Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ISOLASI ANALISIS TUMBUHAN OBAT

SENYAWA ANTOSIANIN

Dosen Pengampu :
Mamik Ponco Rahayu, M.Si.,Apt

Disusun oleh :
Kelompok 4
Nama Anggota :
Yosefa Maria Wean 23175197A
Dinda Catur Cahyani 23175198A
Venestesia Ayu Suliustita 23175200A
Adriani Taena 23175201A
Fajar Ria Lestari 23175202A
Yoga Putra Pratama 23175204A
Ayuk Wulandari 23175205A
Rizky Bimantara Hanafi A. 23175207A
Dwi Shinta Kholifaturr. 23175209A
Nur Azizah Z. 23175254A

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era modern ini penggunaan zat warna dalam makanan sangat populer. Warna
merupakan faktor kualitas yang penting bagi makanan. Bersama-sama dengan aroma, rasa,
dan tekstur, warna memegang peran penting dalam penerimaan makanan (Man 1997,
Winarno 1997). Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberi warna
pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna
makanan yang berubah atau memucat selama proses pengolahan (Natalia 2005). Pewarna
alami dapat diperoleh dari buahbuahan dan sayur-sayuran. Beberapa pewarna alami banyak
dikenal di masyarakat seperti daun suji untuk membuat warna hijau, kunyit (warna kuning),
daun jati (merah), dan wortel (orange). Penggunaan pewarna alami semakin berkurang,
sejak ditemukan pewarna sintetik, meskipun pewarna alami tidak hilang sama sekali. Salah
satu ciri khas pewarna sintetik antara lain memiliki warna yang cenderung lebih cerah, dan
warna tidak mudah pudar. Pewarna sintetik lebih disukai karena lebih ekonomis dan praktis
(Winarno 1997). Di lain sisi pewarna sintetik mempunyai beberapa kelemahan, yaitu
bersifat karsinogenetik dan beracun. Menyadari pentingnya pewarnaan pada makanan,
maka disarankan agar konsumen lebih memilih pewarna alami dari pada pewarna sintetik.
Mengapa ? Zat pewarna alami ini lebih aman digunakan dari pada zat pewarna sintetis
(Hidayat 2006).
Terbatasnya kualitas dan sumber pewarna alami menyebabkan penggunaan pewarna
sintetis berkembang pesat.Mengungkapkan bahwa penggunaan pewarna sintetis makanan
secara berkesinambungan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati.Untuk itu
diperlukan pencarian alternatif pewarna alami seperti antosianin. Menurut menyatakan
bahwa ekstrak yang mengandung antosianin mempunyai efek toksisitas yang rendah, dapat
mengurangi resiko penyakit jantung koroner, resiko stroke, aktivitas antikarsinogen, efek
anti-inflammatory, dan dapat memperbaiki ketajaman mata.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud senyawa antosianin?
2. Apa saja sifat fisika kimia senyawa antosianin?
3. Bagaimana proses biosintesis senyawa antosianin?
4. Bagaimana tahapan isolasi senyawa antosianin?
5. Bagaimana menganalisis senyawa antosianin?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian senyawa antosianin.
2. Mengetahui sifat fisika kimia senyawa antosianin.
3. Mengetahui proses biosintesis senyawa antosianin.
4. Mengetahui tahapan isolasi senyawa antosianin.
5. Mengetahui analisa senyawa antosianin.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian senyawa antosianin

Secara kimia antosianin merupakan turunan struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin,
dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin dengan penambahan atau pengurangan gugus
hidroksil, metilasi dan glikosilasi (Harborne 2005). Antosianin adalah senyawa yang bersifat
amfoter, yaitu memiliki kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun dengan basa.
Dalam media asam antosianin berwarna merah, dan pada media basa berubah menjadi ungu
dan biru (Man 1997).

Struktur senyawa rumus kimia antosianin

Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam jumlah besar
ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-sayuran (Supriyono 2008). Antosianin adalah suatu
kelas dari senyawa flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol,
flavan-3-ol, flavon, flavanon, dan flavanonol adalah kelas dari flavonoid yang berbeda dalam
oksidasi antosianin. Senyawa flavonoid tidak berwarna atau kuning pucat (Sundari 2008).
Antosianin termasuk pigmen larut air yang secara alami, terakumulasi pada sel epidermis buah-
buahan, akar, dan daun. Antosianin terdapat pada sejumlah besar buah-buahan seperti : anggur,
strawberri, cherri, ubi jalar, serta pada sayuran seperti kol merah dan bayam merah (Hendry
1996; Harborne 1987). Antosianin dapat menggantikan penggunaan pewarna sintetik
carmoisin dan amaranth sebagai pewarna merah pada produk pangan. Antosianin dapat
digunakan sebagai pewarna alami dalam minuman penyegar, kembang gula, produk susu, roti,
kue, jelli, produk awetan, dan sirup (Gross 1991).

