Anda di halaman 1dari 21

HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Akhlak Tasawuf

Dosen Pembimbing
Bpk Asep Nuhdi , M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Muhammad Raihan
Aida Zulfa Putri Azizah
Adhira Falihah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


INSTITUT AGAMA ISLAM NASIONAL (IAIN)
LAA ROIBA CIBINONG - BOGOR
2022
ABSTRAK
Akhlak merupakan suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang
darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan
pertimbangan pikiran (terlebih dahulu). Apabila yang timbul dari perbuatan
indah dan terpuji maka perbuatan itu disebut akhlak baik dan apabila
perbuatan-perbuatan jelek maka disebut akhlak tercela. 1
Akhlak mulia merupakan akhlak yang utama dalam pembentukan akhlak
manusia. Guna terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia, sangat penting
dilakukan usaha sejak dini penanaman nilai akhlak, diantaranya melalui
dunia pendidikan. Tujuan dari makalah ini adalah agar mengetahui hubungan
akhlak dengan ilmu lainnya, seperti ilmu pendidikan, ilmu tauhid, ilmu jiwa,
ilmu tasawuf, ilmu hukum dan ilmu filsafat.

Kata Kunci: Akhlak, Akhlak Mulia, Pendidikan, Tauhid, Jiwa, Tasawuf


Hukum, dan Filsafat.

Pendidikan Agama Islam, 197,2012

1
PENDAHULUAN
Sebelum melangkah lebih jauh membahas materi, perlu dimengerti
bahwa akhlak merupakan suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari
padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
memerlukan pertimbangan terlebih dahulu. (Zahrudin, 2004, hlm 3).
Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik atau buruk,
dan menerangkan apa yang harus diperbuat. (Ahmad Amin, 1988, hlm. 15).
Ilmu akhlak sering disamakan dengan etika, namun diantara keduanya
memiliki perbedaan yaitu etika menentukan baik dan buruknya perbuatan
manusia dengan tolak ukur akal pikiran, sedangkan ilmu akhlak
menentukannya dengan tolak ukur ajaran agama. (Asmaran, 1992, hlm. 7).
Dengan demikian objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma
atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Dan suatu ilmu ini pun dipelajari karena ada manfaatnya. Diantara
ilmu-ilmu itu ada yang memberikan manfaat dengan segera dan ada pula
yang dipetik buahnya setelah agak lama dimalkan dengan segala ketekunan.
Pada hakikatnya setiap ilmu pengetahuan antara yang satu dengan yang
lainnya itu saling berhubungan. Akan tetapi hubungan tersebut ada yang
sifatnya berdekatan, pertengahan, bahkan ada pula yang jauh. Pada
pembahasan kali ini kita akan mengkaji bersama tentang ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan ilmu akhlak, yaitu diantaranya ilmu tasawuf, ilmu
tauhid, ilmu jiwa, ilmu pendidikan, filsafat.
Konsep akhlakul karimah adalah konsep hidup yang lengkap dan tidak
hanya mengatur hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya, tetapi
juga terhadap penciptanya. Allah menciptakan ilmu pengetahuan bersumber
dari Al-Qur’an. Namun tidak semua orang mengetahui atau percaya akan hal
itu. Ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan manusia dalam menggali

2
ilmu-ilmu yang ada dalam al-qur’an itu sendiri. Oleh karena itu penting
sekali permasalahan hubungan antara ilmu akhlak hanya akan dibatasi pada
ilmu-ilmu yang memiliki hubungan yang sangat erat sebagaimana tersebut di
atas. Ilmu-ilmu yang erat hubungannya dengan ilmu akhlak tersebut dapat di
kemukakan pada bab selanjutnya.
Maka dalam hal ini ilmu akhlak tentunya mempunyai hubungan-
hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu lainnya, baik dari segi tujuan,
konsep dan kontribusi ilmu akhlak terhadap ilmu-ilmu tersebut dan
sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu lain terhadap ilmu akhlak.
Makalah ini kami tulis untuk belajar memahami dan juga memenuhi
tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf dengan berjudul ”Hubungan Ilmu Akhlak
dengan Ilmu Lainnya”.

