(1 + 0.01 𝑥 0.0514)20 − 1
R= = 𝟑𝟒
0.01 (0.0514)

3. Menentukan nilai lalu lintas harian rencana


Untuk menentukan nilai ESA maka dihitung menggunakan rumus :

(ΣLHRJK x VDFJK) x 365 x DD x DL x R. Perhitungan ESA selanjutnya


diperlihatkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 LHR2018 Anjir Serapat (Awal Umur Rencana)

Lintas harian
jenis kendaraan Rata-rata VDF4 LHR x VDF4
2 arah (2018)
Mobil penumpang
dan kendaraan 15807 0 0
ringan lain
5B 10 1 1,00
6B 58 0.8 46,06
7A1 1785 7.6 13564,44
7A2 85 28.1 2380,49
7C2A 2 19 38,00
7C2B 17 30.3 523,65
Σ 17762,65 ESA 16562,35
Dari Tabel 4.6 maka didapat nilai ESA adalah 16562,35 dan untuk analisa
perhitungan CESA sebagai berikut :

113
4. Nilai CESA4
Untuk mendapatkan Bagan desain yang digunakan untuk struktur tebal
perkerasan maka ditentukan nilai CESA4 sebagai berikut:
CESA4 = (ΣLHRJK x VDFJK) x 365 x DD x DL x R
= 16562.35 x 365 x 0.50 x 0.8 x 34
= 82.215.505,40 = 82,215 x 106

4.2.4 Menentukan nilai CESA5

Perhitungan nilai CESA5 didapat dari hasil data ESA5 setiap jenis kendaraan,
hasil terlihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Perhitungan CESA5


Lintas harian LHR LHR VDF 5 VDF 5 ESA5 ESA5
jenis kendaraan Rata-rata 2019 2020 faktual normal ('19-'20) ('20-'39)
2 arah (2018)
Mobil penumpang
dan kendaraan 15.807 16.619 17.473 - - - -
ringan lain
5B 10 10 11 1 1,0 1.863 37.391
6B 58 61 64 8,5 4,7 93.900 1.042.021
7A1 1.785 1.877 1.973 18,3 5,3 6.267.151 36.427.281
7A2 85 89 94 17,7 5,4 287.717 1.761.640
7C2A 2 2 2 14,7 5,2 5.641 40.049
7C2B 17 18 19 - - 0 0
Jumlah ESA5 6.656.272 39.308.382
CESA5('18-'38) 45.964.654

Dari Tabel 4.7 dapat diketahui hasil CESA5 sebagai berikut:


CESA5 = 45.964.654 atau 45,964 x 106

4.2.5 Menentukan Tipe Perkerasan


Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalu lintas,
umur rencana, kondisi pondasi jalan, pertimbangkan biaya selama umur
pelayanan, dan kepraktisan konstruksi.
Tipe perkerasan didapatkan dari hubungan umur rencana perkerasan
dengan ESA 20 tahun (pangkat 4) yang kemudian akan menghasilkan struktur

114
perkerasan dan desain sesuai ketentuan pada Pedoman Perkerasan
02/M/BM/2017.
Tipe perkerasan untuk pemilihan umur rencana perkerasan selama 20
tahun dengan nilai CESA4 = 82,215 x 106 Berdasarkan Tabel 2.10 maka
perkerasan yang terpilih AC tebal ≥ 100mm dengan lapisan pondasi berbutir
(pangkat 5) dan mendapatkan bagan desain struktur tebal perkerasan
menggunakan bagan desain 3B. Dengan nilai CESA5 = 45,964 x 106.

4.2.6 Menentukan Struktur Pondasi Jalan


Dari hasil perhitungan daya dukung subgrade maka diketahui daya
dukung tanah dasar pada Ruas Jalan Trans Kalimantan Km.17 (Anjir Serapat)
STA 30+850 – 32+550 hasil perhitungan pada 4.1.3 CBR subgrade < 6 %
yaitu sebesar 1,07%.
Untuk menentukan desain struktur pondasi jalan memerlukan data CBR
subgrade dan CESA5 dengan umur rencana 40 tahun, kemudian nilai yang
didapat dimasukan dan dihitung kedalam Tabel 4.8, perhitungannya sebagai
berikut:
Faktor pertumbuhan lalu lintas (i) tahun 2015 – 2035 = 5.14%
(1 + 0.01(𝑖))𝑈𝑅 − 1
R=
0.01 (𝑖)

(1 + 0.01 𝑥 0.0514)40 − 1
R= = 40,40
0.01 (0.0514)

Tabel 4.8 Perhitungan untuk CESA5 Pondasi


Lintas harian
jenis kendaraan Rata-rata VDF5 ESA5
2 arah (2017)
Mobil penumpang
dan kendaraan 15.807 0.0 0
ringan lain
5B 10 1.0 71.595
6B 58 0.8 339.616
7A1 1.785 11.2 147.396.972
7A2 85 64.4 40.228.038
7C2A 2 33.2 489.610
7C2B 17 69.7 8.882.064
Jumlah ESA5 197.407.896

