Anda di halaman 1dari 12

“SEDIAAN SIRUP”

1. Pengertian Sirup
Menurut FI Edisi III sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung
sakarosa. Kadar sakarosa (C12H22O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari
66%.

2. Jenis Sirup
Ada 3 macam sirup dalam Teori Ilmu Resep jilid II, yaitu:
 Sirup simpleks:
Mengandung 65% gula dengan larutan nipagin 0,25% b/v.
 Sirup obat:
Mengandung 1 jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan dan
digunakan untuk pengobatan.
 Sirup pewangi:
Tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau zat penyedap
lain. Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi rasa tidak enak
dan bau obat yang tidak

Sirup-sirup yang tercantum dalam FI edisi III:


 Chlorpheniramini maleatis sirupus
 Cyproheptadini hydrochloridi sirupus
 Dextrometorphani hydrobromidi sirupus
 Piperazini citratis sirupus
 Prometazini hydrochloridi sirupus
 Methidilazini hydrochloridi sirupus
 Sirupus simplex yang dibuat dengan melarutkan 65 bagian sacharosa dalam
larutan metil paraben secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirup.

3. Keuntungan dan Kerugiaan Sirup


Keuntungan dari bentuk sediaan sirup dalam Teori Ilmu Resep jilid II adalah:
1) Sesuai untuk pasien yang sulit menelan (pasien usia lanjut, parkinson, anak -
anak).
2) Obat terlarut lebih mudah diabsorpsi
3) Pendosisan fleksibel
4) Varian rasa obat banyak

Kerugian dari bentuk sediaan sirup dalam Teori Ilmu Resep jilid II adalah:
1) Tidak cocok untuk obat yang tidak stabil dalam bentuk larutan
2) Formulasi sulit untuk bahan berkelarutan rendah
3) Tidak bisa untuk sediaan yang sukar larut dalam air (biasanya dibuat suspense
atau eliksir).
4. Komponen Sirup
1) Zat aktif
Zat utama / zat yang berkhasiat dalam sediaan sirup.
Contoh Zat aktif yang bisa dibuat dalam bentuk sirup:
 Paracetamol
 Ambroksol HCL
 CTM
 Pseudoefedrin HCL

2) Pelarut
Pelarut adalah cairan yang dapat melarutkan zat aktif atau biasa disebut sebagai
zat pebawa. Pelarut yang umum digunakan dalam pembuatan sirup adalah air.

3) Pemanis
Pemanis merupakan zat tambahan dalam suatu sirup, pemanis ditambahkan untuk
memberikan rasa manis pada sirup. Karena sirup identik dengan rasa manis.
Ada dua klasifikasi pemanis(Permenkes no 33 th 2012):
 Pemanis alami (natural sweetener)
Adalah pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya
secara sintetik ataupun fermentasi. Contohnya:
 Sorbitol
Sorbitol sirup
 Manitol
 Isomaltitol
 Glikosida steviol
 Maltitol
Maltitol sirup
 Laktitol
 Silitol
 Eritriol
 Pemanis buatan (Artificial Sweetener)
Adalah pemanis yang diproses secara kimiawi dan senyawa tersebut tidak
terdapat di alam. Contohnya:
 Asesulfam-K
 Aspartam
 Asam siklamat
Kalsium siklamat
Natrium siklamat
 Sakarin
Kalsium sakarin
Kalium sakarin
Natrium sakarin
 Sukralosa
Pemanis yang paling umum digunakan adalah sukrosa.

4) Zat penstabil
Zat penstabil dimaksudkan untuk menjaga agar sirup dalam keadaan stabil, contoh
dari zat penstabil adalah:
 Antioksidan
 Antioksidan adalah:
senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan cara mengikat
radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif
 Tujuan penambahan:
Antioksidan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk,
mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma,
serta kerusakan fisik lain yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi
 Klasifikasi antioksidan:
Antioksidan terbagi atas:
a. Antioksidan untuk sistem bahan obat hidrofil
Senyawa anorganik mengandung belerang
Senyawa kelompok ini akan terurai di dalam larutan asam menjadi
asam belerang, yang akan mengikat oksigen molekuler yang ada dalam
larutan. Konsentrasi penggunaannya sebesar 0,05-0,15%
Contoh:
- natrium bisulfit (NaHSO3)
- natrium sulfit (Na2HSO3)
- natrium matabisulfit (Na2H2SO5)
Asam askorbat
Asam askorbat dan garam natriumnya memiliki sifat yang stabil. Asam
askorbat secara fisiologis tidak menimbulkan masalah dan cocok
digunakan untuk menstablkan sediaan obat. Konsentrasi yang
digunakan 0,01 sampai 0,1%

