Anda di halaman 1dari 18

PERCOBAAN XI

PENETAPAN KADAR ANTOSIANIN

A. TUJUAN
1. Mahasiswa mengetahui menghitung kadar senyawa antosianin

B. DASAR TEORI
Senyawa antosianin merupakan senyawa yang termasuk dalam golongan
flavonoid. Antosianin berfungsi sebagai antioksidan yang diyakini dapat
menyembuhkan penyakit degeneratif (Mardiah et al., 2009).
Antioksidan yang dikenal sebagai peredam atau pemerangkap (scavenger)
merupakan molekul yang dapat bereaksi dengan radikal bebas dan berfungsi
menetralkan radikal bebas. Reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh dapat
menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif, yang dapat merusak
struktur serta fungsi sel (Marx, 1985).
Sel memiliki antioksidan alami seperti superoksida dismutase (SOD),
katalase, reduktase, glutationperoksida dan antioksidan yang bisa mempertahankan
dan memberi perlindungan dari pengaruh radikal bebas (Wehantouw dan Suryanto,
2009).
Namun ketika radikal bebas lebih banyak daripada kemampuan pertahanan,
antioksidan alami tersebut bisa mengalami gangguan sehingga memutuskan rantai
reduksioksidasi normal dan mengakibatkan kerusakan oksidatif jaringan yang
sering dikenal dengan stress oksidatif. Oleh karena itu diperlukan suplemen
antioksidan untuk membantu sistem pertahanan tubuh kembali normal. Antosianin
dari bunga rosella dapat diambil dengan menggunakan teknik ekstraksi. Tetapi
ekstrak dalam bentuk larutan kurang stabil hingga perlu dilakukan pengeringan
menjadi serbuk. Dalam tulisan ini, diuraikan hasil penelitian yang dilakukan dengan
tujuan untuk mengkaji pengaruh dari perbedaan rasio bahan : pelarut dan waktu
ekstraksi terhadap yield ekstrak bunga rosella dan kadar ekstrak antosianin dari
bunga rosella sehingga dapat mengetahui kondisi ekstraksi terbaik, selain itu juga
dapat mengkaji aktivitas antioksidan yang terdapat pada bunga rosella (Hibiscus
Sabdariffa L.) menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil).Antosianin merupakan salah satu pewarna alami karena merupakan
zat berwarna merah, jingga, ungu, ataupun biru yang banyak terdapat pada bunga
dan buah-buahan (Hidayat dan Saati, 2006).
Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan
sebagai antioksidan. Antosianin dalam bentuk aglikon lebih aktif daripada bentuk
glikosidanya (Santoso, 2006).
Zat pewarna alami antosianin tergolong kedalam turunan benzopiran.
Struktur utama turunan benzopiran ditandai dengan adanya cincin aromatik
benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk
cincin (Moss, 2002).
Menurut Rein (2005) beberapa enzim dapat berperan dalam proses
degradasi antosianin misalnya glukosidase dan PPO (Polipenol Oksidase). Enzim
glukosidase mampu menstimulasi terjadinya hidrolisis pada ikatan gula antara
gugus aglikon dengan gugus glikon. Hidrolisis tersebut menyebabkan terbentuknya
cincin aromatik yang membentuk senyawa kalkon. Jumlah antosianin di alam yang
berhasil diisolasi sebanyak 539 jenis tetapi hanya 6 yang ada di bahan pangan
seperti pelargonidin, cyanidin, peonidin, delphinidin, petunidin, dan malvidin
(Mateus dan Freitas, 2009).
