Anda di halaman 1dari 8

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi pentingnya CJR

Sering kali kita bingung memilih jurnal referensi untuk kita baca dan pahami.Terkadang kita
memilih satu jurnal,namun kurang memuaskan hati kita.Misalnya dari segi analisis bahasa,
pembahasan tentang kepemimpinan. Oleh karena itu, penulis membuat Critical Journal Review ini
untuk mempermudah pembaca dalam memilih jurnal referensi,terkhusus pada pokok bahasa tentang
kepemimpinan.

1.2 Tujuan penulisan CJR


Mengkritisi/membandingkan satu topik materi kuliah kepemimpinan dalam dua jurnal yang
berbeda serta untuk menyelesaikan tugas CJR kepemimpinan dan menambah pengetahuan atau
wawasan dalam mengkritisi suatu topik permasalahan.
1.3 Manfaat CJR

- Untuk menambah wawasan tentang kepemimpinan.

- Untuk mengetahui metode dan sifat-sifat seorang pemimpin.

- Untuk mengetahui prinsip apa yang ditanam dalam pemimpin.

1.4 Identitas yang direview

Jurnal Utama (jurnal satu)


Judul Artikel : Model kepemimpinan berbasis kearifan lokal di
Minangkabau danbugis
Nama Jurnal : Kepemimpinan
Edisi terbit : 03 Februari 2013
Pengarang Artikel : Mina Elfira
Penerbit : Universitas Indonesia
Kota Terbit : Jakarta
Alamat Situs : https://icssis.files.wordpress.com/2013/09/2013-02-03.pdf

Jurnal Pembanding (Jurnal kedua)


Judul Artikel : Penerapan Nilai-Nilai Kearifal Lokal Dalam Kepemimpinan
Camat di Kantor Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar
Nama Jurnal : Kepemimpinan
Edisi Terbit : 2017
Pengarang Artikel : Andi Wahyudi, Parakkasi Tjaija, Burhanuddin
Penerbit : Universitas Muhammadiyah Makassar
Kota Terbit : Makassar
Alamat Situs :
journal.unismuh.ac.id/index.php/kolaborasi/article/download/694/652

BAB II
ISI JURNAL
2.1 Ringkasan Isi Jurnal

JURNAL PERTAMA

A. Pendahuluan

Dalam diskusi “Meneladani misi profetik dalam kepemimpinan nasional”


yangdiselenggarakan oleh Mega Institute pada tanggal 28 Februari 2012, Romo FranzMagnis
Suseno mengatakan bahwa saat ini Negara Indonesia membutuhkan seorang pemimpin yang berani,
bukan pemimpin yang loyo dan hanya turut bersedih atas masalah rakyat tetapi tak memberikan
solusi (Kompas, 2012: 1). Kegalauan ahli filsafat dan tokoh agama ini merupakan lanjutan dari
bentuk keprihatinan dari berbagai kalangan masyarakat akan kondisi negara yang carut marut.
Misalnya, Jakarta Jakarta Post dalam tajuknya Sabtu 2 April 2010 mengatakan bahwa Indonesia
adalah sebuah negara yang kompleks. Hal ini disebabkan karena maraknya korupsi dan adanya
konflik dengan berbagai latar yang terus berlanjut. Sementara hukum, perangkat dan penegak
hukum tidak dapat dipercaya dan berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi ini disebabkan oleh
ketiadaan pemimpin yang dapat dijadikan contoh atau model teladan dalam tindakan dan perbuatan.
Padahal kehadiran pemimpin yang memiliki konsep dan gaya yang menjadi teladan sangat
menentukan kemajuan suatu negara.

