Anda di halaman 1dari 9

Contoh kasus inflasi di Negara Venezuela

Krisis ekonomi yang melanda Venezuela sebenarnya mulai dirasakan sejak


kematian mantan presiden Hugo Chavez pada tahun 2013. Namun tahun
2019, Venezuela berada di ambang kehancurannya karena tingkat inflasi yang sangat
tinggi dan semua rakyatnya kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Uang kertas bolivar (mata uang Venezuela) nyaris tak ada nilainya dan
merupakan salah satu mata uang dengan nilai tukar paling rendah di dunia. Padahal
dulu negara ini terkenal sangat kaya raya. Venezuela memiliki cadangan minyak
terbesar di dunia. Tapi kekayaan itu yang kemudian menjadi awal dari
kehancuran Venezuela.

Seperti negara penghasil minyak lainnya, 95% pemasukan Venezuelaberasal dari


ekspor minyak. Ini artinya uang masuk ke negara ini sangat bergantung pada harga
minyak dunia. Saat harga minyak dunia sedang tingi, pemasukan negara sangat besar
dan begitu pula sebaliknya. Venezuela juga mengalami kesenjangan sosial yang
sangat besar dengan semua orang kaya sebagai pemilik bisnis di negara itu.
Mengakibatkan warga miskin makin miskin.

Krisis ekonomi yang masih berlanjut menempatkan Venezuela sebagai negara


paling menderita di dunia. Bloomberg Misery Index, yang mengukur tingkat
kesengsaraan suatu negara dilihat dari outlook tingkat inflasi dan angka pengangguran,
menyebutkan inflasi Venezuela diproyeksi mencapai 8.000.000 persen pada 2019.
Dilansir dari Bloomberg, Kamis (18/4/2019), tahun ini juga menjadi kelima kalinya
berturut-turut bagi negara Amerika Selatan itu menduduki posisi tersebut.

Kondisi ekonomi yang tidak stabil mendorong jutaan warga Venezuela eksodus
ke luar negeri demi mencari pekerjaan dan mendapatkan barang-barang kebutuhan
pokok, terutama ke negara-negara tetangga seperti Kolombia dan Brasil. Situasi itu
diperparah dengan gejolak politik antara pihak oposisi yang dipimpin Juan Guaido
dan pemerintah yang dipimpin Presiden Nicolas Maduro. Sementara itu, Thailand
berhasil mempertahankan gelar sebagai negara yang paling tidak sengsara pada tahun
ini. Negeri Gajah Putih bahkan mengalahkan Swiss dan Singapura, yang
masing-masing menduduki posisi kedua dan ketiga. Adapun Indonesia berada di
peringkat 24, lebih baik dari Arab Saudi dan Filipina. Dua negara yang disebut
terakhir masing-masing menjadi negara paling sengsara ke-10 dan ke-22.

"Sebagian besar kebijakan yang diambil pemerintah negara-negara di dunia


menghadapi tantangan yang sangat berbeda pada tahun ini, yakni kombinasi antara
inflasi dan tingkat pengangguran yang sama-sama rendah, yang membuat analisis data
atas kesehatan ekonomi serta respons yang terkait atasnya menjadi rumit," demikian
disampaikan dalam laporan itu.

Indeks ini mengacu pada konsep lama, yaitu bagaimana inflasi yang rendah dan
tingkat pengangguran menggambarkan seberapa baik warga suatu negara menilai
keadaan mereka.

Di bawah Venezuela, secara berturut-turut adalah Argentina, Afrika Selatan,


Turki, Yunani, dan Ukraina. Seluruhnya menempati ranking yang sama dengan tahun
lalu, sehingga menunjukkan adanya tekanan ekonomi yang tinggi, belum berhasilnya
upaya menahan kenaikan harga, serta kesulitan memangkas tingkat pengangguran.
Tahun ini, skor yang didapat didasarkan pada survei ekonom-ekonom Bloomberg.
Adapun pada tahun-tahun sebelumnya, skor yang diberikan merefleksikan data aktual.
Para ekonom yang disurvei Bloomberg melihat tahun ini, akan ada penurunan angka
inflasi dibandingkan realisasi 2018, di hampir separuh dari 62 negara yang diteliti. Di
sisi lain, sebagian besar ekonom memperkirakan adanya penyusutan jumlah
pengangguran.
Penyebab bangkrutnya Venezuela

