673 1253 1 SM PDF
673 1253 1 SM PDF
id 213
Tinjauan Pustaka
Abstrak
Forensik molekuler merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran forensik yang memanfaatkan
perkembangan teknologi biologi molekuler dalam memecahkan berbagai kasus forensik seperti pencarian orang
hilang, pelacakan pelaku pembunuhan, kasus ragu ayah dan infantisida. Infantisida atau pembunuhan anak sendiri
merupakan pembunuhan yang dilakukan oleh ibu kandung terhadap bayinya segera setelah
setelah bayi tersebut lahir karena
takut ketahuan. Salah satu hal penting dalam pengelolaan kasus infantisida adalah pengungkapan identitas jenazah
orok dan pelaku infantisida agar proses hukum terhadap tersangka pelaku menjadi jelas. Penggunaan DNA
(Deoxyribose Nucleic Acid)) mitokondria atau mtDNA sebagai salah satu cara untuk mengetahui hubungan antara
barang bukti medis dengan pelaku berkembang pesat setelah era 90an. DNA mitokondria memiliki beberapa
kelebihan dalam identifikasi yaitu laju mutasi mtDNA lebih
lebih tinggi daripada nDNA (variasi tinggi dalam populasi),
mtDNA diturunkan hanya dari pihak ibu dan sel manusia dapat memiliki ribuan kopi mtDNA yang sama serta dapat
diterapkan pada jenazah bayi dalam
alam keadaan busuk lanjut. Perbandingan
Perbandingan antara sampel DNA bayi dengan sampel
DNA tersangka ibu menggunakan metode sekuensing PCR (Polymerase Chain Reaction).. Pengambilan kesimpulan
akhir pada pemeriksaan hubungan keibuan pada mtDNA harus dikombinasi dengan pemeriksaan forensik lainnya.
Kata kunci: infantisida, mtDNA,PCR
Abstract
Molecular Forensic is a subdiscipline of Forensic Medicine. Molecular Forensic is using advanced molecular
biology technology to solve the forensic caseworks such as to recognise missing person, murderer, disputed paternity
and infanticide. Infanticide is the murder of an infant by the biological mother as soon as after birth, because she
becomes afraid if everyone knows that she has delivered a baby. The most important thing in managing infanticide
case is to identify the deceased baby and who is his/her biological mother to establish the clear legal process. The
application of mitochondrial DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) or mtDNA to establish the relationship between biologic
evidence and suspected aggressor
or develop since 90’s. There are three advantages of mitochondrial DNA analysis i.e
mtDNA has higher mutation rate, mtDNA has maternal inheritance and mtDNA has higher recombinant copy rate and
can be used in decomposed deceased. Comparison between decease
deceasedd baby’s sample with sample from alleged
mother is conducted by PCR (Polymerase Chain Reaction) sequencing method. The final conclusion of analysis of
maternal relationship by mtDNA must be combined with another forensic examination.
Keywords: infanticide, mtDNA,PCR
kedokteran maju bersama dalam proses (nDNA), mtDNA kurang spesifik secara individual,
pengembangan teknik yang digunakan melalui oleh karena itu biasanya digunakan secara
penelitian biologi molekuler, termasuk kombinasi dengan metode identifikasi antropologis,
3,5
pengembangan bidang biologi molekuler forensik serologis, dan bukti petunjuk lainnya.
atau DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) forensik. Sejarah identifikasi DNA dimulai setelah
Didalam bukunya yang berjudul An Introduction to Wyman dan White (1980) meneliti fenomena
Forensic Genetics, Goodwin et al. (2007) polimorfisme melalui pemotongan DNA
menyebut cabang ilmu kedokteran forensik menggunakan enzim restriksi yang kemudian
1,2
molekuler sebagai genetika forensik. disebut RFLP (Restriction Fragment Length
Pada prinsipnya, identifikasi forensik Polymorphism). Polimorfisme adalah istilah yang
merupakan usaha mengenali suatu barang bukti, digunakan untuk menunjukkan adanya suatu
baik berupa spesimen biologis maupun benda bentuk yang berbeda dari suatu struktur dasar yang
lainnya. Proses identifikasi dilakukan dengan sama. Jika terdapat variasi/modifikasi pada suatu
mempelajari karakteristik barang bukti, untuk lokus yang spesifik pada DNA dalam suatu
kemudian dibandingkan dengan data lainnya. populasi, maka lokus tersebut dikatakan bersifat
Teknologi biologi molekuler DNA hanyalah salah polimorfik. Sifat polimorfik ini disamping
satu aspek bioteknologi yang kini telah menjadi fitur menunjukkan variasi individu, juga memberikan
paling fenomenal setelah digunakan untuk keuntungan karena dapat digunakan untuk
menyelesaikan berbagai macam kasus forensik. membedakan satu orang dari yang lain.
