Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“Konstitusi Di Indonesia”

Disusun oleh :

QISTHI INTAN NIZAMI (17501241001)


ANGELIA AYU CHANDRA (17501241006)
RUDI ALAM FORMAS (17501241014)
RIKI BAYU PRASETYO (17501241019)
AZMIE AGE ILMAWAN (17501241035)

KELAS A

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala rahmat dan hidayah-
Nya. Segala pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah SWT. Tuhan seru sekalian
alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta petunjuk-Nya yang sungguh tiada terkira
besarnya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan yang penyusun buat tentang
“KONSTITUSI DI INDONESIA”.

Dalam penyusunan laporan ini, penyusun mendapat banyak bantuan dari


berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan rasa berterimakasih yang
sebesar-besarnya kepada mereka, kedua orang tua dan segenap keluarga besar penyusun
yang telah memberikan dukungan, moril, dan kepercayaan yang sangat berarti bagi
penyusun.

Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan semoga semua ini
bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan tuntunan kearah yang
lebih baik lagi. Penyusun tentunya berharap isi makalah ini tidak meninggalkan celah,
berupa kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan akan selalu tersisa kekurangan
yang tidak disadari oleh penyusun.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
laporan ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penyusun mengharapkan agar
makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Yogyakarta,25Oktober 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Konstitusi (constituante) atau Undang-undang Dasar atau disingkat UUD dalam
negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan
negara—biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Hukum ini tidak mengatur
hal-hal yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi
dasar bagi peraturan-peraturan lainnya.
Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi
oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya memiliki kedaulatan. Negara juga
merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi
semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent. Syarat primer
sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan
yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara
lain.
Dalam kasus bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip
entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan
konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum
termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan
negara pada umumnya, Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada
warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang
mendefinisikan fungsi pemerintahan negara.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, dan membahas mengenai konstitusi negara Indonesia. Mengenai
pengertian konstitusi, sejarah konstitusi, perubahan konstitusi pasca amandemen UUD
1945, dan tata urutan perundang-undangan. Dimana semua mengandung substansi yang
sangat penting bagi negara Indonesia.

2. Rumusan Masalah
1. Apa itu konstitusi negara?
2. Bagaimana sejarah perubahan dan isi konstitusi?
3. Apa saja fungsi dari konstitusi?
4. Unsur-unsur konstitusi dan isi konstitusi
3. Tujuan Masalah
1. Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2. Memahami tentang apa itu konstitusi negara
3. Memahami sejarah perkembangan konstitusi
4. Memahami tentang isi konstitusi negara
5. Memahami tentang unsur-unsur konstitusi
4. Manfaat
1. Menambah Wawasan Bagi Pembaca
2. Menambah Pengetahuan Pembaca Tentang Konstitusi Negara
3. Diharapkan Setelah Membaca Makalah Ini Pembaca Dapat Menelaah
dan Mengambil Sisi Positif Dalam Kehidupan Sehari hari
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengeritian Konstitusi Negara
Kata konstitusi secara literal berasal dari bahasa Prancis “constituir”, yang
berarti membentuk. Dalam konteks ketatanegaraan, konstitusi dimaksudkan dengan
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan sebuah negara. Konstitusi
juga bisa berarati peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan Negara.
Menurut Chairil Anwar, konstitusi adalah “fundamental laws”, tentang
pemerintahan suatu negara dan nilai-nilai fundamentalnya. Sementara menurut Sri
Soemantri, konstitusi berarti suatu naskah yang memuat suatu bangunan negara dan
sendi-sendi sistem pemerintahan negara. Sedangkan menurut E.C.W Wade,
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan konstitusi adalah naskah yang memaparkan
rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut.
Berdasarkan atas beberapa pengertian tersebut konstitusi negara adalah sebuah
aturan-aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk
berdirinya sebuah negara. Nilai-nilai fundamental dari konstitusi tersebut di Indonesia
termuat dalam Pembukaan dan Pasal 1 UUD NKRI 1945, yang keberadaannya menjadi
asas utama dalam Hukum Tata Negara Indonesia, yaitu: Asas Pancasila, Asas Negara
Kesatuan, Asas Negara Kedaulatan dan Demokrasi, Asas Negara Hukum, Asas
Permisahan Kekuasaan dan Cheek and Balance, sertaAsas Negara Kesejahteraan,
sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD RI 1945 sebagai tujuan negara.
Konstitusi sebagai hukum tertinggi suatu negara yang mengatur
penyelenggaraan kekuasaan negara dan sebagai jaminan atas hak-hak warga negara,
konstitusi memuat beberapa ketentuan pokok sebagai berikut : organisasi negara, hak-
hak asasi manusia dan kewajibannya, prosedur mengubah konstitusi, konstitusi yang
juga dapat dipahami sebagai bagian dari social contract (kontrak sosial) yang memuat
aturan main dalam berbangsa dan bernegara, menurut Sovernin Lohman harus memuat
unsur-unsur sebagai berikut: konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian
masyarakat (kontrak sosial), Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi
manusia dan warga negara sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga
negara dan alat-alat pemerintahannya, Konstitusi sebagai “forma regimenis” yaitu
kerangka bangunan pemerintahan.
B. Sejarah Perubahan dan Isi Konstitusi Negara
Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008/2009) negara
Indonesia pernah mempergunakan tiga macam konstitusi/UUD dengan periodesasinya
sebagai berikut :

