Anda di halaman 1dari 10

JUDUL

USULAN PENELITIAN NASKAH KEBIJAKAN NSPK


SUBTEMA: COMPARATIVE STUDY PENGELOLAAN
PENDIDIKAN KEJURUAN

PENGELOLAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DALAM MENGHADAPI INDUSTRI 4.0 DAN SOCIETY 5.0:
STUDI KOMPARASI DI INDONESIA, TAIWAN, DAN JEPANG

TIM PENGUSUL
Prof. Dr. Ekohariadi, M.Pd. 0004046012
Rina Harimurti, S.Pd., M.T. 0017126805
Subuh Isnur Haryudo, S.T., M.T. 0020087506
Yeni Anistyasari, S.Pd., M.Kom. 0027108403

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


2019

i
2
ABSTRAK

Saat ini adalah era industri 4.0 dan society 5.0 yang ditandai dengan penggunaan kecerdasan
buatan, internet of things (IoT), dan memperhatikan sisi humanis. Kedua istilah tersebut
menjadi perbincangan hangat dalam beberapa topik riset, termasuk dalam bidang pendidikan.
Institusi pendidikan bersama pemerintah berupaya menyiapkan diri dalam menghadapi dua era
tersebut. Termasuk juga di Indonesia, pemerintah menjadikan pendidikan vokasi atau kejuruan
sebagai prioritas pembangunan SDM. Untuk mewujudkannya, dapat diawali dengan
melakukan studi komparatif pengelolaan pendidikan kejuruan, khusunya SMK di Indonesia
dengan negara lain sebagai bahan pertimbangan perbaikan pengelolaan SMK. Penelitian ini
akan melakukan studi komparatif pengelolaan SMK di Indonesia dengan negara Taiwan dan
Jepang karena Taiwan adalah pusat penelitian kecerdasan buatan di Asia dan Jepang adalah
negara pencetus society 5.0. Tujuan penelitian ini yaitu membandingkan model pengelolaan
SMK di Indonesia, Taiwan, dan Jepang dalam pengelolaan SMK, menganalisis kelemahan
pengelolaan SMK di Indonesia, dan menganalisis kebijakan pemerintah Taiwan dan Jepang
yang dapat diterapkan di Indonesia. Data yang digunakan diperoleh dari studi literatur dan
wawancara dengan pakar pendidikan vokasi/kejuruan. Kerangka kerja yang akan digunakan
mengadopsi Porter’s diamond model yang telah dimodifikasi untuk penelitian pendidikan.
Rekomendasi yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
SMK di Indonesia.

A. LATAR BELAKANG

Akhir-akhir ini topik yang paling hangat dibicarakan terutama di bidang pendidikan
adalah pengaruh industri 4.0 dan society 5.0. Istilah industri 4.0 pertama kali digaungkan oleh
pemerintah Jerman dalam High-Tech Strategy [1]. Sejarah revolusi industri dimulai dari
industri 1.0 yang ditandai dengan penemuan mesin uap sebagai pertanda mekanisasi produksi
untuk menunjang efektifitas aktifitas manusia. Industri 2.0 ditandai oleh elektrifikasi.
Dilanjutkan dengan industri 3.0 yang ditandai dengan penggunaan komputer dan robot.
Sedangkan, industri 4.0 ditandai dengan perpaduan kecerdasan buatan dan internet of things
(IoT). Disamping itu, Perdana Menteri Jepang pada Januari 2019 merilis super-smart society
atau society 5.0 dimana big data, kecerdasan buatan dan internet of things (IoT) menyatu ke
dalam setiap industri dan semua segmen sosial [2]. Harapannya adalah bahwa revolusi

