Anda di halaman 1dari 14

Ahmad Tajuddin Arafat

FFILSAFAT MORAL IBN HAZM DALAM KITAB al-


Akhlaq was-Siyar fi Mudawati-n-Nufus

Moral Philosophy Of Ibn Hazm In His Book al-Akhlaq was-Siyar fi


Mudawati-n-Nufus

Ahmad Tajuddin Arafat

Ahmad Tajuddin Arafat


IAIN Walisongo, Semarang
Abstrak
e-mail: tajuddinarafat@yahoo.com Kajian ini menitikberatkan pada telaah atas pemikiran etik Ibn Hazm al-Andalusy
Telp. (024) 7601294 dalam karyanya al-Akhlaq was-Siyar fi Mudawati-n-Nufus. Dengan menggunakan
Faks. (024) 7601294 pendekatan content analysis, tujuan riset ditemukan bahwa dalam karyanya tersebut
Naskah diterima: 5 Februari 2013
terdapat beberapa nilai-nilai filosofis yang berkaitan dengan upaya memperbaiki
Naskah direvisi:
22 Pebruari - 3 Maret 2013 moralitas dan mencari cita-cita luhur manusia, yaitu kebahagiaan. Menurutnya,
Naskah disetujui: 5 Maret 2013 dalam menghadapi problematika kehidupan serta mencari kebahagiaan, manusia
harus lebih menekankan pada upaya-upaya untuk menghilangkan rasa sedih dan
kegalauan (thard al-hamm). Selain itu, Ibn Hazm menyatakan bahwa ada empat
kebajikan utama, kebajikan lainnya sebagai dasar atas: keadilan (al-’adl), intelegensi
(al-fahm), keberanian (an-najadat), dan kedermawanan (al-jud). Sebaliknya, ada
empat keburukan utama, di mana seluruh keburukan lainnya didasarkan atas
keempatnya, yaitu: ketidak adilan (al-ja`ur), kebodohan (al-jahl), ketakutan (al-
jubn), dan kekikiran (asy-syuh).
Kata kunci: Filsafat Moral, Thard al-Hamm, Kebajikan Utama, Nazahat al-Nufus

Abstract
This study emphasizes on Ibn Hazm Al Andalusy’s ethical thoughts in his magnum
opus: al Akhlaq was Siyar fi Mudawati-n-Nufus. By using content analysis approach,
it’s found that there are some philosophical points of Ibn Hazm’s ehical thoughts
which looks for good morality and happiness. Ibn Hazm stated that man shall make
more efforts on removing downcast, confusion, and anxiety (thard al hamm). He also
declared that there are four main righteousnesses (al-fadha`il): justice (al-’adl), in-
telligence (al-fahm), bravery (an-najadat), and generosity (al-jud). On the contrary,
there are also four main badnesses; injustice (al-jaur), folly (al-jahl), fear (al-jubn),
and niggardliness (asy-syuh).
Keywords: Moral Philosophy, Remove Of Anxiety, Righteousness, Chastity Of Soul

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 51


Filsafat Moral Ibn Hazm

Pendahuluan rian, dan deontologis. Hedonisme mengarahkan


etika kepada keperluan untuk menghasilkan
Latar Belakang
sebanyak-banyaknya kesenangan bagi manusia.
Kesempurnaan akhlak merupakan salah satu Etika utilitaristik mengoreksinya dengan me-
tugas utama yang diemban oleh Rasulullah SAW, nambahkan bahwa kesenangan atau kebahagiaan
sebagaimana yang diriwayatkan oleh beberapa yang dihasilkan oleh suatu etika yang baik adalah
ahli hadis. Oleh karena itu, tata etika menjadi kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang, dan
hal yang fundamental dalam menjalankan segala bukan kesenangan atau kebahagiaan individual,
aktifitas manusia, terutama umat Islam. Menu- yang di sisi lain mungkin justru mengakibatkan
rut Haidar Bagir (2002: 15), bahwa etika dalam kesengsaraan bagi jauh lebih banyak orang. Se-
khazanah pemikiran Islam biasa dimasukkan da- mentara etika deontologis (berasal dari kata deon
lam apa yang disebut sebagai filsafat praktis (al- yang berarti kewajiban) memandang bahwa sum-
hikmah al-‘amaliyah). Filsafat praktis itu sendiri ber bagi perbuatan etis adalah rasa kewajiban. Se-
berbicara tentang segala sesuatu “sebagaimana jalan dengan itu, aliran ini mempercayai bahwa
seharusnya”. Meskipun demikian, etika mesti sikap etis bersifat fitri dan, pada saat yang sama,
didasarkan pada filsafat teoritis (al-hikmah al- tidak (murni) rasional.
nazariyah), yakni pembahasan tentang segala
Sedangkan menurut Komaruddin Hidayat
sesuatu “sebagaimana adanya”.
(2007: 310), etika sebagai cabang pemikiran fil-
Moral (atau moralitas) terkadang di- safat bisa dibedakan menjadi dua: objektivisme
identikkan dengan etika dalam hal-hal yang dan subjektivisme. Objektivisme berpandangan
terkait de-ngan baik-buruk perilaku manusia. bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat ob-
Namun,keduanya memiliki perbedaan penger- jektif, terletak pada substansi tindakan itu sendiri.
tian. Menurut Franz Magnis Suseno (1987: 14), Paham ini melahirkan apa yang disebut dengan
etika bukan suatu sumber tambahan bagi aja- paham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan
ran moral, melainkan merupakan filsafat atau dikatakan baik bukan karena kita senang melaku-
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran- kannya atau karena sejalan dengan kehendak
ajaran dan padangan-pandangan moral. Etika masyarakat, melainkan semata keputusan ra-
adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Etika sionalisme universal yang mendesak kita untuk
adalah pemikiran sistematis tentang moralitas. berbuat begitu. Sedangkan subjektivisme ber-
Jadi, dapat dikatakan bahwa etika bisa disebut pandangan bahwa suatu tindakan disebut baik
juga sebagai Filsafat Moral. Yakni etika berfungsi manakala sejalan dengan kehendak atau pertim-
sebagai teori atau nalar filosofis dari perilaku baik bangan subjek tertentu. Subjek di sini bisa saja
dan buruk (‘ilm al-akhlaq), dan moral (akhlaq) berupa subjektivisme kolektif, yaitu masyarakat,
adalah praktiknya. Franz Magnis Suseno (2003: atau bisa saja subjek Tuhan.
6) menambahkan bahwa etika dalam arti yang
Lebih lanjut, Haidar Bagir (2002:18-20) me-
lebih luas adalah keseluruhan norma dan peni-
nyatakan bahwa etika dalam filsafat Islam memi-
laian yang dipergunakan oleh masyarakat yang
liki ciri-ciri sebagai berikut: pertama, Islam ber-
bersangkutan untuk mengetahui bagaimana ma-
pihak pada teori tentang etika yang bersifat fitri.
nusia seharusnya menjalankan kehidupannya.
Artinya, semua manusia pada hakikatnya, baik itu
Banyak muncul beragam pandangan menge- Muslim ataupun bukan, memiliki pengetahuan
nai filsafat etika yang berkembang di belahan fitri tentang baik dan buruk. Kedua, moralitas da-
dunia ini, terutama yang ada di Barat. Namun, lam Islam didasarkan kepada keadilan, yakni me-
menurut Haidar Bagir (2002:16), secara umum nempatkan segala sesuatu pada porsinya. Tanpa
pandangan-pandangan tersebut dapat dikelom- merelatifkan etika itu sendiri, nilai suatu per-
pokkan menjadi tiga: etika hedonistik, utilita- buatan diyakini bersifat relatif terhadap konteks

