Dalam menyelesaikan tugas akhir ini di dapatkan sejumlah data volume lalu
lintas harian rata-rata, data CBR, data tinggi pertumbuhan lalu lintas, tabel-tabel,
grafik dan perhitungan yang merupakan data mutlak sebagai data perencanaan
konstruksi jalan raya. Kemudian akan disajikan analisis data dan perhitungan
perancangan tebal perkerasan dengan menggunakan pedoman perkerasan jalan
lentur nomor 02/M/BM/2017 dan menghitung Rencana Anggaran Biaya pekerjaan
tebal perkerasan pada Ruas Jalan Trans Kalimantan Km.17 (Anjir Serapat) STA
30+850 – STA 32+550.
102
banyaknya hari normal dalam setahun yaitu 313 hari sedangkan hari libur
dikalikan 52 hari, setelah ditotalkan antara hari normal dan hari libur maka
selanjutnya dari total tersebut dibagi lagi dengan 365 hari untuk mendapatkan
lalu lintas rata – rata kendaraan per hari.
Pada saat dilakukan survey 24 jam, terdapat jenis – jenis kendaraan niaga
berdasarkan jenis kendaraan dan muatan seperti sepeda motor, sekuter, roda
3, sedan, angkot, pickup, Wagon, Bus kecil, Bus Besar, Truk Ringan 2 sumbu,
Truk Sedang 2 sumbu, Truk 3 sumbu, Truk 4 sumbu Trailer dan Truk 5 sumbu
Trailer. Tidak ditemui jenis – jenis kendaraan yang seperti Truk 2 sumbu
cargo ringan, Truk 2 sumbu cargo sedang, truk 2 sumbu dan trailer penarik 2
sumbu dan Truk 6 sumbu trailer.
Untuk jenis kendaraan seperti sepeda motor, sekuter dan roda 3, sedan,
wagon, angkot, pick up dan bus kecil tidak dimasukkan ke dalam total
penjumlahan rata – rata kendaraan per hari mengingat halnya mereka adalah
kendaraan ringan.
Diketahui jumlah LHR tahunan pada Jalan Trans Kalimantan ruas Anjir
Serapat (KM.17) adalah 707.659 kendaraan dan untuk rata – rata perhari yaitu
1956 kendaraan, seperti pada Tabel 4.1 berikut:
103
Dari data tersebut dibuat menjadi grafik untuk mengetahui pada jam berapa
peningkatan lalu lintas yang terjadi seperti terlihat pada Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2. Dari Gambar 4.1 dapat diketahui puncak lalu lintas yang terjadi
pada hari normal adalah:
Kendaraan bermotor ( sepeda motor, sekuter dan roda 3 ) adalah pada jam
07.00 – 08.00 WITA (pagi) dan pada jam 16.00 – 17.00 WITA (sore).
Sedan, Jeep dan Station Wagon pada jam 14.30 – 15.30 WITA (siang) dan
pada jam 16.15 – 17.15 WITA (sore).
Pick-Up, Micro Truck, & Mobil Hantaran adalah pada jam 14.30– 16.00
WITA (siang-sore).
Truk Ringan 2 Sumbu pada jam 15.00 – 16.15 WITA (sore).
Truk Sedang 2 Sumbu pada jam 16.15 – 17.15 WITA (sore) dan pada jam
19. 30 – 20.30 WITA (malam).
Truk Berat 3 Sumbu pada jam 16.00 – 17.30 WITA (sore).
Truk Semi Trailer pada jam 23.30 – 24.30 WITA (malam).
Dari Gambar 4.2 dapat diketahui puncak lalu lintas yang terjadi pada hari
libur adalah:
Kendaraan bermotor ( sepeda motor, sekuter dan roda 3 ) adalah pada jam
09.30 – 10.30 WITA (pagi) dan pada jam 16.00 – 17.00 WITA (sore).
Sedan, Jeep dan Station Wagon pada jam 12.00 – 13.00 WITA (siang) dan
pada jam 15.45 – 16.45 WITA (sore).
Pick-Up, Micro Truck, & Mobil Hantaran adalah pada jam 07.30 – 08.30
WITA (pagi) dan pada jam 15.00 – 16.00 WITA (sore).