Pigmen antosianin adalah pigmen yang bersifat larut air, terdapat dalam
bentuk aglikon sebagai antosianidin dan glikon sebagai gula yang diikat secara
glikosidik. Bersifat stabil pada pH asam, yaitu sekitar 1-4, dan menampakkan warna
oranye, merah muda, merah, ungu hingga biru (Lewis et al., 1997; Li, 2009).
Antosianin adalah zat warna yang bersifat polar dan akan larut pada pelarut
polar (Samsudin dan Khoirudin, 2011). Antosianin lebih larut dalam air daripada
dalam pelarut 5 non polar dan karakteristik ini membantu proses ekstraksi dan
pemisahan (Xavier et al., 2008). Antosianin adalah senyawa satu kelas dari senyawa
flavonoid yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonoid-3-ol,
flavon, flavanon, dan flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid ang berbeda
dalam oksidasi dari antosianin.
Jumlah antosianin di alam yang berhasil diisolasi sebanyak 539 jenis tetapi
hanya 6 yang ada di bahan pangan seperti pelargonidin, cyanidin, peonidin,
dephinidin, petunidin dan malvidi (Mateus dan Freitas, 2009).
Degradasi antosianin dapat terjadi selama proses ekstraksi, pengolahan
makanan, dan penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas
antosianin tersebut yaitu adanya modifikasi pada struktur spesifik antosianin
(glikosilasi, asilasi dengan asam alifatik atau aromatik) pH, temperatur, cahaya,
keberadaan ion logam, oksigen, kadar gula, enzim dan pengaruh sulfur oksida
(Misra, 2008).
Antosianin umumnya lebih stabil pada larutan asam apabila dibandingkan
dengan larutan netral atau alkali. Antosianin memiliki struktur kimia yang berbeda
tergantung dari pH larutan. Pada pH 1 antosianin berbentuk kation flavinium yang
memberikan warna merah. Pada pH 2-4 antosianin berbentuk campuran kation
flavinium dan quinoidal. Pada pH yang lebih tinggi yaitu 5-6 terdapat dua senyawa
yang tidak berwarna yaitu karbinol pseudobasa dan kalkon (Ovando et al., 2009).
Kestabilan antosianin juga dipengaruhi oleh suhu. Laju kerusakan
(degradasi) antosianin cenderung meningkat selama proses penyimpanan yang
diiringi dengan kenaikan suhu. Degradasi termal menyebabkan hilangnya warna
pada antosianin yang akhirnya terjadi pencoklatan. Kenaikan suhu bersamaan
dengan pH menyebabkan degradasi antosianin pada buah cherri (Rein, 2005).
Rahmawati (2011), mengemukakan bahwa proses pemanasan terbaik untuk
mencegah kerusakan antosianin adalah pemanasan pada suhu tinggi dalam jangka
waktu pendek (High Temperature Short Time). Paparan cahaya juga dapat
memperbesar degradasi pada molekul antosianin. Penyebab utama kehilangan
pigmen warna berhubungan dengan hidrolisis antosianin.
Antosianin berpotensi sebagai pewarna makanan alami karena
keanekaragaman warna yang dimilikinya. Namun, mempunyai kelemahan dalam
stabilitas warnanya. Intensitas suatu stabilitas pigmen antosianin tergantung pada
berbagai faktor termasuk struktur dan konsentrasi dari pigmen, pH, suhu, intensitas
cahaya, kualitas dan kehadiran pigmen lain bersama-sama, ion logam, enzim,
oksigen, asam askorbat, gula dan gula metabolit, belerang oksida dan lain-lain
(Tanaka et al., 2008)

