Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Sejarah selalu melekat pada kehidupan seseorang . sejarah adalah pelajaran
masa depan, pengambilan pelajaran untuk masa depan yaitu pengambilan sisi positif
dan membuang sisi negative nya. Sejarah pada masing-masing individu pasti berbeda,
menikuti perkembangan zaman bukan mengikuti semuanya tetapi mengikuti
perkembanganya. Pembuatan sejarah dimulai dari nol besar hingga menjadi sesuatu
yang berarti dari sebuah masalalu untuk masa depan. Sejarah adalah melihat
kebelakang untuk masa depan.

1.1 Latar Belakang


Proses perkembangan manusia dapat diketahui melalui dua aliran.
Pertama,aliran ilmu ilmiah mengunakan nalar logika. Kedua aliran ilmu agama yang
seolah-olah nonsen (tidak bisa diterima logika secara nalar alamiah) melaiankan
system kepercayaan. Penggabungan dua aliran tersebut dapat diterima sehingga
dengan pembuatan makalah ini saya (tidak bisa diterima logika secara nalar
alamiah) melaiankan system kepercayaan. Penggabungan dua aliran tersebut
dapat diterima sehingga dapat selesai dengan sempurna.

1.2 Rumusan Masalah

 Apa yang dimaksud Zaman Renaisans?


 Apa yang dimaksud Merkantilisme?
 Apa yang dimaksud dengan Gerakan Reformasi Gereja?
 Apa yang dimaksud dengan Abad Pencerahan?

1.3 Tujuan Penulis


Untuk mengetahui Abad Pertengahan, Zaman Renaisans, Merkantilisme, Gerakan
Reformasi Gereja,dan Abad Pencerahan.
BAB II
PEMBAHASAN

 ZAMAN RENAISANS
1. Pengertian
Renaisans adalah sebuah periode dalam sejarah Eropa yang ditandai
dengan gerakan menghidupkan kembali peradaban Barat, yaitu kebudayaan
Yunani dan Romawi Kuno. Abad Pertengahan di bawah kekuasaan Gereja.
Mereka yang bergiat dan tekun mengolah kembali dua kebudayaan klasik disebut
sebagai Kaum humanis.
Humanisme klasik yang tercermin dalam kebudayaan Yunani Kuno dan
Romawi itu menempatkan manusia sebagai subjek utama. Filsafat Yunani
menampilkan manusia sebagai makhluk yang berpikir terus-menerus memahami
lingkungan alamnya dan juga menentukan prinsip-prinsip bagi tindakanya sendiri
demi mencapai kebahagian hidup.
Humanisme Renaisans dikenal karena penekananya
pada subjektivitas dengan pandangan bahwa kita bukan hanya umat manusia,
tetapi juga adalah individu-individu unik yang bebas untuk berbuat sesuatu demi
mencapai kebahagian di dunia.
Beberapa tokoh manusia yang terpenting adalah Petrarkha, Eranus,
Rabelais, Thomas More, Cervantes. Gagasan-gagasan mereka bersifat
humanis. Petrarkha dalam bukunya Secret, menyanggah Agustinus dari
Hippo yang begitu terobsesi dengan perkara-perkara surgawi dengan
menekankan pentingnya nikmat duniawi yang sudah pasti bagi manusia. Ia juga
terkenal dengan ungkapannya yang berbunyi, “Sebenarnya manusia tak usah
mengikuti kuasa apa pun di atasnya; kaidah dan pusat hidup manusia ialah
pribadinya sendiri.”
Kaum humanis bersifat modern. Gerakan Renaisans dan humanisme
merintis lahirnya modernitas.

