Penanggung Jawab :
Efenida, SE
Tim Penyusun:
Diterbitkan oleh :
Bidang Keluarga Sejahtera
Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Provinsi Riau
2
KATA PENGANTAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
pertumbuhan dan perkembangan anak balita
merupakan hal yang sangat penting untuk dipenuhi.
Telah tersedia secara berlimpah berbagai kajian dan
pembahasan mengenai hal tersebut, dan kajian yang
menempatkan bahwa keluarga merupakan institusi
pertama dan utama yang mengemban tugas
pemenuhan pertumbuhan dan perkembangan anak
balita. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar
waktu anak balita dihabiskan bersama keluarga.
Oleh karena itu, maka penting untuk meningkatkan
ketahanan keluarga khususnya dalam peran
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan
anak balita. BKKBN mengimplementasikan
pertimbangan tersebut dalam program ketahanan
keluarga yang disebut dengan Program Bina
Keluarga Balita (selanjutnya disingkat BKB).
Undang-undang nomor 52 Tahun 2009 Tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Berencana mengamanatkan bahwa untuk
mencapai sasaran pembangunan nasional adalah
dengan meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Pasal
47, Pemerintah dan Pemerintah daerah menetapkan
kebijakan pembangunan keluarga melalui
5
pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksudkan untuk mendukung keluarga agar
dapat melaksanakan fungsi keluarga secara optimal.
Kebijakan pembangunan keluarga melalui
pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga
sebagaimana dimaksud dalam pasal 47
dilaksanakan dengan cara: peningkatan kualitas
anak dengan pemberian akses informasi,
pendidikan, penyuluhan dan pelayanan tentang
perawatan, pengasuhan dan perkembangan anak.
Dalam UUD 1945 pasal 28b ayat (2) berbunyi setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Implementasi
kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan
ketahanan keluarga dalam peningkatan kualitas
anak dilakukan melalui Bina Keluarga Balita.
B. Pengertian
Bina Keluarga Balita (BKB) adalah layanan
penyuluhan bagi orangtua dan anggota keluarga
lainnya dalam mengasuh dan membina tumbuh
kembang anak melalui kegiatan stimulasi fisik,
mental, intelektual, emosional, spiritual dan moral
untuk mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas dalam rangka meningkatkan kesertaan
pembinaan dan kemandirian ber-KB bagi Pasangan
Usia Subur (PUS) anggota kelompok kegiatan.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan peran pemerintah, pemerintah
daerah, lembaga non pemerintah dan swasta
dalam memfasilitasi, pendampingan dan
pembinaan masyarakat dalam
menyelenggarakan pelayanan Bina Keluarga
Balita Holistik Integratif (BKB HI) dalam
upaya meningkatkan ketahanan keluarga di
provinsi riau dan pembangunan sektor
terkait;
b. Meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan pengelola dan pelaksana
tentang pelayanan Bina Keluarga Balita
Holistik Integratif (BKB HI) dalam upaya
meningkatkan ketahanan keluarga di
provinsi riau;
c. Memantapkan dan menguatkan kelompok
kegiatan Bina Keluarga Balita Holistik
Integratif (BKB HI).
8
BAB II
PENGELOLAAN BINA KELUARGA BALITA HOLISTIK
INTEGRATIF (BKB HI)
9
8. Menetapkan kegiatan dan model percontohan
dalam rangka pengembangan program Bina
Keluarga Balita (BKB);
9. Melaksankan penelitian, mini survei dan
identifikasi kelompok sasaran dalam rangka
menyusun peta kerja pengembangan program
Bina Keluarga Balita (BKB).
10
6. Melaksanakan program dan anggaran sesuai
rencana kegiatan;
7. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan pedoman
dan juklak yang ada;
8. Menyiapkan data dalam rangka pengembangan
model kelompok Bina Keluarga Balita (BKB).
11
2. Melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan
lintas program untuk mendapatkan dukungan
dari tokoh formal dan informal;
3. Menyiapkan saran dan prasarana;
4. Menyiapkan tenaga pengelola dan kader;
5. Memilih kelompok sesuai dengan kriteria;
6. Rekapitulasi form K/0/BKB/2019;
7. Melakukan pembinaan kepada POKJANIS
diKecamatan.