1. Jatuhnya harga minyak

Harga minyak dunia yang jatuh disebut-sebut sebagai salah satu penyebab
inflasi paling utama di Venzuela. Pemerintah Venezuela menggantungkan
pemasukan dari sektor ini. Jumlahnya mencapai lebih dari 90 persen dari total
pemasukan tiap tahun.
Harga minyak amblas tahun 2014. Ini tentu aja berdampak sampai ke
Venezuela. Ekonomi di negara petro itu terperosok hingga memicu
krisis ekonomi seperti sekarang.
2. Situasi politik dalam negeri yang memburuk

Merosotnya harga minyak menyebabkan Venezuela mengalami defisit.


Ditambah lagi dengan bertambahnya angka pengangguran dan melemahnya mata
uang. Sementara itu, di dalam negeri, situasi politik mulai bergejolak. Ini
kemudian menjadi penyebab inflasi bertambah parah.
Protes oposisi terhadap Presiden Maduro direspons dengan penangkapan
beberapa orang oleh aparat. Situasi politik di Venezuela makin gak kondusif
karena aparat tetap aja bertindak tegas kepada para demonstran meski udah
berkali-kali diprotes.
3. Keseringan cetak uang.

Banyaknya uang yang beredar juga jadi penyebab inflasi. Anehnya


pemerintah Venezuela malah mencetak lebih banyak uang ketika inflasi udah
tinggi. Pemerintah Venezuela beralasan pencetakan uang ini sebagai upaya
meningkatkan upah minimum di negara tersebut. Alasan lain karena mereka
susah mendapatkan pinjaman. Alih-alih meringankan beban masyarakat,
keputusan ini malah makin bikin susah.

4. Nilai mata uang Venezuela terus melemah


Melemahnya mata uang Venezuela juga jadi penyebab inflasi parah di negara
ini. Gara-gara pemerintah Venezuela keseringan cetak uang, jumlah mata uang
Venezuela yang beredar lebih banyak dibandingkan mata uang asing. Mata uang
Venezuela pun kehilangan pamornya. Lemahnya mata uang Venezuela
menambah kesulitan baru, yaitu mahalnya kebutuhan yang mesti diimpor.
Akibatnya, bahan makanan di Venezuela menjadi langka. Karena inflasi gak
turun-turun, pemerintah Venezuela mengubah mata uangnya beberapa kali. Dari
Strong Bolivar ke mata uang Kripto Petro. Baru-baru ini mata uang baru
Sovereign Bolivar diluncurkan buat menggantikan Strong Bolivar. Nantinya mata
uang ini mengacu ke Petro.

5. Terlalu baik pada rakyatnya


Sejak Hugo Chavez berkuasa di tahun 1999, Chavez langsung menerapkan
kebijakan untuk menyetarakan ekonomi rakyat. Sebagian besar keuntungan
negara dari penjualan minyak dialokasikan untuk program sosial gratis bagi
rakyat, termasuk subsidi dan usaha-usaha mengentaskan kemiskinan.

Chavez juga berani memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat dan


bergabung dengan China dan Rusia. Kedua negara inilah yang akhirnya
meminjamkan dana miliaran dollar pada Venezuela. Chavez juga
mendeklarasikan lahan pertanian sebagai milik negara tapi malah
mengabaikannya karena merasa kondisi ekonomi Venezuela yang baik-baik saja.
Akibatnya, Venezuela murni hanya bergantung pada penjualan minyak ke luar
negeri. Dana terus dikucurkan untuk rakyat tanpa disadari Chavez bahwa ini
adalah bunuh diri perlahan.

