Anda di halaman 1dari 8

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PARIWISATA

KEBIJAKAN PARIWISATA DI INDONESIA SEJAK ERA ORDE


BARU SAMPAI ERA REFORMASI

DISUSUN OLEH:
Wahyu Adrianto 1611411008

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV PARIWISATA


FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
Kebijakan pembangunan kepariwisataan sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945
sampai sekarang telah mengalami perubahan. Perubahan seiring dengan perubahan
kondisi sosial politik dan ekonomi di Indonesia maupun dunia. Walaupun terjadi
perbedaan dan perubahan pemerintahan, namun pada dasarnya kebijakan
pembangunan kepariwisataan terutama ditujukan untuk meningkatkan jumlah orang
yang melakukan perjalananan wisata

1. Kebijakan pariwisata pada masa Orde Baru (Presiden Soeharto)


Di masa Orde Baru pembangunan pariwisata mulai mendapat perhatian pemerintah
yang ditandai dengan dituangkannya kebijakan pembangunan kepariwisatan di dalam
Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertama yang dimulai tahun 1967/68 dan
berakhir pada tahun 1998/99. Pembangungan Jangka Panjang tersebut kemudian
dijabarkan ke dalam rencana lima tahunan yang dikenal dengan Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita Pertama – Repelita Keenam)

a. Kebijakan pembangunan kepariwisataan dalam Repelita Pertama (1969/70 –


1973/74), peranan Pemerintah dalam mendukung pembangunan
kepariwisataan dipusatkan pada pengembangan prasa rana obyek pariwisata,
dan pelayanan yang bersifat umum, selebihnya diserahkan pengusahaannya
kepada sektor swasta
b. Kebijakan pembangunan kepariwisataan dalam Repelita Kedua (1974/75 –
1978/79) ditujukan untuk memperken alkan kebudayaan, keindahan alam dan
kepribadian Indonesia kepada masyarakat wisatawan, dan sekaligus membantu
meningkatkan pendapatan masyarakat dan membuka kesempatan bagi
wisatawan dalam negeri untuk mengenal tanah airnya sendiri.
c. Pembangunan kepariwisataan dalam Repelita Ketiga (1979/80 – 1983/84)
ditujukan untuk meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja
dan memperkenalkan keb udayaan bangsa dengan tetap berupaya melestarikan
keindahan alam dan keunikan budaya yang merupakan daya tarik wisata dan
difokuskan pada 5 (lima) kegiatan pokok, yaitu kegiatankegiatan: (1) promosi
pariwisata luar negeri yang akan lebih diintensifkan langsung ke negara-negara
asal yang mempunyai potensi pasar; (2) Pengembangan pariwisata dalam
negeri yang bertujuan untuk memperkecil mengalirnya devisa ke luar negeri,
mendorong industri dalam negeri serta menciptakan kesempatan kerja bagi
masyarakat; (3) Penataan dan peningkatan obyek wisata akan terus dilakukan
sesuai dengan Rencana Induk Kepariwisataan Nasional; (4) Peningkatan
pelayanan wisata melalui upaya pemberian kemudahan kepada wisatawan yang
datang selama berada dan pada waktu meninggalkan Indonesia. Untuk itu akan
dilakukan berbagai perbaikan dalam pelayanan kepada wisatawan, meliputi
penyederhanaan dalam memperoleh visa, seperti pemberian visa pada waktu
tiba (visa on arrival); memperluas pusat penerangan pariwisata; meningkatkan
pelayanan sarana angkutan (penerbangan, kereta api, bis dan lain-lain);
meningkatkan pelayanan hotel dan biro perjalanan; meningkatkan kemampuan
personal yang melayani wisata, seperti pramuwisata, juru penerang dan
penterjemah; (5) Kegiatan Penunjang Pariwisata yang meliputi upaya untuk (i)
meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan pariwisata melalui
pembangunan Institut Pariwisata Nasional dan pembinaan lembaga pendidikan
pariwisata swasta; (ii) menyusun undangundang kepariwisataan nasion al serta
peraturanperaturan pelaksanaannya; (iii) Memberikan bimbingan dan
penataran kepada para pengusaha biro perjalanan, pengu saha restoran,
pengusaha hotel, dan pramuwisata.
d. Kebijakan pembangunan kepariwisataan dalam Repelita Keempat (1984/85 –
1988/89) diarahkan pada pengembangan beberapa kawasan wisata terutama
untuk wisata resort baik resort di kawasan pantai (termasuk Tirta), kawasan
pegunungan maupun resort di kawasan wisata budaya. Disamping itu juga akan
dikembangkan Taman wisata dan hiburan yang potensial.
e. Kebijakan pembangunan kepariwisataan dalam Repelita Kelima (1989/90 –
1994/95) diarahkan pada upaya memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa,
memperkenalkan kekayaan dan keunikan budaya, keindahan alam termasuk
alam bahari, serta menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa
dalam rangka lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional di samping
untuk mendorong peningkatan kegiatan perekonomian nasional.
f. Repelita keenam (1993/94 – 1998/99) yang merupakan tahapan pertama
Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Kedua, ditetapkan dengan Ketetapan
MPR-RI No. II/MPR/1993 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993 –
1998. Sejalan dengan amanah GBHN 1993, secara umum kebijakan
pembangunan kepariwisataan terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk
memperbesar penerimaan devisa, memperluas dan memeratakan kesempatan
usaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperkaya kebudayaan nasional
dengan tetap mempertahankan kepribadian bangsa dan tetap terpeliharanya
nilai-nilai agama, mempererat persahabatan antarbangsa, memupuk cinta tanah
air, serta memperhatikan kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup.