115
Setelah didapatkan nilai CESA5 pada tabel 4.8 dengan nilai CESA5 =
197.407.896 atau 197,407 × 106, maka dimasukkan ke dalam tabel 4.9 untuk
menentukan struktur pondasi jalan dengan analisa pada Tabel berikut ini :
Tabel 4.9 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum3

Dari Tabel 4.9 didapatkan desain struktur pondasi jalan dengan CBR
Tanah Dasar adalah 1,07 % yaitu Perkerasan lentur diatas tanah lunak, kelas
kekuatan Tanah Dasar adalah SG1 aluvial, struktur pondasi jalan
menggunakan Lapis Penopang (capping layer) dengan tebal minimum
peningkatan tanah dasar sebesar 1200 mm dan CBR tanah dasar dikondisikan
sebesar >6% maka peningkatan tanah dasar ditambah sebesar 350mm. Dalam
pengerjaan Tugas Akhir ini saya menggunakan Lapis Penopang (capping
layer) karena akan digunakan sebagai jalur angkutan (haul road) material
timbunan dalam jumlah besar, ketebalan yang dibutuhkan mungkin jauh lebih
besar.

4.2.7 Desain Tebal Perkerasan


Desain perkerasan yaitu perkerasan lentur. Desain perkerasan ini
berdasarkan pilihan yaitu tipe perkerasan yang terpilih adalah AC WC
modifkasi atau SMA modifikasi dengan CTB (pangkat 5) dengan
menggunakan desain 3B perkerasan lentur.

116
Desain 3B perkerasan lentur ini berdasarkan ospi biaya minimum yang
ditunjukkan dalam tabel 2.10 Dalam menentukan desain perkerasan
menggunakan desain 3B perkerasan lentur ini berdasarkan pada Pengulangan
beban sumbu desain 20 tahun terkoreksi di lajur rencana (pangkat 5) (106
CESA5). Dari hasil perhitungan sub bab 4.2.4 diperoleh (CESA5) = 45,964 x
106, maka desain perkerasan yang dipilih berdasarkan tabel 2.20
Hasil dari desain perkerasan lentur aspal dengan lapis pondasi berbutir
yaitu yaitu jenis lapis pondasi dan lapis pondasi bawah adalah AC-WC = 40
mm, AC binder = 60 mm, AC Base = 180 mm dan LPA kelas A = 300 mm.

4.2.8 Desain Bahu Jalan


Elevasi tanah dasar untuk bahu sama dengan elevasi tanah dasar
perkerasan atau setidaknya pelaksanaan tanah dasar badan jalan harus dapat
mengalirkan air dengan baik. Untuk memudahkan pelaksanaan, pada
umumnya tebal lapis berbutir bahu dibuat sama dengan tebal lapis berbutir
perkerasan.
Lapis permukaan harus berupa lapis fondasi agregat kelas S atau kerikil
alam yang memenuhi ketentuan dengan indeks plastisitas (IP) antara 4% -
12%. Tebal lapis permukaan bahu LFA kelas S sama dengan tebal lapis
beraspal tapi tidak lebih tebal dari 200 mm. jika tebal lapis beraspal kurang
dari 125 mm maka tebal minimum LFA kelas S adalah 125 mm.
Beban lalu lintas desain pada bahu jalan tidak boleh kurang dari 10% lalu
lintas lajur rencana, atau sama dengan lalu lintas yang diperkirakan akan
menggunakan bahu jalan (diambil yang terbesar). Untuk bahu diperkeras
dengan lapis penutup, pada umumnya, hal ini dapat dipenuhi dengan Burda
atau penetrasi makadam yang dilaksanakan dengan baik.
Dari hasil perhitungan nilai CESA4 diketahui nilai CESA4 = 82,215 x
106, maka nilai 10% dari nilai tersebut adalah 8,2215× 106 atau sekitar 8,2 ×
106 . Dengan menyiapkan fondasi yang sama dengan lajur utama diperoleh
daya dukung fondasi perkerasan bahu jalan ekuivalen CBR 6%. Berdasarkan
Gambar 4.5 Untuk beban 8,2 × 106 CESA4 dan CBR 6% maka diperlukan
penutup setebal 430 mm.

117
D

Gambar 4.5 Bagan Desain Untuk Perkerasan Tanpa Penutup Aspal

Dari perhitungan sebelumnya didapat tebal lapisan seperti tabel berikut :


Lapisan Tebal (mm)
AC – WC 40
AC – BC 60
AC Base 180
LFA Kelas A 300
Capping Layer 1550

- Tebal total perkerasan lajur utama = 580 mm > 430 mm (maka 580 mm
adalah tebal minimum perlu perkerasan bahu jalan).
- Tebal lapis beraspal pada lajur utama = 280 mm, maka gunakan permukaan
bahu jalan berupa lapis fondasi agregat kelas S setebal 250 mm.
- Untuk memastikan air permukaan yang meresap ke perkerasan dapat
dialirkan, pasang LFA kelas A dibawah LFA kelas S dengan tebal 330 mm
(580 mm – 250 mm)

118
Dari perhitungan diatas selanjutnya dibuat gambar struktur perkerasan pada
lajur utama dan bahu jalan seperti terlihat pada Gambar 4.6 berikut:

Gambar 4.6 Struktur Perkerasan Lajur utama dan Bahu jalan

Adapun potongan melintang serta struktur perkerasan jalan dan


parameternya dapat dilihat pada Gambar 4.7. dan untuk struktur tebal
perkerasan manual desain 02/M/ BM/2017 dapat dilihat pada Gambar 4.8.