Tanaman rosella dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas : Dilleniidae
Ordo : Malvales
Familia : Malvaceae (suku kapas-kapasan)
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus sabdariffa L

C. ALAT DAN BAHAN


ALAT BAHAN
Spektofotometer Uv-Vis 1. Etanol 96%
2. Alumunium klorida
3. Natrium nitrit
4. Natrium hidroksida
D. CARA KERJA

Penetapan kadar antosianin

Penetapan kadar antosianin dilakukan dengan metode perbedaan pH yaitu pH 1,0


dan pH 4,5
1. Pembuatan larutan pH 1,0 dan pH 4,5
Larutan KCI

- Dilarutkan 1,490 g KCl dengan akuades dalam tabung volumetrik


100 ml sampai batas
- Dicampurkan 2,5 ml larutan KCl dengan 67 ml HCl 0,2 N
- Ditambahkan HCl kembali jika perlu sampai pH mencapai 1,0 ± 0,1
-
Larutan Ph 1,0

Larutan potassium asetat

- Dilarutkan 1,640 gram potasium asetat dilarutkan dengan akuades


dalam tabung volumetrik 100 ml sampai batas
- Ditambahkan larutan HCI 0,2 N sampai pH 4,5 ± 0,1
-
Larutan pH 4,5

Pengukuran total antosianin


Larutan Ph 1,0 dan Ph 4,5

- Disiapkan dua larutan sampel dari masing-masing filtrate


- Digunakan larutan pada sampel pertama pH 1,0
- Digunakan larutan sampel kedua pH 4,5
- Diukur dari setiap larutan pada panjang gelombang 510 dan 700 nm
-
Hasil total antosianin
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL PRAKTIKUM

Absorbansi

𝜇510 𝑛𝑚 𝜇700 𝑛𝑚
No. Kelompok Konsentrasi pH1 pH4,5 pH1 pH4,5 Kadar
ekstrak
10 ml
I A 0,05% 0,555 0,075 0,012 0,022 328,6%

B 0,06% 1,112 0,140 0,014 0,035 552,6%

II A 0,07% 1,229 0,161 0,003 0,044 511,5%

B 0,08% 0,966 0,157 0,010 0,034 347,7%

III A 0,09% 0,871 0,123 0,016 0,035 281,7%

B 0,10% 1,014 0,132 0,013 0,035 301,2%

IV A 0,11% 0,695 0,060 0,008 0,019 196,1%

B 0,12% 0,315 0,111 0,006 0,030 64,43%

Perhitungan :

Pengenceran 0,12%

C1 x V1 = C2 x V2

2% x 10ml = 0,12% x V2

20% = 0,12% x V2

20%
V2 = 0,12% = 166,66 𝑚𝑙

2%
FP = 0,12% = 16,66

A = (𝐴𝜇𝑣𝑖𝑠 − 𝑚𝑎𝑥 − 𝐴700)𝑝𝐻1 − (𝐴𝜇𝑣𝑖𝑠 − 𝑚𝑎𝑥 − 𝐴700)𝑝𝐻4,5


= ( 0,315 − 0,006) − (0,111 − 0,030)

= 0,309 − 0,081

= 0,228

𝐴 𝑥 𝐵𝑀 𝑥 𝐹𝑃 𝑥 1000
Antosianin monomeric = ∈𝑥1

0,228 𝑥 449,2 𝑥 16,66 𝑥 1000


= 26900 𝑥 1

= 63,43 𝑚𝑔/𝐿

Tabel % Penetapan Kadar Antosianin Pada Bunga Rosella (Hibiscus


sabdariffa)

0.14

0.12 00.12
00.11
0.1 00.1
00.09
0.08 00.08
00.07
0.06 00.06
00.05
0.04

0.02

0
63.43 196 281 301 328 347.7 511.5 552.6
2. Pembahasan

Pada praktikum bahan alam kali ini membahas tentang “Penetapan Kadar
Antosianin Pada Ekstrak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa)” yang bertujuan agar
praktikan dapat mengetahui perhitungan kadar senyawa antosianin di dalam ekstrak
bunga rosella.

Antosianin merupakan salah satu senyawa hasil metabolisme sekunder yang


paling melimpah sebagai pigmen warna pada tumbuhan dan larut dalam air
(Grotewold, 2006). Senyawa ini termasuk dalam jenis senyawa flavonoid dan
merupakan salah satu senyawa flavonoid yang berwarna. Senyawa antosianin
biasanya akan mengikat beberapa molekul gula seperti glukosa, fruktosa, galaktosa,
arabinose, dan jenis gula lainnya baik disakarida ataupun polisakarida (Markakis,
1982). Antosianin banyak dimanfaatkan sebagai senyawa antioksidan (braunlich,
dkk, 2013) dan dapat pula digunakan sebagai indicator pH (Padmaningrum, 2011).
Senyawa antosianin memberikan pigmen pada beberapa tumbuhan, mulai dari
warna merah, ungu, dan kuning (Markakis, 1982).