Dampak Inflasi di Negara Venezuela

1. Meningkatnya harga kebutuhan pokok

Mata uang Bolivar Venezuela begitu ambruk nilainya jadi hampir tidak
berharga. Nilai AS$1 kini bisa setara lebih dari 6,3 juta Bolivar. Nilai yang mata
uang rendahnya gila-gilaan itu mungkin hanya bisa dibandingkan dengan mata
uang dolar Zimbabwe pada masa Robert Mugabe. Saat itu bahkan tukar AS$1
sama dengan 669miliar Dolar Zimbabwe.
Tak pelak, harga barang melambung tinggi. Para penduduk lokal
membutuhkan tumpukan uang tunai untuk membeli kebutuhan rumah tangga.
Berikut ini adalah gambaran betapa mengerikannya krisis ekonomi yang
dilanda Venezuela akibat dari hiperinflasi negara tersebut:

1. Popok bayi

Satu paket popok digambarkan seharga tumpukan uang 8.000.000 bolivar


(sekitar Rp460 ribu) di sebuah mini market di Caracas, Venezuela.

2. Tepung

Paket tepung jagung digambarkan dengan uang senilai 2.500.000 bolivar


(Rp146 ribu).

3. Keju

Satu kilogram keju digambarkan di samping uang senilai 7.500.000 bolivar


(Rp440 ribu).

4. Sabun

Sebatang sabun dihargai 3.500.000 bolivar (Rp205 ribu).

5. Beras

Sepaket beras dihargai dengan 2.500.000 bolivar (Rp146 ribu).

6. Wortel

Satu kilogram wortel setara dengan uang senilai 3.000.000 boliver (Rp176
ribu).

7. Daging

Satu kilogram daging setara dengan uang 9.500.000 bolivar (Rp557 ribu).

2. Meningkatnya jumlah angka pengangguran

Dikutip dari Bloomberg, Kamis (18/4/2019) negara Amerika latin tersebut berada
di peringkat teratas dalam Indeks Kesengsaraan Bloomberg (Bloomberg's Misery
Index) yang melakukan perhitungan terhadap tingkat pengangguran dan inflasi
pada 62 negara dalam lima tahun berturut-turut. Venezuela tahun ini menjadi
satu-satunya negara yang harus bertarung melawan tingginya inflasi sekaligus
tingkat pengangguran yang tinggi. Sementara, sebagian besar peembuat kebijakan
di negara lain menghadapi tantangan yang berbeda, yaitu komibinasi rumit dari
inflasi yang cenderung stabil dan pengangguran yang cenderung lebih rendah
yang justru memperumit proyeksi terhadap kondisi kesehatan perekonomian serta
respon yang dirasa sesuai. Krisis yang terjadi ini juga mempengaruhi
perekonomian masyarakat di Venezuela. Secara luas masyarakat mengeluhkan
kelaparan, kurangnya perawatan medis, meningkatnya pengangguran hingga
maraknya keegiatan kriminal bahkan dengan kekerasan

3. Kaburnya jutaan rakyat Venezuela ke negara tetangga

Krisis yang terjadi ini juga mempengaruhi perekonomian masyarakat di


Venezuela. Secara luas masyarakat mengeluhkan kelaparan, kurangnya perawatan
medis, meningkatnya pengangguran hingga maraknya keegiatan kriminal bahkan
dengan kekerasan. Lebih dari tiga juta rakyat Venezuela telah meninggalkan
negaranya selama beberapa tahun terakhir karena hal tersebut.

4. Kesengsaraan masyarakat

Krisis besar terjadi di Venezuela, ketidakpuasan masyarakat luas akan


kepemimpinan Nicolas Maduro berdampak pada kerusuhan yang terjadi di negara
tersebut. Terlebih lagi terjadi ketidakpastian pemerintahan setelah pemimpin
oposisi Juan Guaido memproklamirkan diri sebagai presiden interim, padahal
Maduro belum diturunkan.

Ketidakpuasan yang tumbuh di Venezuela, dipicu oleh hiperinflasi, pemadaman


listrik dan kekurangan makanan dan obat-obatan, telah menyebabkan krisis
politik. Kerusuhan pun terjadi antara pemerintahan dengan masyarakat luas
minggu lalu dan menyentuh puncaknya saat Guaido memproklamirkan diri
sebagai presiden sementara pada Rabu (23/1/2019), sekitar 26 orang dilaporkan
tewas dalam bentrokan tersebut.
Krisis yang terjadi ini juga mempengaruhi perekonomian masyarakat di
Venezuela. Secara luas masyarakat mengeluhkan kelaparan, kurangnya perawatan
medis, meningkatnya pengangguran hingga maraknya keegiatan kriminal bahkan
dengan kekerasan. Lebih dari tiga juta rakyat Venezuela telah meninggalkan
negaranya selama beberapa tahun terakhir karena hal tersebut.