Truk Ringan 2 Sumbu pada jam 15.45 – 16.45 WITA (sore) dan jam 16.15
– 17.30 WITA (sore)
Truk Sedang 2 Sumbu pada jam 07.00 – 08.00 WITA (pagi), pada jam 10.
45 – 11.45 WITA (siang) dan pada jam 20 – 21.00 WITA (malam).
Truk Berat 3 Sumbu pada jam 16.00 – 17.00 WITA (sore).
Truk Semi Trailer pada jam 16.30 – 17.30 WITA (sore).
104
Gambar 4.1 Grafik Lalu Lintas pada hari normal
105
Gambar 4.2 Grafik Lalu Lintas pada hari libur
106
4.1.2 Analisis Tanah Dasar CBR
Daya dukung lapisan tanah dasar diukur dengan korelasi dari nilai
empiris hasil penetrometer konus dinamis (Dynamic Cone Penetrometer)
yang dikenal dengan DCP. Cara pelaksanaan yang dilakukan merujuk kepada
Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum NO. 04/SE/M/2010 yaitu
Pemberlakukan Pedoman Cara Uji California Bearing Ratio (CBR) dengan
Dynamic Cone Penetrometer (DCP).
Dari Hasil lapangan yang didapatkan terdapat 10 data CBR yang
kemudian diolah untuk mendapatkan nilai CBR titik pada jalan yang di
survei. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.
1 30+850 1 3,40
2 31+050 2 1,80
3 31+250 3 2,10
4 31+450 4 1,70
5 31+650 5 2,50
6 31+850 6 1,80
7 32+050 7 2,80
8 32+250 8 2,10
9 32+450 9 2,70
10
10 32+550 5,90
Jumlah 26,80
Sumber: BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL VII
Dari Tabel 4.2 dapat dihitung nilai CBR rata-rata dari data yang
didapatkan sebagai berikut:
107
Setelah nilai CBR rata-rata didapatkan, selanjutnya melakukan
perhitungan CBR karakteristik dengan menggunakan 2 (dua) metode yaitu
metode normal dan persentil.
Segmen jalan dibagi dalam per 200 m dan dalam penentuan keseragaman
berdasarkan nilai CBR < 6% dan ≥ 6%. Maka didapat nilai CBR < 6%
semuanya dan set data CBR hasil uji lapangan memenuhi syarat untuk
menghitung nilai CBR Karakteristik. n pada CBR < 6% = 10, jumlah data
memenuhi ketentuan untuk menggunakan rumus dalam menentukan CBR
karakteristik. Untuk hasil pembagiannya seperti pada Tabel 4.3 berikut ini.
1 30+850 1 3,40
2 31+050 2 1,80
3 31+250 3 2,10
4 31+450 4 1,70
5 31+650 5 2,50
6 31+850 6 1,80
7 32+050 7 2,80
8 32+250 8 2,10
9 32+450 9 2,70
10 32+550 10 5,90
Jumlah 26,80
Perhitungan standar deviasi sebagai berikut :
108
̅ )𝟐
(𝑿𝒊 −𝑿
S = √∑𝒏𝒊−𝟏 𝒏−𝟏
S= √ (2,1−2,68)2+(2,7−2,68)2 +(5,9−2,68)2
10−1
S = 1,25 %
109
Tabel 4.5 Data Persentase CBR Subgrade
1 3,40 11 100.00%
2 1,80 10 90.91%
3 2,10 10 90.91%
4 1,70 7 63.64%
5 2,50 6 54.55%
6 1,80 5 45.45%
7 2,80 4 36.36%
8 2,10 3 27.27%
9 2,70 2 18.18%
10 5,90 1 9.09%
Dari data CBR pada Tabel 4.5 selanjutnya dibuat menjadi grafik untuk
mengetahui Nilai CBR pada segmen tersebut. Adapun grafik dapat dilihat
pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.