2. Karakteristik Gerakan Renaisans dan Humanisme


Gerakan Renaisans dan Humanisme tidak hanya bersifat budaya, tetapi
juga sosial-politis. Pada awalnya kedua gerakan ini lebih bersifat budaya, dalam
bentuk lahirnya banyak karya sastra, seni, dan arsitektur yang menawan di
berbagai kota di Eropa. Kedua gerakan ini memberi landasan kuat bagi lahirnya
perubahan-perubahan radikal dan revolusioner dalam bidang politik, ekonomi, dan
ilmu pengetahuan pada masa-masa setelahnya. Puncaknya terjadi pada abad ke-
18, yaitu pada Abad Pencerahan. Kaum humanis percaya bahwa dengan
kemampuan intelektualnya, manusia dapat membuat perubahan-perubahan
sosial, politis, dan ekonomi.
3. Florence, Kota Kelahiran Renaisans
Gerakan Renaisans dan humanisme mula-mula berkembang pesat di Italia,
lalu menyebar ke Jerman, Prancis, serta bagian-bagian Eropa lainnya. Di Italia,
terutama di Florence, teks-teks filsafat Yunani yang diperoleh dari dunia Arab
paling banyak dipelajari. Hal ini disebabkan selain sebagai pusat kekuasaan
gereja, Paus Leo X (1475-1521) ternyata menjadi pendukung Renaisans yang
sangat aktif.
Florence menjadi kota pelopor Renaisans karena kedudukannya sebagai
kota dagang terbesar dan terkaya pada abad ke-13. Hal ini tidak terlepas
wilayahnya yang subur dan letaknya yang sangat strategis, yaitu menjadi pusat
pertemuan berbagai kota di Italia Utara, antara lain Genoa, Lucca, dan Pisa di
sebelah barat. Kedudukanya sebagai kota perdagangan yang strategis dan Kota
industri ditambah lagi dengan wilayahnya yang subur membuat kota ini paling
maju dan dinamis pada zamannya.
4. Faktor-faktor yang Melahirkan Gerakan Renaisans
a. Munculnya banyak kelas menengah baru
Munculnya banyak kelas menengah baru serta kota-kota dagang yang makmur
akibat perdagangan berhasil mengubah cara pandang orang terhadap kehidupan
di dunia. Perlahan-lahan mereka meyakini bahwa tujuan hidup manusia di dunia
adalah mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia. Dengan demikian,
cara pandang lama yang dianut Abad Pertengahan perlahan-lahan memudar.
Gereja semakin kehilangan wibawanya dan kekuasaanya dalam kehidupan
religius.
b. Adanya dukungan penguasa dan bangsawan yang progresif
Orang-orang kaya baru ini juga memiliki idealisme dan cita rasa seni yang tinggi.
Berhasil dalam bisnis, mereka mencuri petualangan lain. Mereka memelopori
pengembangan pendidikan yang berbasis humoniora serta membiayai proyek-
proyek besar dalam bidang seni dan budaya. Pada masa ini, lahirla seniman-
seniman genius, seperti Donatello, Leonardo, da Vinci, Michelangelo, Raphael.
Pada tahun 1460, Cosimo de’Medici mendirikan Akademia Seni Rupa (Accademia
delle Arti del Disegno) yang dipimpin oleh Michelangelo. Keluarga Medici dikenal
sebagai patron (pendukung dan pelindung) para pelukis dan pemahat.
c. Kenyataan pahit Abad Pertengahan
Secara khusu di Inggris, kondisi kemiskinan dan kenyataa-kenyataan pahit yang
dialami rakyat pada Abad Pertengahan turut memicu lahirnya Renaisans. hakikat,
tujuan hidup, serta institusi-institusi yang sebelumnya menuntut arah hidup
mereka.
Oleh karena itu, sebuah institusi yang bernama negara harus dibentuk dan
diperkuat untuk mengurus kesejahteraan bersama. Selain itu setiap manusia
diciptakan dengan harkat dan martabat yang sama; oleh karena itu, tidak boleh
ada pihak lain, yang dapat memperlakukan orang lain sebagai alat untuk
mendukung kepentingan-kepentingannya.
d. Jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453
