Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN STUDI EKSKURSI

MANUSIA ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN


KERATON SURAKARTA HADININGRAT

Dosen Pengampu :

Prof. Ir. Edy Darmawan, M.Eng

Disusun Oleh:

Angeline Michelle Justisia S. K. 21020118140106

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………. i


DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………. ii
PENGANTAR …………………………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………. 1
1.1 Deskripsi Objek ……………………………………………………………………….. 1
1.1.1 Keraton Surakarta Hadiningrat …………………………………………………… 1
1.1.2 Kompleks Kamandungan Lor dan Kompleks Museum Keraton ………………… 1
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………….. 5
2.1 Hubungan Objek dengan Manusia ………………………………………………….. 5
2.2 Hubungan Objek dengan Lingkungan ……………………………………………... 6
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………………. 8
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………….... 8

ii
Pengantar

Pada tanggal 5 Oktober 2019, mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik Universitas


Diponegoro 1rnament 2018 kelas B melakukan studi ekskursi ke kota Solo. Kami melakukan
studi ekskursi ini dalam agenda mata kuliah Arsitektur Lingkungan. Dalam ekskursi ini kami
mengunjungi tiga obyek yang ada dikota Solo, yakni De Tjolomadoe, Keraton Surakarta
Hadiningrat, dan The Park Mall.
Pada laporan ini, penulis membahas salah satu objek, yaitu Keraton Surakarta
Hadiningrat atau yang lebih akrab disebut Keraton Solo dan tepatnya pada Kompleks
Kamandungan Lor dan Kompleks Museum Keraton Surakarta yang berada di. Bahasan inti
mengenai salah satu obyek wisata 1rnamen di kota Surakarta ini antara lain mengenai aktivitas
yang terjadi dalam obyek dan pengaruh keberadaan obyek maupun aktivitas terhadap
lingkungan sekitarnya.

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Objek

1.1.1 Keraton Surakarta Hadiningrat

Emblem Kasunanan Surakarta

Keraton Surakarta Hadiningrat merupakan istana resmi Kasunanan


Surakarta yang terletak di dalam lingkungan Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar
Kliwon, Surakarta, Jawa Tengah. Istana atau keraton ini didirikan oleh Sri Sunan
Pakubuwana II pada tahun 1744 dan diresmikan pada tahun 1745 sebagai pengganti
Keraton Kartasura yang hancur akibat Geger Pecinan tahun 1743.

Sebagai salah satu pusat dan sumber kebudayaan Jawa, hingga kini arsitektur
Keraton Surakarta masih dipertahankan seperti aslinya, dijadikan sebagai contoh
arsitektur istana Jawa tradisional terbaik sekaligus benda cagar budaya. Kompleks
bangunan keraton juga masih difungsikan sebagai tempat tinggal raja/sunan
beserta rumah tangganya yang masih menjalankan tradisi kerajaan.

1.1.2 Kompleks Kamandungan Lor dan Kompleks Museum Keraton

Kompleks Kamandungan Lor dilihat dari atas

1
Kompleks Kamandungan Lor merupakan salah satu tempat yang paling
dikenal karena tempatnya yang unik dan sering dijadikan sebagai obyek foto.
Kamandungan Lor juga merupakan kompleks yang menjadi obyek utama karena
benda-benda seni dan sejarah di simpan di sana.

Untuk menuju Kamandungan para pengunjung harus melewati Kori


Brajanala atau Kori Gapit yang merupakan pintu gerbang masuk utama dari arah utara
(Siti Hinggil Lor dan Jalan Supit Urang). Gerbang ini sekaligus menjadi gerbang
cepuri (kompleks keraton yang dilingkungi oleh dinding besar yang disebut baluwarti.
Kata baluwarti merupakan serapan dari bahasa Portugis, “Baluarte”, yang berarti
dinding pertahanan. Di sisi kanan dan kiri Kori Brajanala bagian dalam terdapat
Bangsal Wisomarto tempat jaga pengawal istana.