Pada praktikum kali ini digunakan ekstrak tanaman dari bunga rosella
(Hibiscus sabdariffa) dimana antosianin pada rosella (Hibiscus sabdariffa) berada
dalam bentuk glukosida yang terdiri dari cyaniding-3-sambubioside, delphinidin-3-
glucose, dan delphinidin-3-sambubioside. Menurut Andayani, dkk, 2008, senyawa
antosianin delphinidin-3-sambubioside pada rosella ampuh mengatasi penyakit
kanker darah atau leukemia. Senyawa ini bekerja dengan menghambat terjadinya
kehilangan membrane mitokondrial dan pelepasan sitokrom dari mitokondria ke
sitosol. Kandungan senyawa antosianin dalam rosella dapat dianalisis kadarnya
menggunakan salah satu metode spektrofotometri dengan perbedaan pH yaitu pH
1,0 dan pH 4,5. Sebelum dilakukan penetapan kadar antosianin pada rosella,
dilakukan terlebih dahulu pembuatan larutan pH 1,0 dan pH 4,5. Pada pembuatan
larutan pH 1,0 dilakukan dengan menimbang terlebih dahulu bahan-bahan yang
akan digunakan yaitu Kristal KCl sebanyak 1,490gr dilarutkan dengan aquades
dalam tabung volumetrik 100 ml sampai tanda batas. Kemudian dicampurkan 2,5
ml larutan KCl dengan 67 ml HCL 0,2 N. dan ditambahkan Cl kembali jika perlu
sampai pH mencapai 1,0. Kemudian dalam pembuatan larutan pH 4,5 ditimbang
Kristal potassium asetat sebanyak 1,640 gr dan dilarutkan dengan akuades dalam
tabung volumetrik 100 ml sampai tanda batas. Dan ditambahkan larutan HCl 0,2 N
sampai pH mencapai 4,5.

Dalam pembuatan larutan ekstrak rosella (Hibiscus sabdariffa) telah dibuat


ekstrak rosella dengan konsentrasi 2%. Pada saat praktikum dilakukan pengenceran
larutan ekstrak rosella dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu dari konsentrasi
0,05%, 0,06%, 0,07%, 0,08%, 0,09%, 0,1%, 0,11%, dan 0,12% dalam 10 ml dengan
volume pengambilan ekstrak rosella masing-masing konsentrasi yaitu 0,05%
sebanyak 0,25 ml atau 250 𝜇l, konsentrasi 0,06% sebanyak 0,3 ml atau 300 𝜇l,
konsentrasi 0,07% sebanyak 0,35 ml atau 350 𝜇l, konsentrasi 0,08% sebanyak 0,4
ml atau 400 𝜇l, konsentrasi 0,09% sebanyak 0,45 ml atau 450 𝜇l, konsentrasi 0,1%
sebanyak 0,5 ml atau 500 𝜇l, konsentrasi 0,11% sebanyak 0,55 ml atau 550 𝜇l,
konsentrasi 0,12% sebanyak 0,6 ml atau 600 𝜇l. Untuk pengambilan larutan ekstrak
rosella digunakan alat mikropipet, dimana alat ini adanya penunjuk skala volume
yang dilengkapi dengan knob pengatur volume yang dapat diputar sesuai dengan
volume cairan yang diinginkan.