NO PERIODE KONSTITUSI/UUD
1 18 – 08 – 1945 s/d UUD 1945
27 – 12 – 1949
2 27 – 12 – 1949 s/d Konstitusi RIS 1949
17 – 08 – 1950
3 17 – 08 – 1950 s/d UUDS 1950
05 – 07 – 1959
4 05 – 07 – 1959 s/d UUD 1945
19 – 10 – 1999
5 19 – 10 – 1999 s/d UUD 1945 (Hasil Amandemen)
Sekarang
Dengan demikian di Indonesia telah pernah dipergunakan tiga jenis konstitusi/UUD
dalam lima periode.
1. Periode Pertama (18 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949)
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara RI belum
memiliki konstitusi/UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945,
PPKI mengadakan siding pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan
UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Pada saat itu UUD 1945 belum ditetapkan
oleh MPR sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, sebab pada saat itu MPR
belum terbentuk dan PPKI dianggap sebagai badan resmi yang mewakili seluruh bangsa
Indonesia.
Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai penjelasannya yang
dimuat dalam Berita Negara RI No. 7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga
bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan. Batang Tubuh terdiri dari 16
bab yang terbagi dalam 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan
Tambahan.
Bagaimana sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 pada saat itu ? Terutama
mengenai bentuk negara, kedaulatan dan sistem pemerintahan dapat dikemukakan
sebagai berikut :
Bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan,
“Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai negara
kesatuan, maka di negara RI hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara, yakni di
tangan Pemerintah Pusat. Di sini tidak ada pemerintah negara bagian sebagaimana yang
berlaku di negara yang berbentuk negara serikat (federasi). Sebagai negara yang
berbentuk republic, maka kepala negara dijabat oleh Presiden yang diangkat melalui
suatu pemilihan, bukan berdasarkan keturunan seperti di kerajaan.
Kedaulatan negara diatur dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan,
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Atas dasar
itu, maka kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sedangkan kedudukan
lembaga-lembaga tinggi negara yang lain berada di bawah MPR.
Sistem pemerintahan negara diatur dalam pasal 4 ayat (1) yang berbunyi,
“Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD”. Pasal ini
menunjukkan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam sistem
ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-
menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang
bertanggung-jawab kepada presiden, bukan kepada DPR.
Perlu diketahui lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi negara menurut UUD
1945 (sebelum amandemen) adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA).
2. Periode Kedua (27 Desember 1949 s/d 17 Agustus 1950)
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak
Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecah
belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara-negara “boneka” seperti Negara
Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di
dalam Negara RI.
Bahkan kemudian Belanda melancarkan agresi atau pendudukan terhadap ibu
kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947 dan Agresi
Militer II atas kota Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948, sehingga
mengakibatkan timbulnya Perang Kemerdekaan pertama dan kedua.
Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RI, lalu Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB)
di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini
dihadiri oleh wakil-wakil dari RI, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu
gabungan negara-negara boneka bentukan Belanda), dan Belanda serta sebuah Komisi
PBB untuk Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu :
a. Didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat.
b. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.
c. Didirikan Uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat
mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah
UUD/Konstitusi RIS, yang rancangannya dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO
pada KMB.
Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai tanggal
27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi RIS.
Konstitusi ini terdiri dari Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6
bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.
Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang
berbunyi, “RIS yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan
berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat/federasi, maka di dalam
RIS terdapat beberapa negara bagian, yang masing-masing memiliki kekuasaan
pemerintahan di wilayah negara bagiannya. Negara-negara bagian itu adalah : negara
RI, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera
Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu :
Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar,
Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya
untuk negara bagian RI yang wilayahnya meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota
di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa itu adalah sistem
parlementer, sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat (1) dan (2) Konstitusi RIS. Pada
ayat (1) ditegaskan bahwa, “Presiden tidak dapat diganggu gugat”. Artinya, Presiden
tidak dapat dimintai pertanggung-jawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab,
Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan.
Kalau demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung-jawab atas tugas
pemerintahan ?
Pada ayat (2) ditegaskan bahwa, “Menteri-menteri bertanggung-jawab atas
seluruh kebijakan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-
masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Dengan demikian, yang melaksanakan dan
mempertanggung-jawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menteri-menteri. Dalam
hal ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri.
Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung-jawab ? Dalam sistem
pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung-jawab kepada parlemen (DPR).
Perlu diketahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS adalah sebagai
berikut :
a. Presiden
b. Menteri-menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR/Parlemen)
e. Mahkamah Agung (MA)
f. Dewan Pengawas Keuangan (DPK)
3. Periode Ketiga (17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959)
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara-negara bagian dalam negara
RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu Negara RI, Negara Indonesia
Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST).
Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang
mewakili NIT dan NST dengan RI untuk kembali ke bentuk negara kesatuan.
Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei
1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan UUD negara
kesatuan, yakni dengan cara memasukkan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang
baik dari Konstitusi RIS.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No. 7
tahun 1950 tentang Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku
sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS
1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali NKRI. UUDS 1950 terdiri
dari Mukadimah dan Batang Tubuh yang meliputi 6 bab dan 146 pasal.
Mengenai bentuk negara kesatuan tersebut terdapat dalam pasal 1 ayat (1)
UUDS 1950 yang berbunyi, “RI yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum
yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer,
sebagaimana dinyatakan dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 bahwa, “Presiden dan
Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan,
“Menteri-menteri bertanggung-jawab atas seluruh kebijakan pemerintah, baik bersama-
sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal
ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijakan pemerintahan adalah menteri-
menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
Adapun lembaga-lembaga menurut UUDS 1950 adalah :
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Menteri-menteri
c. DPR
d. MA
e. DPK
Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara yang nampakm pada
rumusan pasal 134 bahwa, “Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama
dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD RI yang akan menggantikan
UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilu bulan Desember 1955 dan
diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung.
Sekalipun Konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun,
namun belum juga berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebabnya adalah
adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik yang ada di Konstituante
dan di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang
berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945, yang pada dasarnya saran tersebut dapat
