Anda di halaman 1dari 41

ADAPTASI INTERIOR PADA GEDUNG NASIONAL

INDONESIA DI GRESIK BERGAYA KOLONIAL DENGAN

SENTUHAN BUDAYA LOKAL

Proposal Tugas Akhir

DHIMASTAHTA DHANAR GUMELANG

15150110

PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT SENI INDONESIA

SURAKARTA

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Permasalahan Desain ....................................................................................... 7

C. Batasan Permasalahan...................................................................................... 7

D. Tujuan Permasalahan ....................................................................................... 8

E. Manfaat Permasalahan ..................................................................................... 8

F. Tinjauan Sumber ............................................................................................ 10

G. Landasan Perancangan ............................................................................... 12

1. Pendekatan Fungsi ..................................................................................... 13

2. Pendekatan Ergonomi ................................................................................ 16

3. Pendekatan Estetis ...................................................................................... 25

4. Pendekatan Teknis ..................................................................................... 28

H. Metode Perancangan .................................................................................. 31

I. Sistematika Penulisan .................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 37

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 1 Lukisan Damar Kurung ....................................................................... 6

Gambar 1 2 Ukuran Standar Front Office ............................................................. 17

Gambar 1 3 Ukuran Standar Tempat Duduk Lobby & Papan Informasi .............. 17

Gambar 1 4 Detail Ukuran Standar Front Office .................................................. 18

Gambar 1 5 Detail Ukuran Standar Tempat Duduk Lobby & Papan Informasi ... 18

Gambar 1 6 Jarak Standar Antara Penonton dengan Layar atau Panggung .......... 19

Gambar 1 7 Jarak Standar Kursi Depan dengan Kursi Belakang Penonton ......... 19

Gambar 1 8 Bentuk Standar Ruang Penonton ...................................................... 20

Gambar 1 9 Jarak Standar Antara Kursi yang Bersebelahan ................................ 21

Gambar 1 10 Detail Ukuran Standar Jarak Kursi Penonton pada Ruang

Pertunjukkan ......................................................................................................... 21

Gambar 1 11 Detail Ukuran Jarak antara Penonton dengan Layar atau Panggung

............................................................................................................................... 21

Gambar 1 12 Jarak Standar Antara Penonton dengan Layar atau Panggung ........ 22

Gambar 1 13 Detail Ukuran Jarak antara Penonton dengan Layar atau Panggung

............................................................................................................................... 22

Gambar 1 14 Ukuran Standar Kebutuhan Ruang Kantor ..................................... 23

Gambar 1 15 Detail Ukuran Kebutuhan Ruang Kantor ........................................ 24

Gambar 1 16 Ukuran Standar Kebutuhan Ruang Kantor ..................................... 24

Gambar 1 17 Teknik Pengaplikasian Dinding Kedap Suara ................................. 29

Gambar 1 18 Pengaplikasian Lantai Kedap Suara ................................................ 30

Gambar 1 19 Teknik Penyebaran Bunyi pada Area Penonton .............................. 31

ii
Gambar 1 20 Tahapan Proses Desain.................................................................... 32

iii
ADAPTASI INTERIOR PADA GEDUNG NASIONAL INDONESIA DI

GRESIK BERGAYA KOLONIAL DENGAN SENTUHAN BUDAYA

LOKAL

Oleh : Dhimastahta Dhanar Gumelang

A. Latar Belakang

Pelestarian kebudayaan pada setiap negara merupakan hal yang

penting. Karena terdapat perbedaan-perbedaan kebudayaan setiap masing-

masing negara maupun daerah-daerahnya.Indonesia ini sendiri merupakan

negara yang memiliki banyak macam-macam kebudayaan, dikarenakan

banyaknya suku bangsa. Berbagai bentuk dan hasil budaya yang terwujud

dalam kesenian merupakan kekayaan bangsa dan negara, sperti yang

tercantum dalam UUD 1945 pasal 35 “Pemerintah memajukan

kebudayaan nasional Indonesia”. Suatu kebudayaan berkembang keluar

karena kebudayaan merupakan tempat pertukaran dan memberikan

kemungkinan adanya hubungan yang memiliki kemajuan (Esti Pujiantoro,

1986 : 196)1.