Praktik model kepemimpinan yang ditemui sekarang ini berbasis pada model-model yang
berasal dari Amerika Serikat, Jepang dan Eropa. Hal ini menimbulkan kesan bahwa masyarakat
Indonesia tidak mempunyai model untuk menata atau memimpin suatu organisasi kelembagaan.
Padahal jika dikaji secara mendalam, kearifan lokal yang ada banyak mengajarkan mengenai model
kepemimpinan.Berbagai peribahasa yang tersebar di berbagai masyarakatIndonesia seperti di
Sumatra Barat, Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan mengandung berbagai
modelkepemimpinan yang dapat juga digunakan untuk penataan organisasi modern.Kurangnya
pengetahuan dan penghargaan terhadap model kepemipinan yangterdapat dalam berbagai
peribahasa di Indonesia telah menyebabkan beberapa dampakburuk pada berbagai organisasi
pemerintah dan swasta. Hal ini terlihat dari munculnyaberbagai konflik yang terjadi seperti konflik
buruh dengan majikan yang berujung padapemogokan, maraknya tindak korupsi yang
menghancurkan sendi-sendi etika danmoral,Pengelapan pajak dan maraknya penyalahgunaan
kekuasaan di berbagai badanpublik, seperti Bank Indonesia Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan
DPR jugamudah ditemukan. Akibatnya konflik antar kepentingan, kasus korupsi dan
kemiskinanmenjadi pemandangan yang dengan mudah didapatkan pada tayangan berbagai
media.Hal ini juga berkaitan dengan jati diri bangsa Indonesia yang belum memiliki model
kepemimpinan yang berakar pada budaya Indonesia sendiri, sehingga menyebabkan munculnya
syndrome inferior (merasa rendah diri) di kalangan pengambil keputusan dan hilangnya
kepercayaan pada budaya asli yang pada akhirnya menyebabkan terkikisnya jati diri bangsa.
Salah satu langkah upaya agar jati diri bangsa tidak terkikis dirasakan perlu menggali sumber-
sumber kearifan lokal.

B. Landasan Teori: Kepemimpinan dan Analisis Wacana

Dalam melakukan analisis, makalah ini menggunakan beberapa teori yang terkait dengan
kepemimpinan dan analisis wacana. Robert Hellar (1999) mencatat halpenting untuk menciptakan
kepemimpinan yang efektif yaitu:

1. Mempunyai kemampuan memimpin tim guna mencapai kualitas dengan cara terus

menerus memperbaiki setiap proses dan produk;

2. Mempunyai kemampuan mempertahankan dan mengembangkan visi, misi, nilai

dan arah organisasi;

3. Mempunyai kemampuan menjamin bahwa staf termotivasi, terkendalikan dengan baik dan
diberdayakan untuk terus berkembang;

4. Mempunyai kemampuan menggunakan sumberdaya keuangan dan sumber daya

lainnya dengan efesien untuk mencapai tujuan organisasi;

5. Mempunyai kemampuan menjamin semua proses vital, termasuk manajemen,

berjalan terus-menerus secara efektif.

Karena makalah ini melakukan analisis wacana maka dirasakan perlu untukmengutip
pendapat Eriyanto dalam bukunya Analisis Wacana (2001) yang mengatakanbahwa analisis wacana
berhubungan dengan studi mengenai pemakaianbahasa.Pengalaman manusia dianggap dapat secara
langsung diungkapkan melalui penggunaanbahasa tanpa ada kendala atau distorsi, sejauh
iadinyatakan dengan memakaipernyataan yanglogis, sintaksis, dan memiliki hubungan dengan
pengalaman empiris.Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna,yakni
tindakanpembentukan serta pengungkapan jati diri dari orang yang berbicara.