12
3. Menggandakan BKB Kit sesuai dengan anggaran
yang tersedia;
4. Mendistribusikan BKB Kit kepada kelompok
BKB;
5. Melakukan sosialisasi penggunaan BKB Kit pada
Kelompok BKB.
13
3. Menyelenggarakan pelatihan dan orientasi bagi
bagi kader dan mitra kerja kecamata
Kabupaten/Kota;
4. Membuat laporan pelaksanaan pelatihan dan
orientasi;
5. Melakukan evaluasi hasil pelaksanaan pelatihan
dan orientasi.
14
1. Menginventarisi mitra kerja terkait yang
menangani tentang anak;
2. Menyiapkan anggaran koordinasi;
3. Melakukan koordinasi dengan mitra kerja dan
lintas sektor terkait;
4. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan juknis
yang ada;
5. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan.
15
3. Menyelenggarakan pertemuan evaluasi dan
konsultasi bagi Kabupaten/Kota;
4. Melaksanakan fasilitasi dan asistensi dan
bimbingan teknis;
5. Melaksanakan penilaian terhadap kelompok
BKB, pengelola dan kader terbaik tingkat
kabupaten/kota;
6. Membuat laporan tentang perkembangan
program BKB secara berkala.
16
1. Mendistribusikan panduan tata cara pengelolaan
data rutin pengendalian lapangan;
2. Menyusun anggaran untuk pelaksanaan
pencatatan dan pelaporan serta pembinaan pada
kelompok;
3. Menyiapkan sarana dan prasarana untuk
pencatatan dan pelaporan serta sistem informasi
data basis kelompok BKB;
4. Menyiapkan sarana dan prasarana untuk
pelatihan kepada tenaga operator
kabupaten/kota mengenai sistem informasi data
basis kelompok BKB;
5. Melakukan rekapitulasi kelompok BKB melalui
sistem informasi data basis kelompok BKB
tingkat Kabupaten/Kota;
6. Melakukan evaluasi secara berkala terhadap
hasil pencatatan dan pelaporan.
17
3. Menyiapkan tenaga operator untuk sistem
informasi data basis kelompok BKB;
4. Membuat laporan perkembangan kelompok BKB
melalui sistem informasi data basis kelompok
BKB secara berkala;
5. Melakukan evaluasi secara berkala serta evaluasi
akhir terhadap hasil pencatatan dan pelaporan.
18
BAB III
PELAKSANAAN TEKNIS BINA KELUARGA BALITA
HOLISTIK INTEGRATIF (BKB HI)
E. Kunjungan Rumah
Apabila orang tua balita tidak hadir dua kali
berturut – turut dalam pertemuan BKB, kader harus
melakukan kunjungan rumah. Kunjungan rumah
bertujuan untuk memantau pertumbuhan anak
melalui Kartu Kembang Anak (KKA).
F. Rujukan
Anak balita yang tidak dapat melaksanakan tugas
perkembangan tertentu selama tiga bulan berturut –
turut sesuai dengan tingkat perkembangan yang
harus dicapai pada Kartu Kembang Anak (KKA),
maka dapat diberikan rujukan. Rujukan dilakukan
oleh kader dengan mengisi formulir rujukan.
Tempat rujukan meliputi :
a. Puskesmas
b. Praktek Bidan
c. Praktek Dokter
d. PSikolog
20
BAB IV
PILAR KEBIJAKAN DALAM PEMBINAAN PAUD
25
dikeluarkan berada dalam tatanan disriptif (apa
adanya), preskriptif (apa yang seharusnya) dan
normative (menjunjung tinggi norma-norma).
Pendidikan anak usia dini memiliki peran yang
sangat menentukan. Pada usia ini berbagai
pertumbuhan dan perkembangan mulai dan sedang
berlangsung, seperti perkembangan fisiologik,
bahasa, motorik, kognitif. Perkembagan ini akan
menjadi dasar bagi perkembangan anak selanjutnya.
Oleh karena itu perlu dukungan lingkungan yang
kondusif bagi perkembangan potensi yang dimiliki
anak.