100.00%
90.00%
CBR % Sama atau lebih besar
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Nilai CBR Subgrade Dengan Cara Grafis
110
7.00
6.00
5.00
CBR % 4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Stasiun
111
- Desain Bahu Jalan
4.2.1 Menetapkan Umur Rencana
Sesuai pedoman perkerasan jalan 02/M/BM/2017 untuk menetapkan
umur rencana perkerasan jalan baru diambil dari hubungan antara jenis
perkerasan dan elemen perkerasan yang kemudian menentukan umur
rencana. Dari ketentuan tersebut maka diambil umur rencana untuk
perkerasan lentur sebesar 20 tahun dan pondasi jalan selama 40 tahun seperti
pada Tabel 2.3
Diambil Umur Rencana:
- Lapisan Aspal dan Berbutir = 20 tahun
- Pondasi Jalan = 40 tahun
Diambil nilai distribusi lajur 80/% , 2 lajur 2 arah (2/2TB). Untuk jalan
2(Dua) arah, faktor distribusi arah (DD) umumnya diambil 0,50
112
diambil nilai pada daerah Kalimantan untuk jenis jalan arteri dan perkotaan
yaitu sebesar 5,14%
2. Menghitung faktor pengali pertumbuhan lalu lintas (R)
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung
sebagai berikut:
(1 + 0.01(𝑖))𝑈𝑅 − 1
R=
0.01 (𝑖)
(1 + 0.01 𝑥 0.0514)20 − 1
R= = 𝟑𝟒
0.01 (0.0514)
Lintas harian
jenis kendaraan Rata-rata VDF4 LHR x VDF4
2 arah (2018)
Mobil penumpang
dan kendaraan 15807 0 0
ringan lain
5B 10 1 1,00
6B 58 0.8 46,06
7A1 1785 7.6 13564,44
7A2 85 28.1 2380,49
7C2A 2 19 38,00
7C2B 17 30.3 523,65
Σ 17762,65 ESA 16562,35
Dari Tabel 4.6 maka didapat nilai ESA adalah 16562,35 dan untuk analisa
perhitungan CESA sebagai berikut :
113
4. Nilai CESA4
Untuk mendapatkan Bagan desain yang digunakan untuk struktur tebal
perkerasan maka ditentukan nilai CESA4 sebagai berikut:
CESA4 = (ΣLHRJK x VDFJK) x 365 x DD x DL x R
= 16562.35 x 365 x 0.50 x 0.8 x 34
= 82.215.505,40 = 82,215 x 106
Perhitungan nilai CESA5 didapat dari hasil data ESA5 setiap jenis kendaraan,
hasil terlihat pada Tabel 4.7.
114
perkerasan dan desain sesuai ketentuan pada Pedoman Perkerasan
02/M/BM/2017.
Tipe perkerasan untuk pemilihan umur rencana perkerasan selama 20
tahun dengan nilai CESA4 = 82,215 x 106 Berdasarkan Tabel 2.10 maka
perkerasan yang terpilih AC tebal ≥ 100mm dengan lapisan pondasi berbutir
(pangkat 5) dan mendapatkan bagan desain struktur tebal perkerasan
menggunakan bagan desain 3B. Dengan nilai CESA5 = 45,964 x 106.
(1 + 0.01 𝑥 0.0514)40 − 1
R= = 40,40
0.01 (0.0514)
115
Setelah didapatkan nilai CESA5 pada tabel 4.8 dengan nilai CESA5 =
197.407.896 atau 197,407 × 106, maka dimasukkan ke dalam tabel 4.9 untuk
menentukan struktur pondasi jalan dengan analisa pada Tabel berikut ini :
Tabel 4.9 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum3
Dari Tabel 4.9 didapatkan desain struktur pondasi jalan dengan CBR
Tanah Dasar adalah 1,07 % yaitu Perkerasan lentur diatas tanah lunak, kelas
kekuatan Tanah Dasar adalah SG1 aluvial, struktur pondasi jalan
menggunakan Lapis Penopang (capping layer) dengan tebal minimum
peningkatan tanah dasar sebesar 1200 mm dan CBR tanah dasar dikondisikan
sebesar >6% maka peningkatan tanah dasar ditambah sebesar 350mm. Dalam
pengerjaan Tugas Akhir ini saya menggunakan Lapis Penopang (capping
layer) karena akan digunakan sebagai jalur angkutan (haul road) material
timbunan dalam jumlah besar, ketebalan yang dibutuhkan mungkin jauh lebih
besar.