3
informasi ini akan memecahkan masalah yang saat ini tidak mungkin, membuat kehidupan
sehari-hari lebih nyaman dan berkelanjutan [3].
Dalam menyikapi revolusi 4.0 dan menyambut bonus demografi tahun 2020-2030,
pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian meluncurkan Making Indonesia 4.0
sebagai sebuah roadmap yang terintegrasi untuk mengimplementasikan strategi dalam
menghadapi industri 4.0. Sepuluh prioritas nasional yaitu pendidikan; kesehatan; perumahan
dan permukiman; pengembangan dunia usaha dan pariwisata; ketahanan energi; ketahanan
pangan; penanggulangan kemiskinan; infrastruktur, konektivitas, dan kemaritiman;
pembangunan wilayah; serta politik, hukum, pertahanan dan keamanan. Untuk tahun 2018,
pemerintah hanya menetapkan dua program prioritas untuk pendidikan yaitu pendidikan vokasi
dan peningkatan kualitas guru [4].
Sejalan dengan program prioritas pemerintah serta menjawab tantangan maupun peluang
industri 4.0, diperlukan adanya tinjauan relevansi antara pendidikan kejuruan dan kebutuhan
tenaga kerja serta tetap memperhatikan aspek humanis sesuai tantangan society 5.0. Lompatan
teknologi harus membuat sekolah kejuruan, khususnya SMK memperbaiki kualitas, memiliki
iklim kompetitif dan kooperatif sehingga mampu menghasilkan lulusan yang kompeten dalam
bidang literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia sebagai tenaga kerja produktif dan
profesional yang tersertifikasi nasional dan global [5], [6]. Perbaikan kualitas SMK harus
didukung oleh upaya pemerintah melalui kebijakan yang mendukung peningkatan mutu
pengelolaan SMK.

Perbaikan pengelolaan SMK di Indonesia dapat dilakukan salah satunya melalui studi
komparatif pengelolaan SMK di Indonesia dengan negara lain sebagai bahan pertimbangan.
Dengan mengkaji sistem pengelolaan SMK di negara lain, keunggulan dari negara tersebut
dapat dijadikan masukan untuk diterapkan di Indonesia. Penelitian ini akan melakukan studi
komparatif pengelolaan SMK di Indonesia dengan negara Taiwan dan Jepang karena alasan
berikut ini. Menurut Forbes, Taiwan merupakan negara tujuan utama riset kecerdasan buatan
di Asia. Hal ini dibuktikan dengan pemain raksasa teknologi informasi dunia seperti Google,
IBM, dan Microsoft menyatakan keinginannya untuk pusat research & development (R&D) di
Taiwan dan bukan di negara lain seperti China atau Korea [7]. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya bahwa industri 4.0 ditandai dengan pemanfaatan kecerdasan buatan dalam
pengembangan teknologi. Alasan pemilihan Jepang sebagai negara untuk studi komparatif
adalah Jepang pencetus society 5.0 untuk menghadapi ancaman bahwa pada tahun 2050

4
diramalkan sekitar 40% penduduk Jepang berusia 65 tahun ke atas. Selain itu, Jepang juga telah
melakukan penyesuain pengelolaan sekolah untuk menghadapi society 5.0.
Studi komparatif pendidikan telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Beberapa
diantaranya menggunakan Porter’s diamond model yang sebenarnya digunakan untuk bidang
industri tetapi telah dimodifikasi sehingga sesuai digunakan untuk studi komparatif pendidikan
[8], [9]. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini diberi judul “Pengelolaan Sekolah Menengah
Kejuruan dalam Menghadapi Industri 4.0 dan Society 5.0: Studi Komparatif di Indonesia,
Taiwan, dan Jepang”. Framework atau kerangka kerja penelitian menggunakan Porter’s
diamond model.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana model pengelolaan SMK di Indonesia, Taiwan, dan Jepang dalam


menghadapi industri 4.0 dan society 5.0?
2. Apa kelemahan dan keunggulan pengelolaan SMK di Indonesia dibandingkan Taiwan
dan Jepang dalam menghadapi industri 4.0 dan society 5.0?
3. Apa kebijakan pemerintah Taiwan dan Jepang yang dapat diadopsi untuk mengatasi
masalah pengelolaan SMK di Indonesia dalam menghadapi industri 4.0 dan society 5.0?

C. TUJUAN DAN MANFAAT

1. Tujuan Penelitian
a. Membandingkan model model pengelolaan SMK di Indonesia, Taiwan, dan Jepang
dalam menghadapi industri 4.0 dan society 5.0.
b. Menganalisis kelemahan dan keunggulan pengelolaan SMK di Indonesia
dibandingkan Taiwan dan Jepang dalam menghadapi industri 4.0 dan society 5.0.
c. Menganalisis kebijakan pemerintah Taiwan dan Jepang yang dapat diadopsi untuk
mengatasi masalah pengelolaan SMK di Indonesia dalam menghadapi industri 4.0 dan
society 5.0.

2. Manfaat Penelitian
a. Mendapatkan role model dari negara lain untuk pengelolaan SMK menghadapi
industri 4.0 dan society 5.0

5
b. Memberikan kontribusi terkait kebijakan pengelolaan SMK menghadapi industri 4.0
dan society 5.0
c. Memberikan deskripsi, gambaran dan referensi tentang perbandingan pengelolaan
SMK dengan negara lain dalam menghadapi industri 4.0 dan society 5.0

D. HIPOTESIS

Studi komparatif pengelolaan SMK di Indonesia, Taiwan, dan Jepang dapat


menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas SMK di
Indonesia.