Jatuhnya konstntinopel pada tahun 1453 ke tangan Dinasti Ottoman memberikan
dorongan tidak langsung bagi lahirnya Renaisans. Banyak cendikiawan yang ahli
dalam kebudayaan Yunani dan Romawi yang bekerja di perpustakaan-
perpustakaan di Konstantinopel menyingkir ke wilayah-wilayah di Eropa sambil
membawa banyak buku sastra, hukum, dan seni yang tak ternilai harganya.
e. Penemuan mesin cetak
Penemuan mesin cetak pada tahun 1454 oleh Gutenberg dari Mainz (Jerman)
sangat membantu mempercepat serta memperluas penyampaian gagasan-
Sosial-budaya
Semangat Renaisans dan humanisme, terutama sikap positif terhadap dunia serta
penekananya pada otonomi dan kebebasan individu, melahrikan perubahan yang
radikal dalam berbagai bidang. Hal ini menjadi fondasi bagi lahirnya sekularisme di
Eropa. Sekularisme adalah ideologi atau gerakan yang mendorong dihapusnya
agama dari ruang publik.
Gerakan menyingkirkan agama dari ruang publik mencapai puncaknya pada
Zaman Pencerahan di abad ke-18. Pada masa ini, agama bahkan dianggap
sebagai penghambat kemajuan dan kebahagian manusia di dunia. Semboyan
“religius was not highest expression of human values.” (“agama bukan ekspresi
tertinggi nilai-niai kemanusiaan”)bergema dimana-mana. Untuk menegaskan
betapa besarnya potensi manusia melalui rasionya, tokoh Renaisans Leon
Battista Alberti (1404-1472) bahkan berpendapat, “Man can do all things if they if
they will” (“manusia dapat melakukan apa pun yang dikehendaki).
Ekonomi-politik
Sebagian sejarawan tidak sepakat bahwa pengaruh revolusi budaya era
Renaisans ikut melahirkan kolonialisme dan imperialisme. Akan tetapi, sebagian
sejarawan berpendapat bahwa, Renaisans secara tidak langsung melahirkan
kolonialisme dan imperialisme.
Memang tidak mungkin dihindari bahwa, gerakan Renaisans dan humanisme
perlahan-lahan menyingkirkan wibawa dan peran agama dalam kehidupan publik.
Sebagian ganti agama, masyarakat era Renaisans membangun serta memperkuat
fungsi dan peran negara.
Dalam perkembanganya, tumbuh kesadaran bahwa kesejahteraan suatu negara
ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang dimiliki serta besarnya volume
perdagangan global suatu negara. Pandangan ini kelak disebut merkantilisme.
Paham ini pula yang melahirkan kolonialisme dan imperialisme.
gagasan. Keadaan ini kemudian melahirkan revolusi berpikir Renaisans dan
humanisme.
 ZAMAN MERKANTILISME
1. Pengertian
Merkantilisme adalah nama yang berikan untuk suatu aliran dan praktik ekonomi
yang berlangsung selama 250 tahun. Merkantilisme menyatakan bahwa
kesejahteraan suatu negara ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang
dimiliki serta besarnya volume perdagangan global suatu negara.
Dalam pelaksanaannya, kebijakan merkantilisme mengambil banyak bentuk.
Dalam kebijakan perdagangan, pemerintah membantu industri lokal dengan
memberlakukan tarif, kuota, dan larangan impor barang yang bersaing dengan
produsen lokal, suatu kebijakan yang lazim disebut
dengan proteksionisme. Kebijakan ekonomi yang bekerja dengan mekanisme
seperti inilah yang dinamakan dengan sistem ekonomi
merkantilisme. Berdasarkan pengertian itu, paham merkantilisme dapat diringkas
dalam tiga butir pokok berikut.
1) Sasaran utamanya adalah mendapatkan logam mulia sebanyak-banyaknya.
2) Berfokus pada neraca perdagangan surplus, yakni memperoleh keuntungan
besar dari perdagangan luar negri (ekspor).
3) Negara, bukan swasta, menjadi pelaku utama serta pengendalian
perekonomian negar a.