C. Model Kepemimpinan dalam Peribahasa Minangkabau

Adat adalah terminologi yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau untuk hal-hal yang
berkaitan dengan sejarah lisan mereka, yang berkenaan dengan asal usul Alam Minangkabau, segala
bentuk peribahasa dan petatah-petitih yang memuat petunjuk dan aturan tentang pelaksanaan
upacara-upacara, cara bersikap dan relasikekerabatan matrilineal. Sebagaimana adat melingkupi
keseluruhan masyarakatMinangkabau, adat juga membentuk sebuah ideologi hegemoni yang
melegitimasi danmenstruktur kehidupan seremonial dan politik di suatu nagari. Adat
merepresentasikannorma ideal dari berprilaku. Ungkapan indak baradaik (tidak tahu adat),
biasanyaditujukan kepada seseorang yang bertingkah laku tidak sesuai dengan aturan adat,dianggap
sebagai sebuah bentuk penghinaan yang terburuk. Di dalan kehidupan seharihari, dianggap sebagai
urang nan indak tau adaik (orang yang tidak tahu dengan adat)bisa merusak reputasi seseorang.
Dapat dikatakan bahwa terminologi adat meliputisecara garis besar segala bentuk persepsi
masyarakat Minangkabau tentang budaya dan kebiasaan mereka serta cara-cara mereka dalam
menjalani kehidupan sehari-hari, misalnya dalam kepemimpinan. Secara tradisional Minangkabau
mengenal dua model kepemimpinan, dikenal dengan istilah laras, yaitu laras Bodi Caniago dan
laras Koto Piliang. Perbedaan utama antara kedua model ini terkait dengan dasar dan bentuk
pemerintahannya. Pondasi sistem pemerintahan Laras Koto Piliang didasarkan pada pepatah:
“bapucuak bulek, titiak dari ateh (berpucuk bulat, titik dari atas)”, danbentuk pemerintahannya
adalah “batanggo turun (bertangga turun).” Sedangkan pondasi pemerintahan laras Bodi

Caniago adalah bajanjang naik (berjenjangnaik).”Pepatah-pepatah tersebutProsiding5th


International Conference on Indonesian Studies: “Ethnicity and Globalization” menjelaskan bahwa
di Koto Piliang semua keputusan bermula dari level ke atas ke level ke bawah (sistem demokrasi
‘top-down’). Dengan kata lain, keputusan terakhir berada pada pemegang otoritas tertinggi yaitu
pangulu pucuk (penghulu tertinggi). Sedangkan laras Caniago menganut system demokrasi dari
bawah ke atas (sistem demokrasi bottom-up) yatu segala sesuatunya bermula dari level yang
terbawah, dan keputusan terakhir didasarkan pada azas “musyawarah untuk mufakat” di antara para
penghulu. Walaupun demikian kedua laras ini tetap menganut aas demokrasi dalam
musyawarahuntuk mufakat sebagaimanaterlihat dari peribahasa-peribahasa Minangkabau mengenai
kualitas pemimpin.

JURNAL PEMBANDING

Arus globalisasi yang sedemikian kuat dampaknya sudah seharusnya kita antisipasi dengan baik.
Dimana di tengah gempuran invasi nilai-nilai modernitas kepemimpinan ala barat terkadang
membuat kita silau akan kemajuansehingga melupakan identitas nilai-nilai kearifan lokal yang kita
miliki. Padahal kepemimpinan camat yang beridentitas sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal tak
akan kalah hebatnya. Bila camat dalam menjalankan kepemimpinannya mampu menerapkan
dengan baik nilai-nilai kearifan lokal yang ada maka masalah patologi birokrasi pada
kepemimpinan dapat diminimalisir sekecil mungkin. Dimana dalam pelaksanaan kepemimpinannya
camat harus berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal seperti alempureng (kejujuran), amaccang
(kecendekiaan), asitinajang (kesesuaian), agettengeng (keteguhan), dan reso (usaha). Nilai
alempureng dalam kepemimpinan camat dapat dilihat dari kepemimpinan camat yang dapat
dipercaya.

Kepemimpinan yang dipercaya merupakan bentuk legalitas atau pengakuan secara tidak
langsung bahwa camat mempunyai kualitas yang mumpuni dalam menjalankan biduk organisasi
untuk mencapai tujuannya. Kepemimpinan yang dapat dipercaya bisa juga dilihat dari camat yang
mampu menyampaikan amanah dengan baik. Baik itu amanah dari pegawainya ataupun amanah
yang datang dari aspirasi masyarakat tempat dimana camat tersebut bekerja. Camat Tamalanrea
merupakan seorang pemimpin yang memperdulikan apa yang menjadi keluhan pegawainya.Halini
dibuktikan dengan adanya respon yang cepat dari Camat Tamalanrea ketika pegawainya bertanya
soal gaji yang belum cair. Camat Tamalanrea segera menghubungi pihak terkait menanyakan
mengapa dana yang adabelum cair.Sehingga dapat dikatakan nilai alempureng (kejujuran)
masihdipegang teguh oleh kepemimpinan Camat Tamalanrea dalam hal kepemimpinan camat yang
dapat dipercaya. Sebagaimana dikatakan oleh Siagian (2010: 48-73) bahwa fungsi kepemimpinan
harus mampu menjadi wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar
organisasinya. Selain itu kepemimpinan camat yang tidak berdusta merupakan penanda utama
bahwa kepemimpinannya adalah kepemimpinan yang lempu (jujur).

Kepemimpinan camat yang tidak berdusta bisa dilihat dari kesesuaian antara perkataan dan
perbuatan yang dilakukan oleh camat dalam tugasnya memimpin kecamatan. Camat Tamalanrea
merupakan pemimpin yang antipati dengan apa yang dinamakan kebohongan dalam menjalankan
kepemimpinannya. Dimana fakta di lapangan pun menunjukkan hal ini yaitu kegiatan jum’at bersih
yang sering dihadiri langsung oleh Camat Tamalanrea. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan
oleh Rohim (dalam Kolaborasi: Jurnal Administrasi Publik, Agustus 2015 Volume 1 Nomor 2 116
Elfira, 2013: 22) bahwa pemimpin pemerintah yang dikatakan dapat memperbaiki negeri adalah
yang memiliki pemikiran kejujuran. Kepemimpinan camatpun dalam penerapan nilai alempureng
(kejujuran) haruslah tulus dalam setiap kerja yang dilakukannya. Dimana dalam melakukan suatu
tindakan camat dalam kepemimpinannya berbuat dari lubuk hatinya sendiri bukan semata-mata
karena tuntutan kerja. Termasuk dalam hal ini adalah dalam melakukan pencapaian target dari
Kecamatan Tamalanrea sendiri. Pada hal ini Camat Tamalanrea dalam menjalankan
kepemimpinannyabelum cukup tulus. Hal ini ditandai dengan yang dilakukan hanya karena
pencapaian target bukan tulus mengabdi untuk masyarakat. Kepemimpinan camat haruslah pula
memperhatikan nilai amaccang (kecendekiaan) sebagai nilai kearifan lokal yang harus dipegang
teguh. Haltersebut diantaranya dapat dinilai darikeikhlasan seorang pemimpin.Keikhlasan sangat
diperlukan seorang camat dalam menjalankan kepemimpinannya. Kepemimpinan camat yang
ikhlas menandakan bahwa camat tersebut sebagai pemimpin acca. Camat yang ikhlas tentunya akan
berpikir positif terhadap yang kerap kali terjadi di lingkungan kerjanya. Kepemimpinan camat yang
ikhlas mampu memetik hikmah dari sebuahmasalah yang terjadi sehingga mampu memperbaikinya
sehinggamenjadi lebih baik serta sebagai langkah preventif agar masalah yang sama tidak terulang
kembali.

Keikhlasan dalam kepemimpinan camat juga dapat dilihat dari aspek bagaimana camat
menyikapi target dari organisasi yang belum tercapai. Kepemimpinan camat yang ikhlas terhadap
target organisasi yang belum tercapai tentunya akan mendatangkan manfaat untuk pengembangan
cara mencapai target tersebut. Bukan justru bertindak gegabah dalam menggapai target tersebut.