116
Desain 3B perkerasan lentur ini berdasarkan ospi biaya minimum yang
ditunjukkan dalam tabel 2.10 Dalam menentukan desain perkerasan
menggunakan desain 3B perkerasan lentur ini berdasarkan pada Pengulangan
beban sumbu desain 20 tahun terkoreksi di lajur rencana (pangkat 5) (106
CESA5). Dari hasil perhitungan sub bab 4.2.4 diperoleh (CESA5) = 45,964 x
106, maka desain perkerasan yang dipilih berdasarkan tabel 2.20
Hasil dari desain perkerasan lentur aspal dengan lapis pondasi berbutir
yaitu yaitu jenis lapis pondasi dan lapis pondasi bawah adalah AC-WC = 40
mm, AC binder = 60 mm, AC Base = 180 mm dan LPA kelas A = 300 mm.
117
D
- Tebal total perkerasan lajur utama = 580 mm > 430 mm (maka 580 mm
adalah tebal minimum perlu perkerasan bahu jalan).
- Tebal lapis beraspal pada lajur utama = 280 mm, maka gunakan permukaan
bahu jalan berupa lapis fondasi agregat kelas S setebal 250 mm.
- Untuk memastikan air permukaan yang meresap ke perkerasan dapat
dialirkan, pasang LFA kelas A dibawah LFA kelas S dengan tebal 330 mm
(580 mm – 250 mm)
118
Dari perhitungan diatas selanjutnya dibuat gambar struktur perkerasan pada
lajur utama dan bahu jalan seperti terlihat pada Gambar 4.6 berikut:
119
LPA
Kelas S
AC - WC
AC - BC Lapis Penopang
AC Base LPA Kelas A
(Capping Layer)
CRB Subgrade
40 mm AC-WC
60 mm AC binder
180 mm
AC Base
1200 mm
Lapis Penopang CBR
(Capping Layer) dikondisikian > 6 %
350 mm
CBR Subgrade
1,07%
120
Untuk data dilapangan hanya didapat dari gambar kerja tahun 2016
dengan lapis tebal perkerasan lentur, lapis permukaan AC-WC = 4 cm; lapis
sub permukaan AC Binder = 6 cm; lapis pondasi atas AC Base = 12 cm; lapis
pondasi atas (agg.kelas A) = 44 cm. Sedangkan Bahu jalan yang memakai
Agregat Kelas S = 22 cm.
121
Sesuai dengan tabel 2.26 maka diambil nilai IPo sebesar 3,9 dengan
jenis lapis permukaan Beton Aspal (Laston = Asphalt Concrete = AC)
yang merupakan lapis permukaan dengan menggunakan agregat
bergradasi baik. Asumsi ini diambil juga berdasarkan agar tebal
perkerasan jalan lebih efisien.
b. Menentukan Indeks Permukaan Akhir (IPt)
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt)
perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan, dan
menentukannya berdasarkan klasifikasi jalan tersebut, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.27. Berdasarkan Tabel 2.27 didapatkan
ketentuan Nilai IPt untuk jalan arteri sebesar 2,5. Pengambilan nilai
2,5 pada IPt menyatakan permukaan masih cukup stabil dan baik.
122
4.3.4 Menentukan Nilai Reliabilitas (R), Standar Deviasi (So), standard normal
deviate (ZR), dan Menghitung Faktor Reliabilitas (FR)
a. Reliabilitas (R)
Reliabilitas adalah tingkat kepastian atau probabilitas bahwa struktur
perkerasan mampu melayani arus lalu lintas selama umur rencana sesuai
dengan proses penurunan kinerja struktur perkerasan. Konsep reliabilitas
merupakan upaya untuk menyertakan derajat ketidak pastian kedalam
proses perancangan untuk menjamin berbagai macam alternatif
perancangan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan.