2. Latar Belakang Lahirnya Merkantilisme


Merkantilisme lahir di Inggris dan Prancis. Lahirnya merkantilisme tidak terlepas
bahkan sangat dipengaruhi oleh alam pikiran Renaisans, yang oleh banyak ahli
menandai dimulainya zaman modern. Zaman ini ditandai oleh kepercayaan akan
kemampuan manusia, hasrat intelektual, serta penghargaan atas disiplin
intelektual.
Pada Abad Pertengahan, zaman yang mendahului era Renaisans atau zaman
modern, pengembangan potensi setiap individu nyaris tidak mendapat tempat. Hal
ini disebabkan kuatnya otoritas Gereja atau tradisi yang memandang kehidupan
diakhirat lebih penting untuk dikejar dari pada kehidupan di dunia.
Tidaklah mengherankan jika kehidupan masyarakat kemudian mengalami
transformasi yang luar biasa, tak terkecuali di dalam bidang ekonomi (exchange
economy), khususnya perdagangan. Pada masa sebelumnya, perdagangan
internasional hanya didominasi kota-kota di Italia yang menggandalkan
perdagangan sebagai penggerak utama perekonomian.
Para pedagang yang terlibat dalam perdagangan internasional itu terlibat
persaingan yang sengit dan tak jarang berujung konflik. Oleh karena itu, para
pedagang yang lahir sebagai akibat dari revolusi budaya itu (Renaisans),
kemudian membutuhkan perlindungan negara.
Praktik exchange economy itu terus berevolusi sampai pada suatu titik muncul
pemahaman bahwa perekonomian suatu negara akan lebih berkembang jika
negara tersebut mengekspor sebanyak mungkin dan mengimpor sedikit mungkin.
Hal inilah mendorong negara-negara Eropa mencari sumber-sumber emas dan
perak (dan kemudian rempah-rempah) ke negara-negara di Asia, Afrika, dan
Amerika, yang disebut dengan era kolonialisme dan imperialisme. Kebijakan
merkantilisme pula yang mengakhiri kolonialisme Inggris di Amerika. Dalam
perkembangannya, kebijakan merkantilisme ikut melatarbelakangi lahirnya
Revolusi Industri di Inggris sekitar tahun 1750.
3. Lahirnya Kolonialisme dan Imperialisme
Merkantilisme berkembang pada abad ke-15 sampai abad ke-17 di Eropa dan
dianut oleh banyak negara. Lamban laun, negara-negara Eropa tersebut
mengarahkan perhatiannya pada sumber-sumber logam mulia dan komoditas-
komoditas berharga lain di luar Eropa. Mereka bersaing mendapatkan emas dan
perak sebanyak-banyaknya di Eropa.
Merkantilisme memicu era penjelajahan samudra dan imperialisme karena setiap
bangsa yang akan menjadi sumber bahan baku dan pasar potensial. Selama
periode merkantilis, kekuatan Eropa menyebar keseluruh dunia.
Tidak sedikit penjelajahan dan pelayaran bangsa-bangsa Eropa yang dibiayai oleh
raja atau negara. Wilayah-wilayah sumber logam mulia yang berhasil ditemukan,
seperti India dan Nusantara di Asia serta Kerajaan Inca, Kerajaan Maya, dan
Kerajaan Aztec di Amerika, kemudian menjadi sasaran eksploitasi.
Selanjutnya, selain logam mulia, rempah-rempah seperti cengkih dan pala menjadi
incara negara-negara yang menganut kebijakan merkantilisme. Pada waktu itu,
rempah-rempah merupakan komodits yang sangat laku di pasaran Eropa.
Ringkasnya, merkantilisme secara langsung ataupun tidak langsung ikut berperan
melahirkan penjajahan di Nusantara.