b. Antioksidan untuk sistem bahan obat lipofil


senyawa golongan ini banyak digunakan dalam sediaan farmasi
sebagai stabilisator lemak dan minyak
Antioksidan alam
* tokoferol
Tokoferol diperoleh dari minyak tumbuhan. Tokoferol
memiliki karakteristik berwarna kuning terang, cukup larut dalam lipid
karena rantai C panjang. Untuk tujuan konservatif umumnya
digunakan campuran isomernya dalam konsentrasi 0,05 sampai
0,075%. Sangat cocok dgunakan khusus menstabilkan lemak hewan,
minyak atsiri dan vitamin A.
* asam nordihidroguaiaretat (NDGA)
Cocok digunakan untuk melindungi oksidasi lemak hewan,
minyak atsiri dan minyak ikan. Konsentrasi penggunaan adalah 0,01
sampai 0,025%
Antioksidan sintesis dan parsial sintesis
* ester asam askorbat
yang sering digunakan adalah asam askorbat miristat, palmitat
dan tatrat untuk melindungi minyak tumbuhan (minyak bunga
matahari, minyak zaitun dan minyak biji kapas) secara oksidatif.
Konsentrasi yang digunakan 0,01 sampai 0,015%
* butilhidroksianisol (BHA)
BHA bersifat larut lemak dan tidak larut air, berbentuk padat
putih, memiliki aktivitas sebagai antioksidan dengan konsentrasi
rendah antara 0,005-0,02%. Umumnya menstabilkan lemak hewan dan
vitamin A
* Butilhidrositoluen (BHT)
BHT memiliki sifat serupa BHA, memberi sifat sinergis bila
dimanfaatkan dengan BHA, berbentuk kristal padat putih. Digunakan
dalam konsentrasi rendah (0.01-0.02%)

 Pendapar
 Pendapar adalah:
Larutan penyangga (buffer) adalah larutan yang dapat menjaga
(mempertahankan) pH-nya dari penambahan asam, basa, maupun
pengenceran oleh air .
 Tujuan penambahan:
mempertahankan nilai pH meskipun ditambah sedikit asam, sedikit basa,
atau sedikit air (pengenceran).
 Pendapar terdiri dari:
a) Campuran asam lemah dengan garamnya
Contoh: Campuran dari larutan CH3COOH (asam lemah) dan larutan
CH3COONa (basa konjugasi) membentuk larutan buffer asam, dengan
reaksi:
CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O .
b) Campuran basa lemah dengan garamnya.
Contoh: Campuran dari larutan NH4OH (basa lemah) dan larutan NH4CL
(asam konjugasi) membentuk larutan buffer basa, dengan reaksi:
NH4OH + HCl → NH4CL + H2O .
 Klasifikasi dapar:
a) Larutan buffer / penyangga Bersifat Asam
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7).
Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan
garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun cara
lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat
dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran
akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam
lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan
seperti natriumNa), kalium, barium, kalsium, dan lain-lain.
Adapun cara kerjanya dapat dilihat pada larutan penyangga yang
mengandung CH3COOH dan CH3COO– yang mengalami kesetimbangan.
Dengan proses sebagai berikut:
Pada Penambahan Asam
Penambahan asam (H+) akan menggeser kesetimbangan ke kiri.
Dimana ion H+ yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH3COO–
membentuk molekul CH3COOH.
CH3COO–(aq) + H+(aq) → CH3COOH(aq)
Pada Penambahan Basa
Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka ion OH– dari basa itu
akan bereaksi dengan ion H+ membentuk air. Hal ini akan
menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan sehingga konsentrasi
ion H+ dapat dipertahankan. Jadi, penambahan basa menyebabkan
berkurangnya komponen asam (CH3COOH), bukan ion H+. Basa yang
ditambahkan tersebut bereaksi dengan asam CH3COOH membentuk
ion CH3COO– dan air.
CH3COOH(aq) + OH–(aq) → CH3COO–(aq) + H2O(l)
b) Larutan buffer / penyangga Bersifat Basa
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk
mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang
garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu dengan
mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa
lemahnya dicampurkan berlebih.
Adapun cara kerjanya dapat dilihat pada larutan penyangga yang
mengandung NH3 dan NH4+ yang mengalami kesetimbangan. Dengan
proses sebagai berikut:
Pada Penambahan Asam
Jika ditambahkan suatu asam, maka ion H+ dari asam akan mengikat
ion OH–. Hal tersebut menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan,
sehingga konsentrasi ion OH– dapat dipertahankan. Disamping itu
penambahan ini menyebabkan berkurangnya komponen basa (NH3),
bukannya ion OH–. Asam yang ditambahkan bereaksi dengan basa
NH3 membentuk ion NH4+.
NH3 (aq) + H+(aq) → NH4+ (aq)
Pada Penambahan Basa
Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka kesetimbangan
bergeser ke kiri, sehingga konsentrasi ion OH– dapat dipertahankan.
Basa yang ditambahkan itu bereaksi dengan komponen asam (NH4+),
membentuk komponen basa (NH3) dan air.
NH4+ (aq) + OH–(aq) → NH3 (aq) + H2O(l)
 Cara Kerja Larutan Penyangga:
Larutan penyangga mengandung komponen asam dan basa dengan asam
dan basa konjugasinya, sehingga dapat mengikatbaik ion H+ maupun ion
OH–. Sehingga penambahan sedikit asam kuat atau basa kuat tidak
mengubah pH-nya secara signifikan.
 Sifat Larutan Buffer
Sifat – Sifat dari Larutan Buffer Adalah:

