Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera dan penyakit mata bisa mempengaruhi penglihatan. Kejernihan

penglihatan disebut visus. Jika ketajaman menurun, penglihatan menjadi kabur.

Ketajaman penglihatan biasanya diukur dengan skala yang membandingkan

penglihatan seseorang pada jarak 6 meter. Visus 6/6 artinya seseorang melihat

benda jarak 6 meter dengan tajam penuh (Fachrian, 2009).

Teknologi berkembang dengan pesat sesuai dengan zamannya. Penggunaan

teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia

secara luas namun bila tanpa disertai pengendalian yang tepat akan dapat

merugikan manusia sendiri (Widyastuti, 2016).

Penggunaan gadget yang salah seperti frekuensi penggunaan gadget yang

berlebihan, posisi yang tidak benar dan intensitas pencahayaan yang tidak baik,

akan berdampak terhadap penurunan visus. Penurunan visus pada anak-anak akan

berakibat pada kesulitan anak untuk melakukan aktivitas sehari-harinya. Semakin

bertambahnya penurunan visus pada anak, maka akan meningkatkan berbagai

resiko komplikasi kebutaan, seperti glukoma dan ablasio retina (Widyastuti,

2016).

Lebih dari 90% pengguna gadget mengalami gangguan kesehatan yang

diakibatkan oleh penggunaan gadget yang terlalu lama seperti mata lelah,

penglihatan buram, penglihatan ganda, pusing, mata kering, serta

1
ketidaknyamanan pada okuler saat melihat dari dekat ataupun dari jauh setelah

penggunaan gadget jangka lama. Suatu sinar yang disebut high energy visible atau

heV atau dikenal sebagai blue light adalah salah satu bagian dari spektrum cahaya

yang berada di antara biru dan violet adalah cahaya yang sangat kuat dan

dihasilkan oleh peralatan elektronik modern bahkan bohlam fluoresens. Cahaya

ini menjadi salah satu penyebab masalah penglihatan, yaitu katarak dan amD

(age-related macular degeneration). Mata yang terekspos terlampau lama oleh

heV akan berdampak pada retina, heV penetrasi ke pigmen makula pada mata dan

menyebabkan kerusakan perlindungan mata sehingga mata akan lebih rentan

terhadap paparan heV dan degenerasi sel (The Vision Council, 2014).

Menurut Flurry, Mobile Addict atau pecandu gadget adalah orang yang

membuka aplikasi pada gadget mereka sebanyak lebih dari 60 kali dalam sehari.

Dari survey tersebut diketahui bahwa dari 1,4 miliar pengguna gadget yang

diteliti, 176 juta orang di antaranya adalah pecandu smartphone. Angka tersebut

juga naik sampai 123 persen dibandingkan angka tahun lalu yang hanya 79 juta

orang. Selain itu diketahui pula 25% pecandu smartphone tersebut masih dalam

usia sekolah, yaitu berusia 13-18 tahun. Selain sebagai media komunikasi,

smartphone mempunyai fitur yang dinikmati semua strata sosial masyarakat baik

yang kaya maupun kalangan ekonomi menengah kebawah. Bahkan anak anak

sangat menyukai smartphone ini karena banyaknya permainan digital dan

online(Widyastuti, 2016).

2
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Mark Rosenfield seorang

professor di SUNY State College of Opthometry di New York City, menunjukkan

beban kerja mata pada saat menggunakan telepon pintar lebih berat. Membaca

pada jarak yang dekat memaksa mata untuk bekerja lebih keras dalam

memfokuskan pada suatu objek. Membaca tulisan yang kecil juga akan

menambah beban kerja mata. Makin beratnya mata dalam bekerja maka makin

bertambah resiko untuk terjadi regangan pada mata yang akhirnya dapat

menyebabkan penurunan visus. Penggunaan telepon pintar akan meningkatkan

daya akomodasi mata yang akhirnya berdampak pada penurunan visus. Hal ini

terjadi karena pengguna telepon pintar cenderung menatap layar telepon pintar

pada jarak yang terlalu dekat sehingga beban kerja mata bertambah berat dalam

melakukan akomodasi untuk menyesuaikan pemfokusan pada mata. Bahkan, efek

lain penggunaan telepon pintar adalah penglihatan menjadi kabur, kelelahan pada

mata dan sakit kepala (Widyastuti, 2016).

Penyebab utama penurunan visus di dunia adalah kelainan refraksi. Menurut

WHO, pada tahun 2010, jumlahnya diperkirakan telah mencapai 108 juta orang.

WHO telah menetapkan miopia sebagai salah satu prioritas utama untuk

mengendalikan dan mencegah kebutaan di dunia pada tahun 2020 karena miopia

menjadi penyebab utama kebutaan. Data WHO menunjukkan bahwa 10% dari 66

juta anak usia sekolah menderita myopia (Wiartini, 2018). Global Data On Visual

Impairments 2010 merupakan suatu program yang mengevaluasi kesehatan mata

secara global . Mereka menyatakan bahwa pada tahun 2010 di perkirakan 285 juta

penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan dari 285 juta tersebut 246 juta

3
mengalami low vision dan dari 285 juta yang mengalami gangguan pengelihatan

17,5 juta adalah anak usia 0 – 14 tahun (Muzakkie, 2015).

Prevalensi kelainan refraksi di Indonesia ada diurutan pertama pada

penyakit mata. Menurut Suharjo kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus

mengalami peningkatan, di temukan jumlah penderita kelainan refraksi di

Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa. Dari hasil

Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang dilakukan di delapan

provinsi di Indonesia seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat

pada tahun 2009 ditemukan kelainan refraksi sebesar 61,71% dan menempati

urutan pertama dalam sepuluh penyakit mata terbesar di Indonesia (Enira, 2016).

Prevalensi pada penderita yang memakai kacamata/ lensa kontak

berdasarkan umur 6-14 tahun sebesar 1,0% dan umur 15-24 tahun sebesar 2,9%.