119
LPA
Kelas S
AC - WC
AC - BC Lapis Penopang
AC Base LPA Kelas A
(Capping Layer)

CRB Subgrade

Gambar 4.7 Potongan Melintang dan Struktur Tebal Perkerasan

40 mm AC-WC
60 mm AC binder

180 mm
AC Base

300 mm LPA Kls A


AAAAAAaaa
AA

1200 mm
Lapis Penopang CBR
(Capping Layer) dikondisikian > 6 %

350 mm

CBR Subgrade
1,07%

Gambar 4.8 Struktur Tebal Perkerasan Manual Desain 02/M/BM/2017

120
Untuk data dilapangan hanya didapat dari gambar kerja tahun 2016
dengan lapis tebal perkerasan lentur, lapis permukaan AC-WC = 4 cm; lapis
sub permukaan AC Binder = 6 cm; lapis pondasi atas AC Base = 12 cm; lapis
pondasi atas (agg.kelas A) = 44 cm. Sedangkan Bahu jalan yang memakai
Agregat Kelas S = 22 cm.

4.3 Perhitungan Perkerasan Lentur Metode Pt T 01-2002-B


Metode Pt T-01-2002-B mengacu kepada metode AASHTO 1993 seperti
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Pada bab ini akan disajikan
langkah–langkah dan proses perhitungan perancangan tebal perkerasan
dengan metode Pt T-01-2002-B pada ruas Jalan Trans Kalimantan Anjir
Serapat STA 30+850– 32+550.
Dari hasil pengumpulan data didapatkan sejumlah data berupa data
primer yang kemudian data-data tersebut dianalisis untuk mendapatkan
desain tebal perkerasan ruas Jalan Trans Kalimantan Anjir Serapat STA
30+850– 32+550 sepanjang ± 1,7 Km.

4.3.1 Menentukan Indeks Permukaan


Indeks permukaan menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan
perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang
lewat. IP merupakan skala penilaian kinerja struktur perkerasan jalan yang
memiliki rentang antara angka 1 sampai 5. Angka 5 menunjukan fungsi
pelayanan yang sangat baik dan angka 1 menunjukan fungsi pelayanan yang
sangat buruk. Jenis indeks permukaan terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Menentukan Indeks Permukaan Awal (IPo)
Menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana dengan cara
menentukan jenis lapis permukaan perkerasan yang akan diterapkan pada
jalan rancangan terlebih dahulu, kemudian baru didapatkan nilai indeks
permukaan awal dan ketidakarataannya seperti ditunjukkan oleh Tabel
2.26 diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur
rencana. Maka didapat nilai Ipo pada table indeks permukaan awal umur
rencana yaitu 3,9 – 3,5 dengan ketidakrataan (IRI,m/km) sebesar >1,0.

121
Sesuai dengan tabel 2.26 maka diambil nilai IPo sebesar 3,9 dengan
jenis lapis permukaan Beton Aspal (Laston = Asphalt Concrete = AC)
yang merupakan lapis permukaan dengan menggunakan agregat
bergradasi baik. Asumsi ini diambil juga berdasarkan agar tebal
perkerasan jalan lebih efisien.
b. Menentukan Indeks Permukaan Akhir (IPt)
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt)
perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan, dan
menentukannya berdasarkan klasifikasi jalan tersebut, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.27. Berdasarkan Tabel 2.27 didapatkan
ketentuan Nilai IPt untuk jalan arteri sebesar 2,5. Pengambilan nilai
2,5 pada IPt menyatakan permukaan masih cukup stabil dan baik.

4.3.2 Menentukan Faktor Distribusi Arah (DD)


Faktor distribusi arah dapat ditentukan apabila volume lalu lintas yang
tersedia dalam 2 arah. Nilai DA berkisar antara 0,3 - 0,7. Untuk perancangan
umumnya diambil nilai DA sama dengan 0,5 kecuali pada kasus khusus
dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu atau pada kasus
dimana diperoleh data volume lalulintas untuk masing-masing arah.

4.3.3 Menentukan Faktor Distribusi Lajur (DL)


Faktor distribusi lajur yaitu faktor distribusi ke lajur rencana. Pada Pt-
T-01-2002-B telah disediakan tabel untuk menentukan distribusi lajur ini.
Tabel distribusi lajur ini menunjukan faktor distribusi lajur untuk jumlah
lajur per arah dan persen sumbu standar dalam lajur rencana seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.28. Karena pada jalan Trans Kalimantan Anjir
serapat bertipe 1 jalur, 2 lajur, 2 arah, tak terbagi (2/2 TB) maka diambil
nilai 80% atau DL = 0,8.