3
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab al-akhlaaq. Ia
merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluq yang berarti tingkah
laku,budi pekerti, tabiat, kebiasaan, atau watak. (Furqon Syarief
Hidayatulloh, 2012, hlm. 197).
Sedangkan secara terminologis, pengertian akhlak telah dikemukakan
oleh para ulama. Imam syeikh Muhammad jamaluddin Al-Qasimi dalam
bukunya Mau’idhatul Mu,minin (tt. 2004) mengatakan bahwa akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan pertimbangan pikiran
(terlebih dahulu). (Furqon Syarief Hidayatulloh, 2012, hlm. 197). Kalimat
tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun
yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq yang berarti
pencipta dan makhluk, yang berarti yang diciptakannya, perumusan
pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkin adanya
hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan
makhluk.
Sedangkan pengertian Akhlak menurut para ahli :
1. Menurut ibnu Maskawih, Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang
yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini dibagi dua,
ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang diperoleh dari
kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu
melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus-menerus
maka jadilah suatu bakat dan akhlak.

4
2. Imam al-ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa akhlak
adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang
mendorong perbuatan-perbuatan yang sontan tanpa memerlukan
pertimbangan pikiran. Jadi, akhlak merupakan sikap yang melekat
pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku
dan perbuatannya.
3. Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya al akhlak
merumuskan pengertian akhlak adalah ialah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik atau buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya menyetakan tujuan
yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu akhlak ilmu
yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan
yang tercela tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
Ilmu ini mempelajari tentang sifat-sifat terpuji dan cara-cara
memilikinya, serta mempelajari tentang sifat-sifat tercela dan cara-cara
menghindarinya.
B. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Lainnya
1. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan ilmu jiwa (Psikologi)
Ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu yang mempelajari tentang
perilaku dan proses mental yang terjadi pada manusia. Dengan kata
lain, ilmu ini meneliti tentang peranan yang dimainkan dalam perilaku
manusia. Psikologi meneliti tentang suara hati (dhamir), kemauan
(iradah), daya ingat, hafalan, prasangka (waham), dan kecenderungan-
kecenderungan (awathif) manusia. Dengan demikian, psikologi
merupakan mukadimah pokok sebelum mengkaji tentang akhlak. Prof.
Ahmad luthfi berpendapat, “ilmu akhlak tidak bisa dijabarkan dengan

5
baik tanpa dibantu oleh jiwa (psikologi)”. Dan Ilmu jiwa menyelidiki
dan membicarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal ingatan,
kehendak dan kemerdekaannya, khayal, rasa kasih, kelezatan dan rasa
sakit, sedangkan pelajaran akhlak sangat menginginkan apa yang
dibicarakan oleh ilmu, bahkan ilmu jiwa adalah pendahuluan yang
tertentu bagi akhlak. Pada masa akhir-akhir ini terdapat dalam ilmu
jiwa suatu cabang yang disebut ilmu jiwa masyarakat. Ilmu ini
menyelidiki akal manusia dari jurusan masyarakat. Yakni menyelidiki
soal bahasa dan bagaimana bekasnya terhadap akal, adat kebiasaan
suatu bangsa yang mundur dan bagaimana perkembangan susunan
masyarakat. Dan bagaimana cabang ini member bekas yang langsung
pada etika, melebihi dari ilmu jiwa perseorangan. Menurut para sufi,
akhlak seseorang bergantung jenis jiwa yang berkuasa dalam dirinya.
Ilmu jiwa mengarahkan pembahasan pada aspek batin yang di
dalam Qur’an diungkapkan dengan istilah insan. Dimana istilah ini
berkaitan berat dengan kegiatan manusia yaitu belajar,tentang
musuhnya, penggunaan waktunya, beban amanah yang dipikulkan,
konsekuensi usaha perbuatannya, keterkaitan dengan moral dan akhlak,
kepemimpinannya, ibadahnya dan kehidupannya diakhirat. Quraish
Shihab mengemukakan bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita
akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik dan sebaiknya.
Berarti manusia memiliki kedua potensi tersebut, beliau mengutip ayat
yang berbunyi:
Artinya : Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (jalan
kebajikan dan jalan kejahatan)…QS : Al Balad ayat 10.
Artinya : Dan jiwa serta penyempurnaanya (ciptaanya), Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu ( jalan) kefasikan dan
ketakwaanya. QS: Asy-Syams ayat 7-8.