29
Proses pembelajaran masih diwarnai dengan
pengajaran baca-tulis-hitung (Calistung) dan
belum sepenuhnya melalui bermain;
Kompetensi pendidik masih rendah: pelatihan
pendidik baru menjangkau 118.018 orang
(29,32%) dari 402.493 orang (diluar guru TPQ);
Kualifikasi pendidikan PAUD belum memadai
(S1/D4 baru 15,72%);
Jumlah lembaga PAUD rujukan/imbas mutu
masih terbatas, yaitu baru sekitar 346 lembaga
(0,3%) dari 114.888 lembaga;
Kondisi sarana dan prasarana sebagian besar
PAUD memprihatinkan (Latif dkk, 2014: 30).
Sebenarnya, bermain sebagai salah satu kebutuhan
dasar perkembangan anak. Pelaksanaan
pembelajaran pada AUD yang lebih terfokus pada
kegiatan akademik dan mengabaikan kegiatan
bermain sebagai suatu praktik PAUD yang keliru.
Bermain bukan hanya sebagai “kendaraan” belajar
anak. Bermain sebagai salah satu kebutuhan
perkembangan anak (Yus, 2011: xi).
Situasi kelas yang menunjukkan adanya masalah,
seperti anak TK tidak mau berbagi mainan bukan
hanya karena anak sangat suka dengan mainan ini,
tetapi dapat disebabkan tahap perkembangan anak
belum sampai ke bermain bersama, walaupun
usianya telah menunjukkan anak berada pada tahap
30
perkembangan bermain bersama. Masalah ini dapat
disebabkan karena kegiatan bermain yang diperoleh
anak sangat minim.
31
kebijakan umum anggaran (Sa’ud dan Makmun,
2011: 261).
Pengembangan kapasitas dewan pendidikan dan
komite sekolah merupakan kegiatan yang akan terus
dilakukan dalam memberdayakan partisipasi
masyarakat untuk ikut bertanggung jawab
mengelola diknas. Berfungsinya kedua kelembagaan
tersebut secara optimal akan memperkuat
pelaksanaan tatakelola prinsip good geverment dan
akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.
Pengembangan kapasitas juga akan terus dilakukan
terhadap para pengurus sekolah atau satuan
pendidikan nonformal lainnya untuk meningkatkan
kemampuan manajerial dan leadership menuju
otonomi pengelolaan (Depdiknas, 2007: 48).
Kebijakan perwujudan tata kelola pemerintahan
yang sehat dan akuntabel dilakukan secara intensif
melalui:
Sistem Pengendalian Internal (SPI), Pemerintah
mengembangkan dan melaksanakan SPI pada
masing-masing satuan kerja dalam mengelola
kegiatan pelayanan pendidikan seharihari;
Pengawasan Masyarakat, pengawasan
masyarakat dilakukan langsung oleh
individuindividu atau anggota masyarakat yang
mempunyai bukti-bukti penyalahgunaan
wewenang sejalan dengan pembagian
32
kewenangan antartingkat pemerintahan
berdasarkan otonomi dan desentralisasi;
Pengawasan Fungsional yang terintegrasi dan
berkelanjutan. Pengawasan fungsional dilakukan
oleh Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas
Keuangan RI, dan BPKP terhadap hasil
pembangunan pendidikan;
Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik
PAUD. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah
dengan meningkatkan mutu laporan dan
pertanggungjawaban para pengelola pendidikan
yang lebih trasparan dan dapat dipercaya terhadap
pelaksanaan pendidikan. Meningkatkan kualitas
data dan informasi pendidikan yang cepat, akurat,
dan dapat dipercaya dalam upaya mendukung
sistem pembuatan kebijakan dan keputusan yang
menyangkut manajemen pembangunan di daerah.