122
4.3.4 Menentukan Nilai Reliabilitas (R), Standar Deviasi (So), standard normal
deviate (ZR), dan Menghitung Faktor Reliabilitas (FR)
a. Reliabilitas (R)
Reliabilitas adalah tingkat kepastian atau probabilitas bahwa struktur
perkerasan mampu melayani arus lalu lintas selama umur rencana sesuai
dengan proses penurunan kinerja struktur perkerasan. Konsep reliabilitas
merupakan upaya untuk menyertakan derajat ketidak pastian kedalam
proses perancangan untuk menjamin berbagai macam alternatif
perancangan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan.
Pada Pt-01-T-2002-B telah memberikan rekomendasi tingkat reliabilitas
berdasarkan fungsi jalan dan jalan perkotaan atau antar kota seperti pada
Tabel 2.29. karena pada Jalan Trans Kalimantan Anjir Serapat
merupakan fungsi jalan arteri dan menghubungkan antar kota maka
tingkat reliabilitas berkisar antara 75% - 95% dan diambil nilai yaitu
90% untuk perancangan ini karena untuk memastikan struktur
perkerasan mampu melayani arus lalu lintas selama umur rencana 20
tahun.
b. Standar Deviasi (So)
Deviasi Standar (So) adalah deviasi standar keseluruhan dari
distribusi normal sehubungan dengan kesalahan yang terjadi pada
perkiraan lalu lintas dan kinerja perkerasan. Berdasarkan Pt-T-01-2002-
B nilai So yang diberikan berkisar 0,4 - 0,5. Dari ketentuan tersebut
maka diambil nilai tertinggi 0,5 karena beranggapan kesalahan yang
terjadi tinggi.
c. Standard Normal Deviate (ZR)
Nilai Standar Normal Deviate (ZR) adalah nilai Z statistik. Untuk
mendapatkan nilai (ZR), Pt-T-01-2002-B telah memberikan nilai
penyimpangan normal standar (standard normal deviate) untuk tingkat
reliabilitas tertentu seperti pada tabel 2.30. didapatkan nilai reliabilitas
yaitu 90% maka nilai ZR = -1,282

123
d. Faktor Reliabilitas (FR)
Faktor Reliabilitas (FR) adalah faktor yang digunakan dalam
reabilitas yang digunakan untuk mengalikan repetisi beban lalu lintas
yang diperkirakan selama umur rencana dengan (FR) ≥ 1. Efek dengan
adanya (FR) dalam perencanaan adalah meningkatkan ESAL yang
digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan jalan.
(FR) ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:
FR = 10−𝑍𝑅(𝑆𝑜)
FR = 10−(−1,282)(0,5) = 4,38

4.3.5 Menentukan Daya Dukung Tanah Dasar


Daya dukung lapisan tanah dasar diukur dengan korelasi dari nilai
empiris hasil penetrometer konus dinamis (Dynamic Cone Penetrometer)
yang dikenal dengan DCP. Dari hasil test DCP akan didapat nilai CBR titik
jalan yang kemudian digunakan untuk menentukan CBR segmen dan akan
dikorelasikan menjadi nilai MR untuk tanah dasar.
Pada sub bab 4.1.2 sudah didapatkan hasil CBR yaitu :
- Metode normal = 1,07%
- Metode Persentil = 1,82%
- Nilai Terendah = 1,70%
Sedangan untuk perencanaan tebal perkerasan Metode Pt.T 01-2002-B
diambil nilai CBR tanah dasar yang diharapkan yaitu sebesar 6%. Untuk
CBR tanah dasar yang kurang dari CBR desain sebesar 6%, maka harus
dilakukan penanganan khusus misalnya dengan cara memperbaiki dengan
tanah pilihan. Besarnya nilai CBR tanah akan menentukan ketebalan lapis
keras yang akan dibuat sebagai lapisan perkerasan diatasnya. Makin tinggi
nilai CBR tanah dasar (subgrade ) maka akan semakin tipis lapis keras yang
dibutuhkan dan semakin rendah suatu nilai CBR maka semakin tebal lapis
keras yang dibutuhkan, tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh terhadap
efisiensi biaya serta keefektifan pekerjaan dilapangan.

124
4.3.6 Menentukan Nilai Modulus Resilient (MR) Masing – Masing Lapisan
Dari nilai CBR dikorelasikan Menjadi MR yang berperan sebagai
parameter penunjuk daya dukung lapisan tanah dasar atau subgrade
menggantikan nilai CBR yang selama ini digunakan dengan perhitungan
dibawah ini:
MR = 1500 (CBR), MR dalam psi
= 1500 (6)
= 9000 psi
Dari perhitungan diatas didapat nilai MR untuk lapisan timbunan yaitu sebesar
9.000 psi. Tebal minimum setiap lapisan perkerasan berdasarkan mutu daya
dukung lapisan dibawahnya seperti diilustrasikan pada gambar 4.9 di bawah
ini.

Gambar 4.9 Ilustrasi Penentuan Tebal Minimum Setiap Lapis Perkerasan


Dari gambar dapat disimpulkan bahwa SN yang digunakan untuk
perencanaan masing-masing lapisan berdasarkan SN lapisan masing-masing.
Cara menentukan SN yang diperlukan diatas material lapis fondasi dengan
nomogram pada lampiran dengan menggunakan Modulus Resilient material
lapis pondasi atas masing-masing modulus elastisitas.