6
Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu jiwa dan ilmu akhlak bertemu
karena pada dasarnya sasaran keduanya adalah manusia. Ilmu akhlak
melihat dari apa yang sepatutnya dikerjakan manusia. Sedangkan ilmu
jiwa (psikologi) melihat tentang apa yang menyebabkan terjadinya
suatu perilaku. Dan ilmu ini pun mempelajari tingkah laku manusia.
Salah satu ciri psikologi sebagai suatu ilmu adalah berdasarkan atas
data impiris, disamping data tersebut diperoleh secara sistematis.
2. Hubungan ilmu akhlak dan ilmu Tauhid
Hubungan antara ilmu akhlak dengan Ilmu Tauhid merupakan
hubungan yang bersifat berdekatan, sebelum membahas lebih jauh apa
hubungan antara ilmu Akhlak dengan ilmu Tauhid terlebih dahulu kita
mengingat kembali apa pengertian ilmu akhlak dan ilmu tauhid.
Ilmu Tauhid pun sebagaimana dikemukakan Harun Nasution
adalah ilmu yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan,
sebagai salah satu sifat yang terpenting diantara sifat-sifat tuhan
lainnya.
Dan ilmu tauhid adalah ilmu usuludin, ilmu pokok-pokok agama,
yakni menyangkut aqidah dan keimanan, sedangkan akhlaq yang baik
menurut pandangan islam, harus berpijak pada keimanan. Iman tidak
cukup sekedar disimpan dalam hati, melainkan harus dilahirkan dalam
perbuatan yang nyata dan dalam bentuk amal saleh atau tingkah laku
yang baik.
Ilmu Tauhid merupakan ilmu yang membahas tentang bagaimana
cara mengesakan Tuhan. Hubungan Ilmu Akhlak dengan ilmu tauhid
ini sekurang-kurangnya dapat dilihat melalui empat analisa sebagai
berikut :

7
a) Dilihat dari segi objek pembahasannya, Ilmu Tauhid sebagaimana
diuraikan di atas membahas masalah Tuhan baik dari segi dzat, sifat
dan perbuatan-Nya.
b) Dilihat dari segi fungsinya, Ilmu Tauhid menghendaki agar
seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal
rukun iman dengan dalil-dalilnya, tetapi yang terpenting adalah agar
orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subyek
yang terdapat dalam rukun iman itu. Misalnya jika seseorang
beriman kepada malaikat, maka yang dimaksudkan antara lain
adalah agar manusia meniru sifat-sifat yang terdapat pada malaikat,
seperti sifat jujur, amanah, tidak pernah durhaka dan patuh
melaksanakan segala yang diperintahkan Tuhan, percaya kepada
malaikat juga dimaksudkan agar manusia merasa diperhatikan dan
diawasi oleh para malaikat, sehingga ia tidak berani melanggar
larangan Tuhan. Dengan cara demikian percaya kepada malaikat
akan membawa kepada perbaikan akhlak yang mulia. Allah
berfirman dalam (QS. Al-Tahrim, 66: 6)[3].

ُ َ ‫علَ ْي َها َم ََل ِئكَةٌ ِغ‬


ُ ‫َل‬ َ ‫س َو ْال ِح َج‬
َ ُ ‫ارة‬ َ ُ‫َياأَيُّ َهاالَّذِينَآ َمنُواقُواأَنف‬
ً ‫سكُ ْم َوأ َ ْه ِليكُُ ْمن‬
ُ ‫َار َاوقُودُهَاالنَّا‬
َُ ‫صونَاللَّ َه َماأ َ َم َرهُ ْم َو َي ْف َعلُونَ َمايُؤْ َم ُر‬
‫ون‬ ُ ‫ظٌ ِشدَاد ٌََّّل َي ْع‬
artinya: (Malaikat-malaikat) itu tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka yang selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.
Dari uraian diatas dapat dilihat dengan jelas adanya hubungan
yang erat antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu Tauhid dengan
perbuatan baik yang dibahas dalam Ilmu Akhlak. Ilmu Tauhid
tampil dalam memberikan bahasan terhadap Ilmu Akhlak, dan Ilmu

8
Akhlak tampil memberikan penjabaran dan pengamalan dari Ilmu
Tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia tidak akan ada artinya dan
akhlak yang mulia tanpa Tauhid tidak akan kokoh. Selain itu
Tauhid memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi
terhadap arahan tersebut. Disinilah letaknya hubungan yang erat
dan dekat antara Tauhid dan Akhlak
c) Dilihat dari erat kaitannya antara iman dan amal shalih. Dapat
diuraikan kalau suatu keimanan dalam tauhid sangat erat dengan
perbuatan baik dalam ilmu akhlak. Dimana Ilmu Tauhid sebagai
landasannya, sedangkan ilmu Akhlak memberikan penjabaran dan
pengalaman dari Ilmu Tauhid. Tauhid tanpa akhlak mulia tidak aka
nada artinya, dan sebaliknya pula akhlak mulia tanpa tauhid tidak
akan kokoh. Hubungan antara tauhid dan akhlak tercermin dalam
hadist Rasulullah saw. Yang artinya :
“Orang mu’min yang sempurna imannya ialah yang terbaik
budi pekertinya” (H.R Tirmidzi)t
Menurut Ibn Maskawih akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sedangkan ilmu
tauhid adalah ilmu yang membahas tentang cara-cara mengesakan
Tuhan sebagai salah satu sifat yang terpenting diantara sifat tuhan
lainnya. Ilmu Tauhid dengan segala nama lainnya (Ushul al-Din,
al’Aqaid), ilmu ini sangatlah penting yang tidak boleh dibuka atau
dilepaskan begitu saja karena bahaya nya sangat besar bagi kehidupan
manusia. Selain itu ilmu tauhid juga disebut ilmu Kalam. Dalam ilmu
ini menimbulkan pertengahan yang cukup keras dalam umat islam.
Sebagian berpendapat kalam Tuhan itu adalah makhluk. Sebagian
berpendapat kalam Tuhan adalah qadim.

9
3. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tasawuf
Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang
berdekatan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan
horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan
komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi
dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf
mementingkan akhlak. Pengertian Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang
dengannya dapat diketahui hal-hal yang terkait dengan kebaikan dan
keburukan jiwa. Tujuan ilmu tasawuf adalah untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang
tercela, dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan
demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf, seseorang harus
terlebih dahulu berakhlak mulia.
Pada dasarnya bertasawuf adalah melakukan serangkaian ibadah
seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya.
Para ahli ilmu tasawuf membagi tasawuf menjadi tiga bagian,
yaitu tasawuf falsafi, tasawuf akhlaki dan tasawuf amali. Ketiga
macam ini mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mendekatkan diri
kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang
tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan
demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus
terlebih dahulu berakhlak mulia.
a) Tasawuf falsafi, Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran
tasawuf yang mengenal tuhan (Makrifat) dengan pendekatan rasio
(filsafat) hingga menuju ketingkat yang lebi tinggi, bukan hanya
mengenal tuhan saja (Makrifatullah) melainkan yang lebih tinggi
dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan
tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-

10
pemikiran filsafat. Dan tasawuf ini menggunakan pendekatan akal
pikiran, karena tasawuf ini menggunakan bahan kajian yang ada di
kalangan filosof seperti filsafat keTuhanan, manusia, hubungan
manusia dengan Tuhan dan sebagainya.
b) Tasawuf akhlaki, Secara etimologis, tasawuf akhlaki bermakna
membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan tingkah laku.
Jika konteksnya adalah manusia, tingkah laku manusia menjadi
sasarannya. Tasawuf akhlaki ini bisa dipandang sebagai sebuah
tatanan dasar untuk menjaga akhlak manusia, atau dalam bahasa
sosialnya, yaitu moralitas masyarakat. 0leh karena itu, tasawuf
akhlaki merupakan kajian ilmu yang sangat memerlukan praktik
untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai sebuah
pengetahuan, tetapi harus di lakukan dengan aktifitas manusia.
menggunakan pendekatan takhali (mengosongkan diri dari akhlak
yang buruk), tahalli (menghiasi dengan akhlak terpuji) dan tajali
(terbukanya dinding/hijab yang membatasi manusia dengan tuhan)
sehingga nur Illahi Nampak jelas padanya
c) Tasawuf amali, Tasawuf amali merupakan kelanjutan dari tasawuf
akhlaki. Jika tasawuf akhlaki berfokus pada pensucian jiwa, tasawuf
amali lebih menekankan terhadap cara-cara mendekatkan diri
kepada Allah SWT, baik melalui amalan lahiririah maupun batiniah.
Dan tasawuf ini menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid,
yang kemudian bersifat terikat. Dengan mengamalkan dari salah
satu tasawuf ini dengan sendirinya manusia akan berakhlak mulia
dengan penuh kesadaran, sengaja, pilihan sendiri dan bukan
terpaksa.
Jadi ilmu tasawuf adalah ilmu yang membahas tentang cara-cara
seseorang mendekatkan dirinya kepada Allah. Definisi lain tentang