Camat Tamalanrea dalammenjalankan kepemimpinannya berusaha realistis terhadap target dari


organisasi yang belum terealisasi. Selain menyadari kenyataan tentang target yang belum terealisasi
dengan baik, Camat Tamalanrea menunjukkan sikap acca dengan tetap sabar dan memotivasi
pegawainya dan tetap menjagakualitas kinerja mereka. Hal ini pula yang penulis jumpai sebagai
hasil di lapangan dimana Camat Tamalanrea dalam kepemimpinannya rutin menyampaikan
evaluasiterkaitdengan pencapaian hasil kinerjaorganisasi pada tiap apel rutin di hari senin.
Kepemimpinan camat yang acca merupakan cerminan seorang pemimpin yang mampu
memecahkan masalah yang selalu terjadi di tubuhorganisasi. Camat yangacca diantaranya dalam
menjalankan kepemimpinannya haruslah mampu mempunyai respon yang cepat dalam menangani
masalah yang terjadi. Camat Tamalanrea dalam kepemimpinannya ketika mendapatiadanya masalah
maka sejurus kemudian lalu mengadakan musyawarah dalam rapatnya memediasi antar pihak yang
berselisih agar masalah tersebut dapat diselesaikan secepat mungkin. Fakta di lingkungan Kantor
Kecamatan Tamalanrea pun menunjukkan bahwa Camat Tamalanrea segera merespon masalah
yang dengan bertindak cepat dikarenakan adanya perselisihan di lingkungannya. Kehati-hatian
merupakan sikap penting bagi kepemimpinan camatdalam menjalankan nilaiamaccang
(kecendekiaan). Kinerja kepemimpinan camat yang berhati-hati pun akan dapat membangun
langkah strategis yang penuh pertimbangan dalam mengantisipasi kemungkinan masalah yang akan
muncul. Kepemimpinan Camat Tamalanrea menghindari tindakan gegabah yang hanya akan
merugikan diri sendiri dan kepentingan organisasi. Keputusan tersebut sebelum dilaksanakan
terlebih dahulu dikaji secara sehingga terlihat kekuatan dan kelemahannya. Hal inilah yang
kemudian menjadi dasar pertimbangan analisis sejauhmana keputusan tersebut akan dilaksanakan
oleh Camat Tamalanreadalam menjalankankepemimpinannya.Pengamatan di lapanganpun
menunjukkan fakta inidimana Camat Tamalanrea meneliti Kolaborasi baik–baik apa yang akan
menjadi keputusannya.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan Isi Jurnal

Berdasarkan analisis-analisis yang telah dilakukan di atas di dapat beberapa kesimpulan.


Kesimpulan pertama peribahasa-peribahasa Minangkabau dan Bugis yang dianalisis mengandung
konsep-konsep yang komprehensif mengenai model kepemimpinan yang dapat juga digunakan
untuk penataan organisasi modern. Selain itu, dapat pula disimpulkan bahwa peribahasa-peribahasa
Minangkabau dan Bugis, yang memuat beberapa prinsip dasar kepemimpinan politik manusia
Minangkabau dan Bugis, dapat menjadi sumber acuan dalam memimpinsuatu organisasi dengan
model kepemimpinan khas Indonesia. Hasil analisis juga menyimpulkan bahwa Model
kepemimpinan sebagai bentuk manajemen modern Indonesia yang berbasis pada kearifan lokal
dalam bentuk peribahasa dari Minangkabau dan Bugis dipraktekan secara tidak langsung melalui
individu-individu yang terlibat dalam struktur kepemimpinan di lembaga pemerintah di
Minangkabau dan Bugis. Kesimpulan teralhir dari analisis yang telah dilakukan yaitu model
kepemimpinan berbasis pada kearifan lokal dalam bentuk peribahasa dari Minangkabau dan
Bugisdisesuaikan penerapannya dengan perkembangan kondisi budaya sosial dan politik pada
masyarakat Minangkabau dan Bugis. Meskipundalam konteks pemerintahan dan kepemimpinan
telah banyak mengadopsi petatah-petitih baik dari Minangkabau maupun Bugis yang ada, akan
tetapi implementasi dalam kehidupan bermasyarakat di dua daerah tersebut tampaknya masih
sangat kurang.