2.2 Sifat fisika kimia


Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, suhu, cahaya,
dan oksigen (Basuki dkk, 2005). Menurut Clydesdale (1998) dan Markakis (1982) Pigmen
antosinanin (merah, ungu dan biru) merupakan molekul yang tidak stabil jika terjadi
perubahan pada suhu, pH, oksigen, dan cahaya.
1. Warna
Warna dan stabilitas pigmen tergantung pada strktur molekul secara keseluruhan.
Substitusi struktur antosianin akan berpengaruh pada warna. Pada kondisi asam warna
antosianin ditentukan oleh banyaknya substitusi pada cincin B. Semakin banyak
substitusi OH dapat menyebabkan warna semakin biru, sedangakan metoksilasi akan
menyebabkan warna antosianin semakin merah. (Sudjana,1996).
2. Suhu
Suhu yang panas dapat menyebabkan kerusakan antosianin, oleh karena itu proses
pengolahan pangan harus dilakukan pada suhu 50-600C yang merupakan suhu stabil
dalam proses pemanasan (Harborne, 1987).
3. Cahaya
Cahaya mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap antosianin,yaitu
berperan dalam pembentukan antosianin dan dalam laju degradasi warna antosianin,
oleh akrena itu antosianin harus ditaruh dalam tempat yang gelap dan suhu dingin
(Harborne, 1987).
4. Oksigen
Oksigen dan suhu tampaknya mempercepat kerusakan antosianin. Stabilitas warna
antosianin selama pemprosesan jus buah menjadi rusak akibat oksigen (Adil 2010).
5. Antosianin memiliki sifat hidrofilik yang memudahkannya larut dalam air.
6. Antosianin juga dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat polar seperti etanol,
metanol, aseton, dan kloroform.
7. Ketidakstabilan dalam struktur antosianin menyebabkan senyawa ini mudah
mengalami hidrolisis pada ikatan glikosidik dan cincin aglikon menjadi terbuka,
sehingga membentuk berbagai aglikon yang labil, serta gugus karbinol dan kalkon yang
tidak berwarna
Bentuk ketidak seimbangan antosianin

2.3 Biosintesis senyawa antosianin


Jalur biosintesis antosianin secara umum dimulai dari fenil propanoid dimana berkaitan
dengan tahapan utama metabolisme, yaitu mengubah substrat L-fenilalanin menjadi asam
sinamat menggunakan enzim fenilalanin amonia liase (PAL). Asam sinamat dengan
bantuan enzim sinamat 4- hidroksilase (C4) dan 4-kumarat koenzimA ligase (4CL) diubah
menjadi 4-kumarat koenzimA. Selanjutnya, 4-kumarat koenzim A dikatalisis oleh enzim
kalkon sintase (CS), kalkon isomerase (CI) dan flavanon 3- hidroksilase (F3) untuk
membentuk dihidroflavonol. Pada tahap akhir, dihidroflavanon dikatalisis oleh enzim
dihidroflavonol 4-reduktase (DFR) menjadi leukoantosianidin, yang mana
leukoantosianidin ini akan dikonversikan menjadi antosianidin dan antosianin oleh enzim
antosianidin sintase (ANS). Jalur biosintesis antosianin pada tanaman secara lebih
terperinci dapat dilihat pada Gambar . Untuk mengatur ekspresi dari penyandian gen pada
biosintesis antosianin adalah melalui sebuah agen transkripsi, seperti: enzim
dihidroflavonol 4-reduktase (DFR) dan enzim antosianidin sintase (ANS), serta enzim-
enzim lain yang telah dimodifikasi dan diatur oleh kompleks terner yang disebut dengan
MBW (kompleks MBW). MBW ini tersusun dari R2R3-MYB, basic helix-loop-helix
(bHLH), dan protein WD40 yang diulang. Pada tanaman monokotil dan dikotil memiliki
pengaturan/regulasi gen berbeda, dimana untuk tanaman monokotil semua gen pada jalur
flavonoid diregulasi secara bersamaan sebagai unit tunggal oleh kompleks MBW.
Sedangkan untuk kasus regulasi pada tanaman dikotil lebih kompleks. Jalur yang diregulasi
sekitar dua pasang berlainan secara terkoordinasi mengatur unit, dimana pada tahap awal
menuju pada biosintesis flavonol dan flavon sedangkan pada tahap akhir menuju pada
produksi proantosianidin dan antosianin. Pada tahap akhir menunjukkan adanya perbedaan
dengan tahap awal, dimana pada tahap awal tidak memerlukan kompleks MBW. Pada
tanaman dikotil, hasil identifikasi agen-agen transkripsi pada R2R3-MYB mencakup
Production of Anthocyanin Pigmentation 1 (PAP1), PAP2, MYB113, dan MYB114. Pada
bHLH, agen-agen transkripsinya mencakup Transparent Testa 8 (TT8), Glabra 3 (GL3),
dan Enhancer of Glabra 3 (EGL3), dan hanya satu protein WD40 yang diulang yaitu
Transparent Testa Glabra 1 (TTG1), semuanya telah diidentifikasi. Protein-protein bHLH
mengikat MYB dan TTG1 untuk membentuk kompleks MBW, yang bertujuan untuk
mengaktifkan ekspresi gengen spesifik dari antosianin dengan adanya interaksi para
regulator satu sama lain untuk membentuk kompleks transkripsional bersama promotor
struktural gen. Sedangkan pada tanaman monokotil, protein R2R3- MYB yang meregulasi
jalur antosianin, berinteraksi dengan agen transkripsi bHLH untuk mengaktifkan promotor
dihidroflavonol reduktase (DFR).
Jalur Biosintesis Antosianin pada Tanaman