4.3.7 Analisis Kontruksi Perkerasan Lentur


1. Lapisan Surface (Permukaan), Aspal Beton (Laston) (AC-WC, dan AC-
BC) nilai a1= 0,400 dan a1 = 0,344 dengan D1 AC-WC dan AC-BC minimum
adalah 10 cm.
2. Lapisan Base (Pondasi), AC – BC nilai a2 = 0,290
3. Lapisan Subbase (Pondasi Bawah), Agregat Kelas B nilai a3 = 0,125
dengan D3 minimum adalah 15 cm.
Untuk nilai – nilai koefisien kekuatan relative bias dilihat pada tabel 4.10

125
Tabel 4.10 Koefisien Kekuatan Relatif
Jenis Bahan Kekuatan bahan minimum Koefisien Kekuatan
Modulus elastisitas Stabilitas Kuat ITS CBR Relatif
(Mpa) (x1000 Marshall Tekan (kPa) (%) a1 a2 a3
psi) (kg) Bebas
(kPa)
1. Lapis Permukaan
Laston Modifikasi
- Lapis Aus Modifikasi 3.200(5) 460 1000 0,414
(5)
- Lapis Antara 3.500 508 1000 0,360
Modifikasi
Laston
- Lapis Aus 3.000(5) 435 800 0,400
- Lapis Antara 3.200(5) 464 800 0,344
Lataston
- Lapis Aus 2.300(5) 340 800 0,350
2. Lapis Pondasi
Lapis Fondasi Laston 3.700(5) 536 2.250(2) 0,305
Modifikasi
Lapis Fondasi Laston 3.300(5) 480 1.800(2) 0,290
Tanah Semen 4.0000 580 24(4) 0,145
Tanah Kapur 3.900 566 20(4) 0,140
Agregat Kelas A 200 29 90 0,125
3. Lapis Pondasi Bawah
Agregat Kelas B 125 18 60 0,125
Agregat Kelas C 103 15 35 0,112
Konstruksi Telford
- Pemadatan Mekanis 52 0,104
- Pemadatan Manual 32 0,074
Material Pilihan 84 12 10 0,080
Sumber : Metode AASHTO 1993
Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah
sebagai berikut:
a2 = 0,249 (log10 EBS) – 0,977
0,290 = 0,249 (log10 EBS) – 0,977
1,267 = 0,249 (log10 EBS)
10
Log EBS = 5,08835
EBS = 105,08835

126
EBS = 122560 psi
MRbase = EBS = 122560 psi

a3 = 0,227 (log10 EBS) – 0,837


0,125 = 0,227 (log10 EBS) – 0,837
0,962 = 0,227 (log10 EBS)
10
Log EBS = 4,23788
EBS = 104,23788
EBS = 17293 psi
MRsubbase = EBS = 17293 psi
Jadi, diperoleh nilai untuk Modulus Resilient adalah sebagai berikut:
MRsubgrade (timbunan) = 9000 psi.
MRbase = 122560 psi.
MRsubbase = 17293 psi.

4.3.8 Mencari Nilai W18


Data LHR yang di gunakan sesuai penggolongan pembebanan berat
sumbu kendaraan sesuai pada tabel 4.11 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.11 Tabel LHR
Truk Truk
Truk Truk
Ringan Sedang Truk
Arah Mobil Bus Besar Berat 3 Semi
2 2 Gandeng
Sumbu Trailer
Sumbu Sumbu
Konfigurasi 1.2.2 -
1,1 1,2 1,1 1,2 1.2.2 1.2.2.2.
Sumbu 2.2
Anjir serapat
3596 10 55 2166 98 3 27
- Banjarmasin
Banjarmasin -
4466 18 58 1257 70 1 14
Anjir Serapat
Jumlah 8062 28 113 3423 168 4 41
LHR di Bagi 2
4031 14 57 1712 84 2 21
Hari
Diketahui :
Data lalu lintas untuk 2 arah sebagai berikut:
- Kendaraan ringan 2 ton (1 + 1) = 4031 kendaraan.
- Bus 9 ton (3 + 6) = 14 kendaraan
- Truk ringan 8,3 ton (2,3 + 6) = 57 kendaraan