Sebagai salah satu daerah kawasan Industri terbesar se-Indonesia,

kabupaten Gresik syarat dengan perubahan. Baik perubahan dibidang

perekonomian, pembangunan industri, pembangunan infrastruktur, pola

kebudayaan, maupun tatanan sosial dan politiknya. Dengan perubahan

1
Warsito, “PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INTERIOR PUSAT KESENIAN JAWA TENGAH PADA
GEDUNG PERTUNJUKAN WAYANG ORANG DI SURAKARTA”, Tugas akhir jurusan Desain Interior
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2006

1
yang cukup pesat dan modern, terdapat dampak negatif yang cukup terasa

pada sisi kebudayaannya. Banyak warisan budaya yang sudah mulai

ditinggalkan dan terlupakan, dan salah satunya adalah warisan budaya

yang bersifat kebendaan, seperti contohnya bangunan cagar budaya. Di

bagian pusat kota, banyak bangunan peninggalan zaman Belanda ataupun

setelahnya yang sudah tua dan terbengkalai tanpa ada perawatan. Namun

beberapa dapat diselamatkan dengan cara dijadikan sebagai rumah tempat

tinggal oleh keturunannya terdahulu atau diubah menjadi sebuah hotel,

toko, dan lain-lain.

Salah satu bangunan yang sudah mulai ditinggalkan di Gresik

adalah Gedung Nasional Indonesia (GNI). Bangunan yang didirikan pada

tanggal 17 Agustus 1960 ini adalah salah satu bangunan Cagar Budaya di

Gresik. Pada awalnya bangunan tersebut difungsikan sebagai bangunan

pertunjukkan. Namun lama-kelamaan fungsi awal bangunan tersebut

perlahan berubah menjadi Hall yang biasa digunakan untuk pertemuan

formal, perpisahan sekolah, dan acara resepsi pernikahan2.

Bangunan GNI Gresik terdiri dari satu bangunan memanjang dari

depan gerbang sampai ke belakang yang berukuran kurang lebih 500m2.

Di dalam bangunan yag tidak terlalu besar itu, terdapat semua kebutuhan

ruang yang digunakan untuk mengoperasikan bangunan tersebut. Baik dari

2
Hasil wawancara dengan Pak Khairil, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bagian Cagar Budaya
dan Purbakala. Gresik, 9 April 2018

2
kantor, ruang rias & ganti, panggung, area penonton, lobby, control room,

gudang, dan ruang transit.

GNI Gresik dahulu adalah tempat yang cukup sering dijadikan

pilihan untuk menggelar pernikahan, pertemuan formal, ataupun

perpisahan sekolah. Namun semakin lama, GNI mulai ditinggalkan dan

mulai terbengkalai. Keadaannya saat ini tidak lagi mampu untuk

digunakan sediakala. Pasalnya ruangan yang kian lembab dan sebagian

besar alat-alat serta tak patut digunakan dalam acara apapun. Belum lagi

diperparah dengan keadaan bocornya di setiap ruangan saat hujan yang

membanjiri gedung, kamar mandi dan ruang make-up. Tidak hanya itu,

beberapa jendela terlihat pecah sampai alat pendingin seperti kipas dan

beberapa lampu sudah tidak bisa digunakan. “Ruangan ini sudah tak layak

pakai mulai ruangan sampai fasilitas sudah tidak bisa digunakan,” ungkap

Eko, bagian lapangan GNI3.

Pada tahun 2014, Pemerintah Kabupaten Gresik merencanakan

Revitalisasi GNI agar kembali berfungsi dan tidak terbengkalai. Menurut

Noto Utomo, FPDIP DPRD Gresik, berdasarkan kajian yang dilakukan

oleh Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Pemkab Gresik bahwa GNI

bukan termasuk Cagar Budaya. Sebab setelah diruntut berdirinya GNI

tersebut diawali dari cikal bakal keinginan sejumlah tokoh di Kabupaten

Gresik yang ingin memiliki gedung pertunjukkan representatif dan

3
www.actasurya.com. Wacana Renovasi GNI Gresik yang Mangkrak. Lutfi, 6 Agustus 2015.
Diakses pada 16 April 2018

3
akhirnya para tokoh tersebut menggalang dana untuk pembangunan GNI4.

Namun terjadi penolakan di beberapa kalangan. Menurut mereka yang

menolak, revitalisasi GNI akan mengubah fungsi utama GNI terdahulu

yang merupakan bangunan pertunjukkan representatif satu-satunya di

Gresik. Adanya perdebatan tersebut, menyebabkan Pemerintah

mengurungkan niat untuk merevitalisasi GNI karena menghindari hal yang

tidak diinginkan. Pada tahun 2016, perwakilan dari Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Gresik, Pak Khairil, mewakili sidang di Jakarta untuk

menentukan apakah GNI sebagai bangunan Cagar Budaya atau tidak.

Dengan sidang tersebut, diputuskanlah GNI sebagai bangunan Cagar

Budaya yang didasari oleh UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Sidang tersebut juga menghasilkan keputusan, dimana GNI tidak akan

direvitalisasi, melainkan akan di lakukan adaptasi agar fungsi utama

bangunan tetap terjaga dan bangunan juga tetap bisa dilakukan

pemugaran5.

Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk

kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan

perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai

pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

Sebagaimana yang dimaksud dapat disimpulkan bahwa adaptasi tetap

mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada cagar budaya, menambah

4
www.bangsaonline.com. Termasuk Cagar Budaya, GNI Gresik Dibongkar. Nisa, 15 Agustus 2014.
diakses pada 2 April 2018
5
Hasil wawancara dengan Pak Khairil, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bagian Cagar Budaya
dan Purbakala. Gresik, 9 April 2018

4
fasilitas sesuai dengan kebutuhan, mengubah susunan ruang secara

terbatas, dan / atau mempertahankan gaya arsitektur komstruksi asli dan

keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya 6 . Jadi, dengan cara

adaptasi, diharapkan dapat mengubah beberapa bagian dari bangunan GNI

yang sudah rusak atau terbengkalai agar dapat digunakan kembali dengan

lebih menyesuaikan perkembangan zaman tanpa menghilangkan nilai-nilai

penting yang melekat pada bangunan GNI. Dengan dikembalikan fungsi

utama bangunannya, membuat GNI menjadi bangunan pertunjukkan

representatif satu-satunya di Kabupaten Gresik. Terletak di tempat yang

strategis dan ditambah dengan gaya arsitektur yang berbeda dan mencolok

dari lingkungan sekitarnya, yaitu bergaya kolonial, akan sangat mungkin

jika GNI Gresik ini menjadi bangunan yang representatif dan menjadi ikon

baru dari Kabupaten Gresik, layaknya kota-kota besar lainnnya yang

memiliki ikon berupa bangunan seperti Bandung dan Semarang. GNI

Gresik sendiri direncanakan menyisipkan budaya lokal untuk lebih

menegaskan bahwa GNI merupakan bagunan cagar budaya yang berasal

dari Gresik, yaitu peninggalan budaya “Damar Kurung”.

6
UU No. 11 Tahun 2010

5
Gambar 1 1 Lukisan Damar Kurung

Sumber (inigresik.com, Damar Kurung Ikon Tertua Gresik yang Mendunia)

Dari dasar permasalahan dan pemikiran di atas, dapat dirasakan

bahwa gedung GNI Gresik seharusnya tidak hanya sebagai peninggalan

sejarah dan budaya saja, tetapi juga dapat digunakan oleh masyarakat-

masyarakat Kabupaten Gresik yang memerlukan suatu tempat untuk dapat

menfasilitasi kreatifitas mereka dalam bidang seni pertunjukkan agar dapat

lebih berkembang. Tujuan dari perancangan ini juga ingin mewujudkan

bangunan GNI Gresik yang dapat menjadi salah satu gedung pertunjukkan

yang representatif atau menjadi landmark Kabupaten Gresik sebagai

warisan sejarah dan budaya, serta dapat menjawab kebutuhan masyarakat

Kabupaten Gresik untuk mempunyai suatu fasilitas yang dapat membuat

mereka terus berkembang, berkreasi dan menciptakan seniman-seniman

6
handal serta menghasilkan karya-karya seni yang diakui oleh dunia dengan

dukungan fasilitas yang memadai.

B. Permasalahan Desain

Dalam adaptasi interior dan bangunan GNI di Gresik, terdapat

permasalahan seperti berikut :

1. Bagaimana mengembalikan fungsi utama dan citra GNI Gresik

sebagai gedung pertunjukkan yang representatif dengan

menggunakan pendekatan adaptasi?

2. Bagaimana cara menyisipkan budaya lokal pada GNI Gresik yang

merupakan bangunan bergaya kolonial?

C. Batasan Permasalahan

Adaptasi GNI Gresik dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi

utamanya sebagai gedung pertunjukkan yang representatif, maka penulis

membatasi permasalahan sebagai berikut berdasarkan dari data lisan dan

data tulisan:

1. Lobby (resepsionist, ruang tunggu, ticketing, toilet)

2. Area Penonton

3. Area Pertunjukkan (panggung)

4. Ruang Rias

5. Ruang Ganti

7
6. Control Room

7. Ruang Transit (Talent & Barang)

8. Ruang Penyimpanan Barang

9. Kantor (pengelola gedung)

D. Tujuan Permasalahan

Tujuan dalam adaptasi interior dan bangunan GNI Gresik adalah

sebagai berikut :

1. Mewujudkan bangunan GNI Gresik sebagai gedung pertunjukkan

yang representatif dengan tidak menghilangkan fungsi utama dan

citranya dengan pendekatan adaptasi.