2.4 Tahapan isolasi senyawa antosionin


a. Persiapan Bahan Baku

Sampel dicuci bersih lalu dipisahklan berdasarkan kondisi dan perlakuan yang akan
dilakukan pada sampel. Setelah itu sampel ditimbang berdasarkan kondisi dan
perlakuan yang dilakukan pada sampel dan dibungkus dengan kertas saring. Sampel
dipotong kecil – kecil lalu dimaserasi dengan metanol yang mengandung 1 % HCl
dengan perbandingan sampel terhadap pelarut 1 : 4 (b/v), selama semalam pada suhu
dingin (± 5OC). Filtrat disaring dengan kertas Whatman No. 1, lalu dipartisi dengan
corong pisah dengan penambahan dietil eter untuk memisahkan komponen
non-antosianin (Ozela dkk., 2007).
b. Ekstraksi menggunakan pelarut

Pelarut yang digunakan adalah pelarut organik. Contoh pelarut organik yang biasa
digunakan adalah aquadest, methanol, etanol (96%) serta dietil eter. Aquadest dan
etanol merupakan pelarut organik yang bersifat tidak beracun sehingga aman
digunakan sebagai pelarut bahan pangan. Untuk menambah kepolaran agar larutan
terpisah dengan baik, ditambahkan akuades (perbandingan volume filtrat : dietil eter
: akuades = 1 : 2 : 1). Lapisan bawah yang berwarna merah ditampung kemudian
digenapkan menjadi 50 mL dengan metanol yang mengandung 1 % HCl.

c. Sentrifuge
Hasil ekstraksi yang didapatkan merupakan ekstrak yang belum murni karena masih
bercampur dengan pelarut (aquadest dan etanol) dan partikel-partikel kecil oleh
karena itu dilakukan sentrifuge. Sentrifuge bertujuan untuk memisahkan partikel-
partikel padat yang berukuran kecil yang terikut dalam hasil ekstraksi sehingga
partikel-partikel tersebut mengendap didasar tabung. Sentrifuge dilakukan selama
kurang lebih 5 menit dengan kecepatan 6000 rpm.

d. Penyaringan Filtrat
Penyaringan hasil ekstraksi dilakukan setelah ekstrak disentrifuge, penyaringan
dirangkai dengan pompa vakum dan kertas saring sebagai penyaring padatan yang
sangat kecil. Ambil sample yang lolos dari kertas saring, lalu didapat filtrat pigmen.

e. Evaporasi
Evaporasi dilakukan berdasarkan titik didih pelarut pada aquadest dengan
temperature 100oC dan etanol dengan temperatur 80OC. Evaporasi bertujuan untuk
menguapkan dan mengambil pelarut yang masih bercampur dengan antosianin
sehingga larutan menjadi pekat.