Masih dari data RISKESDAS tersebut menyebutkan prevalensi penderita yang

memakai kacamata/lensa kontak semakin meningkat pada tingkat pendidikan,

dimana anak yang tidak sekolah sebanyak 2,3%, anak yang tamat SD sebanyak

3,6%, yang tamat SMP sebanyak 4,0%, dan yang tamat SMA sebanyak 7,0%. Jika

ditinjau dari segi tempat tinggal lebih tinggi penderita yang tinggal di perkotaan

dibandingkan pedesaan serta dengan kuintil indeks kepemilikan yang tinggi

(RISKESDAS, 2013).

Kecamatan Ngoro merupakan salah satu kecamatan yang berada di

Kabupaten Mojokerto. Puskesmas Ngoro merupakan Puskesmas yang terletak di

Kecamatan Ngoro yang setiap tahun rutin melaksanakan screening kesehatan pada

4
siswa siswi setingkat SMP dan SMA. Adapun jumlah sekolah setingkat SMP yang

ada di wilayah kecamatan Ngoro adalah 10 sekolah dan setingkat SMA adalah 5

sekolah. Berdasarkan data hasil screening kesehatan sekolah yang dilakukan pada

tahun 2018 didapatkan hasil siswa SMP kelas VII sebanyak 756 siswa dan yang

mengalami kelainan refraksi sebanyak 178 siswa. Sedangkan untuk siswa

SMA/SMK kelas X adalah 107 siswa.

UPT Puskesmas Ngoro memiliki program unggulan mengenai kesehatan

mata. Salah satu program tahunannya adalah program kaca mata gratis bagi siswa

yang tidak mampu. SMPN 1 Ngoro merupakan salah satu sekolah yang masuk

dalam wilayah kerja Puskesmas Ngoro. Pada tahun 2018, siswa siswi SMPN 1

Ngoro yang mendapat bantuan kaca mata sebanyak 89 orang. Selain itu,

didapatkan bahwa siswa SMPN 1 Ngoro cukup banyak yang menggunakan

kacamata, terutama siswa kelas VII. Berdasarkan data UPT Puskesmas Ngoro

melalui hasil screening pemeriksaan visus dengan tabel snellen yang dilakukan

pada siswa kelas VII SMPN 1 Ngoro tahun 2017, yang mengalami kelainan

refraksi adalah sebanyak 34 siswa. Sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 45

siswa. Jumlah ini diperkirakan meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan

permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara

penggunaan gadget dengan penurunan visus pada siswa kelas VII SMPN 1 Ngoro,

Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto.

5
1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara penggunaan gadget dengan penurunan visus

pada siswa kelas VII SMPN 1 Ngoro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi hubungan antara penggunaan gadget dengan

penurunan visus pada siswa kelas VII SMPN 1 Ngoro, Kecamatan

Ngoro, Kabupaten Mojokerto.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk megidentifikasi karakteristik pengguna gadget berdasarkan

jenis kelamin, jenis gadget pada siswa kelas VII SMPN 1 Ngoro,

Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto tahun 2019.

b. Untuk megidentifikasi karakteristik penggunaan gadget antara lain

frekuensi, durasi dan posisi penggunaan gadget pada siswa kelas

VII SMPN 1 Ngoro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto

tahun 2019.

c. Untuk mengidentifikasi media gadget yang digunakan oleh siswa

kelas VII SMPN 1 Ngoro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten

Mojokerto tahun 2019.

d. Untuk mengidentifikasi visus siswa kelas VII di SMPN 1 Ngoro,

Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto tahun 2019.

6
e. Untuk menganalisis hubungan antara lama penggunaan gadget dan

penurunan visus pada siswa kelas VII di SMPN 1 Ngoro,

Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto tahun 2019.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

1. Bagi peneliti

a. Dengan penelitian ini diharapkan peneliti mampu menerapkan

disiplin ilmunya dilapangan khususnya dalam bidang oftalmologi.

b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi data dasar untuk penelitian

selanjutnya bagi peneliti lain.

2. Bagi masyarakat

a. Meningkatkan pengetahuan pelajar tentang efek dari pemakaian

gadget yang berdampak pada kesehatan mata.

b. Sebagai informasi dan sarana edukasi kesehatan kepada orang tua

murid serta anak yang diberikan gadget oleh orangtuanya.

3. Bagi puskesmas

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi Puskesmas

dalam upaya pencegahan terhadap kejadian penurunan visus pada siswa

sekolah karena penggunaan gadget.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Visus

a. Anatomi dan Fisiologi Mata

Bagian–bagian dari mata yang paling penting untuk memfokuskan

bayangan yaitu kornea, lensa dan retina. Kornea adalah selaput bening mata,

bagian selaput yang menembus cahaya dan juga jaringan yang menutup bola mata

bagian depan dan terdiri atas lapisan epitel, membran bowman, stroma membran

descement, dan endotel. Lensa adalah jaringan yang berasal dari ektoderm

permukaan yang berbentuk transparan didalam mata dan bersifat bening. Retina

atau selaput jala adalah bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima

rangsangan cahaya (Perdami, 2011).

Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian di

fokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina, fotoreseptor pada

retina mengumpulkan informasi yang ditangkap mata, dan kemudian memberikan

sinyal informasi ke otak melalui saraf optik. Semua bagian tersebut harus bekerja

simultan untuk dapat melihat objek tersebut (Sidarta, 2010).

Berkas cahaya akan berbelok atau berbias (mengalamai refraksi) apabila

berjalan dari satu medium lain dengan kepadatan yang berbeda kecuali apabila

berkas cahaya tersebut jatuh tegak lurus pada permukaan (Sherwood, 2010).