diterima oleh para anggota Konstituante, tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda.
Karena tidak ada kata sepakat, akhirnya diadakanlah pemungutan suara. Namun setelah
tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden
tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.
Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada
tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang
isinya adalah :
a. Menetapkan pembubaran Konstituante.
b. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS
1950.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dengan DP 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan
konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan negara RI.
4. Periode Keempat (5 Juli 1959 s/d 19 Oktober 1999)
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli
1959 s/d 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran, bahkan terjadinya
beberapa penyimpangan. Oleh karena itu pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu
tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu Orde Lama (1959 – 1966) dan periode
Orde Baru (1966 – 1999).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan
sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, UUD 1945 belum dilaksanakan
secara murni dan konsekuen. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan
terpusat pada kekuasaan seorang Presiden (Soekarno) dan lemahnya control yang
seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Preiden.
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang
berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan dan kehidupan ekonomi semakin
memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI
yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI
memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966
(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya
keamanan, ketertiban dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan. Lahirnya
Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru (Soeharto).
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen. Apakah terwujud tekad tersebut ? Ternyata tidak.
Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum dan keadilan social ternyata masih
terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde
Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya control DPR.
Selain itu, kelemahan tersebut terletak pula pada UUD 1945 itu sendiri, yang
sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai
penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak
memperoleh tanggapan, bahkan pemerintah Orde Baru bertekad untuk mempertahankan
dan tidak merubah UUD 1945.
5. Periode Kelima (19 Oktober 1999 s/d Sekarang)
Pada tanggal 21 Mei 1998 merupakan momentum penting dalam
ketatanegaraan RI, dimana Presiden Soeharto turun dan diganti oleh Wakil Presiden,
Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie. Pergantian ini didasarkan pada pasal 8 UUD 1945 tentang
keadaan presiden dan wakil presiden RI berhalangan.
Peristiwa tanggal 21 Mei 1998 menyiratkan adanya tiga hal penting yang berkaitan
dengan ketatanegaraan RI, yaitu :
a. Terjadinya penggantian presiden.
b. Runtuhnya kekuasaan Orde Baru dan munculnye Orde Reformasi
c. Perlunya mengevaluasi mekanisme penyerahan kekuasaan dari presiden dan
wakil presiden yang diatur oleh Tap. MPR No. VII/MPR/1973.
Runtuhnya Orde Baru dan lengsernya Presiden Soeharto merupakan
keberhasilan gerakan reformasi yang dilakukan oleh mahasiswa yang didukung oleh
tokoh-tokoh reformasi. Oleh karena itu pada tanggal 21 Mei 1998 disebut sebagai awal
reformasi.
Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto
sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini UUD 1945 sudah mengalami empat
tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.
UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar, yang
menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan presiden
dan wakil presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintah daerah, dan ketentuan-
ketentuan yang rinci tentang HAM.
UUD 1945 hasil amandemen memang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya,
karena memang masa berlakunya belum lama dan masih dalam masa transisi. Namun
setidaknya, setelah perubahan ada beberapa praktek kenegaraan yang melibatkan rakyat
secara langsung, seperti dalam pemilihan Presiden, Wapres, Gubernur, Bupati dan
Walikota. Hal ini tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara
kita.
Perlu diketahui bahwa setelah perubahan UUD 1945 terdapat lembaga-lembaga
negara baru yang dibentuk serta ada pula yang dihapus seperti DPA. Adapun lembaga-