Meningkatkan peran serta masyarakat, dunia
perusahaan, dan stakeholder pendidikan lainnya
yang diarahkan pada kebersamaan memikul
tanggung jawab antar pemerintah, masyarakat, dan
peserta didik sebagai bagian dari subyek
pembelajaran, yang dinamis, adaptif, dan penuh
inisiatif. Merintis pembangunan, dan
mengembangkan inovasi-inovasi pendidikan yang
lebih bersifat antisipatif kearah peningkatan
kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan. Dalam
33
rangka menciptakan sekolah yang memiliki tata
kelola, akuntabilitas, dan citra publik sekolah TK/
RA yang ideal dapat dilakukan dengan beberapa hal,
yakni :
Pertama, Otonomisasi dan Desentralisasi, Prinsip
otonomisasi dan desentralisasi ditegaskan pada
GBHN 1999-2004 tentang pendidikan yang
mencakup tujuh hal. Pertama, perluasan dan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
yang bermutu; kedua, peningkatan kemampuan
akademik, profesional dan kesejahteraan tenaga
kependidikan; ketiga, pembahasan sistem
pendidikan sebagai pusat nilai sikap, kemampuan
dan partisipasi masyarakat; kelima, pembahasan
dan pemantapan sistem pendidikan nasional
berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi, dan
manajemen; keenam, peningkatan kualitas lembaga
pendidikan yang diselenggarakan pemerintah dan
masyarakat; dan ketujuh, mengembangkan kualitas
sumber daya manusia sedini mungkin secara
terarah, terpadu dan menyeluruh (Azra, 2002: 5).
Otonomi Manajemen Sekolah mencakup
perencanaan penyelenggaraan pendidikan, dimana
kewenangan dan tanggung jawab atas berfungsinya
sekolah itu sangat bergantung pada kapasitas
internalnya, dengan tidak bermaksud
menghilangkan tanggungjawab kantor kementrian
atau institusi yang membawahkan sekolah.
34
Tujuannya adalah bagaimana institusi sekolah
mampu menjadi wadah pembagunan manusia
seutuhnya (Danim, 2010: 102).
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengurusi urusan rumah tangganya sendiri
berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya
dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka
muncullah otonomi bagi suatu pemerintahan
daerah.
Kedua, Manajemen Berbasis Sekolah Manajemen
berbasis sekolah atau madrasah merupakan
tuntutan dari dari diterapkannya kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah. Otonomi bidang
pendidikan ini secara mikro lebih dikenal dengan
otonomi sekolah atau desentralisasi pengelolaan
sekolah yang berarti pengelolaan pendidikan
berdasarkan kebutuhan sekolah / masyarakat.
Ketiga, Manajemen Berbasis Masyarakat,
Menurut Winanrno Surakhamdan dan dikutip oleh
Zubaidi konsep Pendidikan berbasis masyarakat
adalah model penyelenggaraan yang bertumpu pada
prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat, dan
untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat
atartinya pendidikan memberikan jawaban atas
kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat
atinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek atau
35
pelaku pendidikan, bukan obyek pendidikan, pada
konteks ini masyarakat dituntut berperan aktif
dalam setiap program pendidikan. Dengan kata lain,
masyarakat harus diberdayakan, diberi peluang dan
kebebasan untuk mendesain, merencanakan,
membiayai, mengelola, dan menialai apa saja yang
diperlukan secara spesifik didalam, untuk dan oleh
masyarakat sendiri (Hidayat dan Machali, 2012:
252).
Membangun Citra Publik PAUD yang Baik
Dalam mendapatkan kepercayaan masyarakat
terhadap suatu lembaga pendidikan, maka suatu
lembaga pendidikan dalam hal ini lembaga PAUD
perlu melakukan pendekatan terhadap masyarakat
dengan menunjukkan citra positif. Menurut Alma
Citra adalah impresi perasaan atau konsepsi yang
ada pada publik mengenai perusahaan, mengenai
suatu obyek, orang atau mengenai lembaga. Citra
tidak dapat dicetak seperti mencetak barang, akan
tetapi citra adalah kesan yang diperoleh sesuai
dengan pengetahuan, pemahaman seseorang
sesuatu (Hidayat dan Machali, 2012:248). Oleh
karena itu, untuk mendapatkan perhatian
masyarakat maka sekolah haruslah menciptakan
citra publik yang mengesankan
Citra terbentuk dari bagaimana lembaga
melaksanakan kegiatan operasionalnya yang
mempunyai landasan utama pada segi layanan. Citra
36
juga terbentuk berdasarkan impresi, berdasarkan
pengalaman yang dialami seseorang terhadap
sesuatu, sehingga membagun suatu sikap mental.