 ZAMAN GERAKAN REFORMASI GEREJA


1. Di Ambang Reformasi
Kondisi sosial-politik ekonomi Eropa sebelum Reformasi telah digambarkan
sekilas dalam topik tentang Renaisans. Kondisinya kurang lebih seperti itu. Akan
tetapi, karena Reformasi berhubungan dengan gereja, kondisi gereja pra-
Reformasi kiranya dapat digambarkan secara sederhana melalui dua kisah
perseteruan antara Paus Bonifasius VIII dan Raja Prancis Hendry VII dan juga
keritik dan kecaman yang keras terhadap Gerej dari Jhon Wycliffe.
a. Bonifasius VIII vs Philip IV
Dalam rangka mengonsolidasi kekuasaan serta memperkuat monarki atau negara
Prancis, Raja Philip IV (1268-1314) berniat memusatkan seluruh kekuasaannya
ke tangannya sendiri. Ia menegaskan tidak ada kekuasaan lain, termasuk Paus,
yang berhak campur tangan dalam urusan monarki Perancis. Pada tahun 1296,
Paus ini mengeluarkan bulla (surat keputusan) yang bernama Clerecis
laicos. Isinya melarang semua raja memungut pajak kepada kaum klerus tanpa
persetujuan Paus. Philip membalas dengan melarang Gerej dan negara
mengirim derma apa pun ke Roma, pusat kekuasaan Paus.
b. John Wycliffe dan Jan Hus
Antara pertengahan abad ke-14 dan menjelang awal abad ke-15, muncullah dua
teolog terkemuka di Eropa yang melakukan kritik dan kecaman terbuka
terhadap Gereja. John Wycliffe (1324-1384) dari Inggris dan Jan Hus (1369-
1415) dari Bohemia (Cekoslowaki). Wycliffe mempertanyakan hak Gereja atas
kuasa duniawi dan kekayaan Gereja. Paus telah menuntut bahwa properti
Gereja di Inggris adalah milik Paus.
Baru sejak tahun 1517, melalui seorang teolog Jerman Martin Luther, Gereja
Katolik mengalami guncangan yang luar biasa. Gerakan Martin Luther yang
disbeut Reformasi itu menghasilkan perpecahan baru dalam tubuh Gereja
(setelah perpecahan dengan Gereja Timur pada abad ke-11), dalam bentuk
lahirnya Protestanisme.
Kodisi sosial-keagamaan di Eropa sebelum terjadinya Reformasi pada tahun
1517.
1. Terjadinya krisi moral yang besar dalam tubuh Gereja.
2. Pada masa sebelum Reformasi, nasionalisme semakin berkembang.
3. Lahirnya ketidakpuasaan terhadap kepemimpinan Gereja dari kalangan
internal Gereja itu sendiri.
4. Semakin berkembangnya tradisi intelektual dan iklim kebebasan di Eropa.