Pada Pt-01-T-2002-B telah memberikan rekomendasi tingkat reliabilitas
berdasarkan fungsi jalan dan jalan perkotaan atau antar kota seperti pada
Tabel 2.29. karena pada Jalan Trans Kalimantan Anjir Serapat
merupakan fungsi jalan arteri dan menghubungkan antar kota maka
tingkat reliabilitas berkisar antara 75% - 95% dan diambil nilai yaitu
90% untuk perancangan ini karena untuk memastikan struktur
perkerasan mampu melayani arus lalu lintas selama umur rencana 20
tahun.
b. Standar Deviasi (So)
Deviasi Standar (So) adalah deviasi standar keseluruhan dari
distribusi normal sehubungan dengan kesalahan yang terjadi pada
perkiraan lalu lintas dan kinerja perkerasan. Berdasarkan Pt-T-01-2002-
B nilai So yang diberikan berkisar 0,4 - 0,5. Dari ketentuan tersebut
maka diambil nilai tertinggi 0,5 karena beranggapan kesalahan yang
terjadi tinggi.
c. Standard Normal Deviate (ZR)
Nilai Standar Normal Deviate (ZR) adalah nilai Z statistik. Untuk
mendapatkan nilai (ZR), Pt-T-01-2002-B telah memberikan nilai
penyimpangan normal standar (standard normal deviate) untuk tingkat
reliabilitas tertentu seperti pada tabel 2.30. didapatkan nilai reliabilitas
yaitu 90% maka nilai ZR = -1,282
123
d. Faktor Reliabilitas (FR)
Faktor Reliabilitas (FR) adalah faktor yang digunakan dalam
reabilitas yang digunakan untuk mengalikan repetisi beban lalu lintas
yang diperkirakan selama umur rencana dengan (FR) ≥ 1. Efek dengan
adanya (FR) dalam perencanaan adalah meningkatkan ESAL yang
digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan jalan.
(FR) ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:
FR = 10−𝑍𝑅(𝑆𝑜)
FR = 10−(−1,282)(0,5) = 4,38
124
4.3.6 Menentukan Nilai Modulus Resilient (MR) Masing – Masing Lapisan
Dari nilai CBR dikorelasikan Menjadi MR yang berperan sebagai
parameter penunjuk daya dukung lapisan tanah dasar atau subgrade
menggantikan nilai CBR yang selama ini digunakan dengan perhitungan
dibawah ini:
MR = 1500 (CBR), MR dalam psi
= 1500 (6)
= 9000 psi
Dari perhitungan diatas didapat nilai MR untuk lapisan timbunan yaitu sebesar
9.000 psi. Tebal minimum setiap lapisan perkerasan berdasarkan mutu daya
dukung lapisan dibawahnya seperti diilustrasikan pada gambar 4.9 di bawah
ini.
125
Tabel 4.10 Koefisien Kekuatan Relatif
Jenis Bahan Kekuatan bahan minimum Koefisien Kekuatan
Modulus elastisitas Stabilitas Kuat ITS CBR Relatif
(Mpa) (x1000 Marshall Tekan (kPa) (%) a1 a2 a3
psi) (kg) Bebas
(kPa)
1. Lapis Permukaan
Laston Modifikasi
- Lapis Aus Modifikasi 3.200(5) 460 1000 0,414
(5)
- Lapis Antara 3.500 508 1000 0,360
Modifikasi
Laston
- Lapis Aus 3.000(5) 435 800 0,400
- Lapis Antara 3.200(5) 464 800 0,344
Lataston
- Lapis Aus 2.300(5) 340 800 0,350
2. Lapis Pondasi
Lapis Fondasi Laston 3.700(5) 536 2.250(2) 0,305
Modifikasi
Lapis Fondasi Laston 3.300(5) 480 1.800(2) 0,290
Tanah Semen 4.0000 580 24(4) 0,145
Tanah Kapur 3.900 566 20(4) 0,140
Agregat Kelas A 200 29 90 0,125
3. Lapis Pondasi Bawah
Agregat Kelas B 125 18 60 0,125
Agregat Kelas C 103 15 35 0,112
Konstruksi Telford
- Pemadatan Mekanis 52 0,104
- Pemadatan Manual 32 0,074
Material Pilihan 84 12 10 0,080
Sumber : Metode AASHTO 1993
Perhitungan Modulus Resilient untuk lapisan Base dan Subbase adalah
sebagai berikut:
a2 = 0,249 (log10 EBS) – 0,977
0,290 = 0,249 (log10 EBS) – 0,977
1,267 = 0,249 (log10 EBS)
10
Log EBS = 5,08835
EBS = 105,08835
126
EBS = 122560 psi
MRbase = EBS = 122560 psi
127
- Truk sedang 18,2 ton (4,2 + 14) = 1712 kendaraan
- Truk berat 25 ton (5 + 20) = 84 kendaraan
- Truk Gandeng 26,2 ton (6,2+20) =2 kendaraan
- Truk trailer 42 ton (10 + 32) = 21 kendaraan
Jalan 2 lajur 2 arah, Umur rencana 20 tahun, Perkembangan lalu lintas 5,14%,
SN asumsi adalah 4, Ipt = 2,5.