Oleh karena alasan tersebut, identifikasi DNA Polimorfisme nDNA dan mtDNA diturunkan dari
forensik secara cepat dikenal dan menyebar generasi ke generasi melalui mekanisme berbeda.
dikalangan ilmuwan, pakar kedokteran, aparat Seseorang memperoleh nDNA dari kedua
3
penegak hukum dan masyarakat awam. orangtuanya yaitu 50% dari ibu dan 50% dari ayah,
Infantisida (infanticide) atau pembunuhan sedangkan mtDNA 100% diperoleh dari pihak ibu.
anak sendiri menurut undang-undang yang berlaku Selalu ada kemungkinan urutan DNA berubah
3,4
di Indonesia adalah pembunuhan yang dilakukan setelah diturunkan kepada satu generasi.
oleh seorang ibu pada anaknya ketika anak Pemanfaatan DNA pada pemecahan kasus
tersebut dilahirkan atau tidak berapa lama setelah forensik bermula pertama kali ketika seorang
dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa si ibu telah profesor dari Universitas Leicester, Inggris bernama
melahirkan anak. Dalam Kitab Undang-Undang Sir Alec Jeffreys (1985) menangani kasus
Hukum Pidana (KUHP), pembunuhan anak sendiri pembunuhan dan pemerkosaan terhadap dua
tercantum didalam bab kejahatan terhadap nyawa orang gadis. Analisis DNA dilakukan terhadap
4
orang, yaitu pada pasal 341, 342 dan 343 KUHP. sampel semen yang diambil dari swab vagina
Banyaknya kasus pembunuhan anak sendiri, kedua korban. Sampel dianalisis dengan metode
yaitu sekitar 20% dari seluruh total kasus klasik dan DNA profiling. Didapatkan hasil yang
pembunuhan di Jakarta menunjukkan bahwa kasus mengindikasikan bahwa pelaku pembunuhan dan
tersebut perlu mendapat perhatian khusus. Didalam pemerkosaan kedua gadis tersebut merupakan
Ilmu Kedokteran Forensik pembuktian kasus orang yang sama. Pada penelitiannya Alec Jeffreys
infantisida meliputi banyak hal. Salah satu hal yang menemukan daerah minisatelit yang berupa daerah
paling sulit untuk dibuktikan adalah siapa ibu yang sepanjang 33 bp yang terdiri atas urutan DNA
melakukan infantisida tersebut. Berbagai metode berulang (tandem repeats). Kasus ini merupakan
pemeriksaan dilakukan untuk membuktikannya, pionir dari pemeriksaan DNA dan menunjukkan
salah satunya adalah melalui identifikasi DNA bahwa pemeriksaan DNA merupakan alat
mitokondria (mtDNA). Berbeda dengan DNA inti investigasi forensik yang sangat bernilai. Sejak saat
itu metode identifikasi DNA digunakan dalam terhadap proses pengrusakan oleh enzim DNAse
berbagai kasus forensik dan mengalahkan karena strukturnya yang sirkuler). Pemeriksaan
eksistensi metode serologis. Pada dekade mtDNA sebaiknya dikombinasi dengan
berikutnya banyak penemuan dibidang teknologi pemeriksaan lainnya untuk mendapatkan
biologi molekuler dan genetika yang menjadi batu kesimpulan yang valid.