lembaga negara menurut UUD 1945 setelah amandemen adalah :
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. MPR
c. DPR
d. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
e. BPK
f. MA
g. Mahkamah Konstitusi (MK)
h. Komisi Yudisial (KY)
C. Fungsi Konstitusi dan Tujuan Konstitusi
Fungsi konstitusi
Pada dasarnya konstitusi ialah mengatur pembatasan kekuasaan dalam
negara. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Bagir Manan bahwa
konstitusi ialah sekelompok ketentuan yang mengatur organisasi negara dan
susunan pemerintahan suatu negara.
Keberadaan konstitusi tidak dapat dilepaskan dengan keberadaan negara.
Konstitusi ditempatkan pada posisi ter-atas yang menjadi pedoman untuk
jalanya sebuah negara dan mencapai tujuan bersama warga negara. Adapun
Fungsi konstitusi, baik tertulis maupun tidak tertulis adalah sebagai berikut
(Asshiddiqie, 2006:122):
1. Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara.
2. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.
3. Fungsi pengatur hubungan antar organ negara dengan warga negara.
4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara
atau pun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.
5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan
yang asli (yang dalam sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ
negara.
6. Fungsi simbolik sebagai pemersatu.
7. Fungsi simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan
kebangsaan.
8. Fungsi simbolik sebagai pusat upacara.
9. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat, baik dalam arti
sempit hanya dibidang politik maupun dalam arti luas yang
mencakup sosial dan ekonomi.
10. Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat
(social engineering dan social reform), baik dalam arti sempit atau
pun luas.
Tujuan konstitusi
Menurut para ahlinya seperti berikut:
- C.F Strong menyatakan bahwa pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah
untuk membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-
hak yang diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang
berdaulat. Oleh karena itu setiap konstitusi senantiasa memiliki dua tujuan,
yaitu:
1. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan
politik,
2. Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa
serta menetapkan batas-batas kekuasaan bagi penguasa.
Konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi proses-proses
kekuasaan. Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya
kekuasaan dengan jalan membatasinya melalui aturan untuk menghindari
terjadinya kesewenangan yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya serta
memberikan arahan kepada penguasa untuk mewujudkan tujuan Negara.
Jadi, pada hakikatnya konstitusi Indonesia bertujuan sebagai alat untuk
mencapai tujuan negara dengan berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila
sebagai dasar negara.
- Sovernin Lohman menjelaskan bahwa dalam konstitusi harus memuat unsur-
unsur sebagai berikut:
1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak
sosial), artinya bahwa konstitusi merupakan konklusi dari kesepakatan
masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur
mereka;
2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan
warga negara sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga
negara dan alatalat pemerintahannya;
3. Konstitusi sebagai forma regimenis yaitu kerangka bangunan
pemerintahan (Solly Lubis, 1982: 48)
Sejalan dengan perlunya kosntitusi sebagai instrumen untuk membatasi
kekuasaan dalam suatu negara, Miriam Budiharjo mengatakan, bahwa:“Di
dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya astas Demokrasi Konstitusional,
Undang-undang Dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan
pemerintahan sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan tidak bersifat
sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan
lebih terlindungi”.
- Menurut Henc Van Maarseven (Harahap, 2008:179)
bahwa konstitusi berfungsi menjawab berbagai persoalan pokok negara dan
masyarakat, yaitu:
1. Konstitusi menjadi hukum dasar suatu negara.
2. Konstitusi harus merupakan sekumpulan aturan-aturan dasar yang menetapkan
lembaga-lembaga penting negara.
3. Konstitusi melakukan pengaturan kekuasaan dan hubungan keterkaitannya.
4. Konstitusi mengatur hak-hak dasar dan kewajiban-kewajiban warga negara dan
pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
5. Konstitusi harus mengatur dan membatasi kekuasaan negara dan lembaga-
lembaga-nya.
6. Konstitusi merupakan ideologi elit penguasa.