Sikap mental inilah yang nantinya digunakan
sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menarik
perhatian publik dalam rangka pembentukan image
terhadap lembaga pendidikan, baik melalui daya
tarik fisik maupun daya tarik yang bersifat
akademis, religius. Dengan demikian maka sekolah
harus berusaha menciptakan image positif dihati
masyarakat sehingga masyarakat dapat membuat
keputusan untuk mendaftarkan putra putri mereka
masuk kelembaga pendidikan tersebut.
Citra Publik Sekolah/Madrasah, TK/RA atau
lembaga lainnya tidak kalah penting dalam
peningkatan mutu pendidikan, hal yang dapat
dilakukan dalam peningkatan citra publik untuk
mendapat kepercayaan dari masyarakat adalah
sebagai berikut :
Analisis kebutuhan social;
Pendekatan kebutuhan ketenaga kerjaan;
Pelayanan sekolah;
Daya tarik fisik.
37
penyempurna renstra sebelumnya, yang berkaitan
dengan pembangunan pendidikan yaitu Kerangka
Strategis Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
2014/2019 yang berisi :
Strategi 1, Penguatan Pelaku Pendidikan dan
Kebudayaan dengan cara:
Menguatkan siswa, guru, kepala sekolah, orang
tua dan pemimpin institusi pendidikan dalam
ekosistem pendidikan;
Memberdayakan pelaku budaya dalam
pelestarian dan pengembangan kebudayaan;
Fokus kebijakan diarahkan pada penguatan
perilaku yang mandiri dan berkepribadian.
Strategi 2, Peningkatan Mutu dan Akses dengan
cara :
Meningkatkan mutu pendidikan sesuai lingkup
Standar Nasional Pendidikan untuk
mengoptimalkan capaian Wajib Belajar 12 tahun;
Meningkatkan ketersediaan serta keterjangkauan
layanan pendidikan, khususnya bagi masyarakat
yang terpinggirkan;
Fokus kebijakan didasarkan pada percepatan
peningkatan mutu dan akses untuk menghadapi
persaingan global dengan pemahaman akan
keberagaman, penguatan praktik baik dan
inovasi.
38
BAB IV
KADER, SARANA DAN PRASARANA
39
Syarat Menjadi Kader BKB
a. Laki – laki atau perempuan yang tinggal dilokasi
kegiatan, mempunyai minat terhadap
pengasuhan dan tumbuh kembang anak;
b. Mampu baca-tulis dan menguasai Bahasa
Indonesia serta Bahasa daerah setempat;
c. Bersedia dilatih sebelum melaksanakan tugas;
d. Mampu berkomunikasi dengan orangtua balita
secara baik
.
E. SARANA Bina Keluarga Balita (BKB)
Sarana penyuluhan yang ada dikelompk BKB terdiri
dari :
a. Materi penyuluhan
b. Media BKB
40
F. PRASARANA Bina Keluarga Balita (BKB)
Prasarana penyuluhan adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjuang utama terselenggaranya
kegiatan penyuluhan, dalam hal ini berkaitan
dengan kegiatan BKB.
Prasarana penyuluhan terdiri dari :
a. Tempat penyimpanan materi dan media
penyuluhan
b. Papan nama kelompok
c. Kartu Kembang Anak (KKA)
d. Buku administrasi kelompok
e. Alat tulis
41
BAB V
PENCATATAN, PELAPORAN DAN PEMBIAYAAN
42
BAB VI
PENUTUP
44
45
Lampiran II
FORM PETUNJUK PENYAMPAIAN
MATERI DALAM PENYULUHAN
46
47
48
49
50
51
Lampiran III
FORM KARTU KEMBANG ANAK
(KKA)
52
Lampiran IV
FORM SURAT RUJUKAN DARI
KADER BKB/POSYANDU
53
Lampiran V
FORM SURAT KETERANGAN DARI
PUSKESMAS
54
Lampiran VI
FORM PENCATATAN DAN PELAPORAN
55
56
57
58
59
60
61
62
63