8
Gambar 2.1 Anatomi mata

b. Fisiologi Proses Melihat

Proses penglihatan diawali dengan cahaya yang masuk ke dalam mata, dan

diikuti dengan proses penglihatan yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap

pembiasan tahap sintesa fotokimia, tahap pengiriman sinyal sensoris dan tahap

persepsi di pusat penglihatan. Tahap pembiasan terjadi di kornea, lensa, badan

kaca, dengan titik hasil pembiasan tergantung pada pada panjang sumbu bola

mata. Proses fotokimia terjadi pada fovea di makula. Proses kimia yang terjadi

akan merangsang dan menimbulkan impuls listrik potensial. Selanjutnya impuls

listrik ini akan diantar oleh serabut saraf ke pusat penglihatan di otak untuk

diproses sehingga terjadi persepsi penglihatan (Vaughan, 2010).

Cahaya yang masuk melewati akan diteruskan melalui pupil, kemudian

akan di fokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor

pada retina mengumpulkan informasi yang ditangkap mata kemudian

mengirimkan sinyal informasi ke otak melalui saraf optik. Kemudian harus

berkerja simultan untuk dapat melihat suatu objek (Vaughan, 2010).

9
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk

penglihatan jauh, tetapi otot siliaris melonggar atau melemas dan lensa mendatar

untuk penglihatan jauh tetapi otot siliaris akan berkontraksi untuk memungkinkan

lensa menjadi cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Hal inilah yang

disebut akomodasi (Vaughan, 2010).

c. Tajam Penglihatan

Fungsi penglihatan mata dapat dikarakterisasikan dalam lima fungsi utama,

yaitu high contrast acuity atau tajam penglihatan, sensitivitas terhadap kontras,

penglihatan terang (glare), lapang pandang dan penglihatan warna. Tajam

penglihatan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk membaca tes pola

standar pada jarak tertentu. Pada umumnya hasil pengukuran dibandingkan

dengan penglihatan orang normal. Beberapa faktor seperti penerangan umum,

kontras, berbagai uji warna, waktu papar, dan kelainan refraksi mata dapat

merubah tajam penglihatan (Sidarta, 2010).

Gangguan visus atau ketajaman penglihatan merupakan gejala yang paling

umum dikemukakan oleh seseorang yang mengalami gangguan lintasan visual

(Sidarta, 2010). Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk

mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan.

Pemeriksaan tajam penglihatan seharusnya menjadi bagian pemeriksaan rutin.

Metode pengukuran ketajaman penglihatan yang umum menggunakan alat khusus

berbentuk huruf dimana yang paling sering digunakan adalah kartu uji snellen

(Snellen chart) (Sidarta, 2010).

10
Cara melakukan pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart

yaitu pasien menghadap kartu uji pada jarak 6 meter (atau 20 feet). Pemeriksaan

visus biasanya dimulai dari mata bagian kanan kemudian dilanjutkan mata bagian

kiri. pasien diminta membaca huruf-huruf pada kartu uji snellen mulai dari huruf

yang paling besar dideret paling atas beturut-turut ke deretan-deretan dibawahnya.

Kemudian dilakukan pula pada mata bagian kanan.

Visus dinyatakan dalam pecahan. Pembilang menunjukkan jarak pasien

dengan kartu sedangkan penyebut adalah jarak pasien yang penglihatannya masih

normal bisa membaca baris yang sama pada kartu.

Rumus : V = D/d

Keterangan :

V : Ketajaman penglihatan (visus)

d : Jarak yang dilihat oleh penderita

D : Jarak yang dapat dilihat oleh mata normal

Pemeriksaan tajam penglihatan atau visus merupakan pemeriksaan fungsi

mata untuk menilai kekuatan resolusi mata. Pemeriksaan standar adalah dengan

menggunakan kartu Snellen, yang terdiri dari baris-baris huruf yang semakin ke

bawah ukurannya semakin kecil. Tajam penglihatan dicatat sebagai jarak baca

pada nomor baris, dari huruf terkecil yang dilihat. Tajam penglihatan normal rata-

rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (20/15 atau 20/20 kaki). Apabila penglihatan

kurang maka diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung

jari) ataupun proyeksi sinar (Vaughan, 2010).

11
Tabel 2.1 Kriteria tajam penglihatan menurut WHO

Tajam Penglihatan
Kriteria
Snellen LogMAR
Tajam penglihatan baik 6/6 – 6/18 0,00 – 0,48
Tajam penglihatan sedang <6/18 – 6/60 >0,48 – 1,00
Tajam penglihatan buruk <6/60 >1,00

Pemeriksaan tajam penglihatan adalah hal yang perlu dilakukan karena

tajam penglihatan dapat berubah-ubah sesuai dengan proses penyakit yang sedang

berjalan. Secara garis besar, terdapat tiga penyebab utama berkurangnya tajam

penglihatan, yaitu kelainan refraksi (misal miopia, hipermetropia), kelainan media

refrakta (misal katarak), dan kelainan syaraf (misal glaukoma, neuritis) (Vaughan,

2010).

d. Faktor yang Mempengaruhi Visus

1. Usia

Usia merupakan satuan waktu yang mengukur keberadaan suatu makhluk.

Usia kronologis manusia adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat

kelahiran seseorang sampai dengan waktu perhitungan usia. Seiring

bertambahnya usia menyebabkan lensa mata kehilangan elastisitasnya,

sehingga sedikit kesulitan jika melihat dalam jarak yang dekat. Hal ini

menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan pada saat mengerjakan sesuatu

dengan jarak yang dekat dan penglihatan jauh. Dengan bertambahnya usia,

maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat berkurangnya elastisitas

lensa sehingga lensa sukar mencembung (Sidarta, 2010).

12
2. Intensitas Penerangan

Penerangan merupakan jumlah cahaya yang jatuh pada permukaan kerja.

Desain penerangan yang tidak baik akan menyebabkan gangguan atau

kelelahan penglihatan. Intensitas penerangan atau cahaya menentukan

jangkauan akomodasi. Penerangan yang baik adalah penerangan yang cukup

dan memadai sehingga dapat mencegah terjadinya ketegangan mata. Efek

dari penerangan yang kurang akan mempengaruhi terjadinya kelelahan mata

dengan gejala terjadinya iritasi pada mata (mata perih, merah, berair),

penglihatan terlihat ganda, sakit sekitar mata, kemampuan daya akomodasi

berkurang dan menurunkan ketajaman penglihatan. Akomodasi berkurang

disebabkan oleh intensitas cahaya yang rendah titik jauh bergerak menjauh

maka kecepatan dan ketepatan akomodasi bisa berkurang. Sehingga apabila

intensitas cahaya makin rendah maka kecepatan dan ketepatan akomodasi

juga akan berkurang (Vaughan, 2010).