127
- Truk sedang 18,2 ton (4,2 + 14) = 1712 kendaraan
- Truk berat 25 ton (5 + 20) = 84 kendaraan
- Truk Gandeng 26,2 ton (6,2+20) =2 kendaraan
- Truk trailer 42 ton (10 + 32) = 21 kendaraan
Jalan 2 lajur 2 arah, Umur rencana 20 tahun, Perkembangan lalu lintas 5,14%,
SN asumsi adalah 4, Ipt = 2,5.
1. Mencari Faktor Ekivalen masing-masing kendaraan (SN = 4, Ipt = 2,5)
adalah:
 Kendaraan ringan 2 ton (1 + 1) single axle
ban depan : 1 ton = 10 kN = (10 kN / 53 kN)4 = 0,0013
ban belakang : 1 ton = 2,2046 kips,
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas bawah = 2 0,0002
batas atas = 4 0,003
Interpolasi = 0,0005
Total = 0,0013 + 0,0005 = 0,0018
 Bus 9 ton (3,06 + 5,94) single axle
ban depan : 3,06 ton = 30,6 kN = (30,6 kN / 53 kN)4 = 0,1111
ban belakang : 5,94 ton = 13,0955 kips,
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas bawah = 12 0,213
batas atas = 14 0,388
Interpolasi =0,3088
Total = 0,1111 + 0,3088 = 0,4200
 Truk ringan 8,3 ton (2,822 + 5,478) single axle
ban depan : 2,822 ton = 28,22 kN = (28,22 kN / 53 kN)4 = 0,0804
ban belakang : 5,478 ton = 12,0768 kips,
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas atas = 12 0,213
batas bawah = 14 0,388

128
Interpolasi = 0,2197
Total = 0,0804 + 0,2197 = 0,3001
 Truk sedang 18,2 ton (6,188 + 12,012) single axle
ban depan : 6,188 ton = 61,88 kN = (61,88 kN / 53 kN)4 = 1,8582
ban belakang : 12,012 ton = 26,4817 kips
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas atas = 26 3,91
batas bawah = 28 5,21
Interpolasi = 4,2231
Total = 1,8582 + 4,2231 = 6,0813
 Truk berat 25 ton (6,25 + 18,75) tandem axle
ban depan : 6,25 ton = 62,5 kN = (62,5 kN / 53 kN)4 = 1,9338
ban belakang : 18,75 ton = 41,3363 kips
Dari tabel D5 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas atas = 40 2,03
batas bawah = 42 2,43
Interpolasi = 2,2973
Total = 1,9338 + 2,2973 = 4,2311
 Truk gandeng 26,2 ton (4,716+10,472+10,472) single axle dan triple
axles
Ban depan : 4,716 ton = 47,16 kN = (47,16 kN / 53 kN)4 = 0,6269
Ban tengah : 10,472 ton = 23,6818 kips
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas atas = 22 2,09
batas bawah = 24 2,89
Interpolasi = 2,7627
Ban belakang : 10,472 ton = 23,6818 kips
Dari tabel D6 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban

129
batas atas = 22 0,048
batas bawah = 24 0,068
Interpolasi = 0,0648
Total = 0,6269 + 2,7627 + 0,0648 = 3,4544
 Truk trailer 42 ton (7,56 + 11,76 + 22,68) single axle dan triple axles
ban depan : 7,56 ton = 75,6 kN = (75,6 kN / 53 kN)4 = 4,1398
ban tengah : 11,76 ton = 25,9261 kips
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas atas = 24 2,89
batas bawah = 26 3,91
Interpolasi = 3,8723
ban belakang : 22,68 ton = 50 kips
didapat dari tabel D6 di Pt T-01-2002-B nilai faktor ekivalen sebesar
= 1,25
Total = 4,1398 + 3,8723 + 1,25 = 9,2622
2. Mencari beban gandar standar untuk lajur rencana pertahun W18 per hari:
 Kendaraan ringan = 4031 kend. × 0,0018 = 7,0695
 Bus = 14 kend. × 0,4200 = 5,8794
 Truk ringan = 57 kend. × 0,3001 = 17,1054
 Truk sedang = 1712 kend. × 6,0813 = 10411,1830
 Truk berat = 84 kend. × 4,2311 = 355,4101
 Truk Gandeng = 2 kend. × 3,4544 = 6,9089
 Truk trailer = 21 kend. × 9,2622 = 194,5052
Total = 10988,6905
W18 per hari = DD x DL x W18 = 0,8 x 0,5 x 10988,6905 =
4399,4762
W18 per tahun = 365 x 4399,4762 = 1.605.716,983
3. Beban gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana :
((1+𝑔)𝑛 − 1) ((1+0,0514)20 − 1)
W18 = W18 x = 1.605.716,983 x
𝑔 0,0514

= 51.766.456,961
= 51.766.457 beban gandar standar

130
4.3.9 Mencari Nilai SN Dengan Rumus Log Penentu Nilai SN
SN yang diperoleh dengan menggunakan rumus harus sama dengan
asumsi yang diambil ketika menentukan angka ekivalen (E). Jika SN yang
diperoleh tidak sama, maka penentuan angka ekivalen harus diulang kembali
dengan menggunakan nilai SN yang baru.
Total lalu lintas yang dapat dilayani oleh konstruksi perkerasan. Dalam
analisis lalu lintas yang dapat dilayani oleh konstruksi perkerasan di gunakan
persamaan log (W18). Lalu lintas yang dapat dilayani oleh konstruksi
perkerasan, digunakan persamaan seperti di bawah ini:
∆𝑰𝑷
𝒍𝒐𝒈𝟏𝟎 ( )
𝑰𝑷𝟎 −𝑰𝑷𝒇
𝑳𝒐𝒈𝟏𝟎 (𝑾𝟏𝟖 ) = 𝒁𝑹 𝑺𝟎 + 𝟗, 𝟑𝟔 × 𝒍𝒐𝒈𝟏𝟎 (𝑺𝑵 + 𝟏) − 𝟎, 𝟐𝟎 + 𝟏𝟎𝟗𝟒 + 𝟐, 𝟑𝟐 × 𝒍𝒐𝒈𝟏𝟎 (𝑴𝑹 ) −
𝟎,𝟒𝟎+
(𝑺𝑵+𝟏)𝟓,𝟏𝟗