2. Mewujudkan adanya sentuhan budaya lokal pada GNI Gresik yang

merupakan bangunan bergaya kolonial

E. Manfaat Permasalahan

Hasil akhir dari perancangan ini dapat dimanfaatkan untuk bahan


acuan pembelajaran tentang Gedung Nasional Indonesia di Gresik

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna bagi para desainer dan


arsitek dalam studi untuk

 Mengetahui desain interior Gedung Nasional Indonesia


di Gresik
 Mengetahui fungsi Gedung Nasional Indonesia di
Gresik

8
2. Manfaat Praktis
 Bagi Penulis
Mengetahui tentang desain interior dan fungsi dari Gedung
Nasional Indonesia di Gresik beserta permaslahan yang ada
di dalamnya.

 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi bahwa Gedung Nasional Indonesia
di Gresik merupakan bangunan yang memiliki sejarah dan
peran yang penting bagi Kabupaten Gresik

 Bagi Pemerintah
Diharapkan penelitian ini memberikan masukan sebagai
referensi untuk meningkatkan mutu kualitas dari bangunan
tersebut. Tidak lupa juga diharapkan bisa menjadi
gambaran bahwa penulis mengapresiasi Gedung Nasional
Indonesia di Gresik sebagai bangunan yang menarik untuk
objek perancangan

1. Penyusun

Dapat menambah wawasan atau ide guna mewujudkan desain

interior untuk gedung pertunjukkan di kota Gresik dengan fasilitas

penunjang yang lengkap dan memadai.

9
2. Pekerja Seni

Dapat menjadi wadah untuk para pekerja seni di Gresik dalam

bidang seni pertunjukkan untuk dapat mengembangkan kesenian

pertunjukkan di kota Gresik.

3. Pemerintah

Dapat menjadi referensi atau rujukan ketika hendak merancang

gedung pertunjukkan yang baru dan juga ketika hendak

menghidupkan kembali bangunan bersejarah yang terbengkalai di

kota Gresik.

4. Institusi

Dapat menjadi referensi atau rujukkan pembelajaran tentang

bagaimana bangunan pertunjukkan yang modern di Gresik dan

juga tentang cara menghidupkan kembali bangunan lama yang

sudah terbengkalai.

F. Tinjauan Sumber

Dalam proses pembuatan perancangan nantinya akan membutuhkan

literature atau sumber referensi yang digunakan sebagai acuan. Berikut

adalah referensi pustaka yang digunakan :

1. Penelitian ini dilakukan oleh Bhismo Tomo Wiratmoko dari

Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

10
Semarang yang berjudul “REDESAIN GEDUNG

PERTUNJUKAN WAYANG ORANG TAMAN BUDAYA

RADEN SALEH SEMARANG”. Perencanaan tersebut

direncanakan karena dibutuhkan rencana perancangan Gedung

Pertunjukan Wayang Orang dengan fasilitas pelaksanaan

pertunjukan wayang orang yang memadai sebagai ruang

berekspresi W. O. Ngesti Pandowo di Kota Semarang serta

memenuhi syarat baik dari segi pemenuhan kebutuhan ruang

maupun dari teknis dan arsitektural. Diharapkan dengan adanya

Gedung Pertunjukan Wayang Orang ini nantinya dapat

mengangkat W. O. Ngesti Pandowo menjadi lebih dikenal di

wilayah yang lebih luas lagi serta dapat berkontribusi bagi

pendapatan daerah dan pariwisata Kota Semarang.

2. Penelitian ini dilakukan oleh Edward Tanriady; Muhammad

Solahuddin, S.Sn, M.T ; Grace Mulyono,S.Sn dari Jurusan Desain

Interior, Universitas Kristen Petra Surabaya yang berjudul

“PERANCANGAN INTERIOR REVITALISASI GEDUNG

KESENIAN SOCIETEIT DE HARMONIE DI MAKASSAR”.

Tujuan perancangan ini adalah merancang Interior (Revitalisasi)

Gedung Kesenian Societeit de Harmonie yang dapat memenuhi

kebutuhan kegiatan berkesenian masyarakat kota Makassar,

mempertahankan nilai history Gedung Kesenian Societeit de

11
Harmonie, dapat menjadi tempat atau wadah para seniman

berkumpul, dan agar gedung ini tetap dikenal sebagai bangunan

peninggalan sejarah sekaligus menjadi salah satu landmark kota

Makassar.

G. Landasan Perancangan

Menurut Francis D. K. Ching (Ching & Binggeli, 2012) interior

desain adalah

”Interior design is the planning, layout, and design of the


interior spaces within buildings. These physical settings satisfy our
basic need for shelter and protection,set the stage for and influence
the shape of our activities, nurture our aspirations, express the
ideas that accompany our actions, and affect our outlook, mood,
and personality. The purpose of interior design, therefore, is the
functional improvement, aesthetic enrichment, and psychological
enhancement of the quality of life in interior spaces”7.
Definisi di atas menjelaskan bahwa desain interior adalah sebuah

perencanaan tata letak dan perancangan ruang dalam di dalam bangunan.

Keadaan fisiknya memenuhi kebutuhan dasar kita akan naungan dan

perlindungan, mempengaruhi bentuk aktivitas dan memenuhi aspirasi kita

dan mengekspresikan gagasan yang menyertai tindakan kita. Disamping

itu sebuah desain interior juga mempengaruhi pandangan, suasana hati dan

kepribadian kita. Oleh karena itu tujuan dari perancangan interior adalah

pengembangan fungsi, pengayaan estetis dan peningkatan psikologi ruang

interior.

7
Francis D. K. Ching, “Introduction to Architecture”, 2012

12
Perancangan interior didasari dari beberapa tahap. Kegiatan

tersebut bertujuan agar mampu merumuskan permasalahan desain yang

ada di lapangan dengan baik dan tepat. Untuk dapat merumuskan dan

memecahkan permasalahan desain, maka diterapkan beberapa pendekatan

dan tidak jarang menggunakan pendekatan yang lebih dari satu. Hal ini

bertujuan agar hasil desain yang diperoleh maksimal dan sesuai dengan

kebutuhan pengguna.

Setelah teridentifikasi permasalahannya, peran desainer selanjutnya

adalah membuat rancangan produk yang sesuai dengan fungsinya, dengan

memprioritaskan perhatiannya pada efektifitas dan efisiensi dalam

profesinya. Oleh karena itu, desainer harus memahami pengguna dengan

cermat, baik itu dalam pola aktivitasnya dan sebagainya. Dengan demikian,

beberapa pendekatan desain sangat dibutuhkan guna memperoleh hasil

yang lebih baik. Adapun beberapa pendekatan yang digunakan :

1. Pendekatan Fungsi

Bangunan GNI di Gresik memiliki fungsi sebagai gedung

pertunjukkan dan juga sebagai bangunan cagar budaya yang

bertujuan agar nantinya pengunjung dapat menukmati fasilitas

ruang dengan maksimal sebelum dan sesudah menikmati

pertunjukkan yang sudah ditampilkan. Bukan hanya pengunjung,

namun juga kenyamanan para talent dan juga pengelola bangunan

juga diperhatikan agar merasa aman dan nyaman ketika berada di

13
dalam bangunan. Untuk memfasilitasinya, dibutuhkan ruangan

seperti berikut:

a. Lobi

Lobi adalah ruang yang menghubungkan pintu masuk

gedung (bioskop, hotel, apartemen, dll) dengan ruang-ruang

di dalamnya. Lobi bisa juga sebagai ruangan peralihan

terbukadan juga tempat tunggu serta lalu-lalang.

b. Area Penonton

Area penonton adalah area yang dikhususkan untuk

penonton agar dapat menikmati pertunjukkan yang

disuguhkan dengan nyaman tanpa mengganggu ruangan

yang lain. Area tersebut ada dua tipe, yang pertama tanpa

tempat duduk (berdiri) dan yang kedua menggunakan

tempat duduk. Tapi pada GNI Gresik, hanya tersedia yang

duduk saja atau Prosenium.

c. Area Pertunjukkan (Panggung)

Area pertunjukkan atau panggung adalah area khusus untuk

para performer yang tampil dan sebagai batas antara

penonton dan performer. Biasanya terdapat property-

properti sebagai alat atau penunjang suatu pertunjukkan

14
d. Ruang Rias

Ruang rias adalah ruang untuk melakukan kegiatan

mempercantik diri atau mengubah penampilan untuk

kebutuhan pertunjukkan yang akan dimainkan.

e. Ruang Ganti

Ruang ganti adalah ruang yang digunakan untuk mengganti

pakaian para performer untuk kebutuhan pertunjukkan yang

akan dimainkan.

f. Control Room

Control Room adalah ruangan yang dipenuhi dengan mixer

tata cahaya dan suara untuk kebutuhan pertunjukkan yang

akan dimainkan.

g. Ruang Transit (Talent & Barang)

Ruanga transit (talent) adalah ruang tunggu yang

dipergunakan untuk talent sebelum masuk ke ruang rias

atau ruang ganti. Ruang transit (barang) adalah ruang

tunggu atau perhentian untuk barang-barang property baik

panggung atau talent yang nantinya akan disimpan di dalam

gudang.

15
h. Ruang Penyimpanan Barang

Ruang penyimpanan barang digunakan untuk menyimpan

barang-barang properti panggung maupun properti untuk

talent yang akan tampil.

i. Kantor (pengelola gedung)

kantor merupakan tempat dilaksanakannya aktivitas atau

pun kegiatan ketatausahaan, yaitu berupa unit kerja yang

terdiri dari ruangan, peralatan, dan pekerjanya.

2. Pendekatan Ergonomi

Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang

penyelarasan manusia atau pekerja dengan lingkungannya aktivitas

atau kerjanya atau sebaliknya dengan tujuan untuk meningkatkan

produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya dengan situasi

atau suasana yang aman dan nyaman.

16
a) Lobby

Gambar 1 2 Ukuran Standar Front Office

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 189)

Gambar 1 3 Ukuran Standar Tempat Duduk Lobby & Papan Informasi

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 188)

17
Gambar 1 4 Detail Ukuran Standar Front Office

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 189)

Gambar 1 5 Detail Ukuran Standar Tempat Duduk Lobby & Papan Informasi

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 188)

18
b) Area Penonton

Gambar 1 6 Jarak Standar Antara Penonton dengan Layar atau Panggung

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 294)

Gambar 1 7 Jarak Standar Kursi Depan dengan Kursi Belakang Penonton

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 295)

19
Gambar 1 8 Bentuk Standar Ruang Penonton

Sumber (Data Arsitek Jilid 3 oleh Ernst dan Peter Neufert ., hal 479)

20
Gambar 1 9 Jarak Standar Antara Kursi yang Bersebelahan

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 295)

Gambar 1 10 Detail Ukuran Standar Jarak Kursi Penonton pada Ruang Pertunjukkan

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 295)

Gambar 1 11 Detail Ukuran Jarak antara Penonton dengan Layar atau Panggung

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 294)

21
c) Area Pertunjukkan (Panggung)

Gambar 1 12 Jarak Standar Antara Penonton dengan Layar atau Panggung

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 294)

Gambar 1 13 Detail Ukuran Jarak antara Penonton dengan Layar atau Panggung

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 294)

22
d) Kantor

Gambar 1 14 Ukuran Standar Kebutuhan Ruang Kantor

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 172)

23
Gambar 1 15 Detail Ukuran Kebutuhan Ruang Kantor

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 172)

Gambar 1 16 Ukuran Standar Kebutuhan Ruang Kantor

Sumber (Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius Panero dan Martin Zelink. 1979, hal 173)

24
3. Pendekatan Estetis

Ilmu estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala

sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua

aspek dari apa yang kita sebut keindahan8. Dalam bidang interior,

keindahan adalah satu hal yang perannya sangat penting.

Keindahan dapat mempengaruhi minat orang banyak untuk

menentukan, akan mengunjungi objek tersebut atau tidak. Selain

itu, keindahan juga dapat mempengaruhi psikologis orang yang

melihat atau merasakannya dan dapat menimbulkan perasaan yang

berbeda-beda tiap individu. Interior harus mengandung elemen

estetis yang mengacu pada prinsip desain seperti proporsi, skala

ruang, keseimbangan, harmoni ruang, kesatuan dan variasi ruang,

irama ruang, penekanan ruang dan hal – hal keindahan seperti

asesoris ruang9.

Dalam adaptasi GNI di Gresik, pendekatan estetis diperoleh

dari gaya dan tema. Tema dalam interior digunakan sebagai wadah

penciptaan suasana. Suasana dalam interior dapat diciptakan

melalui gaya interior, susunan ruang, ataupun system pelayanannya.

Dalam adaptasi GNI di Gresik ini, tema yang akan diterapkan

adalah ”Budaya Lokal”. Maksud dari tema yang diambil adalah

bangunan tetap memiliki sentuhan yang berasal dari budaya sendiri,

walaupun gaya bangunan tetap bergaya kolonial. Budaya lokal

8
A.A.M. Djelantik, Estetika: Sebuah Pengantar, 1999
9
Francis D. K. Ching, “Introduction to Architecture”, 2012

25
yang diambil adalah “Damar Kurung”, yang merupakan salah satu

peninggalan budaya paling dikenal oleh masyarakat Kabupaten

Gresik dan sekitarnya. Menurut Handinoto & Soehargo (1996),

bahwa arsitektur kolonial Belanda terdiri atas dua periode, yaitu :

• Arsitektur sebelum abad XVIII

• Arsitektur setelah abad XVIII

Indische Empire Style, adalah suatu gaya arsitektur kolonial

yang berkembang pada abad ke 18 dan 19, sebelum terjadinya

“westernisasi” pada kota- kota di Indonesia di awal abad ke 20.

Arsitektur kolonial yang berkembang di Indonesia pada abad ke –

18 sampai abad ke – 19 sering disebut dengan arsitektur Indische

Empire Style. Gaya ini merupakan hasil percampuran antara

teknologi, bahan bangunan dan iklim yang ada di Hindia Belanda

dengan gaya Empire Style yang sedang berkembang di Perancis.

Ciri – ciri umum gaya arsitektur Indische Empire Style

yakni tidak bertingkat, atap perisai, berkesan monumental,

halamannya sangat luas, massa bangunannya terbagi atas bangunan

pokok / induk dan bangunan penunjang yang dihubungkan oleh

serambi atau gerbang, denah simetris, serambi muka dan belakang

terbuka dilengkapi dengan pilar batu tinggi bergaya Yunani (Orde

Corintian, Ionic, Doric), antar serambi dihubungkan oleh koridor

tengah, round-roman arch pada gerbang masuk atau koridor

26
pengikat antar massa bangunan, serta penggunaan lisplank batu

bermotif klasik di sekitar atap.

Tampak atau muka bangunan simetris mengikuti denah

bangunan yang simetris. Elemen muka bangunan yang

memperkuat gaya bangunan Indische Empire Style ini antara lain

bentukan kolom dan material pembentuknya, detail bukaan pada

entrance, serta detail pada atap. Voor 1900

Gaya Voor ini berkembang mulai awal tahun 1900,

coraknya hampir sama dengan Indische Empire Style, tetapi

mengalami beberapa perubahan pada penggunaan bahan bangunan

seperti besi dan terdapat penambahan elemen – elemen yang

bertujuan untuk lebih menyesuaikan dengan iklim tropis Indonesia.

Terdapat penambahan luifel / teritis yang terbuat dari seng

gelombang dengan sudut kemiringan yang lebih landai dan

ditopang oleh konsol besi cor bermotif keriting, kolom kayu atau

besi cor berdimensi lebih kecil dan langsing dari kolom terdahulu,

penambahan balustrade / pagar besi atau batu pada bagian tengah

dan tepi listplank atau variasi gevel di atas serambi muka10.

10
Handinoto dan Soehargo, paulus H. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolinial Belanda
di Malang. Yogyakarta : Andi.

27
4. Pendekatan Teknis

Pendektan teknis adaptasi pada GNI di Gresik adalah teknik

konstruksi. Teknik konstruksi yang difokuskan adalah konstruksi

dinding yang dapat menyerap suara. Dinding tersebut sangat

membantu lingkungan sekitarnya agar tidak terganggu oleh

kegiatan yang dilakukan di dalam gedung pertunjukkan. Doelle

(1990:33) menjelaskan mengenai bahan bahan penyerap bunyi

yang digunakan dalam perancangan akustik yang dipakai sebagai

pengendali bunyi dalam ruang-ruang bising dan dapat dipasang

pada dinding ruang atau di gantung sebagai penyerap ruang yakni

yang berjenis bahan berpori dan panel penyerap (panel absorber)

serta karpet.

Selain dinding peredam suara, arah pemantulan juga

diperhatikan, karena penyebaran suara dalam ruangan harus rata

dan maksimal agar pengunjung dapat mendengar suara

pertunjukkan dengan baik, aman, dan nyaman.

28
Gambar 1 17 Teknik Pengaplikasian Dinding Kedap Suara

Sumber (Data Arsitek Jilid 2 oleh Ernst dan Peter Neufert . 1996. hal 119)

29
Gambar 1 18 Pengaplikasian Lantai Kedap Suara

Sumber (Data Arsitek Jilid 2 oleh Ernst dan Peter Neufert . 1996. hal 119)

30
Gambar 1 19 Teknik Penyebaran Bunyi pada Area Penonton

Sumber (Data Arsitek Jilid 2 oleh Ernst dan Peter Neufert . 1996. hal 123)

H. Metode Perancangan

Tahapan perancangan desain interior pada GNI Gresik melalui 3

tahapan, yaitu mencari input, lalu disintesa atau data yang didapat diolah

berdasarkan literature-literatur yang sesuai, lalu menghasilkan output yang

berupa gambar desain beserta alternatifnya. Tahapan tersebut tergambar

pada skema seperti di bawah ini :

31
Gambar 1 20 Tahapan Proses Desain

Sumber (Pamudji Suptandar. Desain Interior. 1999. Hal 15)

Input adalah sekumpulan informasi yang dibutuhkan oleh seorang

desainer untuk dibahas atau dianalisis untuk menemukan permasalahan

desain yang meliputi :

1. Data Literatur

Data literature dibagi menjadi dua, yaitu :

a) Data literatur mengenai objek adaptasi

 UU No. 11 Tahun 2010

b) Data literatur mengenai desain interior :

32
 Edisi Kedua Desain Interior dengan Ilustrasi oleh

Francis D. K. Ching. 1966

 Dimensi Manusia dan Ruang Interior oleh Julius

Panero dan Martin Zelink. 1979

 Arsitektur : Bentuk, Ruang, dan Tatanan oleh

Francis D. K. Ching

 Desain Interior : Pengantar Merencana Interior

untuk Mahasiswa Desain dan Arsitektur, oleh

Pamudji J. Suptandar. 1999

 Pengantar Esetetika oleh Dharsono Sony Kartika.