E. METODE PENELITIAN

1. Kerangka Kerja

Kerangka kerja yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah model Porter’s
diamond (Porter, 1990) yang telah diadaptasi oleh Chen (2012) dan Tsiligris (2018) untuk
studi komparasi pendidikan lintas negara. Pada awalnya, Porter’s diamond model (PDM)
digunakan untuk menganalisis mengapa beberapa industri tertentu mampu berkompetisi
secara terus menerus di tempat tertentu. Ada empat atribut utama yang dapat
menjelaskannya yaitu (1) kondisi faktor (factor conditions); (2) kondisi permintaan
(demand conditions); (3) strategi, struktur, dan persaingan perusahaan (firm strategy,
structure, and rivalry); (4) industri yang terkait dan mendukung. Selain itu, dua elemen
tambahan yaitu kesempatan dan pemerintahan yang ikut mempengaruhi perusahaan. PDM
yang dicetuskan oleh Porter (1990) ditunjukkan di Gambar 1. Model ini dimodifikasi oleh
Chen (2012) untuk studi komparasi Vocational Education and Training (VET) sehingga
bentuknya seperti ditampilkan di Gambar 2.
Sedangkan Tsiligris (2018) menspesifikasikan subatribut untuk masing-masing
atribut yaitu (1) kondisi faktor: kemampuan berbahasa Inggris, kualitas pendidikan
sebelumnya, kualitas SDM, infrastruktur TI; (2) kondisi permintaan: inbound mobility,
outbond mobility, tren demografi; (3) strategi, struktur, dan persaingan perusahaan:
peraturan pemerintah, internasionalisasi pendidikan, kemudahan dalam melakukan bisnis,
pendapatan; (4) industri terkait yang mendukung: inovasi dan penelitian, pasar tenaga kerja
bagi alumni, populasi lulusan SMK. Dengan menggabungkan kedua teori tersebut,

6
kerangka kerja yang digunakan untuk studi komparasi pada penelitian ini ditunjukkan di
Gambar 3.

Gambar 1. Model asli Porter’s diamond model

Gambar 2. Porter’s diamond model yang telah dimodifikasi

Gambar 3. Kerangka kerja penelitian

7
2. Model Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan termasuk penelitian kualitatif dengan membandingkan
data yang dikumpulkan melalui studi literatur dan wawancara dengan beberapa pakar
bidang pendidikan kejuruan/vokasi.

3. Pengumpulan Data
Data diperoleh dari: (1) studi literatur dokumen resmi yang dikeluarkan pemerintah
Indonesia, Taiwan dan Jepang terkait pengelolaan SMK dan data lain yang diperlukan; (2)
studi literatur dari peer-reviewed articles dan disertasi doktoral; (3) wawancara dengan para
pakar pendidikan kejuruan/vokasi. Studi literatur diawali dengan pencarian dokumen yang
dilakukan melalui tahap identifikasi, screening, eligibility, dan included. Selanjutnya, data
yang terkumpul akan diseleksi dan disaring berdasarkan kriteria yang termasuk atribut
PDM dan subatributnya seperti pada Gambar 3.
Pemilihan dan penyaringan dokumen harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (1)
dokumen resmi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia, Taiwan, dan Jepang melalui
website resmi kementerian terkait; (2) artikel penelitian tentang pengelolaan SMK di
Indonesia, Taiwan, dan Jepang; (3) artikel berfokus pada pengelolaan SMK setelah industri
4.0 dan society 5.0 dicetuskan; (4) artikel ilmiah yang digunakan telah melalui proses peer-
reviewed.
Proses selanjutnya yaitu analisis dan penarikan kesimpulan dari data yang telah
dipilah dan analisis dari dokumen yang terkumpul sehingga diputuskan apakah dokumen
tersebut diikutsertakan dalam studi literatur. Proses ini terdiri dari tiga tahap yaitu: (1)
identifikasi dokumen yang akan dikaji melalui in-depth reading oleh beberapa orang
kemudian dikompilasi, diorganisasikan, dan diputuskan apakah dokumen tersebut
digunakan untuk studi literatur; (2) pengkategorian data berdasarkan atribut PDM; (3)
penarikan kesimpulan. Secara ringkas, alur untuk pengumpulan data ditunjukkan di
Gambar 4.
4. Analisis Data
Kerangka kerja penelitian komparasi ini akan menggunakan PDM sehingga empat
atribut dan subatributnya digunakan untuk analisis data. Namun, PDM lebih sesuai jika
digunakan analisis deskriptif sehingga data harus mencukupi. Data yang dimaksud adalah
identifikasi perbedaan mendasar antara pengelolaan SMK di Indonesia, Taiwan, dan
Jepang berdasarkan PDM. Penelitian ini menerapkan triangulasi yaitu melakukan
pengecekan terhadap data dan wawancara mendalam (in-depth interview). Bila hasil uji
8
menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga
ditemukan data yang jenuh.