6
loncatan identifikasi DNA.
mtDNA terdapat didalam mitokondria, suatu
A. Aspek Molekuler mtDNA
Pada mamalia, setiap sel somatik diploid Dari sudut pandang forensik, pola pewarisan
mempunyai dua buah kopi genom nDNA, yang maternal ini merupakan alat yang sangat berguna
masing-masingnya diwariskan dari ayah dan ibu. dalam identifikasi tubuh atau bagian tubuh orang
Sedangkan pola pewarisan mtDNA hanyalah dari hilang. Ibu biologis, saudara dan kerabat maternal
pihak ibu. Mekanisme pewarisan mtDNA terjadi semuanya mempunyai sekuen mtDNA yang sama
karena reduksi mtDNA paternal (dari sperma) dengan beberapa perkecualian kecil karena proses
selama proses spermatogenesis. Pada saat heteroplasmi. Sampel biologis (seperti darah dan
fertilisasi mtDNA sperma mengalami dilusi swab bukal) diambil dari individu kerabat maternal
sederhana dan proteolisis yang dimediasi untuk identifikasi individu yang hilang. mtDNA tidak
ubiquitinserta digesti aktif mtDNA sperma didalam memiliki informasi apapun, mtDNA tidak dapat
ovum yang dibuahi. Karena berbagai macam digunakan pada tes paternitas (keayahan).10
perlindungan sel telur, mtDNA paternal yang Sebagai tambahan, rerata mutasi antara
memasuki oosit menjadi hilang setelah ovum yang nDNA dan mtDNA berbeda. Tingkat kecocokan
dibuahi mengalami pembelahan mitosis mtDNA polymerase yang rendah, kurangnya
pertama.10,16,17,18,19 proteksi dari protein histon, dan kurang efektifnya
sistem repair mengakibatkan tingginya substitusi
2. Pola Pewarisan Maternal, Rerata basa pada mtDNA. Didalam mtDNA, HV-I and HV-II
Rekombinasi dan Rerata Mutasi yang berkembang secara cepat dengan rerata mutasi 5–
Tinggi mtDNA 10 kali lebih tinggi daripada nDNA. Bersama pola
Alasan mtDNA mamalia mengalami proses pewarisan maternal, rerata mutasi yang tinggi
rekombinasi masih diperdebatkan. Pada penelitian membuat pemeriksaan mtDNA menjadi alat yang
terbaru menggunakan sel somatik hibrid tikus dan menarik untuk studi genetika populasi manusia dan
manusia yang memiliki mtDNA berbeda, didapatkan proses evolusi. Sebagai tambahan akumulasi
hasil hanya 3 dari 318 klon mtDNA yang dimurnikan somatik mutasi mtDNA diketahui memiliki peranan
10,21,22,23,24
dari jaringan tikus berhubungan dengan mtDNA penting dalam proses penuaan manusia.
rekombinan dan tidak ditemukan rekombinan pada
sel somatik hibrid manusia. Hasil penelitian ini 3. Struktur mtDNA
memperlihatkan bahwa rekombinasi terjadi pada sel Sekuen lengkap mtDNA manusia ditentukan
mamalia tapi dengan frekuensi yang rendah atau pertama kali dilaboratorium Frederick Sanger di
pada level operasional yang tidak terdeteksi. Cambridge, Inggris. Sekuen mtDNA manusia
mtDNA rekombinan yang terlihat pada tikus disebut juga referensi Anderson dan ditetapkan
mungkin merupakan konversi produk gen yang sebagai Cambridge Reference Sequence (CRS).
dihasilkan dari perbaikan molekul mtDNA yang Mengikuti sekuensing mtDNA manusia, sekuen
rusak. Pola pewarisan maternal dan rerata mtDNA hewan kemudian ditentukan. Perbandingan
rekombinasi yang sangat rendah bermakna bahwa sekuen mengungkapkan bahwa struktur kasar dan
genom mtDNA merupakan kopian klonal dari pengaturan genetika mirip diantara spesies
genom mtDNA ibu (pada kenyataannya sekuen dari mamalia. DNA mitokondria manusia berbentuk
semua molekul mtDNA dalam oosit adalah sama, molekul sirkuler double-stranded dengan panjang
10,20 10,25
dan struktur rekombinasi mtDNA adalah sama). 16 569 bp.