2. Reformasi Protestan
Reformasi Protesta adalah gerakan besar di Eropa Barat pada abad ke-16
(tahun 1517). Reformasi ini dipelopori seorang biarawan, Agustiani Martin Luther
dan Jhon Calvin. Tujuannya adalah mereformasi kepercayaan, doktrin, dan
praktik-praktik dalam Gereja Katolik Roma.
Gerekan itu ditandai dengan peristiwa pemakuan (penempelan) 95 dalil Martin
Luther di depan pintu atau tembok Gereja Wittenberg di Jerman. Setelah
menempelkan dalil itu, Luther mendekati para pemimpin Gereja yang kompeten
dan mendesak mereka untuk mengadakan pembauran. Gereja menolak dan
mendesak mereka Luther untuk mencabut dalil-dalilnya itu secara pribadi.
Pada bulan Juni 1520, Paus Leo X melalui surat ketetapan
(bulla) berjudul Exsurge Domine (Bangkitla, ya Tuhan) berharap agar Martin
Luther mencabut apa yang disebutnya sebagai ke-41 kesalahan Gereja, sebagian
dari ke-95 dalilnya. Penolakn Luther untuk mencabut dalil-dalail dan ajaranya pada
tanggal 18 April 1521 secara simbiosis memulai Reformasi Protestan.
Pada 25 Mei 1521, Raja Charles V mengeluarkan Edict of Worms (Wormser
Edikt), yang berisi kutukan terhadap dalil-dalil dan ajaran Martin Luther, larangan
bagi siapa pun untuk mengikuti ajaran-ajaran Luther.
Dalam perkembanganya, para Reformasi (Luther, Calvin, Zwingli) berselisih
paham terkait dengan perbedaan paha, tentang doktrin-doktrin tertentu. Pertama,
perselisihan terjadi antara Luther dan Zwinglii, kemudian antara Luther dan Jhon
Calvin. Muncullah demoninasi-demoninasi dalam gerakan Protestanisme itu
sendiri.
Meskipun demikian, berhadapan dengan Gereja Katolik Roma, umumnya
Protestanisme (khususnya Gereja-Gereja Reformasi yang dipelopori oleh Martin
Luther, Yohanes Calvin, dan Ulrich Zwingli)memiliki kesamaan-kesamaan, di
antaranya.
Menolak otoritas dan kekuasaan Paus atas Gerej dan kekuasaan sekuler.
Menolak indulgensi.
Mungurangi jumlah sakramen, dari tujuh menjadi dua.
Menolak doktrin Purgatory.
Menolak tradisi hidup bakti atau biara-biara.
Menolak kewajiban selibat (tidak menikah atau menjalin hubungan romantis
dengan perempuan).
Menolak penggunaan dan penghormatan terhadap patung Yesus, Bunda
Maria, dan orang kudus serta terhadap relikui (barang-barang peninggalan atau
sisa-sisa tubuh dari orang kudus/santo-santa).
Sola gratia, yaitu keyakinan bahwa keselamtan (surga) merupakan anugera
dari Tuhan.
Sola fide, keyakinan bahwa keselamatan hanya melalui iman di dalam Yesus
sebagai Kristus, bukan melalui pembuatan baik.
Sola scriptura, keyakinan bahwa hanya Alkitab (bukan tradisi gereja atau
interpretasi gerejawi terhadap Alkitab) yang dapat menjadi sumber otoritas final
untuk semua orang kristen.