52 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013


Ahmad Tajuddin Arafat

dan tujuan perbuatan itu sendiri. Ketiga, tinda- Ali ibn Hazm al-Andalusy, yang masyhur dengan
kan etis itu sekaligus dipercayai pada puncaknya panggilan Ibn Hazm, salah satu intelektual mus-
akan menghasilkan kebahagiaan bagi pelakunya. lim dari Andalusia yang memiliki sumbangsih
Keempat, tindakan etis itu bersifat rasional. nyata dalam pemikiran filsafat moral di dunia
Islam. Karyanya yang terkenal dalam kajian ini
Sementara itu, menurut Abdul Fattah Ab-
adalah al-akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nu-
dullah Barakah, sebagaimana yang dikutip oleh
fus. Sebuah karya yang sarat dengan nilai-nilai
Muchlis Hanafi dkk (2009: 14-15), menyatakan
filosofis perihal prinsip-prinsip kebajikan dan
bahwa penentuan baik dan buruk di dalam Is-
bagaimana mengobati jiwa guna menuju akhlak
lam berdasarkan etika subjektif dan etika objek-
yang mulia. Ibn Hazm berkata: “Lebih percaya-
tif sekaligus. Artinya, penentuan baik dan buruk
lah kepada orang yang taat beragama (karena
didasarkan pada wahyu Tuhan (al-Qur’an dan
kesucian jiwanya), meski ia bukan seagama
Sunnah) dan, pada waktu yang sama, akal budi
denganmu, dan janganlah percaya kepada
manusia pun memiliki kapasitas untuk menge-
orang yang meremehkan agama,meski ia jelas-
tahui baik-buruk serta membedakannya. Zina,
jelas seagama denganmu (Ibn Hazm, al-Akhlaq
misalnya, adalah perbuatan buruk, karena Al-
wa as-Siyar, 29)”. Berikut
�����������������������������
akan dipaparkan urai-
lah menyatakan dalam al-Qur’an bahwa zina itu
an mengenai pemikiran filsafat moral Ibn Hazm
perbuatan keji (Q.S. al-Isra`/17: 32). Namun,
yang terkandung dalam kitab al-akhlaq was-si-
pada waktu yang sama, baik sesudah maupun se-
yar fi mudawati-n-nufus.
belum al-Qur’an diturunkan, akal budi manusia
pun mengakui bahwa zina adalah perbuatan keji. Rumusan Masalah
Dengan demikian, etika Islam pada hakikatnya
Ber���������������������������������������
dasarkan latar belakang tersebut, pene-
bersifat teoantroposentris, yakni harmonisasi
litian ini akan mengkaji kandungan nilai-nilai
nilai-nilai etis yang bersumber dari wahyu Tuhan
moralitas yang ada dalam karyanya Ibn Hazm,
(keimanan) sebagai titik tolak, dengan nilai-nilai
al-akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus. Guna
yang berasal dari akal budi manusia. Tujuan
mendapatkan hasil penelitian yang tuntas, pene-
akhirnya adalah kesejahteraan dan kebahagiaan
liti merumuskan sub-sub masalah sebagai be-
untuk semua makhluk hidup.
rikut: (1) seperti apakah filsafat moral menurut
Setelah memahami secara garis besar etika Is- Ibn Hazm; dan (2) kebajikan-kebajikan apa saja
lam, maka sepatutnya etika Islam dijadikan seba- yang terkandung di dalamnya.
gai prinsip universal dalam kehidupan sosial yang
Tujuan dan Manfaat Penelitian
beragam sebagaimana Tuhan mengisyaratkan hal
ini (Q.S. al-Hujurat/49: 13). Dengan menempat- Tujuan dari penelitian ini adalah ���� men-
kan etika sebagai prinsip universal, maka secara deskripsikan konsep etika menurut Ibn Hazm
perlahan-lahan akan ditemukan titik temu atau dalam al-akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus
kalimatun sawa` dari agama-agama yang secara melalui analisa yang komprehensif dan tuntas
esensial mengajarkan kebaikan, kasih sayang, ke- dari beberapa masalah yang telah dirumuskan di
jujuran, keadilan, kedamaian, serta pembebasan dalamnya. Secara teor�����������������������������
etis, penelitian ini diharap-
terhadap diskriminasi dan kezaliman. Perbedaan kan menambah wawasan dalam khasanah ilmu
agama sekarang bukan lagi menjadi penghalang pengetahuan, terutama pengetahuan ke-Islam-
bagi seseorang untuk mempraktekkan nilai-nilai an mengenai Islam dan filsafat moral. Sedangkan
tersebut (Qodir, 2005: 278-279). secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan
menjadi sumbangsih nyata dalam memberikan
Banyak muncul beragam pandangan menge-
salah satu horison pengetahuan, terutama dalam
nai filsafat moral atau etika yang berkembang di
bidang etika, dalam menghadapi permasalahan
belahan dunia ini, baik yang berkembang di Barat
kehidupan sosial-masyarakat yang ada, teruta-
maupun di dunia Islam. Adalah Abu Muhammad
ma dalam upaya mewujudkan kebahagiaan dan

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 53


Filsafat Moral Ibn Hazm

menghindari segala macam kesedihan dan kece- dengan cermat dan mendalam untuk memperoleh
masan dalam hidup yang nantinya diharapkan pengertian dan makna yang sejelas mungkin dari
akan meraih kebahagian hakiki di akhirat kelak. istilah-istilah atau tema-tema yang dikaji. Mela-
lui analisa ini diharapkan muncul hasil penelitian
Metode Penelitian yang teruji dan dapat dipercaya.
Penelitian ini secara substantif menggunakan
pendekatan deskriptif-interpretatif. Sedangkan
Hasil Dan Pembahasan
langkah yang ditempuh meliputi metode pe- Riwayat Hidup Ibn Hazm al-Andalusy
ngumpulan data dan metode analisa data.
Tokoh yang bernama lengkap Abu Muham-
Metode Pengumpulan Data mad Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm bin Galib
bin Shalih bin Khalaf bin Ma’dan bin Sufyan bin
Data diambil dari sumbernya, yakni kepusta-
Yazid bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin
kaan berupa kitab, buku, laporan hasil penelitian,
Abd Syams al-Umawi, yang lebih dikenal dengan
jurnal, dan sebagainya. Ada dua sumber data yang
sebutan Ibn Hazm al-Zahiri ini lahir di Cordova
peneliti gunakan di sini, yaitu sumber primer dan
pada Rabu, 30 Ramadhan 384 H./7 November
sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber
994 M. 1 sebelum terbitnya matahari pada masa
data utama yang di dalamnya terdapat informasi-
Hisyam al-Muayyad yang memerintah pada usia
informasi mengenai permasalahan yang dikaji.
10 tahun setelah al-Hakam al-Muntashir (Himay-
Sumber utama tersebut adalah �����������������
al-akhlaq was-si-
ah, 2001: 55 dan 26). Kakeknya, Yazid, adalah
yar fi mudawati-n-nufus. Sedangkan yang masuk
orang yang pertama kali masuk Islam dari garis
kategori sumber sekunder adalah kitab, buku,
para kakeknya dan berasal dari Persia. Sedang-
laporan hasil penelitian, maupun artikel dalam
kan Khalaf bin Ma’dan adalah kakeknya yang
jurnal, buletin, atau yang sejenis, yang bukan
pertama kali masuk ke negeri Andalusia bersama
merupakan sumber utama. Namun, informasi-
Musa bin Nusair dalam bala tentara penaklukan
informasi yang ada di dalamnya masih memiliki
pada 93 H, sehingga dari garis nasabnya dapat
korelasi dan relevansi dengan penelitian yang
diketahui bahwa ia mempunyai garis keturunan
akan dikaji. Informasi tersebut bisa berupa ula-
yang berasal dari keluarga Persia.
san atau komentar terhadap sumber primer atau
berupa tambahan-tambahan penjelasan yang Ibn Hazm tumbuh berkembang dan dewa-
masih memiliki kaitan dengan tema yang sedang sa sebagai putra dari seorang  menteri di bawah
dikaji. pemerintahan al-Manshur bin Abu ‘Amir, dalam
lingkungan  keluarga  yang penuh dengan kenik-
Metode Analisis Data
matan, kesenangan dan kemewahan. Sebuah
Setelah data terkumpul dan terseleksi, ke- kondisi yang wajar dialami oleh putra-putra para
mudian diadakan proses analisis data. Metode menteri dan pejabat. Ibn Hazm bersama keluar-
analisa yang ditempuh adalah content analysis, ganya bermukim di Montlisam (kini disebut Mon-
yakni membaca, memahami, serta menafsirkan tijar, di kawasan Huelva, Andalusia bagian barat
kumpulan informasi atau data yang ditemukan daya) yang terletak  dalam  wilayah  Niebla. Ibn