sampel lainnya. Kenyataannya, anak dari ibu sekitar 2cmx 3cm, sedangkan untuk jaringan
3
heteroplasmik bisa saja homoplasmik. Hal ini terjadi lainnya bisa diambil secukupnya.
melalui pewarisan tipe mtDNA ibu predominan Setelah sampel biologis diambil, dilakukan
(atau satu dari tipe predominan) dikarenakan pelabelan dan kemudian sampel dikirim untuk
mekanisme bottleneck yang mengalami tipe pemeriksaan mtDNA ke laboratorium biologi
10,22,29,30
segregasi minor mtDNA. molekuler forensik. Jika pemeriksaan memerlukan
Heteroplasmi paling sering dilihat pada waktu, sampel dapat disimpan dalam keadaan
sampel rambut karena terjadinya penyimpangan kering atau didalam kulkas tanpa pengawet.
genetik dan bottleneck tercipta karena semiklonal
folikel rambut alami. Salah satu kerugian C. Prinsip dan Interpretasi Pemeriksaan
menggunakan mtDNA untuk identifikasi forensik mtDNA
individual adalah kemungkinan kejadian Prinsip pemeriksaan mtDNA secara umum
heteroplasmi yang akan membingungkan mirip dengan pemeriksaan DNA inti, dengan
interpretasi hasil dan secara potensial perbedaan pada proses genotyping. Prinsip
menyebabkan kesalahan eksklusi daripada pemeriksaan mtDNA secara skematik seperti
kecocokan. Bagaimanapun adanya heteroplasmi digambarkan sebagai berikut:
dapat meningkatkan kekuatan kecocokan jika
terdapat pada kedua sampel yang tidak
10,22 Pengumpulan Pengambilan Isolasi DNA
diketahui. bahan Sampel
pemeriksaan
berbeda (eksklusi). Ditetapkan standar minimum beberapa saat setelah bayi dilahirkan oleh ibu
4,8
dua perbedaan urutan mtDNA HVS I dan HVS II. kandung korban.
Jika urutan mtDNA HVS I dan HVS II dari dua Menurut undang-undang pasal 341, 342 dan
sampel identik atau match, maka orang tersebut 343 KUHP , ada tiga faktor penting dalam
tidak dapat disingkirkan dari kemungkinan individu infantisida yaitu ibu, waktu dan kondisi psikis ibu.
yang dicari (inklusi). Kesimpulan ini harus ditunjang Hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena
dengan probability of identity untuk dapat lebih pembunuhan anak sendiri. Tidak dipersoalkan
3
meyakinkan. apakah ia menikah atau tidak. Dalam undang-
Molekul mtDNA diturunkan melalui garis undang tidak disebutkan batas waktu yang tepat,
keturunan ibu, maka orang yang memiliki mtDNA tetapi hanya dinyatakan pada saat dilahirkan atau
yang sama jumlahnya banyak. Angka ini dapat tidak lama kemudian, sehingga boleh dianggap
dihitung secara statistik berdasarkan distribusi pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang
frekuensi haplotipe mtDNA dalam suatu populasi. ibu terhadap anaknya. Motif ibu membunuh
Sebagian besar laboratorium forensik memperoleh anaknya tersebut karena terdorong rasa ketakutan
angka estimasi frekuensi dari hasil pseudocounting akan diketahui orang karena dia telah melahirkan
method, yaitu menghitung frekuensi (jumlah orang) anak itu.4
yang memiliki urutan mtDNA yang identik dengan Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak
sampel tersebut didalam populasi. Selanjutnya sendiri, dengan sendirinya bayi tersebut harus
dihitung likelihood ratio dengan cara membagi dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar
angka probability of match dengan angka random dari tubuh ibu (separate existence). Bila bayi lahir
3,6
match probability. mati kemudian dilakukan tindakan membunuh,
Analisis segmen HVS I dan HVS II mtDNA maka hal ini bukanlah pembunuhan anak sendiri
memiliki keterbatasan. Direkomendasikan ataupun pembunuhan. Dokter yang melakukan
identifikasi mtDNA dengan melibatkan seluruh pemeriksaan terhadap mayat bayi, diharapkan
daerah mtDNA dan perlu dikembangkan dapat menjawab pertanyaan mengenai identitas
pendekatan diskriminatif baru yang memberikan bayi, bayi dilahirkan mati atau hidup, bayi cukup
hasil bermakna. Analisis mtDNA secara menyeluruh bulan atau belum cukup bulan,bayi viabel atau non
sangat menjanjikan, tetapi dianggap masih terlalu viabel, perkiraan umur bayi intra dan ekstrauterin,
