Anda di halaman 1dari 9

DISKUSI 1

Sejarah perkembangan dan perumusan Hak Asasi Manusia (HAM), bahwa perkembangan atas
pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan beraneka ragam. Perkembangan
HAM di Inggris, timbulnya magna Charta karena adanya tindakan kesewenangan Raja John
Lackland terhadap rakyat dan para bangsawan sejak menggantikan Raja Richard awal abad XII .

Menurut pendapat saya adalah :

Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia

Secara historis hak asasi manusia sebagaimana yang saat ini dikenal (baik yang di cantumkan
dalam berbagai piagam maupun dalam UUD), memiliki riwayat perjuangan panjang bahkan
sejak Abad Ke-13 perjuangan untuk mengukuhkan gagasan hak asasi manusia ini sesudah
dimulai segera setelah di tanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh raja John
Lackbland, maka sering kali peristiwa ini di catat sebagai permulaan dari sejarah perjuangan
hak-hak asasi manusia, sekali pun sesungguhnya piagam ini belum merupakan perlindungan
terhadap hak-hak asasi sebagaimana yang di kenal surat ini.
Menurut Muhammad Kusnardi dan Ibrahim di jelaskan bahwasannya perkembangan dari hak-
hak asasi manusia adalah dengan ditanda tanganinya Polition of Rights pada tahun 1628 oleh raja
Charles 1. Kalau pada tahun 1215 raja berhadapan dengan kaum bangsawan dan gereja, yang
mendorong lahirnya Magna Charta, maka pada tahun 1628 tersebut raja berhadapan dengan
parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (The House Of Comouons) kenyataan ini
memperlihatkan bahwa perjuangan hak-hak asasi manusia memiliki korelasi yang erat sekali
dengan perkembangan demokrasi.

Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwasannya hak asasi manusia itu telah ada sejak abad
13, karena telah adanya pejuangan-perjuangan dari rakyat untuk mengukuhkan gagasan hak asasi
mausia sudah di miliki.

HAK ASASI MANUSIA DI INGGRIS


Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi
manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan
tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan
disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :

MAGNA CHARTA
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John
Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan
sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang
akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna
Charta atau Piagam Agung.
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan
kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun
dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau
dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam
Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip
telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya
perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang
derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
1. Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan
Gereja Inggris.
2. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut
:
3. Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
4. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
5. Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa
perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
6. Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan
mengoreksi kesalahannya
Sehingga Ham harus diperlakukan seadil-adilnya .
DISKUSI 2

1.TEORI HAK KODRATI

Ajaran teori hak kodrati muncul pada abad pertengahan, dengan tokoh yang paling menonjol
Santo Thomas Aquinas. Ajaran hak kodrati mengandung dua ide filsafata, yakni : 1) ide bahwa
posisi masing-masing kehidupan manusia ditentukan oleh Tuhan dan semua manusia tunduk
pada otoritas Tuhan; 2) ide bahwa setiap orang adalah individu yang otonom.Teori hak kodrati
juga didukung oleh Grotius.

Para pendukung teori hukum kodrati memilih pendekatan rasional sekuler, dengan memandang
semua permasalahan hukum sebagai ketentuan yang dapat diketahui dengan menggunakan nalar
yang benar dan kesahihannya tidak tergantung pada Tuhan. Pandangan hukum kodrati Grotius
terus mengalami penyempurnaan dan akhirnya berubah menjadi teori hak kodrati yang
menyatakan bahwa hak-hak individu yang subjektif diakui.Teori ini didukung oleh Locke.