3. Dampak Langsung Reformasi Gereja


a. Lahirnya Protestanisme
Reformasi yang dimulai di Jerman mengakibatkan terjadinya perpecahan atau
skisma baru dalam Gereja setelah perpecahan antara Gereja Timur dan Barat
pada tahun 1054. Melihat data sejarah, perpecahan seperti ini sebetulnya
bukan tujuan Luther. Ia hanya menuntut Reformasi (dan karena itu disebut
refomator)bukan mendirikan Gereja sendiri dan memisahkan diri dari Gereja
Katolik Roma. Resistensi atau perlawanan yang kuat dan Gereja Katolik Roma
(yang menganggap dalil-dalil dan ajaran Hitler sesat) ,menanggapi tuntunan
perubahan, kemudian mendorong para pengikut Hitler mendirikan Gereja itu
sendiri terlepas dari Gereja Katolik Roma. Itulah Protestanisme.
b. Menguatnya negara dan pemerintahan sekuler
Salah satu gagasan pokok Reformasi Martin Luther adalah menguggat kedudukan
Paus sebagai penguasa sekuler. Menurut Luther, Paus harus mengakui
kekuasaan para pangeran atau penguasa sekuler menurut prinsip-prinsip
kenegaraan yang berdasarkan nasionalisme.
Gagasan ini setelah Reformasi kelak melahirkan federalisme, nasionalisme, dan
separatisme yang mengakibatkan Kekaisaran Romawi Suci yang dikepalai oleh
Paus dan dijalankan oleh kaisar runtuh perlahan-lahan dari panggung Eropa.
c. Lahirnya Gereja Anglikan (Anglikanisme)
Reformasi Inggris adalah serangkaian peristiwa di Inggris pada abad ke-16 ketika
Gereja Inggris memisahkan diri dari pemerintahan Paus dan Gereja Katolik
Roma.
Berawal dari kekesalannya terhadap Gereja Katolik Roma karena tidak bersedia
membatalkan pernikahannya, Henry VIII kemudian memutuskan hubungan
dengan Roma dan mendirikan Gereja sendiri, Gereja Anglikan, dengan dirinya
sendiri sebagai kepalanya.
Meskipun demikian, Reformasi di Inggris tidak terlepas dari keberhasilan
Reformasi yang terjadi di Jerman. Keberhasilan Reformasi di Jerman ditandai
dengan keberanian untuk melawan otoritas kepausan serta terciptanya negara
sekuler yang lepas dari intervensi kepausan.
d. Reformasi dan demokrasi
Gagasan inti lain dari Reformasi Protesta adalah kebebasan individu atau suara
hati dan kesetaraan. Hal ini kemudian dipertegas lagi dalam
gagasan Lutheranism yang menyatakan bahwa otoritas pemerintah bergantung
pada persetujuan dari orang-orang yang diperintah melalui proses yang dalam.
e. Reformasi, Perang 30 Tahun, dan kebebasan beragama
Reformasi juga membawa akibat yang tidak diharapkan: kaum Katolik dan
Protestan berperang satu sama lain, dalam apa yang disebut Perang Tiga
Puluh Tahun (1618-1648). Perang tersebut terutama terjadi di Jerman dan
Inggris.
Perang ini diakhiri Perjanjian Perdamaian Westphalia pada tahun 1648, isinya
yaitu.
Adanya pengakuan atas kedaulatan tiap-tiap negara atau kekuasaan
nasional.
Adanya pengakuan atau kebebasan beragama di tiap-tiap negara,
Adanya pengakuan atas prinsip cuius regio, eius religio, yang berarti tiap
negara yang berdaulat itu memutuskan sendiri agama resmi mereka.
4. Dampak Reformasi bagi Masyarakat Modern Etika Protestan
Etika Protestan, yaitu daya pengerak di belakang layar yang mendorong
perkembangan kapitalisme. Hubungan antara protestanisme dan kapitalisme
sendiri bersifat tidak langsung. Hubungan itu merupakan hasil analisis seorang
sosiolog Jerman, Max Weber (1864-1920).
Dua landasan etika Protestanisme yaitu konsep kerja sebagai
panggilan dan predestinasi. Melalui Reformasi, Luther memperluas konsep
panggilan. Menurutnya, “panggilan” dari Tuhan tidak hanya terbatas pada kaum
klerus saja, tetapi juga pada setiap pekerjaan, tugas, maupun kedudukan yang
dilakukan oleh manusia demi kesejahteraannya di dunia, termasuk aktivitas
perdagangan.
Menurut protestanisme, pekerjaan merupakan bentuk ibadah yang paling konkret
kepada Tuhan. Dengan demikian, bekerja merupakan tanda keberimanan
seseorang kepada Tuhan.
Kepercayaan yang kemudian mendorong orang bekerja keras, berhemat, dan
berinvestasi inilah yang mendorong oleh Weber disebut sebagai Etika
Protestan. Menurut Weber, konsep ini merupakan faktor utama munculnya
kapitalisme di Eropa.

5. Reformasi Gereja Katolik


Reformasi Katolik adalah upaya-upaya yang dilakukan Gereja Katolik pada abad
ke-16 dan awal abad ke-17 untuk mewujudkan pembaruan internal Gereja dan
untuk melawan gerakan protestanisme. Periodenya berlangsung sejak masa
kepausan Paus Paulus III (1534-1549) sampai dengan berakhirnya Perang Tiga
Puluh Tahun (1648).
Secara garis besar, Reformasi Katolik lebih pada upaya pembauran cara hidup
dan perilaku Gereja berhadapan dengan dunia, dan bukan pada pembaruan
doktrin ataupun dogma.
Dalam hal doktrin dan dogma, tidak ada “reformasi”. Hal itu ditegaskan dalam
Konsili Trente (1545-1563). Dengan demikian, desakan terhadap perubahan-
perubahan yang mendasar terhadap doktrin dan dogma Gereja sebagaimana
dimaksudkan oleh Martin Luther dipatahkan melalui Konsili Trente.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sejarah mencakup semua aspek kehidupan. Banyak nilai yang diwariskan
masyarakat sebelum kita kepada kita sebagai masyarakat awam masa sekarang.
Kemampuan berfikir masyarakat zaman dahulu selalu menganut system
kepercayaan.

Anda mungkin juga menyukai