𝟖, 𝟎𝟕

Diketahui:
SN asumsi =4
Zr = -1,282
So = 0,5
MR = 122560 psi.
∆IP = IP0 – IPt = 3,9 – 2,5 = 1,4
Ipf = 1,5
W18 = 51.766.456,961ESAL
Log10W18 = 7,714
Dengan menggunakan rumus maka didapat hasil sebagai berikut
7,714 = (-0,641) + 6,542 + 11,249 – 8,07
7,714 = 9,080
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai SN asumsi dengan hasil
perhitungan menggunakan rumus tidak sama, maka dilakukan perhitungan
ulang untuk SN yang baru.
Diketahui:
SN asumsi =3
Zr = -1,282
So = 0,5

131
MR = 122560 psi
∆IP = IP0 – IPt = 3,9 – 2,5 = 1,4
Ipf = 1,5
W18 = 55.616.592.408 ESAL
Log10W18 = 7,745
Dengan menggunakan rumus maka didapat hasil sebagai berikut
7,745 = (-0,641) + 5,635 + 11,413 – 8,07
7,745 = 8,338
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai SN asumsi dengan hasil
perhitungan menggunakan rumus tidak sama, maka dilakukan perhitungan
ulang untuk SN yang baru.
Diketahui:
SN asumsi = 2,40
Zr = -1,282
So = 0,5
MR = 122560 psi
∆IP = IP0 – IPt = 3,9 – 2,5 = 1,4
Ipf = 1,5
W18 = 59.432.847 ESAL
Log10W18 = 7,774
Dengan menggunakan rumus maka didapat hasil sebagai berikut
7,774 = (-0,641) + 4,975 + 11,504 – 8,07
7,774 = 7,774
Nilai SN yang di dapat sama dengan nilai SN asumsi. Maka nilai SN
tersebut dapat digunakan sebagai SN1 = 2,40
Untuk perhitungan SN2 data-datanya adalah sebagai berikut:
Diketahui:
SN asumsi =5
Zr = -1,282
So = 0,5
MR = 17293 psi.
∆IP = IP0 – IPt = 3,9 – 2,5 = 1,4

132
Ipf = 1,5
W18 = 53.248.310,918 ESAL
Log10W18 = 7,726
Dengan menggunakan rumus maka didapat hasil sebagai berikut
7,726 = (-0,641) + 7,283 + 9,215 – 8,07
7,726 = 7,726
Nilai SN yang di dapat sama dengan nilai SN asumsi. Maka nilai SN
tersebut dapat digunakan sebagai SN2 = 5
Untuk perhitungan SN3 data-datanya adalah sebagai berikut:
Diketahui:
SN asumsi =6
Zr = -1,282
So = 0,5
MR = 9000 psi.
∆IP = IP0 – IPt = 3,9 – 2,5 = 1,4
Ipf = 1,5
W18 = 56.843.216,581 ESAL
Log10W18 = 7,755
Dengan menggunakan rumus maka didapat hasil sebagai berikut
7,833 = (-0,641) + 7,910 + 8,601 – 8,07
7,755 = 7,755
Nilai SN yang di dapat sama dengan nilai SN asumsi. Maka nilai SN
tersebut dapat digunakan sebagai SN3 = 6

4.3.10 Menentukan Koefisien Drainase


Pengaruh kualitas drainase dalam proses perancangan tebal lapisan
perkerasan dinyatakan dengan koefisien drainase (m). Untuk perancangan
tebal perkerasan jalan kualitas drainase ditentukan berdasarkan kemampuan
menghilangkan air dari struktur perkerasan.
Dalam Pt-T-01-2002-B diperkenalkan konsep koefisien drainase untuk
mengakomodasi kualitas sistem drainase yang dimiliki perkerasan jalan.

133
Seperti pada Tabel 2.30 memperlihatkan definisi umum mengenai kualitas
drainase.
Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam
perancangan dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang
dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini adalah
koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks Tebal
Perkerasan (ITP) bersama-sama dengan koefisien kekuatan relatif (a) dan
ketebalan (D).
Pada tabel 2.31 memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang
merupakan fungsi dari kualitas drainase dan persen waktu selama setahun
struktur perkerasan akan dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh.
Tabel 2.31 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan
relatif material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.
Berdasarkan tabel 2.31 ditentukan koefisien drainase untuk m3 dan m2
sebesar 1,25.