Periode tahun 1969 merupakan masa yang penuh gejolak politik bagi pemerintahan
Orde Baru. Hal tersebut dikarenakan sedang melakukan penataan politik nasional.
Namun, pemerintah pada saat itu tetap memperhatikan sektor pariwisata. Menurut
Kodhyat (1996) dinyatakan bahwa pada tanggal 22 Maret 1969, telah dikeluarkan
Keputusan Presiden RI No. 30 Tahun 1969, tentang Pengembangan Kepariwisataan
Nasional. Selain itu, pada tanggal 6 Agustus 1969, berdasarkan Instruksi Presiden
(Inpres) No. 9 Tahun 1969 dibentuk Badan Pengembangan Pariwisata Nasional
(Bapparnas) untuk menjamin pembinaan pengembangan pariwisata secara efektif dan
kontinyu baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Badan yang
beranggotakan pemerintah dan swasta tersebut bertugas membantu Menteri
Perhubungan dengan tetap bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pariwisata.
2. Kebijakan pariwisata era reformasi sampai sekarang (Era reformasi.
Presiden B. J. Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno Putri,
Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo)

Pasca jatuhnya rezim Orde Baru, Indonesia memasuki masa yang disebut dengan
masa reformasi. Reformasi tersebut dipicu oleh gejolak ekonomi dan politik yang
menerpa Indonesia. Pada masa reformasi, situasi dalam negeri menjadi tidak kondusif.
Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap penurunan wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Indonesia. Empat tahun pertama masa Reformasi dikenal dengan masa
transisi. Dalam masa tersebut kebijakan perencaaan pembangunan kepariwisataan
mengacu pada Program Pembangunan Nasional Lima Tahun. Sesuai dengan amanah
GBHN 1999 – 2004, arah kebijakan pembangunan nasional dituangkan dalam
Program Pembangunan Nasional Lima Tahun (Propenas) yang ditetapkan oleh
Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Undang-Undang Republik
Indonesia No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas)
tahun 2000 – 2004.