11
tasawuf adalah mengambil jalan hidup secara zuhud (al-zuhd), yakni
menjauhkan diri dari gemerlapnya dunia dengan segala bentuknya,
disertai dengan pelaksanaan berbagai bentuk ibadah kepada Allah.
Dan hubungan antara ilmu akhlak dan ilmu tasawuf dalam islam
ialah, bahwa akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan
tasawuf adalah esensi dari akhlak itu sendiri.

ُ‫ُو‬ ْ ‫ُو‬
ْ ‫ُاليَ ْو َم‬
َ ‫ُاْل ِخ َر‬ َ ‫يُ َرسُو ِلُهللاُِأُس َْوةٌُ َح‬
َ َ‫سنَةٌُ ِل َم ْنُكانَ ُيَ ْر ُجواُهللا‬ ُ ‫لَقَدُْكانَ ُلَكُ ْمُف‬
ً ‫هللاُكَثيرُا‬
َ ُ‫ذَك ََر‬
Sesungguhnya adalah bagi kamu pada Rasulullah itu teladan yang
baik; Bagi barangsiapa yang mengharapkan Allah dan Hari Kemudian
dan yang banyak ingat kepada Allah. ( Ayat 21 ).
4. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Hukum
Pengertian hukum islam atau hukum syara’ menurut ulama ushul ialah
doktrin (kitab) syari’ yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang
mukallaf yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf
secara perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan
(taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek yang
dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan seperti wajib, haram,
mubah.
Hukum islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah
yang wajib diturui (ditaati) oleh seorang muslim. Dan didalam nya
termuat ilmu akhlak.
Sebagaimana hubungannya dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu hukum
islam dengan ilmu akhlak memiliki hubungan yang saling terkait.
Memang secara sederhana, kalau dilihat dari aspek objek kajian
terkesan tidak memiliki hubungan yang bertautan erat, karena ilmu

12
akhlak mengkaji tentang baik dan buruk, sedangkan hukum islam
mengkaji tentang boleh atau tidak boleh (dalam arti sempit, halal atau
buruk).
Pokok pembicaraan dua ilmu ini ialah perbuatan manusia, dan
tujuan keduanya hampir sama, yaitu mengatur perbuatan manusia
untuk kebahagiaan mereka. Akan tetapi lingkungan Ilmu Akhlak lebih
luas. Akhlak memerintahkan berbuat apa yang berguna dan melarang
berbuat segala apa yang mudlarat, dengan ilmu hukum tidak demikian,
karena banyak perbuatan yang terang berguna tidak diperintahkan oleh
ilmu hukum, seperti berbuat baik kepada fakir miskin dan perlakuan
baik antara suami istri. Demikian juga beberapa perbuatan yang
mendatangkan kemudlaratan tidak dicegah oleh ilmu hukum,
umpamanya dusta dan dengki, Ilmu hukum tidak menyampuri urusan
ini, karena ilmu hukum tidak perintah dan tidak melarang, kecuali
apabila dapat menjatuhi hukuman kepada orang yang menyalahi
perintah dan larangannya.
Pembicaraan mengenai hubungan akhlak dengan hukum adalah
perbuatan manusia. Dimana perbuatan itu merupakan cerminan baik
dan buruknya hidup kita di dunia dan di akhirat. Tujuannya mengatur
hubungan manusia untuk kebahagiannya dalam hidup. Hubungan
antara akhlak dengan hukum yaitu di mana akhlak dapat mendorong
manusia untuk tidak berfikir melakukan suatu perbuatan yang merujuk
kepada keburukan, tidak mengkhayal yang tidak berguna dan tidak ada
faidahnya. Sedangkan hukum dapat menjaga hak milik manusia
melanggar apa yang tidak boleh dikerjakan.
Hukum dibuat untuk membawa hidup ini menuju kebaikan, baik
itu kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat. Hukum membawa kita
dalam kebaikan dunia dimana kita tidak melakukan pelanggaran