Gambar 4. Alur pengumpulan dokumen studi literatur


Dalam penelitian kualitatif, member check atau dikenal sebagai umpan balik informan
atau validasi responden, adalah teknik yang digunakan oleh para peneliti untuk membantu
meningkatkan akurasi, kredibilitas, validitas, dan transferabilitas (juga dikenal sebagai
penerapan, validitas internal, atau kecocokan) sebuah penelitian. Selain itu, member check
dapat dilakukan selama proses wawancara, pada akhir penelitian, atau keduanya untuk
meningkatkan kredibilitas dan validitas (statistik) dari studi kualitatif. Pewawancara harus
berusaha membangun hubungan dengan orang yang diwawancara untuk mendapatkan
tanggapan yang jujur dan terbuka. Selama wawancara, peneliti akan menyatakan ulang atau
meringkas informasi dan kemudian mempertanyakan responden untuk menentukan
keakuratannya. Pemeriksaan anggota selesai setelah penelitian selesai dengan membagikan
semua temuan dengan responden yang terlibat. Ini memungkinkan responden untuk
menganalisis secara kritis temuan dan mengomentarinya. Para responden menegaskan
bahwa ringkasan mencerminkan pandangan, perasaan, dan pengalaman mereka, atau
bahwa mereka tidak mencerminkan pengalaman-pengalaman ini. Jika responden
menegaskan keakuratan dan kelengkapannya, maka penelitian dikatakan memiliki
kredibilitas. Member check ini bukan tanpa kesalahan, tetapi berfungsi untuk mengurangi
insiden data yang salah dan interpretasi data yang salah. Tujuan keseluruhan dari proses ini
adalah untuk memberikan temuan yang otentik, asli dan dapat diandalkan.
Setelah melakukan studi literatur dan wawancara, dilakukan interpretasi data yaitu
analisis/sintesis informasi sebagai meta-inferences yang mewakili inferensi dari setiap
sumber informasi dan digabungkan menjadi narasi yang koheren sehingga dapat disusun
sebuah laporan.

9
Gambar 5. Alur triangulasi

F. TIMELINE PENELITIAN

No Kegiatan Bulan ke-


1 2 3 4
1. Pencarian dokumen
2. Pemilihan dan penyaringan dokumen
3. Analisis dan penarikan kesimpulan penggunaan dokumen
4. Wawancara dengan pakar pendidikan kejuruan/vokasi
5. Analisis/ sintesis informasi
6. Penyusunan laporan

DAFTAR PUSTAKA

[1] K. Schwab, The fourth industrial revolution. Geneva: World Economic Forum, 2016.
[2] M. Fukuyama, “Society 5 . 0 : Aiming for a New Human-Centered Society,” 2018.
[3] H. Suzuki, “Japan ’ s Educational Policy Aimed at 2030 Sports , Science and
Technology,” Tokyo, 2018.
[4] “Making Indonesia 4.0,” 2018.
[5] V. Dwiyanti, A. Ana, and I. Widianingsih, “Industrial Education Impact on Vocational
Student Social Skills,” Innov. Vocat. Technol. Educ., vol. XIV, no. 2, pp. 98–103, 2018.
[6] M. Samani, “Vocational Education in the Era of Industry 4.0: An Indonesia n Case,”
vol. 201, no. Aptekindo, pp. 45–47, 2018.
[7] M. Orszag, “Deep Liberal Education: preparing human capital for the impact of artificial
intelligence,” in Promoting Human-Centred Development in The Digital Age, 2019.
[8] J. Chen, “A Comparative Analysis of Vocational Education and Training System in
Sweden and China,” Lund University, 2012.
[9] V. Tsiligiris, “An adapted Porter Diamond Model for the evaluation of Transnational
Education host countries,” Int. J. Educ. Manag., pp. 1–22, 2017.

10

Anda mungkin juga menyukai