a) pH tidak berubah bila larutan diencerkan.


b) pH larutan tidak berubah bila larutan ditambah ditambahnkan asam
atau basa.
 Pengkompleks
Adalah senyawa yang mengandung paling tidak satu ion kompleks. Ion
kompleks terdiri dari satu atom pusat(central metal cation)berupa logam transisi
ataupun logam pada golongan utama, yang mengikat anion atau molekul netral
yang disebut ligan (ligands).

5) Pengawet
Pengawet ditambahkan pada sediaan sirup bertujuan agar sirup tahan lama dan
bisa di pakai berulang- ulang. Penambahan pengawet biasanya pada sediaan
dengan dosis berulang. Pengawet yang dapat digunakan pada sediaan sirup antara
lain adalah sodium benzoat, metil paraben dan propil paraben.

6) Pewarna
Pewarna adalah zat tambahan untuk sediaan sirup atau biasa disebut corigen
coloris. Pewarna ditambahkan jika diperlukan. Penambahan pewarna biasanya
agar sediaan menjadi lebih menarik dan tidak berwarna pucat. Pewarna yang
digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan komponen lain
dalam syrup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama penyimpanan.
Penampilan keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada warna dan
kejernihan. Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa. Contoh
pewarna yang dapat digunakan pada sediaan sirup antara lain adalah sunset yellow
dan tartrazine yang akan memberikan warna kuning. Warna sirup harus
menyesuaikan dengan perasa yang ditambahkan.

7) Perasa
Penambahan perasa ini hanya jika diperlukan, ditambahkan jika sediaan sirup
yang akan di berikan pada pasien kurang enak atau terlalu pahit. Perasa dan
pewarna harus sesuai.

5. Pembuatan Sirup
Kecuali dinyatakan lain, sirup dibuat dengan cara sebagai beikut (Farmakope
Indonesia edisi III):
 Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga
larut. Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang
dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai.
 Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung gukosida antrakinon,
ditambahkan natrium karbonat sejumlah 10% bobot simplisia. Pada
pembuatan sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan nipagin 0,25% b/v
atau pengawet yang cocok. Sirup disimpan dalam wadah tertutup rapat, dan
ditempat yang sejuk.