1
Muhammad Abu Zahra (1997: 19) mengatakan: sangat jarang sekali terjadi dalam biografi seorang alim besar yang da-
pat diketahui tempat dan tanggal lahirnya secara jelas, baik dalam bentuk tahun, bulan, tanggal maupun harinya dengan jelas.
Karena biasanya seorang alim itu lahir dalam kondisi yang biasa dan wafat dalam keadaan terkenal, sehingga lebih banyak
diketahui masa wafatnya daripada masa lahirnya. Dan hal ini berbeda dengan Ibn Hazm yang waktu lahir maupun wafatnya
dapat diketahui dengan jelas, karena Ibn Hazm mencatat waktu dan tanggal lahirnya sendiri dengan detail dan dilaporkan
kepada Qadhi Sho’id bin Ahmad al-Andalusy. Hal ini menunjukkan bahwa Ibn Hazm lahir dalam keluarga yang terhormat,
terpandang dan mulia.

54 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013


Ahmad Tajuddin Arafat

Hazm melukiskan kehidupannya yang penuh Sehingga ia tidak perlu sibuk untuk bekerja dan
dengan kemewahan itu dalam karyanya Thauq mencari uang guna memenuhi kebutuhannya
al-Hamamah yang menggambarkan tentang (Zahra, 1989: 558). Abu Zahra menggambar-
keluasan rumah yang dipenuhi para pelayan dan kan bahwa kekayaan Ibn Hazm sama persisnya
wanita-wanita yang mempelajari dan menghafal dengan kekayaan yang dimiliki oleh Imam Abu
al-Quran di dalamnya (Ibn Hazm, t.t.: 145). Sang  Hanifah, tetapi berbeda dalam cara mendapat-
ayahandalah, seperti kebiasaan pada masa itu,  kannya. Abu Hanifah menjadi orang kaya karena
yang  menjadi  guru pertamanya. hasil dari perdagangannya, tetapi Ibn Hazm men-
jadi orang kaya karena harta yang ditinggalkan
Namun, kenikmatan dan kemewahan yang
oleh keluarganya (Zahra, 1997: 48).
dirasakan oleh Ibn Hazm bersama keluarganya
tidaklah berlangsung lama. Segala cobaan, fitnah Ibn Hazm memiliki karakter dan perilaku lu-
dan kekerasan hidup telah menimpanya, teruta- hur sebagai ahli agama yang mulia dan berilmu
ma ketika terjadi pergantian pemerintahan dari dimana banyak dikaji dan didiskusikan karya-
satu penguasa ke penguasa lainnya. Ibn Hazm karyanya. Adapun karakter pribadi yang dimiliki
bersama keluarga merasakan pahit getir kehidup- Ibn Hazm seperti halnya:
an, terutama pada awal masa mudanya. Hal ini
1. Ibn Hazm menguasai berbagai karya tokoh
digambarkan dalam perkataannya:
(sahabat, tabi’in dan lainnya) beserta dalil dan
“setelah kepemimpinan Hisyam al-Muayyad, argumentasinya serta mampu mendialogkan-
kami mendapatkan banyak kesukaran dan per-
lakuan otoriter dari para pemimpin negara. nya dengan diskursus pemikiran para Ulama’
Kami juga ditahan, diasingkan, dan dililit utang dan Fuqaha’ sezamannya.
serta diterpa banyak fitnah sampai wafatnya
ayah kami (Ahmad bin Sa’id) yang menjadi 2. Ibn Hazm juga hebat dalam menghapal hadis-
menteri, peristiwa ini terjadi pada hari Sabtu hadis nabawi beserta runtutan sumbernya. Se-
setelah waktu Ashar, dua malam terakhir bulan hingga ia termasuk dalam golongan al-Huffadz
Dzulqa‘dah 402 H/Juni 1013 M”. (Zahra, 1997:
al-Kibar dalam keilmuan Hadis.
25 dan 33)
3. Ibn Hazm memiliki keluhuran budi dan ketu-
Selain itu beragam cobaan dan fitnah terus
lusan dalam mengamalkan ilmunya serta ke-
menimpanya, seperti yang terjadi pada bulan
sucian jiwa.
Dzulqa’dah 401 H yaitu saudara satu-satunya
yang bernama Abu Bakar meninggal dunia ka- 4. Ibn Hazm terkenal tegas dalam mengatakan
rena sakit, kemudian disusul oleh ayahnya yang kebenaran (al-haqq), tidak memperdulikan
meninggal pada tahun 402 H, lalu disusul lagi pandangan orang, apakah mereka suka atau
oleh pelayan perempuannya yang bernama Na’ma benci.
yang meninggal pada tahun 403 H (Hazm, t.t: 5. Ibn Hazm dikenal tegas dalam berargumen-
154). Pada
���������������������������������������
akhirnya, ia pun meninggalkan Cor- tasi serta keras dan tajam dalam mengkritik
dova  pada awal Muharram 404 H. yang  kala  itu lawannya. Para Ulama’ mengatakan: “bahwa
sedang  diguncang prahara perang saudara dan lisan Ibn Hazm sangatlah tajam seperti tajam-
menetap  di  Almeria dan Jativa (Himayah, 2001: nya pedang Hajjaj bin Yusuf”.
58-59).
6. Ibn Hazm memiliki keahlian dan keindahan
Walaupun Ibn Hazm dalam masa mudanya dalam membuat bait-bait syi’ir ataupun kalam
banyak mengalami manis getirnya kehidupan. natsar. Hal ini dibiktikan dengan karyanya
Namun dalam hal keuangan, ia masih bisa di- Thauq al-Hamamah yang bercerita tentang
katakan sebagai orang yang beruntung. Karena cinta.
kekayaan yang dimiliki oleh ayahnya, ketika ma-
sih menjabat sebagai menteri, masih cukup un- Ibn Hazm wafat pada hari Ahad, dua hari
tuk memenuhi kebutuhannya dalam sehari-hari. terakhir pada bulan Sya’ban 456 H./15 Agustus