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal

KelebihanJurnal Utama

1. cara penulisan Jurnal menarik untuk dibaca

2. buku ini banyak penjelasan dari para ahli tentang konsep kepemimpinan modern dan gaya

kepemimpinan.

3. Dari aspek tata Bahasa, Jurnal ini mudah dimengerti.

4. menjelaskan tentang berbagai organisasi yang memiliki pemimpin yang akurat

5. juga menjelaskan tentang cara atau strategi untuk menjadi pemimpin yang lebih baik

KelemahanJurnal Utama

1. Jurnal ini terlalu mendalami tentang perilaku seseorang bahwa ini akan mengungkit pada orang
yang memiliki perilaku yang sama seperti yang dijelaskan.

2. Begitu banyak system kearifan lokal budaya tapi sayangnya tidak ada yang peduli tentang itu
bahkan tidak ada yang merespon.

KelebihanJurnal Pembanding

1. Dilihat dari aspek lingkup isi artikel, Jurnal yang direview itu sangat menarik.
2. Dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk penggunaan font sudah baik. Layout
dan tata letak, tata tulis sudah rapi. Size font yang mudah dibaca langsung dengan mata
3. Dari aspek isi jurnal, jurnal tersebut banyak sekali menjabarkan apa itu kepemimpinan, apa saja
gaya gaya kepemimpinan, faktor kesuksesan pemimpin, dll.Jurnal ini lebih mengarah bagaimana
menjadi seorang pemimpin.
4. Dari aspek tata Bahasa, Jurnal tersebut dapat dipahami dengan baik.

KelemahanJurnal Pembanding

1. Berdasarkan keseluruhan jurnal, jurnal ini sudah mendekati sempurna. tidak banyak kekurangan-
kekurangan yang ada, diantara kekurangan dalam jurnal ini adalah terlalu banyak peribahasa
daerah sehingga agak sedikit sulit dipahami
BAB IV
PENUTUP

4.1Kesimpulan

Kepemimpinan merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain agar mau
diarahkan untuk memcapai suatu tujuan. Dimana cara seorang pemimpin itu juga merupakan hal
yang perlu untuk mempengaruhi orang lain. Untuk menjadi seorang pemimpin itu dia harus bisa
memimpin dari lingkungan yang kecil yaitu dirinya sendiri, keluarga, perusahaan hingga di
linkungan yang besar yaitu Negara. Pemimpin yang baikdalamkepemimpinannyamampu
membuatorganisasimenjadilebihmajudanbaikdalamproses mencapai suatu
tujuan.Olehsebabitumenjadiseorangpemimpinituadalahtugas yang berat dan penuh tanggung jawab,
tetapiakanmudahbilakitamenerapkansifatsifatdangayagayakepemimpinan yang baik.

4.2 Rekomendasi

Diharapkan setelah membaca critical journal review ini pembaca lebih mengerti tentang
menjadi seorang pemimpin yang baik dan apa saja yang terkandung didalamnya sehingga kita dapat
memehami tentang teori sikap, perilaku dan gaya menjadi seorang pemimpin yang baik dan
betanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA

Basyar, Hamdan dan Fredy BL. Tobing. 2009. Kepemimpinan Nasional,Demokratisasi,dan


Tantangan Globalisasi, Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Elfira, Mina. 2013. Model Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal di Minangkabau dan bugis,
Jakarta: Universitas Indonesia.

Wahyudi, Andi dan Burhanuddin. 2017. Penerapan Nilai-Nilai Kearifal LokalDalam


KepemimpinanCamat di Kantor Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar, Makassar: Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Anda mungkin juga menyukai