3
mahal. tanda-tanda trauma/patologi, cacat bawaan pada
tubuh bayi, dan apakah bayi sudah mendapatkan
4,9
D. Infantisida perawatan serta perkiraan sebab kematian bayi.
Definisi Infantisida berbeda disetiap negara.
Di Inggris, infantisida didefinisikan sesuai English E. Aspek Medikolegal
Infanticide Act (1938), yaitu wanita yang karena Dalam membantu proses penegakan hukum
tindakannya menyebabkan kematian anaknya yang dan peradilan, khususnya didalam perkara pidana
berusia dibawah 12 bulan, yang pada saat itu si yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa
wanita mengalami gangguan keseimbangan alam manusia diperlukan peranan Ilmu Kedokteran
pikiran dikarenakan telah melahirkan atau efek dari Forensik. Keberadaan dokter yang memiliki
menyusui atau melakukan pembunuhan yang tidak pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik sejalan
direncanakan. Sedangkan menurut undang-undang dengan hal mendasar yaitu bahwa suatu proses
yang berlaku di Indonesia, dalam definisi infantisida penyidikan haruslah dilakukan dan didukung oleh
5
atau pembunuhan anak sendiri tidak menerangkan ilmu pengetahuan (scientific investigation).
secara pasti batas usia bayi, hanya dinyatakan Suatu tindak pelanggaran hukum pada
bahwa pembunuhan dilakukan segera atau manusia akan mengakibatkan jatuhnya korban.
Korban tersebut sebagai barang bukti medis dapat infantisida, jenazah bayi yang ditemukan sering
berwujud jenazah, pasien atau potongan jaringan dalam keadaan busuk sehingga pemeriksaan
tubuh. Keberadaan barang bukti medis harus mtDNA ini menjadi pilihan yang terbaik untuk
ditangani oleh aparat penegak hukum khususnya mengetahui hubungan barang bukti medis tersebut
penyidik untuk proses peradilan. Penanganan dengan tersangka pelaku (ibu). Pemeriksaan
barang bukti medis dilaksanakan atas dasar mtDNA dilakukan dengan metode sekuens PCR.
Undang-Undang No.8 tahun 1981 dan PP No. 10 th Pemeriksaan mtDNA sebaiknya dikombinasi
1966 disamping harus memperhatikan norma dengan pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan
9
medis, agama, dan hak asasi manusia. antropologis, serologis maupun bukti dan petunjuk
Bila ditemukan mayat bayi ditempat yang lain untuk mendapatkan kesimpulan yang valid.
tidak semestinya misalnya ditempat sampah, got,
sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut
DAFTAR PUSTAKA
mungkin korban pembunuhan anak sendiri (pasal 1. Fachtiyah, Arumingtyas EL, Widyarti S, Rahayu
341, 342 KUHP), korban pembunuhan (pasal 338, S. Biologi molekuler prinsip dasar analisis.
339, 340 dan 343 KUHP), lahir mati kemudian Jakarta: Erlangga; 2011. hlm.48.
dibuang (pasal 181 KUHP) atau bayi yang 2. Goodwin W, Linacre A, Hadi S. An introduction
bayi adalah korban infantisida, maka dokter harus 3. Syukriani Y. DNA forensik. Jakarta: Sagung
pemeriksaan forensik yang dilakukan untuk 4. Budiyanto A, et al. Ilmu kedokteran forensik.
melakukan pemeriksaan mtDNA. Identitas atau jati 5. Idries AM. Pedoman praktis ilmu kedokteran
diri bayi harus dapat ditentukan secara pasti, forensik bagi praktisi hukum. Jakarta: Sagung
terutama jika tersangka ibu sudah ditangkap. Hal ini Seto; 2009.hlm.1-2.
berguna untuk proses peradilan dan penjatuhan 6. Buckleton J, Triggs CM, Walsh SJ. Forensic
12. Gray MW, Burger G, Lang BF. Mitochondrial debates, and foundations. Annu. Rev. Genom.
evolution. Science. 1999:283:1476–81. Hum. Genet. 2003;4:119–41.