13
apapun dan perbuatan baik juga patuh terhadap hukum yang kita
lakukan tersebut membuat hidup aman dan tenteram. Sedangkan
hukum membawa kita dalam kebaikan akhirat yaitu berbuat baik kita
bisa mendapat pahala dan ridho Allah juga balasan surge, apabila kita
melakukan perbuatan buruk maka balasan dari perbuatan buruklah
yang akan dating kepadanya.
Perbedaan lainnya ialah bahwa ilmu hukum melihat segala
perbuatan dari jurusan buah dan akibatnya yang lahir, sedangkan
akhlak menyelami gerak jiwa manusia yang batin (walaupun tidak
menimbulkan perbuatan lahir) dan juga menyelidiki perbuatan yang
akhir.
5. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menyelidiki
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan
pikiran. Filsafat melakukan penyelidikan segala sesuatu yang ada
secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya.
Dan sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu filsafat adalah suatu
upaya berpikir mendalam, radikal, sampai ke akar-akarnya, universal
dan tematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai
segala sesuatu. Didalam filsafat segala sesuatu dibahas untuk
ditemukan hakikatnya.
Diantara filsafat obyek pemikiran filsafat yang erat kaitannya
dengan ilmu Akhlak adalah tentang manusia. Para filosof Muslim
seperti Ibn sina (980-1037 M.) dan al-gazali (1059-1111 M) memiliki
pemikiran tentang manusia sebagaimana terlihat dalam pemikirannya
tentang jiwa.

14
a) Menurut Ibnu Sina
Ibnu sina misalnya, mengatakan bahwa jika manusia
merupakan suatu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud
terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada
badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir di dunia ini.
Sesungguhnya jiwa manusia tak mempunyai fungsi-fungsi fisik, dan
dengan demikian tak berhajat pada badan, namun untuk menjalanan
tugasnya sebagai daya yang berpikir, jiwa masih berhajat pada
badan. Karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong
jiwa manusia untuk berfikir.
Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibn sina
merupakan petunjuk bahwa dalam pemikiran filsafat terdapat
bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut
menjadi konsep Ilmu Akhlak.
b) Menurut al-ghazali
Dalam hal ini, Al Ghazali membagi umat manusia menjadi tiga
golongan:
1) Pertama, kaum Awam, yang berfikirnya sederhana sekali.
2) Kedua, kaum pilihan, yang akalnya tajam dan berfikir secara
mendalam.
3) Ketiga, kaum penengkar.
Kaun awam dengan daya akalnya yang sederhana sekali tidak
dapat menangkap hakikat-hakikat. Golongan ini harus dihadapi
dengan sikap member nasihat dan petunjuk. Kaum pilihan yang
daya akalnya kuat dan mendalam harus dihadapi dengan sikap
menjelaskan hikmat-hikmat, sedangkan kaum penengkar yaitu
dengan sikap mematahkan argument-argumen.

15
Pemikiran al-ghazali ini memberikan petunjuk adanya
perbedaan cara pendekatan dalam menghadapi seseorang sesuai
dengan tingkat dan daya tangkapnya. Pemikiran yang demikian
akan membantu dalam merumuskan metode dan pendekatan yang
tepat dalam mengajarkan akhlak.
c) Menurut Ibnu Khaldun
Pemikiran tentang manusia dapat pula kita jumpai pada Ibn
khaldum. Dalam melihat manusia ibnu khaldun mendasarkan diri
pada asumsi-asumsi kemanusiaan yang sebelumnya lewat
pengetahuan yang ia peroleh dalam ajaran islam. Ia melihat manusia
sebagai makhluk berfikir. Oleh karena iu manusia mampu
melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam pemikiran Ibn khaldun tampak bahwa manusia adalah
makhluk budaya yang kesempurnaanya baru akan terwujud
manakala ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ia
menunjukkan tentang perlunya pembinaan manusia, termasuk
dalam pembinaan manusia dalam pembinaan akhlaknya.
Filsafat memiliki bidang-bidang kajiannya mencakup berbagai
disiplin ilmu antara lain :
1) Metafisika : penyelidikan dibalik alam yang nyata
2) Kosmologia : penyelidikan tentang alam (filsafat alam)
3) Logika : pembahasan tentang cara berfikir cepat dan tepat
4) Etika : pembahasan tentang tingkah laku manusia
5) Theodicea : ketuhanan tentang ketuhanan
6) Antropologia : pembahasan tentang manusia.
Dengan demikian, jelaslah bahwa etik atau akhlak termasuk
salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada
mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu tersebut kian