Pada tahap selanjutnya penetapan kadar antosianin mula-mula diambil


masing-masing ekstrak rosella yang telah dihitung dan kemudian ditambahkan
dengan larutan pH 1,0 dan pH 4,5 yang telah dibuat sebelumnya sampai tanda batas
labu ukur 10 ml. Penetapan konsentrasi senyawa antosianin dilakukan dengan
metode perbedaan pH (pH Differential) yaitu pH 1,0 dan pH 4,5. Penetapan
konsentrasi antosianin dengan metode ini dikarenakan pada pH 1,0 antosianin
membentuk senyawa oxonium (kation flavilium) yang berwarna dan pada pH 4,5
berbentuk karbinol/hemiketal tak berwarna (Giusti M. M. and Wrolstad R,
E.,2001). Kondisi inilah yang akan menjadi acuan untuk menentukan absorbansi
dengan menggunakan spektrofotometri Uv-Vis dari ekstrak rosella dengan berbagai
konsentrasi. Perubahan pH tertentu disebabkan sifat antosianin yang memiliki
tingkat kestabilan yang berbeda. Misalnya, pada pH 1,0 antosianin lebih stabil dan
warna lebih merah dibandingkan pH 4,5 yang kurang stabil dan hampir tidak
berwarna. Pada pH 1,0 antosianin berbentuk senyawa oxonium. Keadaan yang
semakin asam apalagi mendekati pH 1,0 akan menyebabkan semakin banyaknya
pigmen antosianin berada dalam bentuk kation flavilium atau oxonium yang
berwarna dan pengukuran absorbansi akan menunjukkan jumlah antosianin yang
semakin besar. Pada pH 4,5 yakni pada asam yang lemah kation flavilium berubah
ke bentuk yang lebih stabil hemiketal yang tak berwarna dan bentuk kalkon.

Setelah itu larutan digojok perlahan-lahan sampai homogen dan


dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan alumunium foil tujuannya
dilihat dari sifat antosianin yang dapat berpengaruh oleh oksigen, suhu, dan pH.

Selanjutnya sampel yang didalam tabung reaksi dilakukan pengukuran


absorbansi pada panjang gelombang 510 nm dan 700 nm dengan alat
spektrofotometri Uv-Vis. Pengukuran pada daerah panjang gelombang dilakukan
karena aglikon pada antosianin (kation flavilium) mengandung ikatan rangkap
terkonjugasi sehingga dapat diserap pada daerah panjang gelombang 510 nm.

Absorbansi adalah suatu polarisasi cahaya yang terserap oleh bahan ( komponen
kimia ) tertentu pada panjang gelombang tertentu sehingga akan memberikan warna
tertentu terhadap bahan. Sinar yang dimaksud yakni bersifat monokromatis dan
mempunyai panjang gelombang tertentu.

Reaksi perubahan warna pada rosella pH 1,0 dan pH 4,5 :

Hasil data absorbansi yang diperoleh dari masing-masing konsentrasi dari


0,05%-0,12% yaitu dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi
0,05% ialah (0,555-0,075-0,012-0,022) dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH
1,0 dan 4,5 konsentrasi 0,06% ialah (1,112-0,140-0,014-0,035), dengan 𝜆 510 nm
dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi 0,07% ialah (1,229-0,161-0,03-
0,044), dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi 0,08%
ialah (0,966-0,157-0,010-0,034), dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan
4,5 konsentrasi 0,09% ialah (0,871-0,123-0,016-0,035), dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700
nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi 0,1% ialah (1,014-0,132-0,019-0,035) dengan
𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi 0,11% ialah (0,695-0,060-
0,008-0,019) dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi
0,12% ialah (0,315-0,006-0,011-0,030).