2.5 Analisis senyawa antosianin


Metode analisis:
 Analisis kuantitatif
1. Berat Rendemen
Dihitung berat Rendemen = berat sebelum ekstraksi – berat setelah ekstraksi
2. Penentuan (% yield) Antosianin
% yield = berat setelah ekstraksi – berat stelah ekstraksi / berat stelah ekstraksi
 Analisis Total Antosianin dengan Spektrofotometer
Disiapkan 2 sampel filtrat (setelah disentifuge) yang satu diencerkan dengan
KCl 0,025 M pada pH 1 dan yang lain dengan Na-asetat 0,4 M pada pH 4,5. Kemudian
filtrat yang telah diencerkan disentrifuge dengan kecepatan 5500 rpm selama 10 menit
untuk mengendapkan pengotor (bahan organik) yang masih terikut sehingga diperoleh
supernatant. Selanjutnya supernatant dilakukan analisis total/kadar antosianin
terekstrak. Analisis total antosianin dilakukan dengan mengukur absorbansi sample (
didiamkan dulu 15 menit) menggunakan spektofotometer, pada λ maks (530 nm) dan
λ 700 nm.
Percobaan pada penelitian ini adalah untuk mengkaji perbedaan pengaruh
perlakuan pH pelarut terhadap jumlah antosianin terekstrak dengan pelarut air.
Perlakuan pH terdiri dari 5 level, yaitu pH: 2, 3, 4, 5, dan 6. Ekstraksi dilakukan pada
suhu 115oC, tekanan (Pabs) 24,7 Lb/in2, dan perbandingan pelarut dengan sampel
(S/F) 5:1. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. pH larutan diatur dengan buffer
tartarat 0,1M. Menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan faktor pH dengan
respon total antosianin dan viskositas larutan.
 Analisis kualitatif
1. Uji Identifikasi Antosianin
Hasil ekstraksi yang diperoleh diambil sebanyak 7 ml, tambahkan 2 tetes NaOH
10% sehingga terjadi perubahan warna menjadi coklat, dan kemudian tambahkan
HCl pekat sebanyak 2 tetes sehingga warnanya kembali merah.

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan data yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan


untuk bereaksi baik dengan asam maupun dengan basa. Dalam media asam
antosianin berwarna merah, dan pada media basa berubah menjadi ungu dan biru
(Man 1997).
2. Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, suhu,
cahaya, dan oksigen (Basuki dkk, 2005)
3. Pada Biosintesis senyawa antosianin ,tanaman monokotil dan dikotil memiliki
pengaturan/regulasi gen berbeda, untuk tanaman monokotil semua gen pada jalur
flavonoid diregulasi secara bersamaan sebagai unit tunggal oleh kompleks MBW.
Sedangkan untuk kasus regulasi pada tanaman dikotil lebih kompleks. Jalur yang
diregulasi sekitar dua pasang berlainan secara terkoordinasi mengatur unit, dimana
pada tahap awal menuju pada biosintesis flavonol dan flavon sedangkan pada
tahap akhir menuju pada produksi proantosianidin dan antosianin. Pada tahap
akhir menunjukkan adanya perbedaan dengan tahap awal, dimana pada tahap awal
tidak memerlukan kompleks MBW.

DAFTAR PUSTAKA
Moeksin, Rosdiana, and Stevanus Ronald HP. "Pengaruh Kondisi, Perlakuan Dan Berat
Sampel Terhadap Ekstraksi Antosianin Dari Kelopak Bunga Rosela Dengan Pelarut
Aquadest Dan Etanol." Jurnal Teknik Kimia 16.4 (2009).

Samber, Loretha Natalia, Haryono Semangun, and Budhi Prasetyo. "Karakteristik Antosianin
Sebagai Pewarna Alami." Prosiding Seminar Biologi. Vol. 10. No. 3. 2013.

Priska, Melania, et al. "ANTOSIANIN DAN PEMANFAATANNYA." CAKRA KIMIA


(Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) 6.2: 79-97.

Azmi, Aliefa Nur, and Yunianta Yunianta. "EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI BUAH
MURBEI (Morus alba. L) METODE MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION
(KAJIAN WAKTU EKSTRAKSI DAN RASIO BAHAN: PELARUT)[IN PRESS
JULI 2014]." Jurnal Pangan dan Agroindustri 3.3 (2014).

Anda mungkin juga menyukai