Kori Brajanala

Bangsal Wisomarto Kiwa (kiri) dan Bangsal Wisomarto Tengen (kanan)

2
Sedangkan Kori Kamandungan Lor sendiri merupakan teras terbuka dengan
bagian atasnya dihiasi dengan ukiran Sri Makutha Raja, yakni ukiran besar berwarna
biru-putih dengan ornament senjata perang, daun kapas, dan mahkota di tengah
Sedangkan Balerata merupakan sisi kanan-kiri bangunan yang digunakan sebagai
garasi mobil dan kereta istana, sekarang menjadi Museum Kereta Keraton.

Kori Kamandungan dan Balerata

Di tengah-tengah kompleks ini merupakan halaman kosong sekaligus


jalan yang biasa dilalui masyarakat umum. Bangunan yang terdapat dala
kompleks ini hanya di bagian tepi halaman. Bangunan tersebut berfungsi
sebagai kantor-kantor keraton. Di masing-masing sisi halaman
Kamandungan Lor terdapat dua gerbang menuju kawasan dalam
Baluwarti, masing-masung adalah Kori Gapit Wetan dan Kori Gapit
Kulon.

Kori Gapit Wetan (depan) dan Kori Gapit Kulon (belakang)


3
Kori Gapit Wetan merupakan pintu masuk utama kawasan museum,
melewati Jalan Sidikara. Kompleks museum sebelum diresmikan
merupakan perkantoran istana dan kegiatan perkantoran pindah di
Kompleks Kamagangan. Di tengah kompleks museum terdapat halaman
tengah berisi patung-patung gaya Eropa, batang kayu jari dari Hutan
Danalaya, dan Sumur Kakipaten.

Halaman tengah kompleks museum

Salah satu sudut kompleks museum

Salah satu ruangan museum


4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Objek dengan Manusia


Keraton Surakarta Hadiningrat dibangun pada tahun 1700an untuk
tempat tinggal Sri Sunan dan rumah tangga istananya. Kawasan keraton terbagi
menjadi beberapa kompleks dengan setiap kompleks memiliki karakteristik dan
fungsinya masing-masing.
Pada Kompleks Kamandungan Lor, bangunan-bangunan yang ada
kebanyakan merupakan gerbang yang merupakan tanda memasuki suatu wilayah
sekaligus penerimaan manusia yang datang dan garasi kendaraan kerajaan.
Komponen-komponen yang ada pada Kompleks Kamandungan Lor memberikan
pesan secara visual kepada manusia yang lewat maupun berada di dalamnya
bahwa mereka akan atau telah memasuki suatu wilayah.
Keberadaan baluwarti juga memberikan pesan yang sama seperti kori
atau gerbang pada kompleks, bahkan lebih kuat. Baluwarti yang merupakan
dinding pertahanan lingkungan kerajaan pada zaman dahulu berfungsi untuk
melindungi bangunan keraton beserta manusia di dalamnya dari serangan pihak
di luar lingkungan keraton.
Kompleks museum pada awalnya merupakan zona perkantoran istana.
Kompleks memiliki banyak ruangan dengan koridor di sampingnya dengan
formasi mengelilingi halaman. Ruangan-ruangan tersebut merupakan wadah
aktivitas kantor atau administrasi kerajaan, koridor sebagai sirkulasi bagi
manusia, dan halaman sebagai ruang terbuka yang dapat diakses oleh setiap
ruangan dalam kawasan.
Pada masa ini, fungsi dari kompleks-kompleks tersebut sedikit banyak
teah berubah. Kompleks Kamandungan Lor tetap menjadi zona penerimaan bagi
wisatawan, namun kori atau gerbang bertambah perannya menjadi latar foto bagi
para wisatawan. Teras dan balata juga bernasib sama. Kompleks perkantoran telah
beralih fungsi menjadi museum, dimana ruang-ruangnya diisi barang-barang seni
dan sejarah keraton dimana pergerakan manusia di dalam ruangan juga lebih
tinggi dari kegiatan perkantoran.
Kawasan keraton, terutama Kompleks Kamandungan Lor,
berdampingan dengan aktivitas warga di luar keraton. Hal ini dikarenakan
pertumbuhan dan kosentrasi penduduk yang kian meningkat. Fenomena ini tentu