4.3.11 Menentukan Tebal Minimum Masing – Masing Perkerasan


Komposisi lapisan yang direncanakan dalam perencanaan perkerasaan
lentur metode Pt T-01-2002-B menggunakan Pedoman Perancangan Tebal
Perkerasan Lentur (Rancangan 3) ini adalah sebagai berikut:
a. Lapis permukaan/ surface (AC-WC beton aspal, AC-BC)
b. Lapis pondasi/ base AC-Base (lapis pondasi beraspal)
c. Lapis pondasi bawah/ subbaseAgregat kelas A (lapis pondasi granular)
Dari perhitungan dengan rumus sebelumnya telah didapatkan nilai SN
sebagai berikut:
SN1 = 2,4
SN2 = 5
SN3 = 6
Tebal minimal masing-masing lapisan perkerasan dapat ditentukan
dengan rumus dan perhitunganya sebagai berikut:
𝑆𝑁1
D1* ≥ 𝑎1

134
𝟐,𝟒
≥ 𝟎,𝟒

≥ 6,00 inci
Diambil tebal D1 = 6,25 inci = 15,240 cm = 15 cm
SN1* = a1 x D1*
= 0,40 x 6,00
= 2,4
SN2* = SN2 – SN1*
= 5 – 2,4
= 2,6
𝑆𝑁2 − 𝑆𝑁1∗
D2* ≥( )
𝑎2 𝑚2
2,6
≥ (0,29 𝑥 1,25)

≥ 7,1724 inci
Maka diambil tebal minimum D2 = 7,1724 inci = 18,2179 cm = 18 cm
SN2* = D2* x a2 x m2

= 7,1724 x 0,29 x 1,25

= 2,6

𝑆𝑁3 − (𝑆𝑁1∗ + 𝑆𝑁2∗ )


D3* ≥( )
𝑎3 𝑚3
𝟔 – (𝟐,𝟒 + 𝟐,𝟔)
≥ ( 𝟎,𝟏𝟐𝟓 𝐱 𝟏,𝟐𝟓 )

≥ 5,7143 inci
Maka diambil tebal minimum D3 = 6,400 inci = 16,2560 cm = 16 cm
Catatan : Tanda * menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan
(D1*), lapis pondasi (D2*), lapis pondasi bawah (D3*).
Selanjutnya dibuat tabel hasil perhitungan tebal perkerasan sesuai
perhitungan diatas seperti berikut :

135
Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Tebal Perkerasan
No. Lapisan Nilai SN A D (inci) D (cm)
AC - WC 4
1 2,4 0,400 6,
AC - BC 11
Lapis Pondasi
2 5 0,290 7,1724 18
(AC – BASE)
Lapis Pondasi
3 Bawah (Agregat 6 0,125 6,400 16
Kelas B)
4 Tanah Dasar - - -

Adapun potongan melintang serta struktur perkerasan jalan dan


parameternya dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan untuk struktur tebal
perkerasan metode Pt T 01-2002-B dapat dilihat pada Gambar 4.11.

AC-WC
AC binder
AC Base
LPB Kelas B

Lapis Penopang (Capping Layer)

CRB Subgrade

Gambar 4.10 Potongan Melintang Jalan

136
AC-WC
40 mm
110 mm AC binder

180 mm
AC Base

160 mm LPB Kls B


BABAAAAA
AaaaAA

1200 mm

Lapis Penopang
(Capping Layer)

350 mm

CBR Subgrade
1,07%
Gambar 4.11 Struktur Tebal Perkerasan Pt T 01-2002-B

4.4 Perbandingan Tebal Perkerasan Manual Desain 02/M/BM/2017 dengan


Metode PT T 01-2002-B
Pada saat menghitung tebal perkerasan dengan Manual Desain
02/M/BM/2017 didapat struktur lapisan utama yaitu AC – WC, AC – BC, AC
– BASE, LPA Kelas A dan Lapis Penopang (Capping Layer). Dalam metode
ini juga didapat Struktur Bahu jalan yaitu LPA Kelas S dan LPA Kelas A.
Sedangkan pada Metode Pt T 01-2002-B didapat Struktur Lapisan seperti
Surface Course (D1), Base Course (D2) dan Sub Base Course (D3). Tetapi
pada Metode Pt T 01-2002-B Tidak terdapat perhitungan Struktur Bahu jalan.
Untuk Nilai Tebal pada masing – masing metode bias dilihat pada tabel
berikut :

137
Tabel 4.13 Tabel hasil perhitungan tebal perkerasan Manual Desain 02/M/BM/2017 dan
Metode Pt T 01-2002-B

MDP 2017 Pt T 01-2002-B


No Komponen Lapisan Utama CBR (%)
(cm) NILAI D*(cm)
1 AC – WC 4 4 -
15 D1*
2 AC – BC 6 11 -
3 AC – BASE 18 18 18 D2* -
4 LAPIS PONDASI KELAS A 30 - - 90
5 LAPIS PONDASI BAWAH KELAS B - 16 16 D3* 60
6 LAPIS PENOPANG 155 - - 10
Pt T01-
MDP2017
7 TANAH DASAR - - - 2002B
1,07 6

Tabel 4.14 hasil perhitungan struktur Bahu Jalan


No Komponen Lapisan Bahu Jalan MDP 2017(cm) Pt T 01-2002-B(cm)
1 LAPIS PONDASI KELAS S 25 -
2 LAPIS PONDASI KELAS A 33 -

138

Anda mungkin juga menyukai