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 55


Filsafat Moral Ibn Hazm

1064 M. dengan umur 71 tahun 10 bulan 29 hari berdasarkan pada jiwa bebas berpikir dan kritis
di padang Lablah, sebuah desa di bagian barat terhadap ilmu pengetahuan, bukan hanya dalam
Andalusia di Selat Laut Besar (al-Kattani, 1996: bentuk perpindahan yang semata-mata karena
9). Namun ada yang mengatakan bahwa beliau talfiq ataupun taklid buta. Ibn Hazm berkata:
meninggal di desa kelahirannya, Montlisam. “tidak boleh taklid buta kepada para Imam Ma-
zhab, Tabi’in maupun Sahabat, sedangkan yang
Perjalanan Intelektual Ibn Hazm
wajib diikuti dan ditaati hanyalah Allah swt dan
Setelah total keluar dari dunia politik. Ibn Rasulullah saw (Hazm, 1996: vol. I, 66). Ibn
Hazm memulai karir keilmuannya kembali de- Hazm juga berkata: “Saya mengikuti kebenaran
ngan mengembara untuk belajar fiqh, hadis, logi- dan berijtihad, saya tidak terikat oleh suatu maz-
ka, dan keilmuan lainnya. Perjalanan intelektu- hab apapun” (Zahra, 1997: 32).
alnya dimulai dari beberapa kota di Andalusia,
Perjalanan intelektual Ibn Hazm tidaklah se-
seperti Cordova, Almeria, Hishn al-Qashr, Va-
lalu berjalan mulus dan lancar tanpa halangan.
lencia, Syatibi, Qairuwan dan Sevilla. Disamping
Tetapi banyak rintangan dan cobaan yang diter-
itu juga, ia pernah berkunjung ke Maroko untuk
imanya, seperti tragedi pembakaran atas tulisan
belajar Hadis dan Fiqh dengan sejumlah ulama’
atau kitab karyanya oleh pihak-pihak yang kurang
di sana, karena Maroko pada masa itu terkenal
setuju dengan cara bermazhab dan ijtihadnya, se-
de-ngan keilmuan Hadis dan Fiqh. Ketika di
bagaimana yang dilukiskan olehnya sendiri dalam
Maroko, Ibn Hazm juga bertemu dengan tokoh
bait syi’ir: “kalian mampu membakar kertas
Malikiyyah terkenal yaitu Abu al-Walid al-Baji
(kitab), tetapi kalian tidak akan bisa membakar
dan sempat terjadi perdebatan yang panjang di-
orang yang memiliki kertas (kitab) itu, karena
antara mereka (al-’Asqalani, 1996:241).
ia ada dalam diriku” (al-Asqalani, 1996: 241).
Ibn Hazm, dalam khazanah fiqh. pertama
Selain itu, Ibn Hazm juga sering menda-
kali mempelajari fiqh Mazhab Maliky, seperti
patkan hujatan ataupun cercaan dari para Ula-
al-Muwattha’ yang menjadi mazhab resmi pada
ma’ dan Fuqaha’, baik di masanya maupun masa
masa itu, yaitu Daulat Bani Umayyah. Kekagu-
setelahnya. Hal tersebut terjadi karena Ibn Hazm
mannya akan Imam Malik tidak akan merubah
memiliki ciri khas dan konsep sendiri dalam ber-
pendiriannya akan mencari kebenaran dalam
ijtihad yang berbeda dengan para Ulama’ lain. Se-
beragama, sehingga menuntunnya untuk berpin-
hingga ada rasa keengganan bagi seseorang untuk
dah ke Mazhab Syafi’i. Pandangan Imam Syafi’i
mengambil riwayat darinya dan hal ini jelas ber-
memiliki kekhasan dan ketegasan dalam berpe-
watak politis daripada akademis atau ilmiah.
gang teguh pada an-nushush as-syar’iyyah. Na-
mun belakangan, Ibn Hazm kembali berpindah Ibn Hazm belajar banyak dari para Ulama’
mazhab dari Mazhab Syafi’i ke Mazhab Dawud yang memiliki keluasan pengetahuan dalam aga-
al-Asbihany (202-270 H.), pencetus Mazhab ma semisal Hadist, Fiqh, Logika dan lainnya.
Zahiri dan murid Imam Syafi’i yang mengajak Adapun diantara guru-gurunya adalah:
pada ketegasan dalam berpegang teguh pada an-
1. Dalam Hadis: Ahmad bin Muhammad al-
nushush semata serta menolak Qiyas, Istihsan,
Jaswar (w.401 H), guru pertama Ibn Hazm,
Maslahah Mursalah. Sehingga pada akhirnya, ia
al-Hamdani dan Abu Bakar Muhammad bin
sendiri melepas semua jubah ke-mazhaban-nya
Ishaq
dan berijtihad dengan metode ijtihadnya sendiri
(al-’Asqalani, 1996: 242). 2. Dalam Fiqh: Ali Abdullah al-Azdy, al-Faqih
Abu Muhammad Ibn Dahun al-Maliky dan
Perpindahan Ibn Hazm dari satu mazhab
Abu al-Khayyar Mas’ud bin Sulaiman bin Ma-
fiqh ke mazhab fiqh lainnya merupakan gam-
flat al-Zahiry.
baran jelas atas apa yang selama ini dicarinya
yaitu sebuah kebenaran dalam beragama serta 3. Dalam Logika dan Akhlaq: Muhammad bin al-

56 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013


Ahmad Tajuddin Arafat

Hasan al-Madzhaji (w.400 H), Abu al-Qasim 4. Thauq al-Hamamah fi Ulfah wa al-Ullaf,
Abdurrahman bin Abu Yazid al-Mishri, Abu kitab yang berbicara tentang cinta dan para
al-Husain al-Farisi, sahabat sekaligus guru pencinta, ditulis di kota Syathibi sekitar ta-
panutan Ibn Hazm, Abu Muhammad ar-Ra- hun 418 H. menjadi karya Ibn Hazm yang ba-
huni dan Abdullah bin Yusuf bin Nami. nyak dikaji di eropa. Dan masih banyak karya
yang lainnya.
Adapun murid-murid Ibn Hazm yang ter-
kenal diantaranya adalah: putranya sendiri Abu 5. al-Akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus.
Rafi’, kemudian Muhammad bin Abu Nasr al-Hu- kitab yang berisi prinsip-prinsip akhlak uta-
maidi (420-488 H) yang menyebarkan mazhab ma dan solusi-solusi bagi pengobatan jiwa
Zahiri ke masyriq setelah Ibn Hazm wafat serta menuju kebahagiaan dan kesempurnaan.3
al-Qadhi Abu al-Qasim Sa’id bin Ahmad al-Anda-
Filsafat Moral Ibn Hazm al-Andalusy
lusi (w.463 H) dan masih banyak yang lainnya.
Ibn ‘Araby sang sufi juga termasuk dari penerus al-Akhlaq was-siyar fi mudawati-n-nufus
generasi Zahiry setelah wafatnya Ibn Hazm (Za- adalah sebuah risalah etika dari Ibnu Hazm yang
hra, 1997: 446). berbicara mengenai perilaku utama, moralitas,
dan etika. Risalah ini ditulis pada sekitar tahun
Karya-Karya Ibn Hazm
terakhir dari kehidupannya. Hal ini bisa dilihat
Al-Fadhl Abu Rafi’ mengatakan bahwa karya dari kematangan analisanya serta keluasaannya
ayahnya (Ibn Hazm) di bidang Fiqh, Hadist, Us- dalam memaparkan beberapa informasi yang
hul dan lainnya sebanyak 400 jilid atau secara menunjukkan bahwa risalah ini tidak mungkin
keseluruhan berjumlah 80.000 lembar (Himayah, ditulis pada masa awal hidupnya atau pada masa
2001: 82). Namun hanya sebagian yang dapat mudanya (Zahra, 1997: 139). Aspek-aspek eti-
terlacak, karena kitab-kitabnya pernah dibakar ka yang dikaji oleh Ibn Hazm dalam risalahnya
oleh penguasa yang zalim kepadanya. Diantara meliputi konsep akhlak, metode dalam memper-
kitab-kitab yang terlacak dan terkenal sebagai tingkatkan akhlak terpuji dan pandangannya da-
magnum opus-nya adalah: lam menyatakan tentang penyakit akhlak beserta
pengobatannya.
1. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, kitab ini berbi-
cara tentang Ushul Fiqh terutama Ushul Fiqh Banyak pengamat yang mengkaji dan me-
Zahiry, terdiri dari 2 jilid yang didalamnya nerjemahkan risalah ini dalam berbagai bahasa.
ada 8 juz. Risalah ini pertama kali dipublikasikan di Mesir
oleh Mahmud al-Hathab pada 1908 M. dan diedit
2. Al-Muhalla bi al-Atsar, terdiri atas 11 jilid
oleh Ahmad Omar al-Mahmasani, serta diterje-
tebal, tentang Fiqh beserta argumentasi-
mahkan pula dalam bahasa Spanyol oleh Miguel
nya. Kitab ini merupakan karya terakhir Ibn
Asin Palacios dengan judul Los Caracteres y la
Hazm2.
Conducta dan tersimpan di Madrid pada 1916 M.
3. Al-Fasl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa al-Nihal, Di samping kedua tokoh tersebut, Dr Ihsan Abbas
kitab yang berbicara mengenai sekte-sekte, juga memuat karya ini dalam Rasa`il Ibn Hazm
mazhab dan agama-agama. pada 1954 M serta yang terakhir terdapat Sayyi-
dah Nadya Tumsin dari Libanon yang berhasil