1. Mencari Faktor Ekivalen masing-masing kendaraan (SN = 4, Ipt = 2,5)
adalah:
Kendaraan ringan 2 ton (1 + 1) single axle
ban depan : 1 ton = 10 kN = (10 kN / 53 kN)4 = 0,0013
ban belakang : 1 ton = 2,2046 kips,
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas bawah = 2 0,0002
batas atas = 4 0,003
Interpolasi = 0,0005
Total = 0,0013 + 0,0005 = 0,0018
Bus 9 ton (3,06 + 5,94) single axle
ban depan : 3,06 ton = 30,6 kN = (30,6 kN / 53 kN)4 = 0,1111
ban belakang : 5,94 ton = 13,0955 kips,
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas bawah = 12 0,213
batas atas = 14 0,388
Interpolasi =0,3088
Total = 0,1111 + 0,3088 = 0,4200
Truk ringan 8,3 ton (2,822 + 5,478) single axle
ban depan : 2,822 ton = 28,22 kN = (28,22 kN / 53 kN)4 = 0,0804
ban belakang : 5,478 ton = 12,0768 kips,
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas atas = 12 0,213
batas bawah = 14 0,388
128
Interpolasi = 0,2197
Total = 0,0804 + 0,2197 = 0,3001
Truk sedang 18,2 ton (6,188 + 12,012) single axle
ban depan : 6,188 ton = 61,88 kN = (61,88 kN / 53 kN)4 = 1,8582
ban belakang : 12,012 ton = 26,4817 kips
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas atas = 26 3,91
batas bawah = 28 5,21
Interpolasi = 4,2231
Total = 1,8582 + 4,2231 = 6,0813
Truk berat 25 ton (6,25 + 18,75) tandem axle
ban depan : 6,25 ton = 62,5 kN = (62,5 kN / 53 kN)4 = 1,9338
ban belakang : 18,75 ton = 41,3363 kips
Dari tabel D5 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas atas = 40 2,03
batas bawah = 42 2,43
Interpolasi = 2,2973
Total = 1,9338 + 2,2973 = 4,2311
Truk gandeng 26,2 ton (4,716+10,472+10,472) single axle dan triple
axles
Ban depan : 4,716 ton = 47,16 kN = (47,16 kN / 53 kN)4 = 0,6269
Ban tengah : 10,472 ton = 23,6818 kips
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas atas = 22 2,09
batas bawah = 24 2,89
Interpolasi = 2,7627
Ban belakang : 10,472 ton = 23,6818 kips
Dari tabel D6 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
129
batas atas = 22 0,048
batas bawah = 24 0,068
Interpolasi = 0,0648
Total = 0,6269 + 2,7627 + 0,0648 = 3,4544
Truk trailer 42 ton (7,56 + 11,76 + 22,68) single axle dan triple axles
ban depan : 7,56 ton = 75,6 kN = (75,6 kN / 53 kN)4 = 4,1398
ban tengah : 11,76 ton = 25,9261 kips
Dari tabel D4 di Pt T-01-2002-B pada lampiran D faktor ekivalen
beban
batas atas = 24 2,89
batas bawah = 26 3,91
Interpolasi = 3,8723
ban belakang : 22,68 ton = 50 kips
didapat dari tabel D6 di Pt T-01-2002-B nilai faktor ekivalen sebesar
= 1,25
Total = 4,1398 + 3,8723 + 1,25 = 9,2622
2. Mencari beban gandar standar untuk lajur rencana pertahun W18 per hari:
Kendaraan ringan = 4031 kend. × 0,0018 = 7,0695