Teori Hak Kodrati (Natural Rights Theory)

HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua orang setiap saat dan di semua tempat oleh
karena manusia dilahirkan sebagai manusia. Hak-hak tersebut termasuk hak untuk hidup,
kebebasan dan harta kekayaan. Pengakuan tidak diperlukan bagi HAM, baik dari pemerintah
atau dari suatu sistem hukum, karena HAM bersifat universal. Berdasarkan alasan ini, sumber
HAM sesungguhnya sematamata berasal dari kodrat manusia secara alamiah

2.POSITIVISME

Penganut teori ini adalah David Hume, yang mengungkapkan bahwa penelitian terhadap
fenomena sosial dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :

kategori fakta, yang dapat dibuktikan dengan "ada" secara empiris dan yang "benar" atau
"salah"-nya dapat diperlihatkan. Inilah yang dimaksud dengan "seharusnya'. Pendapat Hume
dikenal dengan dengan "utilitarianisme" yang kemudia dikembangkan oleh Jeremy Bentham.
Tujuan 'utilitas" adalah untuk meningkatkan kesenangan manusia yang dapat dihitung secara
sistematis.

Teori Hak Positivisme

Tidak semua pihak setuju dengan pandangan teori hak-hak kodrati, teori positivis termasuk salah
satunya. Teori positivisme secara tegas menolak pandangan teori hak -hak kodrati. Penganut
teori ini berpendapat, bahwa mereka secara luas dikenal dan percaya bahwa hak harus berasal
dari suatu tempat. Kemudian, hak seharusnya diciptakan dan diberikan oleh konstitusi, hukum
atau kontrak. Keberatan utama teori positivisme ini adalah karena hak-hak kodrati sumbernya
dianggap tidak jelas. Menurut positivisme suatu hak mestilah berasal dari sumber yang jelas,
seperti dari peraturan perundang-undangan atau konstitusi yang dibuat oleh negara.
3.REALISME HUKUM

Para penganut teori ini adalah Karl Liewellyn dan Roscoe Pound. Menurut pandangan ini, hak
dipandang sebagai produk akhir proses interaksi dan mencerminkan nilai moral masyarakat yang
berlaku pada segala waktu tertentu.

Roscoe Pound membuat rumusan untuk pengesahan, keinginan manusia, tuntutan manusia serta
kepentingan sosial melalui rekayasa sosial, namun ia tidak mengidentifikasikan mekanisme atau
metode yang dapat memprioritaskan hak-hak individu baik dalam kaitan dengan hak-hak itu satu
sama lain maupun dalam hubungan dengan sasaran masyarakat.

kemunculan teori tentang hak asasi manusia yang beragam, telah menjadi salah satu penyebab
kemajukan pandangan tentang mekanisme perlindungan hak asasi manusia pada suatu negara.
Sekurang-kurangnya ada 4 kelompok pandangan tentang hak asasi manusia yang masing-masing
memiliki pengikut yang cukup luas termasuk di Indonesia. keempat pandangan tersebut adalah :
1) pandangan universal absolut, 2) pandangan universal relatif, 3) pandangan partikularistik, dan
4) pandangan partikular relatif.

Pandangan universal absolut melihat hak asasi manusia sebagai nilai-nilai universal sebagaimana
dirumuskan dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia internasional. Profil sosial budaya
suatu bangsa diabaikan dengan kata lain pelaksanaan perlindungan HAM di semua bangsa harus
sama tanpa memperhatikan corak dan asal-usul sosial budaya.

Pandangan universal relatif melihat persoalan HAM sebagai masalah universal namun dalam
pelaksanaannya mengenal perkecualian yang didasarkan atas asas-asas hukum internasional.

Pandangan partikularistik absolut melihat persoalan HAM sebagai masalah intern masing-
masing bangsa. Menurut pandangan ini masing-masing bangsa dapat melakukan penolakan
terhadap pelaksanaan kovenan-kovenan internasional tentang hak-hak asasi manusia. Pandangan
ini lebih jauh sering kali menimbulkan kesan nasionalisme sempit yang menolak nilai-nilai
universal, perlindungan HAM.

Pandangan partikularistik relatif melihat persoalan HAM disamping sebagai masalah universal
juga merupakan masalah nasional masing-masing bangsa. Hal ini berarti pemberlakuan kovenan-
kovenan internasional memerlukan penyelarasan sesuai dengan karakteristik budaya suatu
bangsa. Berbeda dengan pandangan partikularistik absolut, para pengikut pandangan
partikularistik mengakui adanya relativitas kultural dalam pelaksanaan perlindungan HAM yang
berlaku secara universal.