Berdasarkan hasil data absorbansi yang didapat selanjutnya dilakukan


perhitungan kadar antosianin rosella dengan rumus antosianin monomeric (CyE,
mg/L) : A x BM x Fp x 1000 dibagi dengan 𝜀 (26.900) dikali 1. Pada penentuan
kadar antosianin, faktor pengenceran dihitung untuk mengalikan hasil perhitungan
dalam menetapkan kadar suatu zat dalam ekstrak rosella jika sampel tersebut
diencerkan dari kondisi semula menjadi konsentrasi yang lebih rendah. Selanjutnya
didapatlah penetapan kadar masing-masing konsentrasi yaitu pada konsentrasi
0,05% dengan kadar antosianin sebesar 328,6 mg/L, konsentrasi 0,06% sebesar
552,6 mg/L, konsentrasi 0,07% sebesar 511,5 mg/L, konsentrasi 0,08% sebesar
347,7 mg/L, konsentrasi 0,09% sebesar 281,7 mg/L, konsentrasi 0,1% sebesar
301,2 mg/L, konsentrasi 0,11% sebesar 196,1 mg/L, dan konsentrasi 0,12% sebesar
63,43 mg/L. Berdasarkan hasil penetapan kadar antosianin dari masing-masing
konsentrasi ekstrak rosella menunjukkan bahwa pada konsentrasi terbesar yaitu
0,12% dengan kadar terendah yaitu 63,43 mg/L. Hasil kadar yang didapatkan naik
turun. Kadar tidak naik dengan seiring ditambahnya konsentrasi, Hal ini tidak
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu
sampel maka kadar dari suatu sampel akan semakin tinggi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ialah antosianin memiliki sifat tidak stabil yang dapat dipengaruhi
oleh suhu, perubahan pH, sinar, dan oksigen. Kemudian kurangnya ketelitian dari
praktikan dalam menggunakan alat mikropipet sehingga terjadinya kesalahan saat
mengambil volume larutan yang akan dipipet dan keakuratan pengukuran
mikropipet dipengaruhi oleh ukuran tip yang digunakan pada saat praktikum serta
adanya ketidaksesuaian ukuran tip dengan volume cairan yang akan dipindahkan,
hal ini juga mempengaruhi hasil penetapan kadar antosianin rosella yang
didapatkan.

F. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum Bahan alam kali ini mengenai “Penetapan Kadar


Antosianin Pada Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa) dapat disimpulkan bahwa :

1. Penetapan Kadar Antosianin Pada Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa)


dilakukan dengan metode spektrofotometri dengan perbedaan pH 1,0 dan
pH 4,5
2. Hasil data absorbansi yang diperoleh dari masing-masing konsentrasi dari
0,05%-0,12% yaitu dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5
konsentrasi 0,05% ialah (0,555-0,075-0,012-0,022) dengan 𝜆 510 nm dan
𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi 0,06% ialah (1,112-0,140-0,014-
0,035), dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi
0,07% ialah (1,229-0,161-0,03-0,044), dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada
pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi 0,08% ialah (0,966-0,157-0,010-0,034), dengan
𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi 0,09% ialah (0,871-
0,123-0,016-0,035), dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5
konsentrasi 0,1% ialah (1,014-0,132-0,019-0,035) dengan 𝜆 510 nm dan
𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi 0,11% ialah (0,695-0,060-0,008-
0,019) dengan 𝜆 510 nm dan 𝜆 700 nm pada pH 1,0 dan 4,5 konsentrasi
0,12% ialah (0,315-0,006-0,011-0,030).
3. Didapatkan hasil dari penetapan kadar antosianin rosella masing-masing
konsentrasi yaitu pada konsentrasi 0,05% dengan kadar antosianin sebesar
328,6 mg/L, konsentrasi 0,06% sebesar 552,6 mg/L, konsentrasi 0,07%
sebesar 511,5 mg/L, konsentrasi 0,08% sebesar 347,7 mg/L, konsentrasi
0,09% sebesar 281,7 mg/L, konsentrasi 0,1% sebesar 301,2 mg/L,
konsentrasi 0,11% sebesar 196,1 mg/L, dan konsentrasi 0,12% sebesar
63,43 mg/L. Berdasarkan hasil penetapan kadar antosianin dari masing-
masing konsentrasi ekstrak rosella menunjukkan bahwa pada konsentrasi
terbesar yaitu 0,12% dengan kadar terendah yaitu 63,43 mg/L.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah antosianin memiliki sifat tidak
stabil yang dapat dipengaruhi oleh suhu, perubahan pH, sinar, dan oksigen,
dan adanya ketidaksesuaian ukuran tip dengan volume cairan yang akan
dipindahkan,
DAFTAR PUSTAKA

Agoes.G. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung: ITB Press.