3. Lama penggunaan Smartphone atau Gadget

Menatap layar gadget dalam waktu yang lama dapat memberikan tekanan

tambahan pada mata dan susunan syarafnya. Saat melihat gadget dalam

waktu lama dan terus menerus dengan frekuensi mengedip yang rendah dapat

menyebabkan mata mengalami penguapan berlebihan sehingga mata menjadi

kering. Dalam hal ini, air mata memiliki fungsi yang sangat penting. Air mata

berfungsi untuk memperbaiki tajam penglihatan, membersihkan kotoran yang

masuk kemata dari atmosfer, nutrisi (glukosa, elektrolit, enzim, protein) serta

mengandung antibakteri dan antibodi. Apabila mata kekurangan air mata

13
maka dapat menyebabkan mata kekurangan nutrisi dan oksigen. Dalam waktu

yang lama kondisi seperti ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan

menetap. Menggunakan gadget melebihi batas waktu berkaitan pula dengan

durasi paparan radiasi yang diterima oleh tubuh. Radiasi merupakan energi

yang ditransmisikan, dikeluarkan atau diabsorbsi dalam bentuk partikel energi

atau gelombang elektromagnetik. Lamanya radiasi yang menyinari tubuh

khususnya mata walaupun dengan intensitas yang rendah akan tetapi dalam

jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan fisiologis. Penelitian yang

telah dilakukan oleh Anggityas menyatakan bahwa rata-rata durasi bermain

game online pada anak usia sekolah sebesar 20,80 jam perminggu dan rata-

rata nilai visus mata anak menurun dengan nilai 0,8 sebanyak 35%. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan antara durasi bermain game online

dengan nilai visus mata (Supriati, 2012).

Penggunaan gadget dalam jangka waktu yang lama juga dapat

mempengaruhi tajam penglihatan. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan

gadget lebih dari dua jam per hari dapat meningkatkan risiko penurunan visus

3 kali lebih besar dibandingkan menggunakan gadget kurang dari dua jam per

hari. Namun dalam penelitian tersebut menyatakan tidak ada hubungan yang

signifikan antara penerangan gadget dengan tajam penglihatan, tetapi hal ini

akan berpengaruh terhadap kelelahan mata (Handriani, 2016).

4. Jarak mata saat melihat objek

14
Saat mata melihat objek maka mata melakukan kegiatan akomodasi. Hal

ini bertujuan agar mata dapat melihat objek dengan jelas. Ketika melihat

objek dengan jarak yang jauh maupun dengan jarak yang dekat mata akan

berakomodasi. Kegiatan akomodasi yang dilakukan oleh otot mata ini dapat

menyebabkan kelelahan mata. Kejadian ini dapat terjadi sebagai akibat dari

akomodasi yang tidak efektif hasil dari otot mata yang lemah dan tidak stabil.

Anatomi mata manusia didesain untuk melihat jarak jauh dalam waktu lama

dan melihat objek dekat dalam waktu pendek. Jadi ketika membaca,

menggunakan komputer atau bekerja dengan objek jarak dekat dengan waktu

berjam-jam, berarti kita telah mengunakan mata berlawanan dengan kehendak

alam. Akibatnya, sistem penglihatan akan tertekan dan akhirnya timbul

kerusakan yang disebut stres titik dekat. Pandangan mata terhadap objek yang

terlalu dekat dan terus menerus lebih dari dua jam dapat menyebabkan

kelelahan mata. Menurut penelitian Dedy Fachrian, aktivitas melihat dekat

dan lama dapat meningkatkan risiko kelainan tajam penglihatan sebesar

empat kali lipat (OR 3,0;95% CI 1,2 -7,4) (Supriati, 2012).

Perilaku penggunaan gadget yang tidak baik juga dapat menyebabkan

penurunan visus. Melihat gadget dalam jarak dekat menyebabkan

peningkatan akomodasi mata. Mata akan berkerja keras dalam berakomodasi

untuk mencembungkan lensa sehingga menambah kekuatan lensa untuk dapat

melihat benda dekat dengan jelas. Peristiwa ini dapat menyebabkan

rangsangan pada mata untuk tumbuh memanjang sehingga dapat

menyesuaikan fokus untuk melihat benda dengan jelas. Ukuran aksial bola

15
mata yang terlalu panjang ini dapat menyebabkan penurunan visus, yaitu

miopia (Li dkk., 2015).

5. Posisi saat membaca dan menggunakan gadget

Penggunaan gadget dengan cara duduk lebih baik daripada posisi

berbaring. Dalam posisi duduk pengguna dapat menjaga jarak ideal antara

mata dengan gadget. Sedangkan pada posisi berbaring, tubuh tidak akan

merasa relaks karena otot mata akan menarik bola mata ke bawah mengikuti

letak objek sehingga mata akan lebih bekerja keras dalam berakomodasi.

Mata yang terakomodasi lama akan mempengaruhi penurunan visus

seseorang secara cepat. Menjaga jarak antara mata dengan gadget juga

menjadi hal penting dalam menjaga tajam penglihatan. Apabila seseorang

melihat gadget dalam jarak yang terlalu jauh dan terlalu dekat maka mata

dituntut untuk bekerja keras dalam berakomodasi. Kegiatan akomodasi yang

terus-menerus ini dapat menggangu kemampuan otot siliaris sehingga dapat

melemahkan kemampuan akomodasi atau tajam penglihatan. Seseorang yang

menggunakan gadget dengan jarak kurang dari 30 cm akan meningkatkan

penurunan visus sebanyak 3 kali lebih besar (Mumtaza,2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Widea menyatakan bahwa ada pengaruh

antara posisi menggunakan gadget terhadap ketajaman penglihatan. Dimana

penggunaan gadget dengan posisi yang tidak benar mengalami penurunan

ketajaman penglihatan sebesar 58,3 persen dibandingkan dengan

16
menggunakan gadget dengan posisi yang benar hanya mengalami penurunan

ketajaman penglihatan sebesar 41,7 persen (Supriati, 2012).