Bus = 14 kend. × 0,4200 = 5,8794
Truk ringan = 57 kend. × 0,3001 = 17,1054
Truk sedang = 1712 kend. × 6,0813 = 10411,1830
Truk berat = 84 kend. × 4,2311 = 355,4101
Truk Gandeng = 2 kend. × 3,4544 = 6,9089
Truk trailer = 21 kend. × 9,2622 = 194,5052
Total = 10988,6905
W18 per hari = DD x DL x W18 = 0,8 x 0,5 x 10988,6905 =
4399,4762
W18 per tahun = 365 x 4399,4762 = 1.605.716,983
3. Beban gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana :
((1+𝑔)𝑛 − 1) ((1+0,0514)20 − 1)
W18 = W18 x = 1.605.716,983 x
𝑔 0,0514
= 51.766.456,961
= 51.766.457 beban gandar standar
130
4.3.9 Mencari Nilai SN Dengan Rumus Log Penentu Nilai SN
SN yang diperoleh dengan menggunakan rumus harus sama dengan
asumsi yang diambil ketika menentukan angka ekivalen (E). Jika SN yang
diperoleh tidak sama, maka penentuan angka ekivalen harus diulang kembali
dengan menggunakan nilai SN yang baru.
Total lalu lintas yang dapat dilayani oleh konstruksi perkerasan. Dalam
analisis lalu lintas yang dapat dilayani oleh konstruksi perkerasan di gunakan
persamaan log (W18). Lalu lintas yang dapat dilayani oleh konstruksi
perkerasan, digunakan persamaan seperti di bawah ini:
∆𝑰𝑷
𝒍𝒐𝒈𝟏𝟎 ( )
𝑰𝑷𝟎 −𝑰𝑷𝒇
𝑳𝒐𝒈𝟏𝟎 (𝑾𝟏𝟖 ) = 𝒁𝑹 𝑺𝟎 + 𝟗, 𝟑𝟔 × 𝒍𝒐𝒈𝟏𝟎 (𝑺𝑵 + 𝟏) − 𝟎, 𝟐𝟎 + 𝟏𝟎𝟗𝟒 + 𝟐, 𝟑𝟐 × 𝒍𝒐𝒈𝟏𝟎 (𝑴𝑹 ) −
𝟎,𝟒𝟎+
(𝑺𝑵+𝟏)𝟓,𝟏𝟗
𝟖, 𝟎𝟕
Diketahui:
SN asumsi =4
Zr = -1,282
So = 0,5
MR = 122560 psi.
∆IP = IP0 – IPt = 3,9 – 2,5 = 1,4
Ipf = 1,5
W18 = 51.766.456,961ESAL
Log10W18 = 7,714
Dengan menggunakan rumus maka didapat hasil sebagai berikut
7,714 = (-0,641) + 6,542 + 11,249 – 8,07
7,714 = 9,080
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai SN asumsi dengan hasil
perhitungan menggunakan rumus tidak sama, maka dilakukan perhitungan
ulang untuk SN yang baru.
Diketahui:
SN asumsi =3
Zr = -1,282
So = 0,5
131
MR = 122560 psi
∆IP = IP0 – IPt = 3,9 – 2,5 = 1,4
Ipf = 1,5
W18 = 55.616.592.408 ESAL
Log10W18 = 7,745
Dengan menggunakan rumus maka didapat hasil sebagai berikut
7,745 = (-0,641) + 5,635 + 11,413 – 8,07
7,745 = 8,338
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai SN asumsi dengan hasil
perhitungan menggunakan rumus tidak sama, maka dilakukan perhitungan
ulang untuk SN yang baru.
Diketahui:
SN asumsi = 2,40
Zr = -1,282
So = 0,5
MR = 122560 psi
∆IP = IP0 – IPt = 3,9 – 2,5 = 1,4
Ipf = 1,5
W18 = 59.432.847 ESAL
Log10W18 = 7,774
Dengan menggunakan rumus maka didapat hasil sebagai berikut
7,774 = (-0,641) + 4,975 + 11,504 – 8,07
7,774 = 7,774
Nilai SN yang di dapat sama dengan nilai SN asumsi. Maka nilai SN
tersebut dapat digunakan sebagai SN1 = 2,40
Untuk perhitungan SN2 data-datanya adalah sebagai berikut:
Diketahui:
SN asumsi =5
Zr = -1,282
So = 0,5
MR = 17293 psi.