Andryani, V. Pemanfaatan Antosianin Pada Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.)
Sebagai Indikator Asam – Basa. Skripsi. Semarang: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. 2015.
Devasagayam, T. P. A., Tilak, J.C., Boloor, K.K., Sane, Ketaki S., Ghaskadbi, Saroj
S. & Lele, R.D., (2004), Free Radical and Antioxidants in Human health
: Current Status and Future Prospects, JAPI, 52, 794-804.
Hardiyanti, Y.; Djaswir D.; Adlis S.. 2013. “Ekstraksi dan Uji AntioksidanSenyawa
Antosianin dari Daun Miana (Coleus scutellarioides L (Benth).) serta
Aplikasi pda Minuman. Jurnal Kimia Unan. Volume 2 nomor 2. (ISSN
No. 2303-3401).
Hidayat dan Saati, (2006), Membuat Pewarna Alami: Cara Sehat dan Aman
Membuat Pewarna Makanan dari Bahan Alami, Trubus Agrisarana,
Surabaya.
Kusumah, Ine Yuliana. 2016. “Pemanfaatan Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosela
Untuk Pembuatan Kertas Indikator Asam-Basa Alternatif”. Skripsi
Pendidikan Biologi UMS.
Mardiah, Rahayu., et al. 2009. Budidaya dan Pengolahan Rosella. Jakarta :
Agromedia Pustaka.
Markakis, P. 1992. Anthocyanins as Food Additives. Di dalam Anthocyanins as
Food Colors. Markakis, P. (ed.). New York: Academic Press.
Santoso U. 2006. Antioksidan. Yogyakarta. Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada.
Supiyanti, W., Wulansari, E. D., dan Kusmita, L. 2010. Uji Aktivitas Antioksidan
dan Penentuan Kandungan Antosianin Total Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L). Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan
Pharmasi Semarang. Majalah Obat Tradisional,15(2),64–70. Semarang.
Suryanto, E., dan F. Wehantouw. 2009. Aktivitas penangkap radikal bebas dari
ekstrak fenolik daun sukun. Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Wijaya, L.A., Marcel P.S. Fenny S. 2009.”Mikroenkapsulasi Antosianin sebagai
Pewarna Makanan Alami Sumber Antioksidan Berbasis Limbah Kulit
Manggis (Garcinia mangostana L.). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
PENETAPAN KADAR ANTOSIANIN

Bahan yang digunakan : Diambil ekstrak bunga Ekstrak bunga rosella 0,12%
ekstrak bunga rosella, rosella 0,12 % dimasukkan + larutan Ph 1
larutan Ph 1 dan larutan Ph kedalam labu takar
4,5

Ekstrak bunga rosella 0,12% Kemudian absorbansi dari


+ larutan ph 4,5 setiap larutan diukur
menggunakan spektofotometri
uv-vis pada panjang gelombang
510 dan 700 nm.
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM BAHAN ALAM

PERCOBAAN XI
PENETAPAN KADAR ANTOSIANIN

DOSEN PEMBIMBING : IKA RISTIA RAHMAN, M. Farm., Apt

Nama kelompok 4B/KELAS IIC :


SUCI HARDIYANTI
TRI MADU
WAHYUNI
WENNY OKTAVIANTI
ZAKIYATUROFIQOH
ADISTI SEKARINI
AKADEMI FARMASI YARSI
PONTIANAK
2019

Anda mungkin juga menyukai