2.2 Gadget

a. Definisi

Secara istilah gadget berasal dari bahasa Inggris yang artinya perangkat

elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus. Manumpil, dkk (2015), gadget

adalah sebuah teknologi yang berkembang pesat dan memiliki fungsi khusus

diantaranya yaitu smartphone, iphone, dan blackberry. Widiawati dan Sugiman

(2014), gadget merupakan barang canggih yang diciptakan dengan berbagai

aplikasi yang dapat menyajikan berbagai media berita, jejaring sosial, hobi,

bahkan hiburan. Jati dan Herawati (2014), gadget adalah media yang dipakai

sebagai alat komunikasi modern dan semakin mempermudah kegiatan

komunikasi manusia.

b. Perkembangan Gadget

Trend gadget sekitar tahun 2012 di indonesia masih dipegang oleh segmen

smartphone. Meskipun komputer dan laptop masih memiliki peluang untuk

berkembang, akan tetapi masih kalah dengan perkembangan smartphone. Hal ini

dikarenakan tingkat konsumen smartphone di Indonesia yang akan terus

bertambah. Seperti saat ini perkembangan gadget yang menjadi pilihan banyak

orang Indonesia diantaranya adalah Apple dan Android (West, 2007).

17
c. Jenis-jenis Gadget di Indonesia

Gadget yang saat ini banyak digemari masyarakat khususnya kalangan

remaja, mempunyai beberapa jenis-jenis gadget yang sering digunakan (Irawan,

2013). Jenis-jenis gadget diantaranya:

1. Smartphone

Merupakan sebuah alat atau perangkat komunikasi elektronik tanpa kabel.

Sehingga alat ini dapat dibawa kemana-mana dan memiliki kemampuan

dasar yang sama halnya dengan telepon konvensional saluran tetap

(Irawan, 2013).

Smartphone merupakan sebuah telepon yang memiliki koneksi internet.

Selain itu memiliki aplikasi multimedia yang dapat digunakan untuk

mengirim pesan gambar (Irawan, 2013).

2. Komputer Tablet

Merupakan sebuah gadget yang memiliki ukuran lebih besar dari

handphone. Alat ini serupa dengan komputer tablet yang memiliki fungsi-

fungsi tambahan yang ada pada sistem operasi (Irawan, 2013).

3. Netbook

Merupakan sebuah alat perpaduan antara komputer portabel. Alat ini

seperti halnya dengan notebook dan internet (Irawan, 2013).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan gadget

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi remaja dalam penggunaan

gadget. Faktor-faktor tersebut meliputi:

18
1. Iklan yang merajalela di dunia pertelevisian dan di media sosial

Iklan seringkali mempengaruhi remaja untuk mengikuti perkembangan

masa kini. Sehingga hal itu membuat remaja semakin tertarik bahkan

penasaran akan hal baru (Fadilah, 2015).

2. Gadget menampilkan fitur-fitur yang menarik

Fitur-fitur yang ada didalam gadget membuat ketertarikan pada remaja.

Sehingga hal itu membuat remaja penasaran untuk mengoperasikan gadget

(Fadilah, 2015).

3. Kecanggihan dari gadget

Kecanggihan dari gadget dapat memudahkan semua kebutuhan remaja.

Kebutuhan remaja dapat terpenuhi dalam bermain game, sosial media

bahkan sampai berbelanja online (Fadilah, 2015).

4. Keterjangkauan harga gadget

Keterjangkauan harga disebabkan karena banyaknya persaingan teknologi.

Sehingga dapat menyebabkan harga dari gadget semakin terjangkau.

Dahulu hanyalah golongan orang menengah atas yang mampu membeli

gadget, akan tetapi pada kenyataan sekarang orang tua berpenghasilan pas-

pasan mampu membelikan gadget untuk anaknya (Fadilah, 2015).

5. Lingkungan

Lingkungan membuat adanya penekanan dari teman sebaya dan juga

masyarakat. Hal ini menjadi banyak orang yang menggunakan gadget,

maka masyarakat lainnya menjadi enggan meninggalkan gadget. Selain itu

19
sekarang hampir setiap kegiatan menuntut seseorang untuk menggunakan

gadget (Fadilah, 2015).

6. Faktor budaya

Faktor budaya berpengaruh paling luas dan mendalam terhadap perilaku

remaja. Sehingga banyak remaja mengikuti trend yang ada didalam

budaya lingkungan mereka, yang mengakibatkan keharusan untuk

memiliki gadget (Kotler, 2007).

7. Faktor sosial

Faktor sosial yang mempengaruhinya seperti kelompok acuan, keluarga

serta status sosial. Peran keluarga sangat penting dalam faktor sosial,

karena keluarga sebagai acuan utama dalam perilaku remaja (Kotler,

2007).

8. Faktor pribadi

Faktor pribadi yang memberikan kontribusi terhadap perilaku remaja

seperti usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi,

gaya hidup, dan konsep diri. Kepribadian remaja yang selalu ingin terlihat

lebih dari teman-temannya, biasanya cenderung mengikuti tren sesuai

perkembangan teknologi (Kotler, 2007).

e. Unsafe Action Penggunaan Gadget

Unsafe action adalah perilaku atau tindakan tidak aman yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan. Keluhan subyektif gangguan kesehatan mata

timbul akibat dari paparan radiasi yang diterima oleh tubuh dan didukung dengan

20
unsafe action yang secara tidak sadar dan terus menerus dilakukan. Unsafe action

dalam penggunaan gadget dapat berupa posisi, lama waktu, jarak pandang, dan

pencahayaan dalam menggunakan gadget (Ridwan, 2009).