2
Izzudin ibn Abdussalam berkata: saya belum pernah melihat karya sebanding al-Muhalla milik Ibn Hazm ini, dan juga
al-Mughni karya Ibn Qudamah (Al-‘Asqalani, 1996: 242, al-Kittani: 21)
3
Semisal: An-Nubaz, Maratib al-Ijma’, Jamharat Ansab al-Arab, Asma` as-Sahabat ar-Ruwat, al-Ushul wa al-Furu’, dll.
Adapun karyanya yang tidak terlacak adalah seperti Al-Ishal ila Fahmi Kitab al-Khisal, sebuah kitab yang berbicara tentang
fiqh al-nushush, terdiri atas 24 jilid besar dengan tulisan tangan Ibn Hazm sendiri (Himayah, 1997: 97, al-Kittani, 1996: 18)

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 57


Filsafat Moral Ibn Hazm

menerjemahkan ke dalam bahasa Parsia pada bahwa filsafat moral yang ditulis oleh Ibn Hazm
1967 M (Himayah, 2001: 93). Nykl (1923: 30-31) merupakan gambaran atas situasi dan kondisi
menyatakan bahwa risalah ini merupakan risalah sosial-politik pada masa itu yang sangat kacau. Ia
yang penting tentang etika Ibn Hazm. Selain itu, menulis refleksi moralnya untuk mengatasi masa
ia juga memuji metode Ibn Hazm dalam penggu- kekacauan tersebut. Refleksi moral yang ditawar-
naan analisis-diri dalam risalahnya sebagaimana kan olehnya dimaksudkan agar dipelajari dan
yang dilakukan oleh al-Ghazali, St. Agustinus, dijadikan petunjuk dalam rangka memperbaiki
Secretumnya Petrarch, dan esai-esainya Mon- moral dan mengobati jiwa mereka. Setidaknya
taigne. ada tiga kunci utama yang disajikan dari filsa-
fat moralnya Ibn Hazm dalam risalah al-Akhlaq
Menurut Abu Zahra (1997: 139-142) bahwa
was-siyar fi mudawati-n-nufus, di samping pe-
Ibn Hazm dalam menulis risalah ini setidaknya
njelasan pada bagian akhir mengenai etika me-
menggunakan dua sumber, yaitu: unsur-unsur
ncari ilmu, berikut ini penjelasaannya:
filsafat yunani yang berdasarkan pada akal serta
eksperimen khusus yang berangkat dari peneli- a) Membuang Kecemasan (Thard al-
tian. Unsur pertama adalah filsafat Yunani yang Hamm)
dapat dilihat dari pembahasaannya mengenai
Secara umum, pandangan etika yang dita-
keutamaan (fadhilah) yang bersifat moderasi (ja-
warkan oleh Ibn Hazm pada bagian-bagian awal
lan tengah) seperti halnya filsafat etikanya Aris-
berbicara mengenai apa sebab utama dari segala
toteles. Ibn Hazm berkata:
penyakit moral yang menimpa manusia? Setelah
“keutamaan itu ada di tengah-tengah (wast}) melalukan beberapa penelitian dan memaparkan
antara yang berlebihan dan yang kekurangan
(al-ifrath} wat-tafrith}) yang kedua sisi tersebut pengalaman yang dialaminya, Ibn Hazm me-
adalah yang tercela, dan keutamaan di antara nyatakan bahwa sumber utama dari segala pe-
keduanya adalah yang terpuji, kecuali akal yang nyakit moral adalah rasa “tamak”. Rasa yang se-
tidak melampaui batas di dalamnya” (Ibn Hazm,
lalu menggerakkan manusia untuk mendapatkan
al-Akhlaq wa as-Siyar, 80)
kenikmatan dari sesuatu yang dicapainya, baik
Sedangkan, unsur kedua adalah eksperimen secara materi maupun spiritual. Namun. Segala
(at-tajribah) diri yang dialami oleh Ibn Hazm be- apa yang ia cari dan ia pegangi terkadang muncul
serta lingkungannya yang kemudian disandarkan dan hilang, sehingga akhirnya yang tersisa dalam
pada penalaran dan nilai-nilai keagamaan. Hal dirinya hanyalah “kecemasan”. Oleh karena itu,
ini bisa dilihat dari perkataannya dalam muqad- bagi Ibn Hazm usaha untuk menghilangkan
dimah risalahnya: kecemasan/penderitaan/kegelisahan (thard al-
“saya banyak mengumpulkan dalam karyaku hamm) merupakan hal yang utama dalam per-
ini makna-makna penting yang memberikan
baikan moral (tahzib al-akhlaq) (al-Jabiri, 2001:
manfaat bagiku dalam perjalanan waktu dan
bergantinya keadaan, dengan sesuatu yang 330-340). Mengenai hal itu Ibn Hazm berkata:
Allah berikan kepadaku dari sebuah penca- “saya telah berusaha dengan tekun mencari tu-
rian akan perubahan zaman dan keadaannya, juan yang dikejar oleh semua manusia, dan saya
hingga saya menghabiskan sebagian banyak tidak menemukannya kecuali hanya satu, yaitu
umurku untuk hal itu dan mempelajari segala membuang kecemasan, namun ketika saya ber-
sesuatu yang bekaitan dengan kenikmatan yang fikir lebih jauh lagi ternyata mereka berbeda da-
dirasakan oleh jiwa-jiwa…….dan saya berharap lam mencari tujuan itu, bahkan mereka berbeda
semoga Allah memberikan pahala yang besar pula dalam motif utama dalam usaha meng-
atas niatku dalam memberikan kemanfaatan hilangkan kecemasan itu, mereka akan mela-
bagi hamba-hambanya, memperbaiki keru- kukan gerakan apapun jika dengannya mereka
sakan moral mereka, serta mengobati penyakit berharap dapat menolak perasaan cemas dan
jiwa mereka” (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, tidak akan mengucapkan sepatah kata apapun
11-12) melainkan sejauh mereka berusaha menolak pe-
rasaan tersebut dari diri mereka sendiri..........”
Majid Fakhry (1994: 169) menambahkan (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 14)