6. Persyaratan Mutu dalam Pembuatan Sediaan Sirup


a) Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon di
tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia.
b) Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan
ditambahkan metil paraben 0,25 % b/v atau pengawet lain yang cocok.
c) Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 65 % sakarosa, bila lebih
tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila lebih rendah dari 60 % sirup akan
membusuk.
d) Bj sirup kira-kira 1,3
e) Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa (pecah menjadi glukosa dan
fruktosa) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih cepat.
f) Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan terjadinya
gula invert.
g) Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa yang memutar
bidang polarisasi kekiri.
h) Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah
berjamur dan berwarna tua ( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya
oksidasi dari bahan obat.
i) Pada sirup yang mengandung sakarosa 60 % atau lebih, sirup tidak dapat
ditumbuhi jamur, meskipun jamur tidak mati.
j) Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila dalam
resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.
k) Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet
misalnya nipagin.
l) Kadang-kadang gula invert dikehendaki misalnya dalam pembuatan sirupus Iodeti
ferrosi.Hal ini disebabkan karena sirup adalah media yang mereduksi, mencegah
bentuk ferro menjadi bentuk ferri. Gula invert dipercepat pembuatannya dengan
memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.
m)Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa
dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup, seperti pada
pembuatan Thymi sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii corticis sirupus.
Untuk cinnamomi sirupus sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan.
n) Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang jernih.
(Voight, R. 1991).
7. Contoh Formulasi Sirup Anti Alergi Dengan Bahan Aktif Chlorpheniramin
Maleat (CTM)
1) Alat
antara lain: mortir, stamfer, pipet tetes, beaker glass, gelas ukur,kaca arloji,
sendok tanduk, batang pengaduk, indicator pH, cawan, kertas perkamen,
timbangan gram, hot plate, sudip, viscometer kapiler, piknometer.

2) Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Chlorpheniramine Maleat
(CTM) propilen glikol,sukrosa, asam sitrat, esensial jeruk,sunset yellow, aquadest,
natrium sitrat.

3) Formula Sediaan Sirup Chlorpheniramini maleas (CTM)

4) Cara Pembuatan
 Pembuatan sediaan sirup, pertama yang dilakukan adalah menimbang
CTM 48 mg.
 setelah itu dilarutkan dengan aquadest 20ml (disisihkan).
 Sukrosa ditimbang sebanyak 36 gram lalu di larutkan dalam 15 ml air
panas (disisihkan).
 Timbang propilen glikol sebanyak 18 gram, asam sitrat 1,2 gram , dan
natrium sitrat 1,2 gram.
 Kemudian asam sitrat dan natrium sitrat dilarutkan dalam 10 ml aquadest
(disisihkan).
 Lalu aduk sukrosa dan propilen glikol sampai homogen.
 Kemudian CTM dan campuran sukrosa propilen diaduk sampai homogen.
 Lalu campuran tadi di tambahkan esensial jeruk secukupnya.
 Larutan yang sudah di tambahkan larutan jeruk di campur dengan
campuran asam sitrat dan natrium sitrat sampai homogen.
 Kemudian di tambahkan sisa aquadest sampai 60 ml.

8. Evaluasi Sediaan Sirup


Evaluasi Sediaan sirup terdiri dari :
1) In Process Control (IPC), meliputi :
a) Organoleptik (Farmakope Indonesia edisi IV)
 Tujuan :
Memeriksa kesesuaian bau, rasa dan warna denganspesifikasi yang telah
ditentukan
 Prinsip :
Pemeriksaan bau, rasa dan warna menggunakan panca indra
 Syarat :
Bau, rasa dan warna sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

b) Penetapan pH (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan :
Mengetahui pH sediaan
 Prinsip:
Pengukuran pH menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi
 Syarat:
pH sediaan sirup sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan

c) Uji Kejernihan (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan :
Untuk memastikan bahwa larutan yang diuji jernih dan bebas pengotor
 Prinsip:
Membandingkan kejernihan larutan uji dengan suspense padanan
(pembanding). Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi,
tegak lurus kearah bawah tabung dengan latar belakang hitam.
 Alat uji kejernihan :
Tabung reaksi alas datar dengan diameter 15 m,tidak berwarna,transparan
dan terbuat dari kaca netral.
 Syarat :
Kejernihan sama dengan air atau pelarut yang diamati.

d) Bobot Jenis (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan :
Menjamin sediaan memiliki bobot jenis yang sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditetapkan.
 Alatnya:
Piknomemeter
 Prinsip :
Membandingkan bobot sediaan sesuai dengan spesifikasi bobot air dalam
volume dan suhu yang sama.
 Syarat:
Bobot jenis sediaan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

e) Viskositas/ kekentalan (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan :
Memeriksa kesesuaian viskositas dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
 Alat :
Viscometer Hoppler
 Prinsip :
Mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung pada suhu
tetap dengan cara menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola untuk
menetukan jarak tertentu melalui cairan pada tabung.
 Syarat :Nilai viskositas sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