1. Posisi

Posisi saat berbaring menyebabkan tubuh tidak bisa relaks karena otot

mata akan menarik bola mata ke arah bawah, mengikuti letak objek yang

dilihat. Mata yang sering terakomodasi dalam waktu lama akan lebih cepat

menurunkan kemampuan melihat jauh. Oleh karena itu, posisi duduk lebih

disarankan karena dapat mengurangi risiko gangguan kesehatan mata

(Ridwan, 2009).

2. Lama waktu

Dosis pajanan merupakan hasil kelipatan dari konsentrasi dan waktu, maka

dengan mengurangi waktu pajanan praktis akan mengurangi dosis.

Gangguan kesehatan yang terjadi bergantung pada dosis dan lamanya

pajanan serta distribusinya di tubuh. Pajanan akut dengan dosis kira-kira

100-400 Gy mulai bergejala dalam jangka waktu 2-6 jam, sedangkan pada

dosis 600-1000 Gy sudah timbul dalam 2 jam (Ridwan, 2009).

3. Jarak pandang

Makin jauh jarak sumber radiasi, intensitas pancaran radiasi akan makin

kecil. Pandangan mata terhadap objek yang terlalu dekat dan terus

menerus lebih dari 2 jam dapat menyebabkan kelelahan mata (Ridwan,

2009).

4. Pencahayaan

21
Intensitas penerangan atau cahaya menentukan jangkauan akomodasi.

Penerangan yang baik adalah penerangan yang cukup dan memadai

sehingga dapat mencegah terjadinya ketegangan mata. Apabila intensitas

cahaya yang rendah titik jauh bergerak menjauh maka kecepatan dan

ketepatan akomodasi bisa berkurang. Sehingga apabilaintensitas cahaya

makin rendah maka kecepatan dan ketepatan akomodasi juga akan

berkurang (Ridwan, 2009).

Menurut penelitian Lely. I. Porotu’o, dkk pada tahun 2014 yang berjudul

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketajaman Penglihatan Pada Pelajar

Sekolah Dasar Katolik Santa Theresia 02 Kota Manado mendapatkan hasil

sebagai berikut:

1. Screen Time didefinisikan sebagai durasi waktu yang digunakan untuk

melakukan aktivitas di depan layar kaca media elektronik tanpa melakukan

aktifitas olahraga misalnya duduk menonton televisi atau video, bermain

komputer, maupun bermain permainan video. Screen time berdasarkan

klasifikasi tersebut yaitu >2 jam/hari dan ≤2 jam/hari yang di lihat pada

analisis univariat bahwa siswa Sekolah Dasar Katolik Santa Theresia 02

Manado memiliki screen based activity >2 jam/hari yang tinggi yaitu 80%,

hal ini menjukkan bahwa sangat banyak aktivitas yang dilakukan anak-

anak di depan layar >2jam/hari.

2. Lingkungan sekolah merupakan salah satu pemicu terjadinya penurunan

ketajaman penglihatan pada anak seperti sarana dan prasarana sekolah

yang tidak ergonomis saat proses belajar mengajar (Wati, 2008) oleh

22
karena itu posisi akan mempengaruhi anak saat membaca yang dapat

dilihat dari distribusi responden berdasarkan posisi membaca yang

memiliki persentasi sebanyak 65,7% anak membaca dengan posisi duduk

tidak tegak.

3. Jarak membaca pada siswa siswi Sekolah Dasar Katolik Santa Theresia 02

Manado dapat dilihat pada distribusi responden berdasarkan jarak

membaca, dan siswa yang membaca dengan jarak < 30 cm menunjukkan

persentasi yang cukup tinggi yaitu 72,9%.

2.3 Hubungan Lama

Berikut beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini :

a. Hilya Itsnain Mumtaza (2019) Jurusan Pendidikan Dokter. Fakultas

Kedokteran Universitas Jember. Judul : Perbedaan Tajam Penglihatan

Berdasarkan Pola Penggunaan Gadget pada Siswa Sekolah Menengah

Pertama Negri 2 Jember. Hasil penelitian : Penggunaan Gadget yang

memiliki hubungaan dengan penurunan visus yaitu lama penggunaan

gadget perhari selama > 2jam, frekuensi jeda saat menggunakan gadget

tiap >1 jam, lama jeda saat menggunakan gadget <15 menit, posisi

rebahan saat menggunakan gadget, penerapan cahaya terang pada layar

gadget, penggunaan gadget pada ruangan yang redup dan penggunaan

gadget dengan jarak <30 cm.

b. Devy Ristiya I Rahmawati (2018) Jurusan S1 Keperawatan, Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang. Judul :

23
Hubungan Penggunaan Gadget dengan Ketajaman Penglihatan Pada

Siswa Kelas VII dn VIII Mts Ridyatul Falah Jombang. Hasil penelitian :

Sebagian besar responden yang selalu menggunakan gadget sebanyak 26

responden (36%) mengalami perubahan ketajaman penglihatan rendah,

dan responden yang tidak menggunakan gadget hanya sebanyak 4

responden (5%) yang mengalami perubahan ketajaman penglihatan

rendah. Hasil uji statistik menunjukkan p (0,08) > (0,05) ada hubungan

penggunaan gadget dengan ketajaman penglihatan pada siswa.

c. Putri Anggreini A.STP (2016). Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul : Prevalensi Miopia

pada Siswa Pengguna Gadget di Kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah

Pembangunan UIN Jakarta Tahun Ajaran 2015/2016. Hasil Penelitian :

Jumlah siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah yang mengalami myopia

karena penggunaan gadget adalah 33 (33%) siswa dan yang

tidakmengalami myopia adalah 67 (67%) siswa. Karakteristik gadget

dan menderita myopia yaitu durasi peggunaan gadget yang cukup 23

siswa, dengan posisi duduk 19 siswa dan yang menggunakan gadget

jenis samsung 15 siswa. Simpulan : karakteristik gadget yang

berhubungan dengan kejadian myopia dengan angka yang unggul adalah

durasi berlebih, jenis gadget samsung dan posisi duduk.