5
berbeda jika dibandingkan dengan keadaan saat keraton baru dibangun.
Pemukiman dan aktivitas penduduk tergolong cukup jauh dari kawasan keraton,
hanya sedikit orag yang memiliki kendaraan. Sehingga lingkungan keraton sangat
ramah bagi pejalan kaki.
Berdasarkan pengalaman penulis saat mengunjungi keraton, akses bagi
pejalan kaki dari titik parkir bus sampai ke Kompleks Kamandungan Lor kurang
nyaman dan aman bagi pejalan kaki. Jalan Supit Urang yang merupakan jalan
menuju Kompleks Kamandungan Lor merupakan jalan umum yang dilewati
kendaraan, baik itu motor maupun mobil, juga orang-orang yang ke arah keraton
dari perhentian bus.

Kondisi lalu lintas pada Jalan Supit Urang

Tidak ada trotoar dan space bagi pejalan kaki sangatlah minim, yakni
bahu jalan yang lebih rendah dan keadaannya sangat dekat dengan lalu lintas
kendaraan. Keadaan di Jalan Sidikara (Kori Gapit Wetan) pun juga sama. Jalan
merupakan satu-satunya jalan dari Kompleks Kamandungan Lor menuju
kompleks museum, terdapat pedagang souvenir dan delman di sepanjang bahu
jalan, manusia juga kendaraan bermotor lewat jalan tersebut.

2.2 Hubungan Objek dengan Lingkungan


Keberadaan Keraton Surakarta dan segala komponennya telah ada dari
zaman dahulu. Arsitektur berkelanjutan atau sustainable architecture dapat
dilihat pada bangunan keraton. Bangunan keraton memiliki ruang terbuka yang
cukup besar pada tiap kompleksnya, bukaan-bukaan pada ruang yang relatif
besar, juga ruangan-ruangan tertutupyang tetap memiliki akses udara yang
cukup.
6
Ruang terbuka hijau di tengah kompleks keraton

Faktor zaman dan teknologi bisa jadi berpengaruh pada bangunan


keraton. Tidak adanya pendingin ruangan seperti zaman sekarang membuat
manusia di tahun 1700an mau tidak mau merancang bangunan dengan sirkulasi
dan pengkondisian udara yang baik bagi manusia di dalamnya. Luasnya lahan di
zaman itu juga mempermudah dalam merancang bangunan dengan ruang terbuka
hijau yang luas juga.
Keberadaan ruang terbuka hijau pada keraton di zaman ini juga
berpengaruh baik bagi lingkungan sekitarnya. Padatnya pemukiman dan
bangunan di kota Solo tentu menekan keberadaan ruang terbuka hijau yang ada,
semakin hari semakin sedikit. Kawasan Keraton Surakarta merupakan area yang
aman dari pemukiman dan pembangunan karena merupakan warisan sejarah dan
budaya. Ruang terbuka hijau yang ada di dalam kawasan keraton dapat menjadi
bagian dari paru-paru atau penyedia oksigen tidak hanya bagi lingkungan dalam
keraton namun bagi lingkungan sekitar keraton juga.

7
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Keberadaan suatu bangunan atau karya arsitektur tentu membawa
pengaruh bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, begitu juga Keraton Surakarta
Hadiningrat. Di zaman ini, keberadaan Keraton Surakarta dapat menjadi wadah
untuk belajar sejarah juga wisata bagi orang-orang. Keraton juga dapat menjadi
preseden tentang arsitektur berkelanjutan. Bagi lingkungan, keberadaan keraton,
khususnya ruang terbuka hijaunya, dapat menjadi paru-paru bagi lingkungan
sekitarnya yang padat dengan penduduk dan segala aktivitasnya.

Anda mungkin juga menyukai