16
meluas dan berkembang akhirnya membentuk disiplin ilmu
tersendiri dan terlepas dari filsafat.
6. Hubungan Ilmu Akhak dengan ilmu pendidikan
Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga setiap ajaran
yang ada dalam islam memiliki dasar pemikiran, begitu pula dengan
pendidikan akhlak. Adapun yang menjadi dasar pendidikan akhlak
adalah al-Qur’an an al-Hadis, dengan kata lain dasar-dasar yang lain
senantiasa dikembalikan kepada al-Qur’an dan al-hadis.
Ilmu pendidikan sebagai dijumpai dalam berbagai literatur banyak
berbicara mengenai berbagai aspek yang ada hubungannya dengan
tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain dibahas
tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran (kurikulum),
guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses
belajar-mengajar, dan lain sebagainya.
Semua aspek pendidikan ditujukan pada tercapainya tujuan
pendidikan ini dalam pandangan islam banyak berhubungan dengan
kualitas manusia yang berakhlak. Ahmad D. Marimba misalnya
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan
hidup seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung
implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya.
Sementara itu Mohd. Athiyah al-Abrasyi, mengatakan bahwa
pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan islam, dan islam
telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah
jiwa pendidikan islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah
tujuan sebenarnya dari pendidikan.
Selanjutnya al-attas mengatakan bahwa tujuan pendidikan islam
adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul fatah jalal mengatakan

17
bahwa tujuan umum pendidikan islam adalah terwujudnya manusia
sebagai hamba Allah.
Jika rumusan dari tujuan pendidikan islam itu dihubungkan antara
satu dengan lainnya. Maka dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan
islam adalah terbentuknya seorang hamba Allah yang patut dan tunduk
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,
serta memiliki sifat-sifat dan akhlak yang mulia. Rumusan ini
menggambarkan bahwa antara pendidikan islam dan ilmu Akhlak
teryata sangat berkaitan erat. Pendidikan islam merupakan sarana yang
mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.
Dan hakikat pendidikan adalah menyiapkan dan mendampingi
seseorang agar memperoleh kemajuan dalam menjalani
kesempurnaan. Kebutuhan manusia terhadap pendidikan beragama
seiring dengan beragamnya kebutuhan manusia. Ia membutuhkan
pendidikan fisik untuk menjaga kesehatan fisiknya, ia membutuhkan
pendidikan akal agar jalan pikirannya sehat, ia membutuhkan
pendidikan sosial agar membawanya mampu bersosialisasi, ia
membutuhkan pendidikan islam untuk membimbing roh nya menuju
Allah, ia membutuhkan pendidikan akhlak agar perilakunya seirama
dengan akhlak yang baik.
Pendidikan akhlak merupakan benang perekat yang merajut semua
jenis pendidikan diatas dengan kata lain, semua jenis pendidikan diatas
harus tunduk pada kaidah-kaidah akhlak.

18
KESIMPULAN
Dari kesimpulan diatas adalah Akhlak merupakan tabiat atau sifat
seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa
tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan
lagi. Dan hubungan akhlak dengan ilmu tasawuf, tauhid, psikologi,
pendidikan,filsafat dan hukum adalah untuk mengetahui apakah keadaan
rohani dan jasmani baik individu maupun masyarakat tertentu baik atau
buruk.

19
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. Etika (ilmu Akhlak). Jakarta: PT Bulan Bintang, 2013.


Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung; CV Pustaka setia, 2010.
Ar. Zahrudin, Hasanudin Sinaga. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.2004.
As. Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Press.1992.
Hidayatulloh Syarief Furqon, Pendidikan Agama Islam. Bogor: IPB Press,
2012.
Mustofa, Ahmad. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 1997.
Riyadi, Hendar. Tauhid ilmu, Bandung : Nuansa, 2008.
Suhayib. Studi Akhlak, Jogjakarta: Kalimedia, 2016.

20

Anda mungkin juga menyukai