24
BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Penggunaan gadget

Paparan radiasi
Akomodasi lensa mata ↑
(blue light)

Menstimulasi pelepasan Kontraksi otot siliaris


dopamin pada retina meningkat

Kemampuan akomodasi
Menstimulasi serotonin lensa mata ↓

Bayangan jatuh
Menstimulasi dibelakang retina
pertumbuhan panjang
aksial bola mata

Penurunan
Visus

Gambar 3.1 Kerangka teori


( Mumtaza,2016)

Terlalu lama melakukan aktivitas jarak dekat menyebabkan akomodasi

yang tidak berhenti dan otot siliaris terus berkontraksi sehingga menyebabkan

meningkatnya suhu bilik mata depan dan yang selanjutnya meningkatkan

25
produksi cairn intraocular. Peningkatan ini menyebabkan meningkatnya

tekanan bola mata yang berhubungan terjadinya penurunan visus. Agar tidak

terjadi kerusakan pada bola mata sebaiknya penggunaan gadget dibatasi 1-2

jam dalam sehari (Anggreini,2016).

Pencembungan lensa secara kronis dapat menyebabkan gangguan fokus

pada retina perifer dan sentral. Gangguan ini menyebabkan bayangan jatuh di

belakang retina sehingga merangsang penipisan koroid dan merangsang retina

untuk bergerak ke belakang menyesuaikan jatuhnya banyangan (Read, 2016).

3.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

: diteliti

------------ : tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konsep Hubungan Lama Waktu Penggunaan Gadget


dengan Penurunan visus pada Siswa SMPN 1 Ngoro Mojokerto

Keluhan subyektif gangguan kesehatan mata timbul akibat dari faktor

internal dan faktor eksernal. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi

penurunan visus adalah penggunaan gadget, dapat berupa posisi, lama waktu, dan

frekuensi penggunaan gadget.

1. Posisi

Saat berbaring menyebabkan tubuh tidak bisa relaks karena otot mata

akan menarik bola mata ke arah bawah, mengikuti letak objek yang dilihat.

26
Mata yang sering terakomodasi dalam waktu lama akan lebih cepat

menurunkan kemampuan melihat jauh. Oleh karena itu, posisi duduk lebih

disarankan karena dapat mengurangi risiko gangguan kesehatan mata.

2. Lama penggunaan gadget

Dosis pajanan merupakan hasil kelipatan dari konsentrasi dan waktu,

maka dengan mengurangi waktu pajanan praktis akan mengurangi dosis.

Gangguan kesehatan yang terjadi bergantung pada dosis dan lamanya

pajanan serta distribusinya di tubuh. Pajanan akut dengan dosis kira-kira

100-400 Gy mulai bergejala dalam jangka waktu 2-6 jam, sedangkan pada

dosis 600-1000 Gy sudah timbul dalam 2 jam. Oleh karena itu, semakin

panjang waktu seseorang dalam menggunakan gadget, semakin tinggi

risiko untuk mengalami gangguan tajam penglihatan.

3. Frekuensi penggunaan gadget

Saat melihat gadget dalam waktu lama dan terus menerus dengan

frekuensi mengedip yang rendah dapat menyebabkan mata mengalami

penguapan berlebihan sehingga mata menjadi kering. Dalam waktu yang

lama kondisi seperti ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan

menetap

3.3 Hipotesis

Hipotesis penelitian Ada hubungan lama penggunaan gadget terhadap

penurunan visus di SMPN 1 Ngoro Kecamatan Ngoro.

27
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode

pengumpulan cross sectional yang dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui

hubungan antara lama waktu penggunaan gadget dengan tajam penglihatan pada

siswa SMPN 1 Ngoro Mojokerto. Penelitian ini meliputi pengambilan data

dengan kuesioner kepada responden, pemeriksaan mata, analisis data, dan

interpretasi hasil penelitian.

4.2 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian hubungan antara lama waktu penggunaan gadget dengan

penurunan visus dilaksanakan di SMPN 1 Ngoro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten

Mojokerto. Waktu penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus 2019.

4.3 Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi didefinisikan sebagai keseluruhan dari objek yang akan diteliti

(Sunyoto & Setiawan, 2013). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Semua siswa kelas VII SMPN 1 Ngoro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto,

memiliki 10 kelas beranggotakan 32 siswa, sehingga jumlah total populasi pada

penelitian ini sebesar 320 orang.

b. Besar Sampel

28
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiono, 2013). Sampel adalah sebagian objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Besar sampel sebagian

siswa kelas VII yang berjumlah 10 kelas di SMPN 1 Ngoro, Kecamatan Ngoro,

Kabupaten Mojokerto.

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Probability Sampling dengan

metode simple random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara acak

tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi (Alimul, 2009).

Penentuan besar sampel dihitung menggunakan rumus Slovin, yaitu:

𝑁
n=
1+𝑁(𝑒)2

Keterangan :

n : Ukuran sampel

N : Ukuran populasi

e : Persen kelonggaran karena ketidak telitian pengambilan sampel

Perhitungan rumus

320
n=
1+320 (0,05)2

320
n=
1,8

n = 177,7 = 178

Berdasarkan hasil hitung menggunakan rumus Slovin maka jumlah sampel

siswa yang diambil di SMPN 1 Ngoro dari populasi 320 siswa adalah sebesar 178

siswa.

29
c. Kriteria Sampel

C1. Kriteria inklusi

1. Seluruh anak kelas 7 SMP yang bersekolah dan hadir pada saat

pelaksanaan penelitian

2. Bersedia menjadi responden, mau dilakukan pemeriksaan mata dan mau

diwawancara.