13. Hayashi J, Takemitsu M, Goto Y, Nonaka I. 23. Stoneking M. Hypervariable sites in the mtDNA
Human mitochondria and mitochondrial genome control region are mutational hotspots. Am. J.
function as a single dynamic cellular unit. J. Cell Hum. Genet. 2000;67:1029–32.
Biol. 1994;125:43–50. 24. Michikawa Y, Mazzucchelli F, Bresolin N,
14. Shuster RC, Rubenstein AJ, Wallace DC. Scarlato G, Attardi G. Aging-dependent large
Mitochondrial DNA in anucleate human blood accumulation of point mutations in the human
cells. Biochem. Biophys. Res. Commun. mtDNA control region for replication. Science
1998;155:1360–5. 1999:286: 774–9.
15. Tully LA, Levin BC. Human mitochondrial 25. Anderson S, Bankier AT, Barrell G, de Bruijn
genetics. Biotechnol. Genet. Eng. Rev. 2000:17; MHL, Coulson AR, Drouin J, et al. Sequence
147–77. and organization of the human mitochondrial
16. Giles RE, Blanc H, Cann HM, Wallace DC. genome. Nature. 1981:290:457–65.
Maternal inheritance of human mitochondrial 26. Taanman JW. The mitochondrial genome:
DNA. Proc. Natl. Acad. Sci. 1980:77:6715–9. structure, transcription, translation and
17. Kaneda H, Hayashi J, Takahama S, Taya C, replication. Biochim. Biophys. Acta. 1999:1410:
Lindahl KF, Yonekawa H. Elimination of paternal 103–23.
mitochondrial DNA in intraspecific crosses 27. Brown TA, Cecconi C, Tkachuk AN, Bustamante
during early mouse embryogenesis. Proc. Natl. C, Clayton DA. Replication of mitochondrial
Acad. Sci. USA. 1995;92:4542–6. DNA occurs by strand displacement with
18. Hershko A, Ciechanover A. The ubiquitin alternative light-strand origins, not via a strand-
system. Annu. Rev. Biochem. 1998:67:425–79. coupled mechanism. Genes Dev. 2006:19:
19. Nishimura Y, Yoshinari T, Naruse K, Yamada T, 2466–76.
Sumi K, Mitani H, Higashiyama T, Kuroiwa T. 28. Andrews RM, Kubacka I, Chinnery PF,
Active digestion of sperm mitochondrial DNA in Lightowlers RN, Turnbull DM, Howell N.
single living sperm revealed by optical tweezers. Reanalysis and revision of the Cambridge
Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 2006;103:1382–7. reference sequence for human mitochondrial
20. Sato A, Nakada K, Akimoto M, Ishikawa K, Ono DNA. Nat. Genet. 1999;23:147.
T, Shitara H, Yonekawa H, Hayashi J. Rare 29. Holland MM, Parsons TJ. Mitochondrial DNA
creation of recombinant mtDNA haplotypes in sequence analysis validation and use for
mammalian tissues. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. forensic casework. Forensic Sci. Rev. 1999;11:
2005;102: 6057–62. 21–50.
21. Pinz KG, Bogenhagen DF. Efficient repair of 30. Holt IJ, Harding AE, Petty RKH, Morgan-Hughes
abasic sites in DNA by mitochondrial enzymes. JA. A new mitochondrial disease associated
Mol. Cell. Biol. 1998:18:1257–65. with mitochondrial DNA heteroplasmy. Am. J.
22. Budowle B, Allard MW, Wilson MR, Chakraborty Hum. Genet. 1990:46: 428–43.
R. Forensic and mitochondrial DNA: application,