58 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013


Ahmad Tajuddin Arafat

Dengan demikian, semua usaha yang dilaku- tif, yakni dalam tenangnya jiwa (uns) (Fakhry,
kan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk 1994: 170). Ibn Hazm berkata:
menghilangkan kecemasan. Jadi, mereka men- “akar dari semua keutamaan dan keburukan,
cari pengetahuan agar mereka terhindar dari ketaatan dan kemaksiatan adalah terkejutnya
jiwa atau tenangnya jiwa, orang yang berba-
kecemasan akan kebodohan; mereka mencari
hagia adalah orang yang jiwanya tenang dalam
kekayaan agar mereka terhindar dari kecemasan keutamaan dan ketaatan serta lari dari keburu-
akan kemiskinan; mereka mencari kemasyhuran kan dan kemaksiatan, sedangkan orang yang
agar mereka terhindar dari kecemasan akan ke- sengsara adalah orang yang tenang jiwanya
dalam keburukan dan kemaksiatan serta lari
tertindasan. Singkatnya, apa saja yang dilakukan
dari keutamaan dan ketaatan” (Ibn Hazm, al-
oleh manusia pada dasarnya merupakan sebuah Akhlaq wa as-Siyar, 18)
bentuk usaha menghilangkan perbuatan seba-
Jadi, menurut Ibn Hazm bahwa tujuan utama
liknya dan terhindar dari segala kecemasan (Ibn
yang kendak dicapai oleh manusia adalah meng-
Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 15).
hindarkan diri dari kecemasan atau penderitaan
Setelah memaparkan apa tujuan utama dari serta jalan satu-satunya adalah beramal akhirat
perbuatan manusia, yakni terhindar dari kece- hanya karena Allah. Karena taat kepada merupa-
masan. Kemudian, Ibn Hazm memberikan so- kan bentuk dari segala keutamaan dan menjauhi
lusi terbaik untuk usaha tersebut, yakni dengan keburukan merupakan jalan yang mulia yang
hanya kembali menghadap Allah melalui berbuat telah Allah pilihkan untuk manusia. Tiada ke-
kebajikan demi akhirat (at-tawajjuh ila Allah bi utamaan kecuali taat kepada perintah Allah, dan
al-amal lil-akhirat). Ia berkata: tiada keburukan kecuali melakukan apa saja yang
“jika kamu mengikuti segala keinginanmu maka dilarang Allah (Ibn Hazm, al-Ihkam, vol. I, 10).
kamu akan rusak olehnya, dan kamu akan ber-
henti pada kehancuran amal duniawi, padahal b) Ambisi Duniawi yang sia-sia dan
amal ukhrawi adalah satu-satunya yang hakiki, Kesombongan Diri
karena segala apa yang kamu inginkan (du-
niawi) kamu akan mendapatkannya, namun Masih berkaitan dengan pembahasan sebe-
akibatnya akan menjadikanmu sedih, karena lumnya, bahwa kecemasan diri yang dialami oleh
duniawi itu akan meninggalkanmu atau kamu
manusia dapat diperparah lagi dengan ambisi-
akan meninggalkannya, dan itu pasti terjadi.
Kecuali beramal karena Allah, karena akibat ambisi duniawi. Penderitaan ini semakin menjadi
yang akan datang dalam setiap keadaan adalah apabila manusia masih menginginkan kenikma-
kebahagiaan, baik untuk saat ini maupun besok; tan duniawi yang sifatnya menipu. Mereka tidak
kebahagiaan saat ini berupa sedikitnya rasa
menyadari bahwa apa yang mereka inginkan
cemas dengan apa yang dicemasi oleh manu-
sia lainnya, dan kamu lebih mulia dari teman akan menjerumuskan mereka kepada rasa kurang
bahkan musuh; sedangkan kebahagiaan yang puas sekaligus membawa mereka pada kecema-
akan datang adalah kebahagiaan surgawi” (Ibn san dan penderitaan duniawi (Fakhry, 1994: 171).
Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 13)
Ibn Hazm dalam al-Akhlaq wa as-Siyar (h. 23),
Selanjutnya, Majid Fakhry menyatakan mengatakan bahwa “dalam hal harta, kehorma-
bahwa ide penegasian akan rasa cemas yang di- tan, dan kesehatan maka lihatlah orang yang ada
utarakan Ibn Hazm mengingatkan kita pada ide dibawahmu, tapi jika dalam hal agama, pengeta-
Epicurus tentang ataraxia4, namum Ibn Hazm huan, dan kebajikan maka lihatlah orang yang
tidak puas dengan ide negatif ini dan memodifi- ada diatasmu”.
kasinya dengan agak menekankan pada ide posi- Maka dari itu, adalah sebuah kebodohan

4
Epicurus mengajarkan bahwa tujuan hidup kita adalah berusaha untuk meminimalisir rasa cemas dan penderitaan dan
memaksimalkan kenikmatan (our life’s goal should be to minimize pain and maximize pleasure). James Fieser (.ed), The In-
ternet Encyclopedia of Philosophy, 1998

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 59


Filsafat Moral Ibn Hazm

apabila manusia hanya mencari kenikmatan du- kikiran (asy-syuh). Ia memasukkan al-amanah
niawi baik berupa kehormatan, harta, dan lain se- (kejujuran/amanat) dan al-‘iffah (keterjagaan
bagainya. Karena orang yang hanya menginginkan diri) sebagai dua jenis dari keadilan (al-’adl) dan
kenikmatan duniawi tidaklah lebih mulia dari ma- kedermawanan (al-jud). Adapun penepatan janji
khluk yang lain. Orang yang mencari keutamaan (al-wafa`) merupakan susunan keutamaan dari
tidaklah berjalan bersama kecuali orang-orang keadilan (al-’adl), keberanian (an-najdat), dan
yang baik, jujur, amanah, murah hati. Sedangkan kedermawanan (al-jud) (Hazm, al-Akhlaq wa
orang yang mencari kenikmatan duniawi tidaklah as-Siyar, 59 dan 58).
berjalan bersamanya kecuali orang-orang yang
Kesucian jiwa (nazahat an-nafs) merupakan
seperti anjing kelaparan dan rubah yang buas,
kebajikan utama yang tersusun dari keberanian
yang memiliki niat buruk (Hazm, al-Akhlaq wa
(an-najdat), kedermawanan (al-jud), keadilan
as-Siyar, 23-24). Adalah sebuah kesesatan yang
(al-’adl), dan intelegensi (al-fahm). Adapun la-
nyata, memperdagangkan kehidupan yang abadi
wan dari kabajikan ini adalah ketamakan (ath-
(akhirat) untuk kehidupan kekinian yang lebih
thama`’) yang dihiasi dengan sifat-sifat pengecut,
singkat daripada sekilas pandangan mata (Ibn
kikir, tidak adil, dan bodoh (Hazm, al-Akhlaq wa
Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 20).
as-Siyar, 52-53). Kerelaan (al-qana’ah) merupa-
Adapun kesombongan diri (‘ujub) merupakan kan kebajikan yang tersusun dari kedermawanan
cobaan yang terbesar yang dilahirkan oleh kebo- (al-jud) dan keadilan (al-’adl). Adapun ketama-
dohan. Bagi orang yang terkena sifat ini hendak- kan lahir dari kedengkian (al-hasad), dan al-
lah berfikir atas akibat-akibatnya. Awal dari ke- hasad lahir dari ar-raghbah (keinginan), dan
sombongan diri adalah lemahnya akal mereka. ar-ragbah lahir dari ketidak adilan (al-ja`ur),
Sebab orang yang berakal mampu menyadari kebodohan (al-jahl), dan kekikiran (asy-syuh).
kekeliruannya serta berusaha untuk menekan- Serta yang lahir dari ketamakan adalah sifat-si-
nya. Sedangkan orang bodoh adalah orang yang fat buruk yang besar, seperti: kehinaan, pencu-
tidak menyadari kesalahannya. Sehingga, jika rian, gasab, zina, pembunuhan, dan takut miskin
mereka membanggakan diri atas akalnya, hartan- (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 59).
ya, ilmunya, atau kebaikannya, maka ingatkan-
Keadilan (al-’adl) didefinisikan sebagai mem-
lah agar ia berfikir bahwa tidak ada yang perlu
berikan dan mengambil hak sesuai dengan apa
dibanggakan dalam dirinya. Karena semua itu
yang seharusnya. Sebaliknya ketidak adilan (al-
adalah karunia Tuhan yang tak layak bagi mere-
ja`ur) adalah mengambil hak tanpa memberi-
ka untuk membanggakan diri karenanya. Selain
kan apa yang seharusnya menjadi hak orang lain.
itu, mereka perlu mengetahui bahwa kehidupan
Kemuliaan (al-karam) adalah memberikan apa
manusia senantiasa dihantui dengan penyakit,
yang menjadi haknya kepada orang lain secara
kemiskinan, ketakutan, bencana, dan ketuaan
bebas, sementara ia sendiri siap untuk mengor-
(Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 70).
bankan haknya sekalipun sebenarnya ia mampu
c) Kebajikan-Kebajikan Utama mengambilnya. selain itu, keutamaan (al-fadhl)
ini juga merupakan kebajikan yang sama den-
Ibn Hazm menyatakan bahwa ada empat ke-
gan kedermawanan (al-jud). Setiap kedermawa-
bajikan utama, di mana seluruh kebajikan lain-
nan (al-jud) adalah kemuliaan (al-karam) dan
nya didasarkan atas keempatnya, yaitu: keadi-
keutamaan (al-fadhl), dan setiap kemuliaan (al-
lan (al-’adl), intelegensi (al-fahm), keberanian
karam) dan keutamaan (al-fadhl) bukanlah ke-
(an-najadat), dan kedermawanan (al-jud). Se-
dermawanan (al-jud). Jadi, keutamaan (al-fadhl)
baliknya, ada empat keburukan utama, di mana
lebih umum dan kedermawanan (al-jud) lebih
seluruh keburukan lainnya didasarkan atas
khusus (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 32).
keempatnya, yaitu: ketidak adilan (al-ja`ur), ke-
bodohan (al-jahl), ketakutan (al-jubn), dan ke- Sedangkan kedermawanan (al-jud) adalah