Dikenal dua asas yang lazim dianut bangsa-bangsa di dunia dalam menentukan status
kewarganegaraan seseorang, yaitu asas ius soli dan asas sanguinis.

Menurut asas ius soli status kewarganegraan seseorang ditentukan oleh tempat di mana ia
dilahirkan tanpa memandang asal-usul, kewarganegaraan orang tua. Sedangkan asas ius
sanguinis menetapkan status kewarganegaraan seseorang berdasarkan asal-usul
keturunannya.Status kewarganegaraan orang tualah yang menetukan kewarganegaraan
seseorang, bukan tempat ia dilahirkan.

Penerapan kedua asas di atas dapat menimbulkan kewarganegaraan rangkap (bipatride) atau
dapat pula menimbulkan tidak berkewarganegaraan (apatride). Masalah-masalh
kewarganegaraan biasanya diselesaikan diselesaikan melalui perjanjian internasional. Sebagai
warga negara seseorang akan terikat oleh segala ketentuannya yang dibuat oleh suatu negara. Hal
ini terjadi karena pengintegrasian kekuatan politik, negara memiliki sifat memaksa, monopoli
dan sifat semuanya. (Sumantri, 1984:8).

Untuk mencegah agar tidak terjadi kemungkinan penindasan hak-hak asasi warga negara oleh
penyelenggara kekuasaan negara, maka ditetapkanlah konstitusi atau UUD.Konstitusi sekurang-
kurangnya harus mengandung tiga hal, yaitu :

1. jaminan hak-hak asasi manusia atau warga negara

2. kerangka ketatanegaraan yang bersifat mendasar

3. aturan tentang tugas dan wewenang dalam negara yang

bersifat mendasar.

Teori Relavisme Budaya

Teori relativisme budaya (cultural relativist theory) yang memandang teori hak-hak kodrati dan
penekanannya pada universalitas sebagai suatu pemaksaan atas suatu budaya terhadap budaya
yang lain yang diberi nama imperalisme budaya (cultural imperalism). Menurut para penganut
teori relativisme budaya, tidak ada suatu hak yang bersifat universal. Mereka merasa bahwa teori
hak-hak kodrati mengabaikan dasar sosial dari identitas yang dimiliki oleh individu sebagai
manusia. Manusia selalu merupakan produk dari beberapa lingkungan sosial dan budaya dan
tradisi-tradisi budaya dan peradaban yang berbeda yang memuat cara-cara yang berbeda menjadi
manusia yang hidup di latar kultur yang berbeda pula.
DISKUSI 3

Mengenai upaya manusia untuk perlindungan terhadap hak-hak manusia mengalami


perkembangan yang pesat sejak berakhirnya Perang Dunia dan ini upaya-upaya yang dilakukan
oleh Negara-negara yang bergabung dalam Pembentukan PBB.

Karena begitu penting tentang HAM yang diperjuangkan hampir disetiap Negara.

Berikut penjelasannya :

HAK ASASI MANUSIA OLEH PBB

Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi
manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right).
Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2
tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana
Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa Universal
Declaration Of Human Rights atau Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang
terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara
menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap
tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.

Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, bahwa setiap orang
mempunyai Hak :
1. Hidup
2. Kemerdekaan dan keamanan badan
3. Diakui kepribadiannya
4. Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat
jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah
kecuali ada bukti yang sah
5. Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
6. Mendapatkan asylum
7. Mendapatkan suatu kebangsaan
8. Mendapatkan hak milik atas benda
9. Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
10. Bebas memeluk agama
11. Mengeluarkan pendapat
12. Berapat dan berkumpul
13. Mendapat jaminan sosial
14. Mendapatkan pekerjaan
15. Berdagang
16. Mendapatkan pendidikan
17. Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
18. Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan

Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu sebagai
tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan semua anggota dan
semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hak-hak dan
kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan
perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.