C2. Kriteria Eksklusi

1. Responden yang mengalami cacat atau cedera pada mata

2. Responden yang mengalami penyakit infeksi mata seperti : glukoma,

strabismus, konjungtivis, dan katarak serta penyakit mata lain yang dapat

mengganggu hasil pemeriksaan.

3. Responden yang mengundurkan diri di tengah penelitian dan membatalkan

isi inform consent.

4.4 Variabel penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain).

4.4.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel independen sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas

adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau

timbulnya variabel dependen (Sugiono, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah penggunaan gadget.

30
4.4.2 Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat

karena variabel bebas (Sugiono, 2013). Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah tajam penglihatan siswa.

4.5 Definisi operasional

Menurut Sugiyono (2012), definisi operasional adalah penentuan konstrak

atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat diukur.

Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan

mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk

melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan

cara pengukuran konstrak yang lebih baik.

Tabel 4.1 Definisi Operasional hubungan antara lama waktu penggunaan gadget dengan
tajam penglihatan pada siswa SMPN 1 Ngoro Mojokerto.
No Variab Definisi Parameter Alat Skala Hasil ukur
el operasional ukur
Frekuensi a. Sering
Gadget yang penggunaan (≥ 3hari)
Kuesioner Nominal
digunakan oleh gadget dalam b. Jarang
responden yang seminggu (<3 hari)
Penggu
diukur berdasarkan a. Berlebih
1. naan indikator lama Lama waktu (≥ 2 jam)
Gadget penggunaan dan penggunaan b. Cukup
frekuensi kuesioner Nominal
gadget dalam (<2 jam)
(Anggreini,2016). sehari (Anggrei
ni,2016)
Penurunan a. Tajam
kemampuan visus penglihatan
responden dalam normal
Penuru
melihat dengan Snellen (6/6)
2. nan Visus Nominal
jelas jarak dekat Chart b. Tajam
Visus
atau jauh yang penglihatan
diukur dengan menurun
snellen chart (<6/6)

31
(WHO,
2010)
4.6 Prosedur Penelitian / Pengumpulan Data

4.5.1 Alur Penelitian

Mengurus izin ke Puskesmas Ngoro

Mengurus izin ke SMPN 1 Ngoro

Populasi
Seluruh siswa SMPN 1 Ngoro,
Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto

simple random sampling


Sampel
Siswa kelas 7 yang memiliki nomor absen
ganjil di kelas berdasarkan daftar nama
siswa tiap kelas
Persetujuan Informed
consent

Tidak bersedia Bersedia

Penilaian Visus

Visus <6/6 Visus 6/6

Penilaian lebih lanjut menggunakan


kuesioner

Analisis Data

Gambar 4.1 Alur Penelitian hubungan antara lama waktu penggunaan gadget dengan
tajam penglihatan pada siswa SMPN 1 Ngoro Mojokerto.

32
4.5.2 Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, jumlah tenaga kerja yang secara formal memiliki

kompetensi dalam pengukuran atau pengumpulan data adalah 4 orang Dokter

Muda yang sedang bertugas di Puskesmas Ngoro Mojokerto.

4.5.3 Bahan dan Alat / Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

disadur dari kuesioner penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty tahun 2018

serta Snellen chart. Kuesioner dilengkapi dengan surat pengantar kuesioner atau

penjelasan penelitian kepada responden serta lembar persetujuan dari responden

sebagai subyek penelitian (informed consent). Kuesioner digunakan untuk

mengambil data penggunaan gadget responden. Sedangkan Snellen chart

digunakan untuk mengukur visus responden.

4.5.4 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data adalah kegiatan merubah atau membuat seluruh data yang

dikumpulkan menjadi suatu bentuk yang dapat disajikan, dianalisa, dan ditarik

suatu kesimpulan (Fajar, dkk. 2009). Selanjutnya dilakukan pengolahan data

dengan cara sebagai berikut

a. Editing

Editing adalah kegiatan memeriksa kembali kuesioner (daftar pertanyaan)

yang telah diisi pada saat pengumpulan data. Hal ini dilakukan untuk

meneliti lengkap tidaknya kuesioner yang sudah diisi, kejelasan

33
jawabannya, kesesuaian antara jawaban yang satu dengan yang lainnya,

serta relevansi jawaban dan keseragaman satuan data.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data ke dalam bentuk, yang lebih

ringkas dengan mengunakan kode-kode tertentu. Pemberian kode ini

sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

Coding mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya.

c. Scoring

Scoring adalah memberikan nilai berupa angka pada jawaban pertanyaan

untuk memperoleh data.

d. Tabulation

Menyusun data yang telah lengkap sesuai dengan variabel yang

dibutuhkan lalu dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi. Setelah

diperoleh hasil dengan cara perhitungan, kemudian nilai dimasukkan

kedalam kategori nilai yang telah dibuat.

4.5.5 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap variabel hasil

penelitian, pada umumnya analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan

presentase dari tiap variabel tanpa membuat kesimpulan yang berlaku

secara umum (Ghozali, 2011). Masing-masing variabel dianalisis secara

deskriptif menggunakan distribusi frekuensi.

34
b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis hubungan. Analisis bivariat dalam penelitian

ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara penggunaan gadget

dengan ketajaman penglihatan pada siswa kelas VII SMPN 1 Ngoro,

Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Uji statistik yang digunakan

adalah uji Chi Square. Uji Chi Square bekerja dengan data nominal. jika x²

hitung ≥ x² tabel maka Ho ditolak artinya signifikan, yaitu ada hubungan

antara penggunaan gadget dengan ketajaman penglihatan pada siswa kelas

VII SMPN 1 Ngoro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Jika x²

hitung ≤ x² tabel maka Ho diterima artinya tidak signifikan, yaitu tidak ada

hubungan antara penggunaan gadget dengan ketajaman penglihatan pada

siswa kelas VII SMPN 1 Ngoro, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto.

Tingkat hubungan dinilai berdasarkan koefisien korelasinya, sebagaimana

tabel berikut.

Tabel 4.2 Tabel Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat Kuat

35
36

Anda mungkin juga menyukai