60 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013


Ahmad Tajuddin Arafat

menafkahkan kelebihan harta demi kebajikan, Kebajikan utama lainnya adalah rasa cinta
terutama untuk menolong tetangga yang membu- (al-mahabbah), yang didefinisikan sebagai ke-
tuhkan, orang miskin, orang terlantar, dan orang rinduan akan kekasih dan kebencian terhadap
yang benar-benar memerlukannya. Mencegah berpisah dengannya serta menginginkan cinta
keutamaan semua itu merupakan kekikiran, serta manusia bagi dirinya. Manusia berbeda dalam
memberikan dalam berbagai keadaan merupakan kadar cinta, berbeda pula dalam tujuannya, se-
pemborosan. Sedangkan kemurahan hati dalam perti mencintai Allah, suami, istri, anak, saha-
memberikan apa yang kita miliki kepada orang bat, keluarga, dan lain-lain. Lebih lanjut, cinta
yang benar-benar membutuhkan daripada kita memiliki lima tingkatan, yaitu: (i) al-istihsan,
adalah lebih baik dari kedermawanan (al-jud) itu selalu bersikap baik terhadap pasangannya; (ii)
sendiri (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 31). al-i’jab, selalu mengagumi pasangannya; (iii) al-
u`lfah, sedih ketika berpisah; (iv) al-kalaf, rindu
Selanjutnya, keberanian (asy-syaja’ah/an-
yang menyala-nyala; dan (v) asy-syaghaf, cinta
najadat) adalah usaha seseorang untuk merela-
yang meluap-luap, bahkan terkadang lupa tidur,
kan kematiannya demi agama, kaum wanita,
makan, dan minum, hingga berdampak pada
tetangga yang teraniaya, orang tertindas yang
sakit, stres, atau mati (Ibn Hazm, al-Akhlaq wa
membutuhkan pertolongan, ketidak adilan da-
as-Siyar, 54). Ada sebuah ungkapan yang me-
lam pembagian harta, kekayaan serta kehorma-
ngatakan bahwa “barangsiapa yang merindu, dan
tan, dan dalam segala hal yang baik-baik tanpa
bisa menjaga diri hingga ia mati, maka ia adalah
memandang apakah lawannya itu sedikit atau
syahid” (Hazm, Thauq al-Hamamah, 113).
banyak. Sedangkan kebalikan dari keberanian
(asy-syaja’ah/an-najadat) adalah ketakutan/ Selain itu, persahabatan merupakan keba-
pengecut (al-jubn) dan gegabah/sembrono (al- jikan yang didefinisikan sebagai bentuk rasa
tahawwur). Selain itu, efinisi keterjagaan diri (al- saling senang atau susah sesuai dengan apakah
‘iffah) adalah menahan diri dari pandangan mata sahabat kita itu senang ataukah susah. Tidak se-
dan segala anggota tubuh atas sesuatu yang tidak mua sahabat itu pemberi nasehat, namun semua
halal baginya. Sedangkan lawan dari keterjagaan pemberi nasehat adalah sahabat dalam menasi-
diri (al-‘iffah) adalah kefasikan/percabulan (‘ihr) hati. Nasehat adalah sikap seseorang yang mera-
dan kelemahan (dhu’f dan’ajz) (Hazm, al-Akhlaq sa susah terhadap sesuatu yang membahayakan
wa as-Siyar, 32). orang lain, baik orang lain itu susah maupun ti-
dak, begitu pula ia merasa senang terhadap sesua-
Adapun intelegensi (al-fahm) tidak didefi-
tu yang bermanfaat bagi orang lain, meski orang
nisikan oleh Ibn Hazm secara formal, karena
lain itu senang atau tidak. Nasehat merupakan
menurutnya intelegensi (al-fahm) berkaitan erat
sarat tambahan dari sebuah persahabatan Selain
dengan pengetahuan dan tugas yang dibebank-
itu, nasehat hanya untuk dua kali: pertama, ber-
an kepada manusia yang berakal untuk mencari
sifat wajib; dan kedua, bersifat peringatan. Ada-
kebenaran dan kebahagiaan. Karena akal diper-
pun yang selanjutnya adalah celaan/teguran yang
untukkan untuk mengamalkan ketaatan dan ke-
berakibat pada pertengkaran (Hazm, al-Akhlaq
bajikan serta menjauhkan diri dari kemaksiatan
wa as-Siyar, 41 dan 44).
dan keburukan. Allah berfirman “sekiranya kami
mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) Setidaknya ada lima golongan dari perilaku
niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-peng- manusia dalam berinteraksi dengan sesama,
huni neraka yang menyala-nyala (Q.S. al-Mulk: yaitu:
10)”. Sedangkan lawan dari intelegensi adalah
1. Orang yang suka memuji ketika sedang ber-
ketololan dan kebodohan, dan diantara keduanya
hadapan dan suka mencela ketika telah pergi.
adalah kelemahan berpikir (al-sukhf) (Hazm, al-
Ini sifatnya orang munafik
Akhlaq wa as-Siyar, 57-58).
2. Orang yang suka mencela baik di hadapan