Upaya untuk menelusuri sejarah hak asasi manusia terganjal oleh perdebatan mengenai titik
awalnya.[2][3] Secara umum dan abstrak, nilai-nilai yang mendasari hak asasi manusia (seperti keadilan,
kesetaraan, dan martabat) dapat ditemukan dalam berbagai masyarakat dalam sejarah.[4] Konsep-
konsep yang terkait dengan hak asasi manusia sudah dapat ditelusuri paling tidak semenjak
dikeluarkannya Undang-Undang Hammurabi di Babilonia pada abad ke-18 SM, dan juga dengan
munculnya kitab-kitab agama.[2] Apabila yang dijadikan tolok ukur adalah sejarah gagasan bahwa semua
manusia memiliki hak kodrati, konsep ini sudah ada setidaknya dari zaman Yunani Kuno dengan
munculnya pemikiran filsuf-filsuf Stoikisme.[2] Namun, klaim-klaim historis semacam ini telah menuai
kritikan karena dianggap menyamaratakan gagasan mengenai keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan
dengan konsep hak asasi manusia modern.[5]

Mengapa HAM sangat penting untuk diperjuangkan? Karena Hak asasi manusia merupakan hak
hukum yang harus dimiliki oleh tiap orang sebagai manusia. HAM merupakan hak dasar yang
dibawa manusia sejak lahir yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia
haruslah dihormati, dilindungi, dan dijunjung tinggi.Hak Asasi Manusia mucul dari keyakinan
manusia itu sendiri bahwasanya semua manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan
sederajat. Manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama. Atas dasar
itulah manusia harus diperlakukan secara sama adil dan beradab. HAM bersifat universal, artinya
berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakannya berdasarkan atas ras, agama,suku dan
bangsa (etnis). Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai makhluk
ciptaan Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing individu. Namun
pada kenyataannya, kita melihat perkembangan HAM di Negara ini masih banyak bentuk
pelanggaran HAM yang sering kita temui.

Apabila sejarah HAM yang ditelusuri adalah sejarah HAM modern yang ditegakkan secara
hukum di tingkat nasional dan internasional saat ini, dapat dikatakan bahwa sejarahnya bermula
dari piagam-piagam yang mencantumkan kebebasan-kebebasan yang melindungi pemilik hak
dari penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin, dan dokumen yang mungkin bisa dianggap
sebagai titik awalnya adalah Magna Carta di Kerajaan Inggris dari tahun 1215.[2][4] Namun,
Magna Carta pun masih dianggap bermasalah, karena dokumen ini hanya melindungi para
bangsawan yang kuat dari kekuasaan Raja Inggris.[1] Maka dari itu, masa yang dianggap sangat
berpengaruh terhadap konsep HAM modern yang mencakup semua umat manusia adalah Abad
Pencerahan pada abad ke-18 dengan munculnya tulisan-tulisan karya John Locke yang terkait
dengan hukum kodrat.[4] Pakar hak asasi manusia Eva Brems bahkan membuat pernyataan yang
lebih keras dalam bukunya yang berjudul Human Rights: Universality and Diversity (2001)
dengan menyatakan bahwa "Sumber rumusan hak asasi manusia di tingkat internasional saat ini
sulit untuk ditilik kembali ke masa sebelum Abad Pencerahan, atau di tempat di luar Eropa dan
Amerika. Gagasan bahwa PUHAM berakar dari segala kebudayaan tidaklah lebih dari sekadar
mitos."[6] Pakar HAM Jack Donnelly juga menulis bahwa "Tidak ada masyarakat, peradaban,
atau budaya sebelum abad ketujuhbelas (...) yang telah memiliki praktik, atau bahkan visi, yang
banyak didukung mengenai hak asasi manusia secara individual yang setara dan tak dapat
dicabut."[7]

Anda mungkin juga menyukai