Padahal, Venezuela pernah menjadi negara dengan ekonomi terkaya di


Amerika Latin, kekayaan tersebut didorong oleh cadangan minyak yang
mereka miliki. Tetapi sejak mantan Presiden Hugo Chavez meninggal pada
tahun 2013, dan digantikan Presiden Maduro saat ini, kasus korupsi, salah urus
pemerintahan, hingga tingkat utang yang tinggi telah membuat perekonomian
negara itu ambruk.

Dikutip dari BBC pada Minggu (27/1/2019), dampak pertama pelemahan


ekonomi negara ini adalah tingkat inflasi yang terus meroket. Menurut sebuah
studi oleh Majelis Nasional yang dikendalikan oleh pihak oposisi, tingkat
inflasi tahunan negara mencapai 1.300.000% dalam 12 bulan hingga
November 2018.

Pada akhir tahun lalu saja, harga rata-rata naik dua kali lipat setiap 19 hari. Ini
telah membuat banyak rakyat Venezuela berjuang untuk membeli
barang-barang pokok seperti makanan dan peralatan mandi.

Selain itu, nilai tukar mata uang mereka (bolivar) juga terus melemah. Yang
awalnya untuk mendapatkan US$ 1 hanya membutuhkan tidak sampai 200
bolivar pada tahun 2018, kini butuh sekitar 1.600 bolivar untuk memiliki satu
dollar.

Rakyat Venezuela pun mengeluhkan kelaparan karena sulitnya mendapatkan


makanan. Dari survei kondisi hidup tahunan negara itu yang dilakukan Encovi
pada 2017, delapan dari 10 orang mengatakan measyarakat Venezuela makan
lebih sedikit karena mereka tidak memiliki cukup makanan di rumah. Lalu,
enam dari 10 mengatakan bahwa mereka pergi tidur dengan lapar karena
mereka tidak punya uang untuk membeli makanan.

Hal ini berdampak pada kesehatan masyarakat Venezuela. Sebagian besar


orang (64,3%) mengatakan bahwa mereka telah kehilangan berat badan pada
tahun 2017 dengan rata-rata penurunan sebesar 11,4 kg.

Karena sulitnya mendapatkan makanan, akhrinya rakyat Venezuela beralih ke


sayuran dan bahan makanan yang dianggap sebagai "makanan orang miskin"
disana. Yaitu, sayuran akar yuca (sejenis singkong), yuca dipilih karena
makanan ini serbaguna dan murah.

Krisi yang terjadi di Venezuela pun membuat fasilitas kesehatan menjadi


sangat mahal dan sulit didapat. Hal tersebut dibuktikan dengan maraknya
masyarkat yang terjangkit penyakit, salah satunya adalah malaria yang
meningkat kasusnya dalam beberapa tahun terakhir, padahal negara tetangga
mereka justru berhasil menekan jumlah penyakit tersebut.

Jumlah yang meningkat ini juga kontras dengan capaian terbaik mereka yang
berhasil menekan kasus malaria pada tahun 1961, bahkan menjadi negara
pertama yang disebut menghilangkan penyakit malaria.

LSM Kanada, Icaso, mengatakan bocoran laporan pemerintah menunjukkan


penyebaran itu termasuk bentuk malaria yang sulit diberantas, yaitu
plasmodium vivax. Observatorium Kesehatan Venezuela pun melaporkan
kekurangan obat antimalaria untuk semua jenis.

Jose Felix Oletta, spesialis penyakit menular yang juga mantan menteri
kesehatan, mengatakan proyeksi untuk 2018 menunjukkan peningkatan hingga
50% dalam jumlah kasus pada 2017.

"Dengan kecepatan ini, akan ada lebih dari satu juta kasus dalam satu tahun.
Ini adalah angka-angka yang dimiliki Venezuela pada awal abad ke-20.
Malaria di luar kendali di Venezuela," ungkap Oletta.

Anda mungkin juga menyukai