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 61


Filsafat Moral Ibn Hazm

khalayak maupun tidak. Ini sifatnya orang berikan penjelasan bagaimana usaha mencari
yang kurang ajar ilmu yang baik dan benar. Ibn Hazm menyatakan
bahwa ketika mencari ilmu dalam suatu majlis
3. Orang yang suka memuji ketika sedang ber-
hendaknya diniati untuk sungguh-sungguh men-
hadapan dan ketika telah pergi. Ini sifatnya
cari ilmu dan mencaru ridla Allah swt. Sehingga
para penjilat
dengan niat itu maka akan bertambahlah segala
4. Orang yang suka mencela di hadapan kha- kebaikan dalam segala hal. Namun, jika kedata-
layak dan memuji ketika pergi. Ini sifatnya ngannya tanpa adanya niat sebagaimana di atas,
orang tolol maka berdiam diri di rumah itu lebih baik dan le-
5. Ahli kebaikan, mereka yang menjaga diri dari bih mulia.
memuji dan mencela ketika di khalayak dan Selain itu, Ibn Hazm (al-Akhlaq wa as-Siyar,
memuji dengan kebaikan ketika pergi atau 90-91) menyatakan bahwa ada tiga sikap yang
menjaga dari mencela. baik dalam menghadiri suatu majlis ilmu, yaitu:
6. Ahli pencela yang bebas dari kemunafikan, 1. Bersikap diam sebagaimana diamnya orang
mereka menjaga diri ketika di khalayak dan yang bodoh. Sikap ini menghasilkan pahala
mencela ketika pergi. karena niat mencari ilmu serta kemuliaan
7. Ahli keselamatan, mereka yang menjaga diri atas majlis ilmu.
dari memuji dan mencela baik ketika di kha- 2. Bertanya sebagaimana pertanyaannya orang
layak maupun tidak (Hazm, al-Akhlaq wa as- yang belajar. Yaitu bertanya mengenai se-
Siyar, 47-48). suatu yang belum diketahui bukan sesuatu
Akhirnya, bagi siapa saja yang tidak meng- yang telah diketahui. Karena bertanya ten-
etahui kebajikan-kebajikan utama ini, maka ber- tang sesuatu yang telah diketahui merupakan
peganglah pada apa yang disyari’atkan oleh Allah sikap yang bodoh, menyia-nyiakan waktu, dan
dan Rasul-Nya. Karena syari’at-Nya mengandung meruguikan bagi diri sendiri dan orang lain,
semua kebajikan-kebajikan utama ini (Hazm, al- serta bahkan dapat mendatangkan permusu-
Akhlaq wa as-Siyar, 79). Selain itu, bagi siapa saja han. Jika pertanyaan yang dilontarkan telah
yang menginginkan kebaikan ukhrawi, hikmah terjawab maka cukuplah baginya. Namun,
duniawi, keadilan tingkah laku, serta memiliki jika jawabannya masih belum memuaskan
kemuliaan akhlaq, maka jadikanlah Muhammad maka perjelaslah pertanyaannya. Sikap ini
SAW sebagai suri tauladan (Hazm, al-Akhlaq wa menghasilkan pencerahan dan tambahan
as-Siyar, 24). ilmu selain pula pahala niat belajar dan ke-
mulian atas majlis ilmu.
d) Etika Mencari Ilmu/Menghadiri Majlis
Ilmu 3. Berkomentar sebagaimana komentarnya
orang alim, yaitu mengomentari jawaban
Ibn Hazm (al-Akhlaq wa as-Siyar, 12) me-
dengan kritikan yang jelas. Jadi jika seseoang
nyatakan bahwa salah
������������������������������
satu di antara empat ke-
tidak memiliki sikap ini maka menjaga diri
bajikan utama, adalah intelegensi (al-fahm). In-
untuk tidak menjawab dengan jawaban yang
telegensi tidak didefinisikan secara formal oleh
kurang jelas adalah lebih baik. Karena apabila
Ibn Hazm, namun sangat berkaitan dengan tugas
hal itu dipaksakan maka yang ada hanyalah
utama yang dibebankan kepada manusia berakal
permusuhan dan kemadlaratan serta menun-
untuk mencari pengetahuan dan hakikat kebena-
jukkan bahwa orang itu kurang agamis, suka
ran. Menurutnya, kenikmatan orang yang bera-
hal-hal yang berlebihan, dan lemah nalarnya.
kal lebih utama dari segala kenikmatan yang per-
nah dialami oleh manusia secara umum. Untuk Selain itu, wajib atas manusia untuk belajar
itu, Ibn Hazm (al-Akhlaq wa as-Siyar, ��������
90)�����
mem- dan mencari kebaikan serta mengamalkannya.

62 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013


Ahmad Tajuddin Arafat

Jika keduanya dapat terpenuhi makan ia telah Fieser, James (.ed). 1998. The Internet Encyclo-
mendapatkan dua keutamaan secara bersama- pedia of Philosophy.
an. Namun, jika ia hanya berilmu tanpa beramal
Hanafi, Muchlis M. dkk. 2009. Etika Berkeluar-
maka ia hanya mendapat kebaikan dalam belajar
ga, Bermasyarakat, dan Berpolitik: Tafsir
saja (Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, 92).
al-Qur’an Tematik. Jakarta: Lajnah Pentashi-
han Mushaf al-Qur’an.
Penutup
Hidayat, Komaruddin. 2007. “Etika dalam Kitab
Beberapa pandangan filsafat moral yang
Suci dan Relevansinya dalam Kehidupan
disampaikan Ibn Hazm dalam risalahnya pada
Modern”, dalam Nurcholish Madjid dkk. Is-
dasarnya berangkat dari kajian-kajian filosofis
lam Universal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
serta hasil dari eksperimen dalam kehidupannya
dalam memahami tingkah laku dan moralitas Himayah, Mahmud Ali. 2001. Ibn Hazm: Bi-
masyarakatnya. Sebagaimana para moralis lain- ografi, Karya dan Kajiannya tentang Aga-
nya, Ibn Hazm menyatakan bahwa tujuan utama ma. terj: Halid al-Kaf. Jakarta: Lentera.
hidup manusia adalah usaha untuk menghilang- Ibn Hazm. t.t. al-Akhlaq was-siyar fi mudawati-
kan kecemasan (thard al-hamm) dan bersikap n-nufus. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
moderat (jalan tengah) dengan tujuan akhirnya
adalah kebahagiaan ukhrawi melalui ketaatan -------------,. 1978. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam.
terhadap norma-norma agama. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi.

Ibn Hazm mengajarkan bahwa kebajikan- -------------,. 1996. Al-Muhalla bi al-Atsar. Juz: 1.
kebajikan (al-fadhai`l) dapat bersumber dari fil- Bairut: Dar al-Jiil.
safat, eksperimen (at-tajribah), maupun agama. -------------,. 1993. Al-Nubadz fi Ushul al-Fiqh al-
Kesucian jiwa (nazahat an-nafs) merupakan Zahiri. Bairut: Dar Ibn Hazm.
kebajikan utama yang tersusun dari keberanian
-------------, Thauq Al-Hamamah fi Ulfah wa al-
(an-najdat), kedermawanan (al-jud), keadilan
Allaf, tahqiq: Dr. al-Thahir Ahmad Makki,
(al-’adl), dan intelegensi (al-fahm).
Dar al-Ma’arif, t.t.
al-Jabiri, Muhammad Abid. 2001. Al-‘Aql al-
Akhlaqi al-‘Arabi: Dirasat Tahliliyat Naqdi-
Daftar Pustaka yah li Nazm al-Qayyim fi ats-Tsaqafah al-
‘Arabiyah. Beirut: Markaz Dirasat al-Wahdat
Abu Zahra, Muhammad. 1997. Ibn Hazm Hay-
al-Arabiyah.
atuhu wa ‘Ashruhu- Ara’uhu wa Fiqhhuhu.
Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi. al-Kattani, Muhammad al-Muntashir. 1996.
Mu’jam Fiqh al-Muhalla dalam al-Muhalla.
-------------. 1989. Tarikh al-Madzahib al-Islami-
jilid:12. Bairut: Dar al-Jiil.
yah. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi.
Suseno, Franz Magniz. 1987. Etika Dasar: Ma-
al-‘Asqalani, Ibn Hajar. 1996. Lisan al-Mizan. ji-
salah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogya-
lid: 4. Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
karta: Kanisius.
Bagir, Haidar. 2002. “Etika “Barat”, Etika Islam”
--------------------,. 2003. Etika Jawa. Jakarta:
dalam Amin Abdullah, Antara al-Ghazali
PT. Gramedia.
dan Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung:
Mizan. Nykl, A.R., “Ibn Hazm’s Treatise on Ethics”, The
American Journal of Semitic Languages and
Fakhry, Majid. 1994. Ethical Theories in Islam.
Literatures, Vol. 40 No. 1 (Oct., 1923), Pub-
Second edition. Leiden: E.J. Brill.
lished by: The University of Chicago Press

Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013 63


Filsafat Moral Ibn Hazm

(PDF) rah, Teologi, dan Etika Agama-Agama.


Qodir���������������������������������������
, Zuly���������������������������������
. 2005���������������������������
. “Etika Islam: Suatu Peng- Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
antar”, dalam Elga Sarapung dkk. Seja-

64 Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013

Anda mungkin juga menyukai