2) Evaluasi Sediaan Akhir


a) Organoleptik (Farmakope Indonesia edisi IV)
 Tujuan :
Memeriksa kesesuaian bau, rasa dan warna dengan spesifikasi yang telah
ditentukan.
 Prinsip :
Pemeriksaan bau, rasa dan warna menggunakan panca indra.
 Syarat :
Bau, rasa dan warna sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

b) Penetapan pH (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan :
Mengetahui pH sediaan.
 Prinsip :
Pengukuran pH menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
 Syarat :
pH sediaan sirup sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

c) Uji Kejernihan (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan:
Untuk memastikan bahwa larutan yang diuji jernih dan bebas pengotor.
 Prinsip :
Membandingkan kejernihan larutan uji dengan suspense padanan
(pembanding). Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi,
tegak lurus kea rah bawah tabung dengan latar belakang hitam.
 Alat uji kejernihan :
Tabung reaksi alas datar dengan diameter 15 m, tidak berwarna,
transparan dan terbuat dari kaca netral.
 Syarat:
Kejernihan sama dengan air atau pelarut yang diamati.

d) Bobot Jenis (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan :
Menjamin sediaan memiliki bobot jenis yang sesuai denganspesifikasi
yang telah ditetapkan.
 Alatnya :
Piknomemeter
 Prinsip :
Membandingkan bobot sediaan sesuai dengan spesifikasi bobot air dalam
volume dan suhu yang sama.
 Syarat :
Bobot jenis sediaan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

e) Viskositas/ kekentalan (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan :
Memeriksa kesesuaian viskositas dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
 Alat :
Viscometer Hoppler
 Prinsip:
Mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung pada suhu
tetap dengan cara menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bola untuk
menetukan jarak tertentu melalui cairan pada tabung.
 Syarat :
Nilai viskositas sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

f) Volume terpindahkan (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan :
Sebagai jaminan bahwa sediaan sirup yang dikemas Dalam wadah dosis
ganda dengan volume yang tertera di etiket jikadipindah kan dari wadah
asli akan memberikan volume sediaan seperti tertera di etiket.
 Alat :
Gelas ukur kering.
 Prinsip:
Melihat kesesuaian volume sediaan jika dipindahkan dari wadah asli
dengan volume yang tertera di etiket.
 Prosedur :
10 wadah dipilih dan dikocok satu per satu kemudian isi wadah dituang
perlahan dalam gelas ukur didiamkan selam kurang lebih 30 menit. Jika
telah bebas gelembung udara volume dapat di ukur.
 Penafsiran hasil :
 Volume rata-rata campuran sirup yang diperoleh dari 10 wadah
tidak kurang dari 100% dan tidak satupun yang kurang dari 95%
dari volume yang tertera di etiket.
 Jika A volume rata-rata kurang dari 100%, tetapi tidak ada satupun
wadah yang volumenya kurang dari 95% dari yang tertera di
etiket atau
 Jika B volume rarta-rata tidak kuarang dari 100% dantidak lebih
dari satu wadah yang volumenya kurang dari 95% tetapi tidak
kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket maka
lakukan uji tambahan terhadap 20 wadah tambahan.
 Kriteria penerimaan :
Volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100%
yang tertera di etiket, dan tidak lebih dari satu botol yang bervolume
kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang tertera di
etiket.

g) Identifikasi bahan aktif dalam sediaan (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan :
Secara kualitatif memastikan bahwa bahan aktiv yang ada dalam sediaan
sirup memang benar-benar zat aktiv yang diinginkan.
 Metode:
Sesuai dengan yang tertera pada monografi sediaan sirup dengan
kandungan zat aktif tertentu pada Farmakope Indonesia.

h) Penetapan kadar zat aktif dalam sediaan (Farmakope Indonesia edisi IV)
 Tujuan :
Secara kuantitatif mengetahui konsentrasi zat aktiv dalam sediaan.
 Metode :
Sesuai dengan yang tertera pada monografi sediaan sirup dengan
kandungan zat aktif tertentu pada Farmakope Indonesia.

i) Uji efektivitas pengawet (Farmakope Indonesia edisi IV)


 Tujuan :
Untuk mengetahui efektivitas dari pengawet yang digunakan. Jadi uji ini
hanya dilakukan untuk sediaan yang mengandung pengawet.

Anda mungkin juga menyukai