∆IP = IP0 – IPt = 3,9 – 2,5 = 1,4
132
Ipf = 1,5
W18 = 53.248.310,918 ESAL
Log10W18 = 7,726
Dengan menggunakan rumus maka didapat hasil sebagai berikut
7,726 = (-0,641) + 7,283 + 9,215 – 8,07
7,726 = 7,726
Nilai SN yang di dapat sama dengan nilai SN asumsi. Maka nilai SN
tersebut dapat digunakan sebagai SN2 = 5
Untuk perhitungan SN3 data-datanya adalah sebagai berikut:
Diketahui:
SN asumsi =6
Zr = -1,282
So = 0,5
MR = 9000 psi.
∆IP = IP0 – IPt = 3,9 – 2,5 = 1,4
Ipf = 1,5
W18 = 56.843.216,581 ESAL
Log10W18 = 7,755
Dengan menggunakan rumus maka didapat hasil sebagai berikut
7,833 = (-0,641) + 7,910 + 8,601 – 8,07
7,755 = 7,755
Nilai SN yang di dapat sama dengan nilai SN asumsi. Maka nilai SN
tersebut dapat digunakan sebagai SN3 = 6
133
Seperti pada Tabel 2.30 memperlihatkan definisi umum mengenai kualitas
drainase.
Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam
perancangan dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang
dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini adalah
koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks Tebal
Perkerasan (ITP) bersama-sama dengan koefisien kekuatan relatif (a) dan
ketebalan (D).
Pada tabel 2.31 memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang
merupakan fungsi dari kualitas drainase dan persen waktu selama setahun
struktur perkerasan akan dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh.
Tabel 2.31 Koefisien drainase (m) untuk memodifikasi koefisien kekuatan
relatif material untreated base dan subbase pada perkerasan lentur.
Berdasarkan tabel 2.31 ditentukan koefisien drainase untuk m3 dan m2
sebesar 1,25.
134
𝟐,𝟒
≥ 𝟎,𝟒
≥ 6,00 inci
Diambil tebal D1 = 6,25 inci = 15,240 cm = 15 cm
SN1* = a1 x D1*
= 0,40 x 6,00
= 2,4
SN2* = SN2 – SN1*
= 5 – 2,4
= 2,6
𝑆𝑁2 − 𝑆𝑁1∗
D2* ≥( )
𝑎2 𝑚2
2,6
≥ (0,29 𝑥 1,25)
≥ 7,1724 inci
Maka diambil tebal minimum D2 = 7,1724 inci = 18,2179 cm = 18 cm
SN2* = D2* x a2 x m2
= 2,6
≥ 5,7143 inci
Maka diambil tebal minimum D3 = 6,400 inci = 16,2560 cm = 16 cm
Catatan : Tanda * menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan
(D1*), lapis pondasi (D2*), lapis pondasi bawah (D3*).
Selanjutnya dibuat tabel hasil perhitungan tebal perkerasan sesuai
perhitungan diatas seperti berikut :
135
Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Tebal Perkerasan
No. Lapisan Nilai SN A D (inci) D (cm)
AC - WC 4
1 2,4 0,400 6,
AC - BC 11
Lapis Pondasi
2 5 0,290 7,1724 18
(AC – BASE)
Lapis Pondasi
3 Bawah (Agregat 6 0,125 6,400 16
Kelas B)
4 Tanah Dasar - - -
AC-WC
AC binder
AC Base
LPB Kelas B
CRB Subgrade
136
AC-WC
40 mm
110 mm AC binder
180 mm
AC Base
1200 mm
Lapis Penopang
(Capping Layer)
350 mm
CBR Subgrade
1,07%
Gambar 4.11 Struktur Tebal Perkerasan Pt T 01-2002-B
137
Tabel 4.13 Tabel hasil perhitungan tebal perkerasan Manual Desain 02/M/BM/2017 dan
Metode Pt T 01-2002-B
138