Propenas tersebut selanjutnya dirinci ke dalam Rencana Pembangunan Tahunan


(Repeta) yang memuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang ditetapkan oleh
Presiden bersama DPR. Disebutkan pula bahwa pariwisata merupakam sektor
pendukung pembangunan ekonomi. Kebijakan pariwisata dalam Propenas diarahkan
untuk Peningkatan Daya Saing Pariwisata. Prioritas utama kebijakan pariwisata adalah
mengembalikan citra pariwisata Indonesia pasca bom Bali pada 2002 dan 2005 yang
menyebabkan penurunan drastis kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Pengembalian citra Indonesia sebagai Negara yang aman dan ramah kepada wisatawan
sangat penting untuk menarik minat wisatawan mancanegara. Selanjutnya, dikeluarkan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional yang mengamanahkan untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka
Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Kemudian ditetapkan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Pertama (2004-
2009) pengembangan pariwisata dilakukan melalui 3 (tiga) program pembangunan,
yaitu:

1. Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata. Program ini ditujukan untuk


menciptakan promosi pariwisata yang efektif.
2. Program Pengembangan Destinasi Pariwisata. Ditujukan untuk meningkatkan
pengelolaan destinasi pariwisata.
3. Program Pengembangan Kemitraan. Program ini bertujuan untuk
mengembangkan dan memperkuat jaringan kerjasama.

Berikutnya, RPJMN Kedua ditetapkan dengan Peraturan Presiden Republik


Indonesia No. 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010 – 2014. Fokus pengembangan kepariwisataan pada tahap ini
adalah untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan
domestik. Pemerintah pada masa itu menargetkan peningkatan sebesar 20% yang akan
dicapai secara bertahap selama 5 tahun. Upaya yang dilakukan adalah dengan
memperbaiki sarana dan prasaran serta meningkatkan mutu pelayanan dan hospitality
management yang kompetitif di Asia Tenggara.

Kebijakan pembangunan kepariwisataan masa reformasi difokuskan untuk


mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteran rakyat. Dalam
pengembangan kepariwisataan tersebut tetap memperhatikan asas manfaat,
kelestarian dan partisipasi masyarakat serta berpegang pada prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dan good governance. Promosi pariwisata kreatif dengan
berbagai media juga gencar dilakukan. Tagline “Pesona Indonesia” atau “Wonderful
Indonesia” gencar dipromosikan ke seluruh penjuru dunia. Peningkatan kunjungan
wisatawan internasional tentu akan meningkatkan kemajuan industri pariwisata yang
pasti berpengaruh terhadap terbukanya lapangan perkerjaan di sektor pariwisata
tersebut yang tentu sangat berpengaruh bagi perekonomian masyarakat dan devisa
negara.
Dalam kebijakan ketiga sampai dengan sekarang, pemerintah masih belum
dapat menghilangkan unsur ekonomi dalam fungsi kepariwisataan bahkan dapat
mengakibatkan kekaburan batasan-batasan kebijakan itu sendiri yang akan
mempengaruhi praktik-praktik dalam kegiatan pariwisata di kemudian hari. Seperti
lebih dominannya motif budaya dibandingkan motif ekonomi, proposionalnya motif
budya dan ekonomi, lebih dominannya motif ekonomi dibandingkan budaya, atau
bahkan motif ekonomi akan menyebabkan kembalinya eksploitasi budaya.
Daftar Pustaka
1. “anonim”. 2018. KEBIJAKAN PARIWISATA MASA REFORMASI.
http://inezwhy.blogspot.com/2018/01/kebijakan-pariwisata-masa-
reformasi.html
2. Kasih Cakaputra Komsary. 2016. DINAMIKA KEPARIWISATAAN
INDONESIA. https://tourism.binus.ac.id/2016/08/09/dinamika-
kepariwisataan-indonesia/
3. Deka Nirmalasari. 2013. Perkembangan Pariwisata di Indonesia pada Masa
Orde Baru. http://dekanirmala.blogspot.com/2013/04/perkembangan-
pariwisata-di-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai