Anda di halaman 1dari 34

BAB 8

PENGENDALIAN KUALITAS DAN RELIABILITAS PRODUK

8.1 DEFINISI DAN KONSEP PENGENDALIAN KUALITAS

Secara definitif yang dimaksudkan dengan kualitas atau mutu suatu


produk/jasa adalah derajat/tingkatan dimana produk atau jasa tersebut mampu
memuaskan keinginan dari konsumen (fitness for use atau tailor made). Berbicara
mengenai pemakai produk atau jasa, dalam hal ini bisa pula diklasifikasikan menurut
:

 Manufacturer : yaitu orang yang akan melaksanakan proses tambahan


sebelum suatu produk jadi (finished goods product) dibuat. Dengan kata lain
manufacturer adalah orang yang memakai bahan baku atau bahan setengah
jadi untuk menghasilkan produk akhir yang akan dikonsumsikan langsung
oleh konsumen. Dalam kacamata manufacturer, maka “fitness for use” akan
memiliki arti sebagai kemampuan untuk melaksanakan proses manufacturing
dengan :

- Produktivitas kerja (output per input) tinggi.

- Low waste, mudah dikerjakan dan waktu yang terbuang rendah

- Dan lain-lain.

 Penjual (merchant) : yaitu orang yang akan menjual kembali produk yang
bersangkutan. Disini dia lebih bertindak sebagai penyalur, pemasuk ataupun
pedagang barang-barang yang dihasilkan oleh manufacturer. Untuk kacamata
penjual (merchant) ini maka pengertian “fitness for use” akan meliputi hal-hal
yang berkaitan dengan kebenaran akan isi dari label dan identitas yang
diberikan, perlindungan dari kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat
pengiriman (handling) dan penyimpanan, kemudahan dalam proses handling,
dan lain-lain.

 Maintenance Shop : yaitu orang yang akan menggunakan produk sebagai


suku cadang (spare parts) yang diperlukan dalam kegiatan maintenance/repair.
Disini “fitness for use” akan diartikan sebagai kemudahan-kemudahan dalam
proses pemasangan, interchange ability, tersedianya spare parts dalam jumlah
cukup pada saat yang dikehendaki, dan lain-lain.
 Pembeli/Konsumen : yaitu pemakai langsung dari produk atau jasa (biasanya
sudah merupakan produk jadi/akhir).
Dimana pembeli atau konsumen, maka “fitness for use” akan dinyatakan
sebagai tingkat kesesuaian untuk mampu memenuhi harapan dan memuaskan
keinginan pelanggan (customer’s satisfactions).

Pengendalian kualitas adalah suatu sistem verifikasi dan


penjagaan/perawatan dari suatu tingkatan/derajat kualitas produk atau proses yang
dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan yang
sesuai, inspeksi yang terus menerus, serta tindakan korektif bilamana diperlukan.
Dengan demikian hal yang diperoleh dari kegiatan pengendalian kualitas ini benar-
benar bisa memenuhi standard-standard yang telah direncanakan/ditetapkan.

Aktivitas pengendalian kualitas umumnya akan meliputi kegiatan-kegiatan :

 Pengamatan terhadap performans produk atau proses.

 Membandingkan performans yang ditampilkan tadi dengan standard-standard


yang berlaku.

 Mengambil tindakan apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan yang


cukup significan (accept or reject) dan apabila perlu dibuat tindakan untuk
mengkoreksinya.

Pengendalian kualitas tidaklah berarti sama dengan kegiatan “inspeksi”.


Dengan inspeksi, kegiatan ini sendiri sebenarnya justru merupakan bagian dari
kegiatan untuk mengendalikan kualitas produk atau proses maka yang dimaksudkan
adalah sekedar menentukan apakah produk/proses baik (accept) atah jelek (reject).
Sedangkan kegiatan pengendalian kualitas selain berkepentingan dengan upaya untuk
menemukan kesalahan, kerusakan, atau ketidaksesuaian suatu produk/proses dalam
memenuhi fungsi yang diharapkan juga mencoba menemukan sebab musabab
terjadinya kesalahan tersebut dan kemudian memberikan alternatif-alternatif
menyelesaikan masalah yang timbul.

Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya akan merupakan keseluruhan


kumpulan aktivitas dimana kita berusaha untuk mencapai kondisi “fitness for use”
tidak peduli dimana aktivitas tersebut akan dilaksanakan yaitu mulai pada saat produk
dirancang, diproses, sampai selesai dan didistribusikan ke konsumen. Kegiatan
pengendalian kualitas antara lain akan meliputi aktivitas-aktivitas sebagai berikut :

 Perenanaan kualitas pada saat merancang (desain) produk dan proses


pembuatannya.
 Pengendalian dalam penggunaan segala sumber material yang dipakai dalam
proses produksi (incoming material control).

 Analisa tindakan koreksi dalam kaitannya dengan cacat yang dijumpai pada
produk yang dihasilkan.

 Dan lain-lain.

Selanjutnya parameter-parameter yang menentukan suatu produk harus mampu


memenuhi konsep “fitness for use” ada dua macam yaitu parameter kualitas desain
(quality of design) dan parameter kualitas kesesuaian (quality of conformance).

KUALITAS DESAIN/RANCANGAN (QUALITY OF DESIGN)

Derajat dimana kelas atau kategori dari suatu produk akan mampu memberika
kepuasan pada konsumer secara umum dinyatakan sebagai kuallitas rancangan/desain
(quality of design). Dua atau lebih produk meskipun memiliki fungsi yang sama, bisa
saja memberikan derajat kepuasan yang berbeda karena adanya perbedaan kualitas
dalam rancangannya. Sebaga contoh bisa dilihat pada rancangan televisi berwarna
dan tidak berwarna.

Kualitas rancangan secara umum akan banyak dipengaruhi oleh ketiga faktor,
yaitu aplikasi penggunaan, pertimbangan biaya dan kebutuhan/permintaan pasar
(market demand). Berdasarkan ketiga faktor tersebut maka didalam merancang suatu
produk haruslah dipertimbangkan masak-masak jangan sampai “over design”.

KUALITAS KESESUAIAN/KESAMAAN (QUALITY OF CONFORMANCE)

Suatu produk harus dibuat sedemikian rupa sehingga bisa sesuai (conform)
dan memenuhi spesifikasi, standard dan kriteria-kriteria standard kerja lainnya yang
telah disepakati. Dalam pemakaian nantinya, maka produk tersebut harus pula sesuai
dengan fungsi yang telah dirancang sebelumnya. Kualitas kesesuaiann ini akan
berkaitan dengan tiga macam bentuk pengendalian (kontrol) sebagai berikut :

 Pencegah Cacat (Defect Prevention). Yaitu mencegah kerusakan atau cacat


sebelum benar-benar terjadi. Contoh dalam hal ini seperti pembuatan
standard-standard kualitas, inspeksi terhadap material yang datang, membuat
peta kontrol untuk mencegah penyimpangan dalam proses kerja yang
berlangsung.
 Mencari Kerusakan, Kesalahan atau Cacat (Defect Finding). Aplikasi dan
pemakaian metode-metode yang spesifik untuk proses inspeksi, test, analisis
statistik dan lain-lain. Proses untuk mencari penyimpangan-penyimpangan
terhadap tolok ukur atau standard yang ditetapkan.

 Analisa & Tindakan Koreksi (Defect Analisys & Correction). Menganalisa


kesalahan-kesalahan yang terjadi dan melakukan koreksi-koreksi terhadap
penyimpangan tersebut. Kegiatan ini merupakan tanggung jawab dari bagian
pengendalian kualitas.

8.2 PROSES EVOLUSI DALAM PROSE PENGENDALIAN KUALITAS

Pengendalian kualitas merupakan aktivitas yang sudah berlangsung lama,


yaitu sejak manusia memiliki kemampuan untuk mengolah bahan dan menghasilkan
produk. Berikut tahapan proses pengendalian kualitas sejak dilaksanakan dengan
metode yang sederhana yang melibatkan individu sampai dengan metode yang sedikit
kompleks dengan melibatkan semua pihak yang ada dalam perusahaan :

OPERATOR QUALITY CONTROL (AKHIR ABAD 19)


Operator secara umum bertanggung jawab untuk membuat produk
mengecheck dan mengendalikan kualitas produk yang dibuatnya itu

FOREMAN QUALITY CONTROL (1904 – 1920)


Mandor (foreman) memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan
pengendalian kualitas dari hasil produk yang dibuat oleh pekerja-pekerja
(operator) yang ada dibawah pengawasannya. Hal ini sesuai dengan konsep
organisasi fungsional yang dilontarkan oleh Frederic W. Taylor.

INSPECTOR QUALITY CONTROL (1921 – 1939)


Terlalu banyak karyawan dalam suatu departemen, sehingga untuk ini perlu
dibentuk satu departemen yang khusus bertanggung jawab atas kegiatan-
kegiatan inspeksi danpengendalian kualitas dari produk atau proses yang ada.
Departemen Quality Control atau Quality Assurance dalam struktur
orgranisasi line & functional staff.

Alasan-alsan pokok penggunaan metode adau analisa statistik dalam pelaksanaan


pengendalian kualitas adalah :

 Inspeksi (100%) pada umumnya merupakan pekerjaan yang baik dilaksanakan


akan tetapi dalam beberapa hal tidak cukup dan menguntungkan.
 Pendekatan / analisa statistik akan membuat pelaksanaan kegiatan
pengendalian kualitas akan lebih efektif dan efisien.

KONSEP TOTAL QUALITY CONTROL

Setiap orang harus terlibat dalam masalah-masalah kualitas produk yang


dihasilkan. Masalah kualitas produk bukan hanya tanggung jawab operator,
mandor, atau departemen pengendalian kualitas saja, melainkan merupakan
tanggung jawab semua pihak baik level bawah maupun atas. Dengan
mengikuti konsep Pengendalian Kualitas Terpadu (PMT / TQC) dan
kemudian mengaplikasikan Gugus Kendali Mutu (GKM / QCC), manajemen
kualitas mencoba membawa semua pihak untuk memiliki kesadaran akan
kualitas, selalu berorientasi pada upaya mencapai segala sesuatu yang terbaik
(konsep “Zero Defect”) dan berprinsip bahwa semakin baik kita mencapai
kualitas produk maka akan semakin besar profit yang bisa diperoleh.

8.3 KEUNTUNGAN DAN BIAYA PELAKSANAAN PENGENDALIAN


KUALITAS

Dengan melaksanakan manajemen kualitas yang sebaik-baiknya, maka


banyak keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dalam hal ini, yaitu antara lain :

 Menambah tingkat efisiensi dan produktivitas kerja.

 Mengurangi kehilangan-kehilangan (losses) dalam proses kerja yang


dilakukan seperti mengurangi waste product atau menghilangkan waktu-
waktu yang tidak produktif.

 Menekan biaya dan save money.

 Menjaga agar penjualan (sales) akan tetap meningkat sehingga profit tetap
diperoleh (meningkatkan potensi daya saing).

 Menambah reliabilitas produk yang dihasilkan.

 Memperbaiki moral pekerja tetap tinggi (ingat konsep Mangement by


Objective).

 Dan lain-lain.

Semakin tinggi kualitas suatu produk akan menyebabkan semakin tinggi bula
biaya yang harus dipikul perusahaan. Akan tetapi yang jelas tetap diharapkan mampu
dikembalikan dalambentuk profit yang disebabkan produk yang bersangkutan
memiliki daya saing tinggi. Biaya-biaya yang harus dipikul dalam kaitannya dengan
program pengendalian kualitas antara lain sebagai berikut :

 Biaya-biaya yang dikeluarkan akibat kesalahan/cacat yang terjadi (failure


cost) yang dalam hal ini bisas diklasifikasikan menjadi dua :

1. Internal failure cost, yaitu seperti skrap, rework, retest, down time, dll.
Biaya ini tidak akan terjadi bila tidak ada defect yang ditemukan
dalam produk yang dihasilkan sebelum diterimakan ke pelanggan
(customer).

2. Eksternal failure cost, yaitu biaya yang dikeluarkan akibat defect yang
ditemukan setelah barang dikirim/didistribusikan dan diterima oleh
customer, seperti halnya dengan warranty charges, returned
material/product, complaint adjustment, dan lain-lain.

 Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan tindakan-tindakan


pencegahan sebelum kesalahan terjadi (preventive cost) seperti pelatihan
operator, kelengkapan peralatan kerja, inspeksi yang tepat, dan lain-lain.

 Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi dan


evaluasi kualitas produk (inspection/appraisal cost) seperti biaya untuk
incoming material inspection, inspection & test, kalibrasi peralatan kerja dan
pengukuran, material/produk yang rusak karena kegiatan destructive test, dan
lain-lain.

Berdasarkan suatu penelitian, maka total quality cost yang terdiri atas failure cost,
preventive cost dan inspection cost tersebut diatas akan meliputi sekitar 15% dari
total production cost, dengan perincian detail sebagai berikut :

 Failure cost : 70%

 Preventive cost : 5%

 Inspection/Appraisal Cost : 25% +

Total Quality Cost : 100%

Pengertian mengenai biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pengendalian


kualitas (quality test) akan selalu dikaitkan dengan produk-produk cacat (defect),
yaitu biaya untuk menemukan, memperbaiki dan menghindari/mencegah cacat. Dari
hasil penelitian yang dilakukan dibeberapa perusahaan di Amerika Serikat diperoleh
data bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi yang mempengaruhi kualitas produk
15% berasal atau merupakan tanggung jawab operator dan 85% lainnya merupakan
tanggung jawab manajemen perusahaan itu sendiri.

8.4 ANALISA STATISTIK DALAM PENGENDALIAN KUALITAS

Metode dasar untuk pelaksanaan pengendalian kualitas adalah penggunaan


metode statistika yang berupa :

 Bagan pengendalian (control chart)

 Inspeksi berdasarkan sampling

Metode statistika tidak dapat dijalankan tanpa adanya data, dengan demikian
data merupakan unsur penting didalam pelaksanaan pengendalian kualitas.
Berdasarkan data ini maka kita akan memiliki landasan untuk menganalisis dan
melakukan tindakan-tindakan tertentu. Fakta yang ada haruslah dapat dicari dan
dituangkan dalam bentuk data, karena itu data yang diperoleh harus diteliti apakah
data tersebut dapat mengungkapkan fakta secara lengkap dan apakah sudah sesuai
dengan fakta yang sebenarnya.
Agar supaya data yang diambil benar-benar mencerminkan kondisi nyata
(fakta/populasi), maka proses pengambilan data harus dilaksanakan secara teliti.
Kalau data tersebut harus diambil berdasarkan maka sampling data harus pula
dilakukan berdasarkan metode statistik agar benar-benar bisa mewakili populasinya.

MAKSUD DAN TUJUAN PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data akan memiliki kegunaan antara lain :

 Alat untuk memahami situasi nyata yang sebenarnya. Berdasarkan data


ini, maka terjadinya penyimpangan-penyimpangan akan dapat diketahui dan
prosentase kesalahan atau “cacat” akan dapat diukur. Penyimpangan ini akan
dapat diketahui dengan jalan mengamati data yang diperoleh kemudian
membandingkan dengan standard perfotmans atau target yang telah
ditetapkan.

 Alat untuk menganalisis keadaan nyata dan permasalahan yang ada.


Berdasarkan data yang diperoleh maka akan bisa dicari hubungan antara
penyimpangan yang terjadi (akibat) dengan faktor-faktor signifikan yang
dianggap sebagai sumber terjadinya kesalahan (sebab).
 Alat untuk mengendalikan proses atau pekerjaan. Berdasarkan data yang
ada maka akan dapat diketahui apakah proses kerja telah berlangsung secara
formal atau tidak. Disini peta kontrol (control chart) biasa digunakan untuk
mengevaluasi apakah proses telah berlangsung secara normal atau tidak,
selanjutnya tentu saja tindakan-tindakan korektif bisa segera diambil apabila
ternyata diketahui bahwa proses berlangsung abnormal.

 Alat untuk pengambilan keputusan. Berdasarkan data yang mencerminkan


fakta yang ada akan dapat diketahui dan ditetapkan apakah sesuatu sample lot
harus ditolak atau diterima setelah inspeksi, yaitu total inspeksi atau sampling.
Sesuai dengan informasi yang diperoleh ini maka dapat disimpulkan tindakan-
tindakan yang harus diambil terhadap hasil kerja (output) yang diperoleh.

 Alat untuk membuat rencana atau perbaikan. Seperti dijelaskan bahwa


data akan berfungsi sebagai alat atau dasar menetapkan usaha-usaha kearah
tindakan-tindakan perbaikan apabila ternyata ada proses kerja yang salah. Hal
ini dilakukan setelah evaluasi terhadap kondisi nyata sehingga tindakan
korektif yang tepat bisa diambil. Dengan demikian satu hal yang terpenting
disini adalah bahwa sample (contoh) menentukan apakah data yang diperoleh
benar-benar mencerminkan kondisi nyata atau tidak.

MACAM-MACAM DATA

Data yang diperlukan untuk akativitas pengendalian mutu pada umumnya bisa
diklasifikasikan sebagai berikut :

 Data pengukuran (measurement data), kadang-kadang disebut sebagai


continuos data atau variabel data. Contohnya panjang, berat, waktu dan lain-
lain.

 Data hasil perhitungan, contohnya data jumlah produk cacat, jumlah


kesalahan kerja yang dibuat.

Selanjutnya beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data


adalah :

 Sasaran pengumpulan data harus diidentifikasikan jelas

 Pengelompokkan dan pengaturan data harus sesuai dengan maksud dan tujuan
pengumpulan data.

 Prosedur dan proses pengumpulan data harus diketahui denan jelas.


 Cara pengumpulan data dan pencatatannya yang dibutuhkan untuk
pengumpulan data ini harus ditentukan secara benar.

 Usahakan data dari berbagai sumber yang mungkin agar diperoleh data
pembanding yang relevan.

METODE PENGATURAN DATA (HISTOGRAM)

Setelah data berhasil dikumpulkan, maka problek selanjutnya adalah


bagaimana mengatur data tersebut agar bisa dilakukan analisis data. Disini histogram
adalah salah satu alat dari metode statistik yang bisa dipakai untuk menganalisa data.
Dari histogram maka akan dapat diketahui beberapa hal seperti :

 Harga rata-rata atau central tendency dari nilai data yang terkumpul.

X 1  X 2  X 3  ..  X n 
Xi
Mean
 
X 
n
 i 1

 Harga maksimum (X maks) dan harga minimum (X min)

 Range (R) = X maks – X min

 Besar penyimpangan (dispersi) terhadap harga rata-rata

x 
n
2
i x
Standard deviasi (SD) =
 i 1

Pengendalian kualitas berusaha agar penyimpangan yang terjadi sekecil


mungkin dan diharapkan (diusahakan) agar berbentuk distribusi data mengarahkan
distribusi normal dan penyebaran data terputus pada central tendency.

Dari distribusi data yang terkumpul maka akan dapat dijawab beberapa
pertanyaan-pertanyaan seperti berikut :

 Berapa % produk atau hasil kerja lainnya yang keluar dari standard spesifikasi
yang ditetapkan?
 Apakah produk atau output kerja yang lain benar-benar memenuhi spesifikasi
yang direncanakan?

 Apakah harga rata-rata dari ukuran output kerja yangdiperoleh benar-benar


sudah sesuai dengan nilai normal yang dispesifikasikan?

 Apakah penyimpangan atau penyebaran data (dispersi) masih berada dalam


batas-batas toleransi yang diijinkan?

8.5 PENGENDALIAN SINGKAT TENTANG METODE/TEKNIK


PENGENDALIAN KUALITAS

8.5.1 LEMBAR ISIAN (CHECK SHEET)

Lembar isian merupakan alat bantu untuk memudahkanproses pengumpulan


data. Bentuk dan isinya disesuaikan dengan kebutuhan maupun kondisi kerja yang
ada. Didalam pengumpulan data maka data yang diambil harus benar-benar sesuai
dengan kebutuhan analisis dalam arti bahwa data harus :

 Jelas, tepat dan mencerminkan fakta.

 Dikumpulkan berdasarkan cara yang benar, hati-hati dan teliti.

Untuk mempermudah proses pengumpulan data ini maka perlu dibuat suatu
lembar isian (check sheet), dimana perlu pula diperhatikan hal-hal seperti berikut :

 Maksud pembuatan harus jelas

- Informasi apa yang ingin diketahui?


- Apakah data yang nanti diperoleh akan cukup lengkap sebagai dasar
untuk mengambil tindakan?

 Stratifikasi harus sebaik mungkin

- Mudah dipahami dan diisi

- Memberikan data yang lengkap tentang apa yang ingin diketahui

Dapat diisi dengan cepat, mudah dan secara otomatis bisa segera dianalisa.
Kalau perlu disini diperlukan gambar.
Ada beberapa jenis lembar isian yang dikenal dan umum dipergunakan untuk
keperluan pengumpulan data, yaitu antara lain :
 PRODUCTION PROSES DISTRIBUTION CHECKSHEET

Lembar isi jenis ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari
proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan
klasifikasi yang telah ditetapkan dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga
akhirnya secara langsung akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi.
Seperti halnya dengan histogram maka bentuk distribusi data yang
berdasarkan frekuensi kejadian yang diamati akan menunjukkan karakteristik
proses yang terjadi.

 DEFECTIVE CHECK SHEET

Untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu proses
kerja, maka terlebih dahulu kita harus mampu mengidentifikasikan macam
kesalahan (kesalahan dalam hal ini bisa diklasifikasikan sebagai hasil kerja
yang tidak berkualitas) yang ada dan prosentasenya.
Setiap kesalahan biasanya akan diperoleh dari faktor-faktor penyebab yang
berbeda sehingga tindakan korektif yang tepat harus diambil sesuai dengan
macam kesalahan dan penyebabnya tersebut.

 DEFECT LOCATION CHECK SHEET

Ini adalah sejenis lembar pengecekan dimana gambar sketsa benda kerja akan
disertakan sehingga lokasi cacat yang terjadi bisa segera diidentifikasikan.
Check sheet seperti ini akan dapat mempercepat proses analisis dan
pengumpulan tindakan-tindakan korektif yang diperlukan.

 DEFECTIVE CAUSE CHECK SHEET

Check sheet ini dipergunakan untuk menganalisa sebab-sebab terjadinya


kesalahan dari suatu output kerja. Data yang berkaitan dengan faktor
penyebab maupun faktor akibat (jenis/macam kesalahan ) akan diatur
sedemikian rupa sehingga hubungan sebab akibat akan menjadi jelas. Dengan
demikian analisa akan cepat bisa dibuat dan tindakan korektif segera bisa
dilakukan.

 CHECK UP CONFIRMATION CHECK SHEET

Penggunaan check sheet ini sedikit berbeda dengan sheet yang lain yang pada
umumnya lebih menitikberatkan pada karakteristik kualitas atau cacat yang
terjadi. Sheet disini akan berupa suatu check list yang akan dipergunakan
untuk melaksanakan semacam general check up pada akhir proses kerja yang
pada intinya untuk lebih meyakinkan apakah output kerja sudah selesai
dikerjakan dengan baik/lengkap atau belum.

 WORK SAMPLING CHECK SHEET

Sampling kerja adalah suatu metode untuk menganalisa waktu kerja. Dengan
berasumsi bahwa idle time dengan alaan apapun merupakan non quality
working time, maka dengan metode ini kita akan dapat mentukan proporsi
penggunaan waktu kerja sehari-harinya.

8.5.2 DIAGRAM SEBAB AKIBAT (CAUSE AND EFFECT DIAGRAM)

Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram)
yang diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Kaoru Ishikawa (Tokyo University) pada
tahun 1943.

Dalam hal ini metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukup
efektif dipergunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya
penyimpangankerja secara detail. Empat prisip sumbang saran yang bisa diperhatikan
yaitu :

 Jangan melarang seseorang untuk berbicara.

 Jangan mengkritik pendapat orang lain.

 Makin banyak pendapat, maka hasil akhir akan makin baik, dan

 Ambilah manfaat dari ide atau pendapat orang lain.

Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas hasil


kerja maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 faktor penyebab utama yang
signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu manusia (man), metode kerja (work
method), mesin atau peralatan kerja lainnya (machine/equipment), bahan baku (row
material) dan lingkungan kerja (work environment).

AKIBAT (EFFECT) : Kualitas hasil kerja

SEBAB (CAUSE) : Faktor-faktor yang secara signifikan memberikan pengaruh


dan mengakibatkan sesuatu pada kualitas output kerja.
Langkah-langkah dasar yang harus dilakukan didalam membuat diagram
sebab akibat dapat diuraikan sebagai berikut :

LANGKAH 1 : Tetapkan karakteristik kualitas yang akan dianalisis. Quality


Characteristic ini adalah kondisi yang ingin diperbaiki dan
dikendalikan. Usahakan adanya tolok ukur yang jelas dari
permasalahan tersebut sehingga perbandingan sebelum dan
sesudah perbaikan dapat dilakukan.
Gambarkan panah dengan kotak diujung kanannya dan
tuliskan masalah atau sesuatu yang akan diperbaiki atau
diamati dalam kotak tersebut.

LANGKAH 2 : Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (main cause) yang


diperkirakan merupakan sumber terjadinya penyimpangan
atau yang mempunyai akibat pada permasalahan yang ada
tersebut.
Faktor penyebab ini biasanya akan berkisarkan pada faktor
4M + 1 E. Gambarkan anak panah (cabang-cabang) yang
menunjukkan faktor-faktor penyebab ini mengarah pada
panah utama yang telah digambarkan sebelumnya.

LANGKAH 3 : Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terperinci yang


secara nyata berpengaruh atau mempunyai akibat pada
faktor-faktor penyebab utama tersebut. Tuliskan detail faktor
tersebut dikiri dan kanan gambar panah cabang faktor-faktor
utama dan buatlah anak panah (ranting) menuju kearah panah
cabang tersebut.

LANGKAH 4 : Check apakah semua items yang berkaitan dengan


karakteristik kualitas output benar-benar sudah kita
cantumkan dalam diagram.

LANGKAH 5 : Carilah faktor penyebab yang penting yang paling dominan.


Dari diagram yang sudah lengkap, dibuat pada langkah 3,
cari faktor-faktor penyebab yang dominan secara berurutan
dengan menggunakan diagram pareto. Apabila kesulitan
didalam menetapkan urutan ini, maka pilihlah faktor-faktor
penyebab yang dominan tadi dengan jalan voting atau
pemilihan suara terbanyak, selanjutnya tuliskan urut-urutan
tersebut dalam diagram yang ada
8.5.3 PARETO DIAGRAM

Diagram ini diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli ekonomi dari Itali
bernama Vilfredo Pareto (1848-1923). Diagram ini dibuat untuk menemukan atau
mengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian
masalah dan perbandingan terhadap keseluruhannya. Kegunaan dari diagram ini
adalah :

 Menunjukkan persoalan utama yang dominan dan perlu segera diatasi.

 Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan yang ada dan kumulatif


secara keseluruhan.

 Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan koreksi dilakukan pada


daerah yang terbatas.

 Menunjukkan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan sesudah


perbaikan.

LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN DIAGRAM PARETO DAPAT


DIJELASKAN SEBAGAI BERIKUT :

Langkah 1 : Kelompokkan masalah yang ada dan nyatakan hal tersebut dalam
angka yang bisa diukur secara kuantitatif.

contoh :
ALASAN JUMLAH KARYAWAN
1. SAKIT (SK) 250 ORANG

2. CUTI (CT) 100 ORANG

3. IJIN KHUSUS (IK) 150 ORANG

4. TANPA ALASAN JELAS 500 ORANG


(TA)
JUMLAH 1000 ORANG

Langkah 2 : Atur masing-masing penyebab/masalah yang ada sesuai dengan


pengelompokkan yang dibuat. Pengaturan dilaksanakan berurutan
sesuai dengan besarnya nilai kuantitatif masing-masing.
Selanjutnya gambarkan keadaan ini dalam bentuk grafis kolom.
Penyebab dengan nilai kuantitatif terkecil paling kanan.

ALASAN JUMLAH KARYAWAN


1. SAKIT (SK) 250 ORANG (25%)

2. CUTI (CT) 100 ORANG (10%)

3. IJIN KHUSUS (IK) 150 ORANG (15%)

4. TANPA ALASAN JELAS (TA) 500 ORANG (50%)


JUMLAH 1000 ORANG (100%)

Jumlah
Karyawan 50%
(ORANG) 500

25%

15%
10%

TA SK IK CT
Alasan Penyimpangan/Absen

Langkah 3 : Buatlah grafik garik secara kumulatif (berdasarkan prosentase


penyimpangan) diatas kolom ini. Grafik garis ini dimulai dari
penyebab penyimpangan terbesar terus terkecil dan secara lengkap
diagram PARETO sudah bisa digambarkan seperti berikut :
Jumlah Karyawan
(Orang)

600 100
90
500
80
70
400
60
300 50
40
200
30
20
100
10
0 0
TA SK IK CT Alasan Penyimpangan/Absen
PARETO diagram merupakan langkah awal (berdasarkan skala prioritas) untuk
melakukanperbaikan atau tindakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi.
Untuk melaksanakan perbaikan/korelasi ini, maka 3 hal berikut cukup penting untuk
dipertimbangkan :

 Setiap orang yang terlibat dalam permasalahan ini harus sepakat untuk bekerja
sama mengatasinya.

 Tindakan perbaikan harus benar-benar akan memberikan dampak positif yang


kuat yang akhirnya juga akan menguntungkan semua pihak.

 Tujuan nyata (dalam hal ini efisiensi dan produktivitas kerja diharapkan akan
meningkat) harus ada diformulasikan secara konkrit dan jelas.

PARETO diagram dapat diaplikasikan untuk proses perbaikan dalam berbagai macam
aspek permasalahan. Diagram ini seperti halnya diagram sebab akibat, tidak saja
efektif guna untuk usaha-usaha pengendalian kualitas suatu produk, akan juga bisa
diaplikasikan untuk :

 Mengatasi problem pencapaian efisiensi/produktivitas kerja yang lebih tinggi


lagi.

 Problem-problem keselamatan kerja (safety).


 Penghematan/pengendalian material, energi dan lain-lain.

 Perbaikan sistem dan prosedur kerja.

PARETO diagram akan menunjukkan apakah usaha perbaikan yang telah


dilaksanakan bisa berhasil atau tidak, setelah proses perbaikan dilakukan maka sekali
lagi perlu dibuat diagram PARETO untuk kondisi yang baru dan kemudian
bandingkan dengan diagram sebelumnya serta lihat perbedaannya.

8.5.4 DIAGRAM PENCAR (SCATTER DIAGRAM)

Diagram ini dipakai untuk melihat hubungan (korelasi) dari suatu faktor
penyebab yang berkelanjutan terhadap faktor lain (dalam hal ini faktor yang lain yang
lain tersebut adalah merupakan “karakteristik kualitas hasil kerja”).

PROSEDUR PEMBUATAN DIAGRAM PENCAR :

LANGKAH 1 : Kumpulkan 20 sampai 100 pasang sample data yang


hubungannya akan kita teliti. .Masukkan data ini dalam suatu
lembar data.

LANGKAH 2 : Gambarkan dua buah sumbu secara vertikal (sumbu y) dan


horizontal ini sebaiknya sama panjangnya agar diagram mudah
dibaca. Apabila hubungan antara dua macam data ini
merupakan hubungan sebab akibat (cause effect diagram) maka
sumbu vertikal biasanya akan menunjukkan nilai kuantitatif
dari akibat, sedangkan sumbu horizontal akan menunjukkan
nilai kuantitatif dari sebab.

LANGKAH 3 : Plot data yang ada dalam grafik. Titik-titik data ini diperoleh
dengan memotong nilai kuantitatif yang ada dari kedua sumbu
vertikal dan horizontal. Apabila nilai data ternyata berulang
dan jatuh pada titik yang sama maka lingkari titik terssebut
dengan frekuensi pengulangannya.

8.5.5 PETA-PETA KONTROL : MACAM DAN CARA APLIKASINYA

Dalam proses produksi akan bisa dijumpai adanya penyimpangan-


penyimpangan ukuran yang dihasilkan, disini sulit untuk diperoleh dua obyek benda
kerja yang persis sama ukurannya meskipun keduanya dibuat melalui mesin/proses
atau operator yang sama (apalagi yang berbeda). Penyimpangan atau variabilitas atas
produk memang akan disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain :
 Bahan baku (raw material) yang dipakai berasal dari berbagai macam sumber
yang memungkinkan ada perbedaan dalam komposisi kimiawi, kekerasan
ataupun karakteristik lain yang berbeda secara signifikan.

 Adanya toleransi yang berkaitan dengan adanya perlakuan-perlakuan khusus


pada material seperti tekanan, temperatur, dll.
 Adanya perbedaan pada faktor manusia (operator) dalam pengetahuan,
keterampilan, pengalaman, motivasi dan sebagainya.

a. PETA KONTROL UNTUK JENIS DATA TERUKUR (VARIABLE


CONTROL CHART)

Data yang diperlukan disini harus dapat diukur (measurable) dan karakteristik
kualitas akan ditentukan oleh besar kecilnya penyimpangan terhadap unit ukuran
yang distandardkan untuk hasil proses kerja yang berlangsung.

Disini ada 2 macam variable control chart :

 X chart. Peta pengendalian dengan memperhatikan harga rata-rata dari hasil


(output) kerja.

 R Chart. Peta pengendalian dengan memperhatikan range atau selisih harga


maksimum dan minimum dari data output kerja (mencerminkan dispersi data
yang ada).

Proses kerja akan dikatakan terkendali apabila data yang diplotkan pada peta
X ataupun R akan berada dalam batas-batas kontrol. Apabila ada data yang keluar
dari batas kontrolyang ditetapkan meskipun hanya pada salah satu peta maka dalam
hal ini proses kerja yang berlangsung perlu segera dianalisa dan dikoreksi. Pada
dasarnya kedua peta tersebut harus dibuat secara bersama-sama sebelum kesimpulan
bahwa proses terkendali atau tidaknya diambil.

Peta X ( X Chart)

Peta ini akan menggambarkan variasi harga rata-rata (mean) dari suatu sample
lot data (data yang diklasifikasikan dalam kelompok-kelompok) yang ditarik dari
suatu proses kerja. Pengelompokkan data ini bisa dibuat berdasarkan :

 Hari atau satuan waktu lainnya dimana sample akan diambil.


 Kelompok atau group-group pekerja yang melakukan pekerjaan yang sama,
dll.

Jumlah data dalam masing-masing kelompok ini dinyatakan dengan n,


sedangkan jumlah sample lots atau kelompok = k. Didalam pengelompokkan data
perlu diperhatikan hal-hal berikut :

 Data yang diperoleh dengan kondisi teknis yang sama, kelompokkan kedalam
satu kelompok data.

 Jangan memasukkan data dari kelompok yang lain karena mungkin kondisi
atau sifat pengelompokkannya mungkin berbeda (tidak homogen)

Variasi data akan diajukan dengan memperhatikan daerah sekitar garis sentral
(X atau grand mean), sedangkan batas-batas kontrol untuk peta X ini adalah :

Batas Kontrol Atas (BKA)  X  A2 R

Batas Kontrol Bawah (BKB)  X  A2 R

Dimana A2 adalah suatu faktor yang harganya akan tergantung pada jumlah
data yang diambil dalam masing-masing sample lots (n) dan R adalah harga rata-rata
dari selisih harga maksimum dan minimum dari data masing-masing sample lots.

PETA R (R CHART)

Peta ini akan menggambarkan variasi dari range sample lots data yang ditarik
dari suatu proses kerja. Variasi data juga akan ditujukan dengan memperhatikan
daerah sekitar garis sentral yang dalam hal ini adalah harga range rata-rata (R) dan
batas-batas kontrol untuk peta R ini adalah :

Batas Kontrol Atas (BKA) = D4 R

Batas Kontrol Bawah (BKB) = D3 R

Seperti halnya dengan A2, maka harga D3 dan D4 akan tergantung pada sample lot size
(2n) yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
SAMPLE LOT FAKTOR A2 FAKTOR UNTUK PETA r
SIZE (n) UNTUK PETA x. D3 D4

2 1,88 0,00 3,27

3 1,02 0,00 5,27

4 0,73 0,00 2,28

5 0,58 0,00 2,11

6 0,48 0,00 2,00

7 0,42 0,08 1,92

8 0,37 0,14 1,86

9 0,34 0,18 1,82

10 0,31 0,22 1,78

11 0,29 0,26 1,73

12 0,27 0,28 1,72

13 0,25 0,31 1,69

14 0,24 0,33 1,67

15 0,23 0,35 1,65

b. PETA KONTROL UNTUK JENIS DATA ATRIBUT (ATTRIBUTE


CONTROL CHART)

Data yang diperlukan disini hanya diklasifikasikan sebagai data kondisi baik
atau jelek (cacat). Jadi disini kualitas hasil kerja hanya dibedakandalam 2 kondisi tadi
dimana inspeksi bisa dilakukan secara visual tanpa perlu melakukan pengukuran.
Disini ada 2 model attribute control chart :
 p atau np chart

 c chart atau chart

Seperti halnya dengan variable control chart, maka proses akan dikatakan
terkendali bila data yang diplot akan berada dalam batas-batas kontrol. Perbedaan
yang ada adalah bahwa disini karakteristik peta terkendali atribut sudah
mencerminkan harga rata-rata (mean) dan penyimpangan (dispersi) dari proses kerja
yang berlangsung.

p atau np Chart

p chart akan berkaitan dengan “fraction defective”, yaitu jumlah cacat dibagi
dengan jumlah items (sample) yang diinspeksi. Sedangkan np chart akan berkaitan
dengan “number of defektive” atau jumlah cacat yang ditemukan dalam sample lot
sizes (n) tidak sama dengan np – chart besarnya n dari masing-masing sample lot
akan sama.
Perumusan untuk mengkonstruksikan kedua peta ini adalah sebagai berikut :

Jenis Garis Batas Kontrol Atas Batas Kontrol Bawah Catatan


Peta Tengah (BKA) (BKB)
Kontrol

p Chart p3

p 1 p  p 3

p 1 p  p
np
p
n n n

p
 np
n

np
    np 
 np
n p  3 n p 1 p n p  3 n p 1 p
np Chart k
k = banyaknya
kelompok sample

Untuk p chart batas-batas kendali harus dihitung satu persatu untuk


masing-masing kelompok sample lots karena disini harga n akan berbeda-
beda untuk setiap sample lot.
c atau  Chart

Peta ini umum diaplikasikan dalam suatu kondisi dimana kita


berkepentingan dengan sejumlah defect yang ditemukan dalam unit output
hasil kerja, seperti halnya :

 Jumlah goresan atau gelembung yang dikeluarkan pada permukaan


suatu hasil pengecatan.

 Jumlah kesalahan yang ditemukan dalam pengisian suatu invoice.

 Jumlah kesalahan pengetikan yang ditemukan dalam satu lembar


ketikan yang dilakukan oleh seorang typist.

Peta C digunakanuntuk sample lot sizes (n) yang sama sedangkan


peta  digunakan apabila harga n berlainan. Perumusan untuk
mengkonstruksikan kedua peta ini adalah sebagai berikut :

Jenis Garis Batas Kontrol Atas Batas Kontrol Bawah Catatan


Peta Tengah (BKA) (BKB)
Kontrol

c Chart C C 3 C C 3 C C
C
N

C = Jumlah cacat kesalahan


N = Banyaknya kelompok sample lots

 Chart    3

 3
 
C
n n k
Jumlah Sample Lot yang diperiksa
k=
Jumlah Sample yang dijadikan Frekuensi Dasar

Peta C pada dasarnya tidak akan tergantung pada besarnya n (sample


lot sizes memiliki harga n sama) akan tetapi lebih berkepentingan dengan
banyaknya cacat atau kesalahan saja.
c. INTERPRETASI PETA KONTROL

Seperti telah diketahui maksud dari pembuatan peta pengendalilan


(Control Chart) adalah untuk menetapkan suatu keputusan berdasarkan
gerakan plot data yang ada. Jadi terlihat adanya penyimpangan yang terjadi
dalam proses produksi. Denganpeta pengendalian ini kita akan bisa
menganalisa dan mengevaluasi kondisi-kondisi yang dianggap tidak normal.

 Semua plot data membentuk kecenderungan gerakan yang khusus.

 Group data tidak membentuk kecenderungan gerakan yang khusus,


dengan demikian suatu kondisi akan dinyatakan abnormal bila
beberapa plot data akan berada diluar batas kontrol atau persis dalam
garis batas

 Beberapa plot data cenderung mengarah ke bentuk-bentuk khusus


yang membutuhkan pengecekan seksama sekalipun sebenarnya
metoda ini masih berada dalam batas-batas yang ada.
Variasi plot data yang masih berada dalam batas-batas kontrol akan
dipertimbangkan disebabkan oleh faktor chauce cause.

8.6 PENGENALAN KONSEP PENGENDALIAN MUTU TERPADU


(TOTAL QUALITY CONTROL) SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM
MANAJEMEN INDUSTRI

Peningkatan kualitas produk industri dan daya saing tidak hanya


dicapai dengan penggunaan teknologi yang maju dan canggih saja, akan
tetapi juga akan melibatkan organisasi perusahaan secara keseluruhan dan
menuntut kewajiban, tanggung jawab serta partisipasi aktif dari segenap
karyawan pelaksana, pimpinan bawah (low management) sampai pimpinan
teratas (top management). Disini upaya kearah peningkatan
pengendalianmutu terpadu (PMT) atau Total Qualiti Control (TQC).
Penerapan sistem manajemen PMT harus didukung dan diikuti kegiatan dari
apa yang disebut dengan Gugus Kendali Mutu (GKM) atau Quality Control
Circles (QCC). GKM atau QCC adalah kelompok kecil karyawan pelaksana
kadang-kadang dipimpin oleh mandor (foreman / supervisor)-nya yang
secara sukarela akan mencari jalandan cara untuk memperbaiki kualitas dan
mengurangi biaya-biaya produksi ditempat-tempat manapun kelompok ini
berada dalam sistem prodsi. Sekarang ini dijumpai ribuan GKM yang tersebar
secara meluas di Jepang. Kelompok ini sering mengadakan pertemuan
biasanya pada jam-jam istirahat atu diluar jam kerja formalnya untuk
membahas rencana dan usulan perbaikan.
8.6.1 LATAR BELAKANG HISTORIS MUNCULNYA PMT / GKM

Jepang yang sudah kalah perang di tahun 1945 adalah sebuah negeri
yang kacau alias porak poranda. Semua sendi perekonomian dan industrinya
lumpuh. Hampir semua orang sulit membayangkan bagaimana harus
membangun Jepang pada saat itu. Industri Jepang pada saat itu hanya
memproduksi “sampah” dan citra produk Jepang adalah “barang yang murah
dengan mutu rendah”. Kelangkaann sumber material dan energi yang justru
merupakan faktor pendorong Jepang untuk terlibat dalam Perang Dunia II
serta kondisi perkonomian yang buruk menyebabkan munculnya kesadaran
baru akan arti pentingnya mutu produk dalam kaitannya dengan peningkatan
daya saing. Hanya dengan mengandalkan harga murah saja, mustahil
Jepang akan dapat mengeskpor sekian banyak produk. Maka sebagai
tambahan penting atas unsur murah, diperlukan peningkatan mutu atas
produk-produk Jepang.

Pada tahun 1947, Persekutuan Insinyur dan Ilmuan Jelang (JUSE)


menyelenggarakan seminar mengenai Quality Control. Disini diundang untuk
memberikan wawasan mengenai QC seorang ahli statistika Amerika Serikat
yaitu W. Edward Deming. Deming dalam hal ini banyak mengupas
keunggulan analisa statistik (Statistical Analisys) sebagai alat atau metoda
untuk mengendalikan dan meningkatkan kualitas produk Jepang agar bisa
lebih memiliki potensi dan daya saing di pasaran dunia. Demikian pula pada
tahun 1954 sampai 1955, DR. Juran seorang ahli QC dari Amerika juga
diundang ke Jepang. Disini Juran memperkenalkan konsep-konsep
pengendalian kuallitas yang kemudian dikenal dengan nama “Total Quality
Control” (TQC). Konsep ini menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan
mutu bukanlah mutu barangnya semata-mata. Pengertian mutu dalam hal ini
mencakup seluruh proses yang terlibat. Mulai dari tahap riset (R & D), tahap
desain, tahap manufacturing sampai kepada barang diterima dengan rasa
puas oleh pelanggan (customer).

Konsep yang melibatkan semua sistem produksi dari bawah sampai


ke atas memberi kesadaran baru bahwa masalah pengendalian dan
peningkatan mutu bukanlah tanggung jawab satu dua orang saja, akan tetapi
seluruh total karyawan yang ada dalam sistem tersebut. Wajah industri
Jepang akhirnya kini tampak berubah. Hal ini tidak bisa lain berkat polesan
resep “Total Quality Control Juran” yang telah memasyarakatkan dan
mendarah daging disetiap karyawan industri Jepang. Setiap masalah dan
kesulitan yang merka jumpai didalam industri mereka pecahkan bersama
dalam kelompok (gugus) dengan analisa statistik.
8.6.2 DEFINISI DAN DASAR-DASAR PENGENDALIAN MUTU TERPADU (PMT)

Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) atau lebih dikenal dengan Total Quality Control
(TQC) adalah konsep pendekatan manajerial ala Jepang yang dikembangkan (berasal mula
dari Amerika) dan disesuaikan dengan kultur budaya masyarakat Jepang. Secara definitif
PMT ini dapat dinyatakan sebagai :

“Berbagai kegiatan didalam penyelidikan & pengembangan (R & D), produksi,


penjualan dan pelayanan purna jual dengan cara rasional untuk mencapai kepuasan tingkat
paling ekonomis”.

(Definisi TQC/PMT di Jepang)


“Sistem yang efektif untuk mengintegrasikan kegiatan pengembangan kualitas,
perawatan kualitas dan peningkatan kualitas dari kelompok-kelompok dalam sebuah
organisasi, sehingga tercapai kepuasan pelanggan sepenuhnya tersedianya barang dan jasa
pada tingkat yang paling ekonomis”.

(Definisi TQC/PMT di Amerika Serikat)


“Sistem manajemen dengan mengikutsertakan seluruh karyawan dari semua
tingkatan didalam organisasi, dengan penerapan konsep pengendalian kuallitas dan metoda
statistika untuk mendapatkan kepuasan pelanggan dan karyawan yang mengerjakannya”.
8.6.3 PENGERTIAN “KUALITAS” MENURUT MANAJEMEN PMT/TQC

PMT / TQC merupakan sistem yang efektif guna melakukan pengendalian atau
peningkatan kualitas karena dalam konsep PMT / TQC pengertian mengenai kualitas tidak
saja ditekankan pada kualitas produk atau proses pembuatannya saja, akan tetapi mencakup
banyak hal. Dalam PMT / TQC yang dimaksud dengan kualitas akan mencakup :

 Kualias produk/jasa itu sendiri (Product/Service Quality)

 Kualitas kegiatan atau proses kerja (Proses Quality)

 Kualitas penjualan yang menyangkut harga (Cost Price) dan kualitas purna jual
(after sales) yang akan menyangkut kegiatan maintenance serta pengedaan
peralatan suku cadang.

 Kualitas ketetapan waktu dan cara penyampaian/penyerahan barang ketangan


konsumen yang membutuhkannya.

 Kualitas keselamatan (safety) serta moral/semangat kerja setiap individu yang


terlibat dalam proses produksi.

 Kualitas pengumpulan & pengolahan data, pembukuan, dll.

8.6.4 SISTEM PENGENDALIAN (CONTROL) DALAM PMT/TQC

Pengertian pengendalian dalam manajemen PMT/TQC adalah dilaksanakan dengan


memutar daur Plan-Do-Check-Action (PDCA) atau disebut pula dengan lingkaran Deming,
karena yang memperkenalkannya pertama kali adalah W. Edward Deming.
PENGERTIAN DASAR LINGKARAN “PDCA”

PLAN : Buatlah rencana yang sesuai sebelum mulai bekerja.

DO : Laksanakan pekerjaan sesuai denganrencana yang telah ditetapkan


sebelumnya.

CHECK : Teliti apakah pekerjaan sudah sesuai dengan rencana yang dibuat, ukur
performans keluaran dan bandingkan dengan standard kualitas yang
ditetapkan.

ACTION : Bilamana perlu lakukan tindakan perbaikan, karena hal ini merupakan
rencana selanjutnya.

8.6.5 SIKAP DAN PRINSIP MENTALIS DASAR PMT/TQC

PMT/TQC sebenarnya tidak lain merupakan suatu sikap mental dalam proses
produksi barang dan jasa. Bahwa proses produksi akan menghasilkan suatu produk yang
berkualitas tinggi hanya mungkin bisa dicapai jikalau terdapat pengendalian mutu dalam
setiap tahap proses dari proses produksi yang berlangsung. Dimana dalam setiap tahap
produksi ini akan merupakan gugus (circle) mata rantai proses produksi yang harus dapat
dijamin keterpaduan dan kerjasama antar karyawan dengan manajemen guna menghasilkan
kualitas kerja yang optimal. Jadi dengan kata lain, dasar filsafat dari PMT/TQC adalah tidak
lain “pendekatan sistem”, dimana melakui pendekatan sistem ini kita akan bisa menyatakan
bahwa suatu sistem akan dapat berhasil dengan baik jika sub-sistem atau mata rantai sistem
tersebut juga mampu memberikan dukungan yang sebaik-baiknya pula.
Semua sistem akan kuat (berkualitas tinggi) jika sub-sistemnya tidak ada yang lemah
(berkualitas rendah). Selanjutnya akan diberikan beberapa orientasi dan prinsip-prinsip dasar
PMT/TQC yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut :

a. ORIENTASI KEPADA PELANGGAN

 Mutu adalah kepuasan pelanggan, sehingga arahkan setiap tindakan kepada


upaya pemuasan pelanggan.

 Proses berikut adalah pelanggan saya.

 Berpegang pada strategi pemasaran (marketing concept) bukan sekedar


berproduksi saja.

b. BERORIENTASI PADA CARA KERJA TIM (TEAM WORK) DAN PARTISIPASI


TOTAL DARI SETIAP ANGGOTA TIM

 Partisipasi total seluruh karyawan dalam setiap usaha pemecahan masalah dan selalu
bekerja dalam tim. Semangat ini menuntut adanya pembagian wewenang menurut azas
keikutsertaan karyawan dalam proses pengambilan keputusan. Juga dituntut kesediaan
bekerja melampaui batas pengkotakan bidang kerja yang sempit

 Perlu ada koordinasi, integrasi, kerja sama dan informasi kerja timbal balik yang
disampaikan ke atas, ke samping maupun ke bawah.
 Kemajuan akan sangat didukung oleh kreativitas, keikatan dan keterlibatan
anggota dalam organisasi (kelompok).

 Pembinaan karyawan oleh organisasi, sedangkan pengembangannya oleh


gugus (circles). Senioritas merupakan prinsip untuk keselarasan.

c. ORIENTASI PADA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

 Menghargai karyawan dalam harkatnya sebagai manusia dengan memberikan


kesempatan menyumbangkan ide untuk pemecahan persoalan dan untuk
pengembangan diri dalam karyanya.

 Menumbuhkan sikap saling percaya antar karyawan dan antar karyawan


dengan organisasi

d. ORIENTASI KEPADA PEMESAHAN PERSOALAN SECARA OBYEKTIF


RASIONAL

 Pemecahan persoalan (problem solving) pada hakekatnya merupakan upaya


untuk meningkatkan kualitas. Pemecahan persoalan terwujud dengan tindakan
menanggulangi penyimpangan dan tindakan pencegahan.

 Daur PDCA terus menerus digerakkan untuk menentukan dan memecahkan


persoalan. Proses pengendalian dalam hal ini diawali dengan penetapan
sasaran yang terukur dan dilaksanakan secara benar sejak awal.

 Bila terjadi kesalahan dalam mengambil tindakan, maka perhatian bukan


diarahkan untuk mencari kambing hitam, melainkan untuk melacak dimana
terjadinya penyimpangan dan apa penyebabnya.. Jangan terlalu cepat
menyalahkan orang lain. Disini diperlukan seikap terbuka, tanggap terhadap
umpan balik dan mau belajar dari kesalahan.

 Selalu bicara berdasarkan fakta dan data yang jelas. Diperlukan penggunaan 7
peranti (tools) untuk pengendalian kualitas.

8.6.6 SYARAT POKOK SUKSESNYA PENERAPAN KONSEP PMT/TQC

Pengendalian Mutu Terpadu sebagai suatu sistem hanya dapat berhasil dengan
sukses bialamana sub sistem yang mendukung dengan sebaik-baiknya. Berikut ada 4
persyaratan yang perlu diperhatikan pada saat penerapan konsep ini agar bisa diperoleh
hasil yang optimal :

 Seluruh sumber daya manusia yang turut serta dalam proses produksi baik tingkat
manajemen puncak, manajemen menengah maupun para pelaksana mengerti dan
menghayati arti PMT/TQC dan mau melaksanakannya dalam proses produksi atau
pekerjaan lain yang berkaitan.
 PMT/TQC sebagai totalitas penendalian terhadap mutu produk, secara bertahap
atau berjenjang merupakan rangkaian dari suatu proses produksi yang menjadi
tanggung jawab masing-masing kelompok kecil dalam suatu rangkaian yang terpadu
dari Gugus Kendali Mutu yang bekerja dalam satuan tim/kelompok.

 Seluruh mata rantai dari sistem tersebut dapat bekerja secara efektif dan baik
disebabkan oleh latar belakang pendidikan dan pelatihan yang baik, maupun
sasaran produksi yang baik menyangkut segi teknologi, pengalaman kerja karyawan
serta adanya sikap mental yang positif dari karyawan.

 Sikap mental tersebut adalah dengan bekerja produktif dalam suatu semangat
kelompok yang kuat akan menjamin mutu produksi yang tinggi, sumber imbal jasa
yang lebih baik dan tenaga kerja, oleh karena adanya jaminan pasar yang luas serta
menguntungkan bagi perusahaan.

Dengan kata lain jelas kiranya bahwa metode ini akan berhasil dengan baik
bilamana setiap anggota organisasi (karyawan) yang terlibat dalam proses produksi tersebut
menyadari sepenuhnya mengenai :

 Apa yang harus dilakukan

 Mengapa hal tersebut harus dilakukan

 Hambatan/kendala apa yang harus dihadapi dan harus bisa diatasi

 Alternatif-alternatif apa yang harus dipilih untuk mengatasi kendala yang ada dan
untuk mencapa target sasaran yang ditetapkan.

8.6.7 KESIMPULAN

 Sistem manajemen PMT/TQC yang dalam pelaksanaannya juga memerlukan


mekanisme GKM adalah merupakan gaya manajemen Jepang yang telah terbukti
dan mampu menempatkan ekonomi Jepang untuk menguasai dunia diakhir abad 20
ini.

 PMT/TQC adalah sistem manajemen yang mengikutsertakan seluruh jajaran


karyawan dari semua tingkatan dengan menerapkan konsepsi pengendalian mutu
dan analisa statistik untuk mendapatkan kepuasan pelanggan dan karyawan.

 PMT/TQC merupakan proses perubahan mental secara mendasar sekaligus suatu


perubahan sistem manajemen, yang mungkin memiliki dampak sosial ekonomi dan
budaya yang cukup luas.

 Ide atau konsep PMT/TQC seperti halnya dengan konsep mengenai produktivitas
dan efisiensi sebenarnya adalah ide asing yang dicoba dicangkokkan dalam budaya
masyarakan Indonesia. Belajar dari pengalaman Jepang, maka apakah model PMT /
TQC yang sukses diterapkan di Indonesia disini? Hal ini tentu saja membutuhkan
pengkajian dan prasyarat-prasyarat tertentu.

8.6.8 TEKNIK DAN ANALISA KEANDALAN (RELIABILITY) SUATU PRODUK


Secara umum istilah “reliability” mungkin dapat ditejemahkan dengan “mampu untuk
diandalkan”. Seperti dengan pengendalian kualitas, keandalan akan didasarkan pada reori
statistik/probabilistas. Tujuan pokoknya adalah mampu diandalkan untuk bekerja sesuai
dengan fungsinya dengan suatu kemungkinan sukses dalam periode waktu tertentu yang
ditargetkan.

Dalam Assurance Sciences, keandalan ini bisa didefinisikan dengan “the probability
of a product perforking its intended life and under the operating conditions encountered”.
Disini ada 4 elemen dasar yang perlu diperhatikan, yaitu :

 Kemungkinan (probability)

 Performans (performance)

 Waktu operasi (time of operation)

 Kondisi-kondisi saat operasi (operating conditions)

8.6.9 HUBUNGAN ANTARA RELIABILITY DAN QUALITY CONTROL

Reliability engineering adalah suatu disiplin baru yang secara struktur organisasinya akan
terpisa dengan quality control. Secara konsepsional antara reliabilitas dan kontrol kualitas ada
persamaan maksud dan tujuan srta kaitan yang erat antara satu dengan lainnya, meskipun dalam
pelaksanaannya akan ada hal-hal yang secara prinsipil membedakan dan mengharuskan pemisahan
kedua disiplin ini. Dari definisi mengenai reliability yang telah disebutkan jelas mencakup elemen
waktu yang akan membatasi umur kerja (life time) dari suatu produk untuk memberikan fungsi yang
diharapkan tanpa adanya kesalahan/kegagalan. Sebaliknya dengan kualitas suatu produk, secara
matematis hal ini tidaklah ada kaitan yang langsung dengan periode waktu dan juga tidak dinyatakan
dengan istilah “a probability of performance”. Kualitas suatu produk pada umumnya akan
didefinisikan sebagai “the degree of conformance of the product to applicable specifications, standards
and workmanship criteria”.
8.7 HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI DAN MENCAKUP CARA PENCAPAIAN
RELIABILITAS SUATU PRODUK/EQUIPMENT

HAMBATAN DAN KESULITAN

Banyak hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan yang dijumpai untuk


mendapatkan reliabilitas yang tinggi dari suatu produk atau equipment sebagai contoh yang
kita jumpai dalam peralatan elektronik moderen yang mana hal ini disebabkan begitu
komplek serta canggihnya peralatan tersebut dan juga keharusan sejumlah besar komponen
bekerja sekaligus tanpa cacat untuk periode waktu yang panjang. Untuk memperbaiki
reliabilitas suatu produk kita sebenarnya dapat melaksanakan dengan cara “melebihkan”
desain yang ada (over design) s eperti halnya memilih parts dengan rate yang lebih tinggi,
mengambil faktor keamanan yang besar, dll. Meskipun sangat efektif, akan tetapi cara ini
akan pula menyebabkan adanya penambahan size, berat ataupun cost dari produk yang
akan dibuat. Disamping hal-hal tersebut, kesulitan lain yang umum dijumpai adalah bahwa
data yang bersangkutan dengan reliabilitas suatu part untuk kondisi-kondisi tertentu sering
tidak tersedia.

ESTIMASI

Suatu prediksi atau estimasi awal mengenai reliabilitas yaitu dengan menggunakan
keadaan nyata tingkat rata-rata kesalahan/kegagalan berfungsi dari suatu part adalah suatu
langkah awal yang sangat penting dalam perencanaan suatu produk. Data ini akan
melengkapi pertimbangan-pertimbangan teoritis yang dibutuhkan disigner untuk mengetahui
“high failure rate concentration” dalam produk yang bersangkutan. High failure rate
concentration ini bisa dieliminir dengan menggunakan teknik redundancy atau juga dengan
cara menyederhanakan desain produk yang bersangkutan. Dengan demikian maka pada
akhirnya akan terjadi beberapa perubahan, penyederhanaan, pengurangan parts atau
komponen lain dari desain produk yang akan dibuat.

REDUNDANCY

Adalah teknik yang diharapkan akan dapat mengeliminir resiko-resiko yang


disebabkan adanya high failure rate concentration. Dengan menggunakan metode ini kita
dapat sebagai contoh merakit parts secara paralel, sehingga adanya
kesalahan/kegagalan/kerusakan (failure) dari suatu part tidak akan menyebabkan equipment
yang bersangkutan secara total akan ikut rusak, karena part yang satunya akan bisa
menggantihak part yang rusak untuk melaksanakan fungsi yang dikehendaki.

PARTS ENGINEERING

Reliabilitas dari suatu sistem akan banyak tergantung pada derajat reliabilitas dari
komponen-komponen (parts) yang membentuknya. Suatu kerusakan/kesalahan (failure) dari
satu komponen bisa saja menyebabkan kerusakan dari sistem secara total, atau bisa pula
tidak menimbulkan reaksi apa-apa dari sistem tersebut. Hal ini sangat tergantung pada
spesifikasi dan fungsi dari komponen tersebut. Demikian pula pemilihan komponen haruslah
dipertimbangkan benar-benar terutama untuk memenuhi kebutuhan dan cara pemakaiannya.
FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN (ENVIRONMENT)

Secara umum telah diketahui bahwa mechanical ataupun electrical design harus
memperhatikan kondisi-kondisi lingkungan yang ada apabila dikehendaki peralatan tersebut
bekerja sesuai dengan yang diharapkan, sebagai contoh temperatur, lumidity, altitude,
vibration, dll. Dengan mempertimbangkan keadaan ini maka suatu test terhadap kondisi
lingkungan akan mempunyai peranan yang sangat penting dalam merealisir suatu sistem
peralatan yang dapat dipercaya. Test Lingkungan banyak dilakukan orang dengan alasan :

 Konsumen selalu menghendaki bahwa equipment yang dibeli dapat berfungsi


dengan baik sepanjang masa kerjanya.

 Perubahan-perubahan atau modifikasi (demikian juga proses maintenance nantinya)


apabila produk sudah terlanjur dipasarkan akan sangat mahal disamping akan
memakan waktu tersendiri

ANALISA KESALAHAN

Untuk membantu pembuatan desain produk yang mempunyai tingkat keandalan


tinggi, maka perlu dilakukan suatu studi analisa terhadap data kesalahan yang dijumpai pada
saat pembuatan, testing, dan feedback yang berasal dari pelanggan secara langsung.
Analisa ini sangat berguna sekali untuk (i) memberikan tindakan yang bersifat korektif, (ii)
mendeteksi tempat-tempat yang memiliki high failure rate concentration, (iii) memberikan
jalan keluar dengan teknis redundancy dan (iv) beberapa tindakan “penyelamatan” lainnya.
Dengan memperhatikan hasil analisa, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
peninjauan kembali terhadap desain produk yang ada dan apabila perlu suatu alternatif
desain yang lebih baik kemudian dibuat serta diusulkan.

8.7.1 ANALISA KUANTITATIF GUNA MEMPERKIRAKAN KEANDALAN

Analisa kuantitatif guna memperkira keterandalan suatu produk pada dasarnya akan
banyak memberi manfaat didalam menghadapi kondisi-kondisi semacam ini.

KESUKSESAN KERJA SEBUAH PERALATAN (EQUIPMENT SURVIVAL)


TINGKAT KESALAHAN/KEGAGALAN (FAILURE RATE)

Pada dasarnya probalitas untuk kelangsungan hidup suatu peralatan bisa dinyatakan
sebagai “the random failure rate of the equipment”. Tingkat kesalahan/kegagalan suatu
peralatan memenuhi fungsi yang diharapkan yang dinotasikan dengan simbol didefinisikan
sebagai jumlah kesalahan/kegagalan dari suatu peralatan untuk memenuhi fungsinya dan
dinyatakan dalam suatu interval waktu. Secara matematisnya, hal ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :

Jumlah kesalahan/kegagalan (failure)


=
Total unit waktu operasi (jam atau hour)

MEAN TIME BETWEEN FAILURE (MTBF)


Secara umum waktu rata-rata terjadinya kesalahan (Mean time between failure) dari
suatu peralatan adalah merupakan kebalikan dari failure rate yang terjadi dalam suatu
periode waktu tertentu.
1
MTBF =
kegagalan / jam

METODE PERKIRAAN RELIABILITAS SUATU PRODUK

PEMAKAIAN DISTRIBUSI POISSON

Untuk menentukan reliabilitas dari suatu produk umumnya akan dipergunakan


distribusi eksponensial. Untuk itu distribusi poisson akan banyak dipakai dalam peramalan
reliabilitas dari equipment. Menurut distribusi poisson ini, probabilitas tidak adanya kesalahan
dari suatu equipment untuk memenuhi fungsi yang diharapkan dinyatakan dengan formula
sebagai berikut :

P = e-a

dimana P : Probabilitas tidak adanya kesalahan

e : bilangan dasar logaritma yang besarnya 2,7183

a atau t : jumlah kesalahan yang diharapkan akan terjadi

Selanjutnya ‘a’ atau jumlah kesalahan yang diperbolehkan dapat diformulasikan dengan
MTBF (dimana MTBF = 1/) sehingga rumus yang ada menjadi :
P = e-t/MTBF

PROBABILITAS SUKSES DARI SERI REDUNDANT SYSTEM

Apabila diketahui bahwa probabilitas dari 4 sub sistem adalah P1, P2, P3 dan P4, maka
probabilitas dari sistem dengan 4 komponen tersebut dihubungkan secara seri adalah :

P system= P1 x P2 x P3 x P4 atau

= e- (1 +2 +3 +4) x t

PROBABILITAS SUKSES DARI PARALEL REDUNDANT SYSTEM

Apabila diketahui bahwa probabilitas dari 2 sub sistem adalah P1 dan P2, maka probabilitas
dari sistem dengan 2 komponen tersebut dihubungkan secara paralel adalah :

PA dan / atau B = PA + PB – PA PB

PA dan / atau B = PA + PB – PA PB, atau rumus yang mudah dipakai adalah :

P system= 1 - Qn

dimana : P = reliability of system

Q = unreliability dari masing-masing subsistem yang dihubungkan secara


paralel dan harganya adalah 1 – Psubsystem
N = jumlah dari paralel redundant system.

SERI PARALEL REDUNDANT SYSTEM

Dari model seri paralen diatas, maka reliabilitas dari sistem ini dapat diperoleh :

Psystem = 1 – (1 – PAPB) (1 – PCPD) atau

Psystem = 1 – (1 – pn)2

8.7.2 KESIMPULAN UMUM

Reliability engineering adalah merupakan disiplin baru yang sangat penting artinya
didalam proses perancangan (design) dan pertumbuhan (development) suatu produk baru.
Bekerja sama dengan design engineering group, reliability, engineer group akan
berpartisipasi aktif untuk menguji/test, mengevaluasi, dan membuat analisa perbaikan agar
desain produk yang baru tersebut akan lebih mampu untuk diandalkan dan memenuhi
persyaratan mengenai performans yang diharapkan. Tujuan utama dari group ini adalah
mencoba memperbaiki life span dari equipment atau produk yang akan dibuat.

Aktivitas Qualiti Control sencara sindirian tidak akan dapat memberikan jaminan
bahwa suatu desain produk mampu bekerja dengan sukses untuk periode waktu tertentu
tanpa pernah menjumpai kesulitan atau kegagalan. Halini terutama sekali disebabkan
adanya beberapa faktor yang tidak dipertimbangkan terlebih dahulu. Guna menatasi
kekurangan-kekurangan yang ada, maka disiplin reliability engineering yang juga dikenal
sebagai product reliability atau reliability saja akan memegang peranan yang cukup penting
pula didalam perancangan suatu produk. Seperti halnya dengan pengendalian kualitas,
maka reliabilitas akan mengaplikasikan konsep-konsep dasar tentang probabilitas dan
statistik didalam teknik analisisnya.

Bagaimana keterandalannya suatu produk bisa dibuat, kesalahan atau kegagalan


(failure) akan tetap saja memiliki kemungkinan untuk terjadi. Suatu predikat yang tepat
terhadap waktu terjadinya gangguan (down time) merupakan satu hal yang sangat penting
bagi sipemakai jasa produk tersebut. Disini diperlukan suatu ramalan ataupun analisa
kuantitatif guna menentukan kebijaksanaan yang diperlukan bagi aktivitas maintenance baik
yang bersifat preventif maupun korektif.

Karena MTBF yaitu ukuran kuantitatif dari keterandalan suatu peralatan atau produk
adalah merupakan “the average time betwen failure”, maka dengan mudah dapat diperoleh
data yang akan bermanfaat didalam memperkirakan kemungkinan-kemungkinan terjadinya
kesalahan ataupun kegagalan suatu produk untuk memenuhi fungsi yang diharapkan.
Disamping itu dapat pula direncanakan saat-saat kapan aktivitas maintenance harus
dilaksanakan dan penentuan spare parts (jenis, jumlah, dll) yang harus diadakan oleh
departement logistik guna menggantikan parts yang rusak. Anallisas kuantitatif ini memang
banyak berguna untuk memperkirakan tingkat reliabilitas suatu produk yang selanjutnya ikut
membantu mengatasi masalah-masalah yang timbul dari aktivitas maintenance dan / atau
pengadaan logistik material. Kedua aktivitas terakhir ini didalam Assurance Science dikenal
sebagai Maintainability dan Integrated Logistic Support.
KEPUSTAKAAN

Blanchard, Benjamin S. ENGINEERING ORGANIZATION AND MANAGEMENT.,


New Dehli : Prentice Hall of India Private Ltd, 1977.

Cleland, David I. And Kocaoglu D.F. ENGINEERING MANAGEMENT.New


York : McGraw-Hill Book Co., 1981.

Hicks, Philip E. INTRODUCTION TO INDUSTRIAL ENGINEERING AND


MANAGEMENT SCIENCE. Tokyo : McGraw Hill Kogakusha Ltd., 1977.

Ireson, W. Grant and Gran L., Grant. HANDBOOK OF INDUSTRIAL


ENGINEERING MANAGEMENT. New Dehli : Prentice-Hall of India Private Ltd.,
1974.

Turner, Wayne C.; Mize, Joe H and case, Kenneth E. INTRODUCTION TO


INDUSTRIAL AND SYSTEM ENGINEERING. Englewood Cliffs, New Jersey.
Prentice Hall, Inc., 1987.

Wignjosoebroto, Srotomo. TEKNIK TATA CARA DAN PENGUKURAN KERJA .


Jakarta : Penerbit Guna Widya, 1992.

Wignjosoebroto, Sritomo. TATA LETAK PABRIK DAN PEMINDAHAN BAHAN.


Jakarta : Penerbit Guna Widya, 1992.

Anda mungkin juga menyukai