7. Konstitusi menentukan hubungan materiil antara negara dan masyarakat.
Sesuai dengan tujuan-tujuan adanya konstitusi diatas, secara ringkas dapat
diklasifikasikan menjadi lima tujuan, yaitu:
1. Konstitusi Sebagai pedoman penyelenggaraan negara.
2. Konstitusi menjamin hak-hak warga negara (HAM).
3. Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus pengawasan
terhadap kekuasaan politik dalam suatu negara, Hal ini bertujuan agar penguasa
tidak bertindak sewenang-wenang dan merugikan rakyat.
4. Konstitusi bertujuan untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa itu
sendiri;
5. Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa
dalam menjalankan kekuasaannya.
Jadi, dapat di Tarik kesimpulan bahwa fungsi dari konstitusi dalam
kehidupan ketatanegaraan suatu negara merupakan sesuatu hal yang sangat krusial,
karena tanpa konstitusi bisa jadi tidak akan terbentuk sebuah negara. Dalam lintasan
sejarah hingga awal abad ke-21 ini, hampir tidak ada negara yang tidak memiliki
konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perangkat
negara. Konstitusi dan negara ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak
terpisahkan satu sama lain.
D. Unsur Unsur dan Isi Konstitusi
1. Unsur hukum
Negara Indonesia merupakan negara hukum jadi dalam mengatur
pemerintahan bukan menggunakan kekuasaan tetapi dengan hukum. Jika
negara ini berdasarkan hukum maka semua kegiatan serta perilaku yang ada
dalam masyarakat tidak boleh menyimpang dari hukum atau UUD 1945.
Tetapi UUD 1945 hanya memuat dasar-dasar pokok hukum sedangkan
perundang-undangan yang ada dibawahnya memuat mengenai
pelaksanaannya. Dibawah ini merupakan urutan undang-undang Republik
Indonesia:
Undang-Undang Dasar 1945
Ketetapan MPR (Tap MPR)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
Peraturan Pemerintah (PP)
Keputusan Presiden (Keppres)
Peraturan lainnya mengenai pelaksanaan
2. Unsur sistem konstitusi
Negara yang memiliki sistem pemerintahan yang dilandaskan dalam
konstitusi (hukum dasar) bukan absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
3. Unsur kedaulatan rakyat
MPR memiliki kekuasaan yang tertinggi di dalam negara karena sebagai
perwujudan adanya kedaulatan rakyat yang diwakilkan oleh MPR.
4. Unsur persamaan hak
Sesuai dengan pasal yang terdapat dalam UUD 1945, maka seluruh
rakyat Indonesia memiliki hak asasi manusia serta perlindungan hukum yang
sama tanpa membeda-bedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, ras,
dan suku. Setiap manusia Indonesia diakui memilki hak asasi yang sama,
yang wajib mendapat perlindungan hukum, seperti yang tertuang pada pasal-
pasal UUD 1945.
5. Unsur kekuasaan kehakiman
Kekuasaan kehakiman harus mandiri dan bebas dari pengaruh atau
tekanan dari kekuatan manapun.
6. Unsur pembentukan undang-undang
Presiden dan DPR sebagai Lembaga Negara Pembentuk UndangUndang.
Di samping Presiden adalah DPR. Presiden dan DPR mempunyai kedudukan
yang sama. Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membuat
Undang-Undang dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Dalam menjalankan tugas Presiden harus bekerja sama dengan
DPR, tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
7. Unsur sistem pemerintahan
Presiden sebagai mandataris MPR yang berkewajiban melaksanakan
Ketetapan-Ketetapan MPR. Presiden berhak membentuk kabinet, dan para
menteri bertanggung jawab kepada Presiden. Presiden berhak mengangkat
dan memberhentikan Menteri (Pasal 17 UUD 1945). Presiden juga
memegang kekuasaan Pemerintahan (Pasal 4 UUD1945).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Indonesia memiliki sebuah konstitusi yang merupakan sebuah gambaran dan
penjelasan tentang mekanisme lembaga-lembaga negara. Lebih itu di dalamnya
ditemukan kedudukan hak dan kewajiban warga negara sendiri. Begitu pentingnya
kehadiran konstitusi di sebuah negara yang sulit dibayangkan bagaimana sebuah negara
jika mengalami krisis konstitusi.

PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, tentunya masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan dari pembaca guna
membangun kami agar lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA

 Quantum Enterprise Education. 2009. Konstitusi negara republik Indonesia.


(Online). Thinkquantum.wordpress.com (diakses tanggal 25 oktober 2018)
 Wikipedia. Konstitusi. (Online) https://id.wikipedia.org/wiki/Konstitusi (diakses
pada tanggal 25 oktober 2018)
 Mirza Nasution. NEGARA DAN KONSTITUSI. 2004 Digitized by USU digital
library.
 Prof. DR. Kaelan,M.S. Pendidikan Pancasila. Revisi kesebelas 2016. Paradigma
YOGYAKARTA.

Anda mungkin juga menyukai