2014

Sintesa adalah seperangkat tindakan untuk mengolah data-data

berdasarkan landasan teori dan kreativitas seorang desainer sehingga

diperoleh analisa untuk memecahkan desain atau menemukan desain yang

tepat. Adapun analisa tersebut meliputi :

1. Data Lapangan :

a) Aktivitas dalam ruang

b) Kebutuhan ruang

c) Hubungan antar ruang

d) Unsur pembentuk ruang (lantai, dinding, ceiling)

e) Unsur pengisi ruang (furniture, aksesoris ruang)

33
f) Pengkondisian ruang (tata cahaya, tata suara, tata udara)

g) Penciptaan tema

h) Layout atau tata letak perabot

2. Data Lisan

Data lisan diperoleh dari hasil wawancara. Wawancara

adalah percakapan dengan maksud tertentu dan dilakukan oleh

kedua belah pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu 11 . Data lisan yang diperoleh berasal dari Bapak

Khairil, Karyawan Pemerintah Kabupaten Gresik, bagian Cagar

Budaya dan Purbakala.

Output adalah hasil pengolahan data dari input berdasarkan sintesa

atau analisis yang dituangkan dalam desain. Berdasarkan data-data yang

diperoleh dan sudah melalui proses analisis, maka output yang berupa

keputusan desain akan didapatkan dan divisualisasikan dalam bentuk

gambar kerja yang meliputi :

1. Gambar kerja denah layout

2. Gambar kerja rencana lantai

3. Gambar kerja ceiling & lampu

4. Gambar kerja potongan ruangan

11
Lexy J. Moleong . “Metodologi Penelitian”. 1999

34
5. Gambar kerja detail konstruksi

6. Gambar kerja furniture

7. Gambar perspektif / 3D

8. Maket / animasi

9. Skema bahan / material

I. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan dalam Perancangan interior gedung kesenian

di kota blitar sebagai berikut :

a. BAB I berisi PENDAHULUAN yang di dalamnya memuat Latar

Belakang, Permasalahan Desain, Tujuan Permasalahan, Manfaat

Permasalahan, Tinjauan Sumber Penciptaan, Landasan

Perancangan, Metode Penciptaan, Sistematika Penulisan.

b. BAB II berisi DASAR PEMIKIRAN DESAIN yang di dalamnya

memuat proses pengumpulan data, pengolahan data, dan tinjauan

khusus serta umum.

c. BAB III berisi tentang TRANSFORMASI DESAIN yang di

dalamnya memuat Tahapan Proses Desain dan Proses Analisis

Alternatif Desain Terpilih.

35
d. BAB IV berisi HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

e. BAB V berisi PENUTUP yang di dalamnya memuat Kesimpulan

dan saran.

36
DAFTAR PUSTAKA

Ching, Francis D. K. (2012). Introduction to Architecture. New York, John

Wiley & Sons

Djelantik, A.A.M.. (1999). Estetika: Sebuah Pengantar

Handinoto dan Soehargo, paulus H. (1996). Perkembangan Kota dan

Arsitektur Kolinial Belanda di Malang. Yogyakarta : Andi.

Kartika, Dharsono Sony . (2014). Pengantar Esetetika

Khairil, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bagian Cagar Budaya dan Purbakala.

Gresik. Hasil wawancara pada 9 April 2018

Neufert, Peter & Ernst. (1996). Data Arsitek Jilid 2

Panero, Julius dan Zelink, Martin. (1979). Dimensi Manusia dan Ruang

Interior.

UU No. 11 Tahun 2010

Warsito. (2006). Perencanaan Dan Perancangan Interior Pusat Kesenian

Jawa Tengah Pada Gedung Pertunjukan Wayang Orang Di Surakarta.

Surakarta. Universitas Sebelas Maret

www.actasurya.com. Wacana Renovasi GNI Gresik yang Mangkrak. Lutfi, 6

Agustus 2015. Diakses pada 16 April 2018

www.bangsaonline.com. Termasuk Cagar Budaya, GNI Gresik Dibongkar. Nisa,

15 Agustus 2014. diakses pada 2 April 2018

37

Anda mungkin juga menyukai