Anda di halaman 1dari 55

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tes
Istilah tes diambil dari kata “testum” suatu pengertian dalam bahasa
Perancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia.
(maksudnya dengan menggunakan alat yang berupa piring itu akan dapat
diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat tinggi). Ada pula yang
mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah. Dalam
perkembangannya, istilah tes diadopsi dalam psikologi dan pendidikan. dalam
bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
dengan “tes”, “ujian” atau “percobaan”. Dalam bahasa Arab ditulis dengan
1
‫امتحا‬
Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka
melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai
pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik.
Pengertian tes lebih ditekankan pada penggunaan alat pengukuran.Terdapat
beberapa istilah yang berhubungan dengan tes, yaitu
1. Tes
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan.
2. Testing
Testing merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan atau
testing saat pengambilan tes.
3. Testee
Testee adalah responden yang sedang mengerjakan,dinilai atau
diukur, baik mengenai kemampuan, minat, bakat, pencapaian dan
sebagainya.

1
Anas Sudijono, Pengantara Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), hal. 66.
4. Tester
Tester adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan
pengambilan tes terhadap para responden. Dengan lain perkataan,
tester adalah subyek evaluasi (tetapi adakalanya hanya orang yang
ditunjuk oleh subyek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya).

B. Bentuk- Bentuk Tes


1. Tes Subjektif
a. Pengertian Tes Subjektif
Secara ontologis tes subjektif adalah salah satu bentuk tes
tertulis, yang susunannya terdiri atas item-item pertanyaan yang
masing-masing mengandung permasalahan dan menuntut jawaban
siswa melalui uraian-uraian kata yang merefleksikan kemampuan
berpikir siswa (Sukardi, 2008). Tes subjektif adalah tes yang menuntut
siswa untuk dapat menyusun dan memadukan gagasan-gagasan tentang
hal-hal yang telah dipelajari, dengan cara mengekspresikan atau
mengemukakan gagasan tersebut secara tertulis dengan kata-kata
sendiri.
Tes subjektif pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes
bentuk adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban
yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Tes subjektif yang
biasa dipakai di sekolah mempunyai arti yang luas, yaitu tidak hanya
mengukur kemampuan siswa dalam menyajikan pendapat pribadi,
melainkan juga menuntut kemampuan siswa dalam hal menyelesaikan
hitungan, menganalisis masalah, dan mengekspresikan pendapat. 2
b. Ciri-ciri Tes Subjektif
1) Jumlah soal yang disusun tidak terlalu banyak.
2) Hasil yang diperoleh kurang mewadahi karena jangkuan bahannya
tidak terlalu luas.
3) Banyak dipengaruhi oleh faktor : bahasa yang digunakan oleh testi,
kerapatan tulisan yang dibuat oleh testi, sikap penilai terhadap
testi, penyekoran bersifat relatif, jawaban sangat panjang,
dipengaruhi oleh emosi pemeriksa, pertanyaan yang diajukan luas
dan rumit, sedangkan waktu yang tersedia terbatas.
c. Petunjuk Penyusunan Tes Subjektif
1) Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan
yang diteskan.
2) Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin
langsung dari buku atau catatan.
3) Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci
jawaban serta pedoman penilaian.
4) Hendaknya diusahakan agar pertanyaanya bervariasi antara
“jelaskan”, “mengapa”, “bagaimana”, “seberapa jauh”, agar dapat
diketahui lebih jauh penguasaan siswa terhadap bahan.
5) Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh.
6) Penyusun tes untuk ini pertanyaan tidak boleh umum, tapi harus
spesifik.
d. Kelebihan dan Kelemahan Tes Subjektif
1) Kelebihan Tes Subjektif
a) Mudah disiapkan dan disusun.
b) Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau
untung-untungan.
c) Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta
menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus.
d) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan
pendapat dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
e) Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah
yang diteskan.
2) Kelemahan Tes Subjektif
a) Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar diketahui
segi-segi mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah
dikuasai.
b) Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope ahan
pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya beberapa saja
(terbatas) .
c) Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur
subjektif.
d) Pemeriksaanya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan
individual lebih banyak dari penilai.
e) Waktu untuk koreksinya lama dan tidak bisa diwakilkan
kepada oran lain 2
e. Cara Mengolah Skor Tes Subjektif
Metode yang didapat di lakukan dalam mengoreksi soal bentuk
uraian Yaitu:
1) Metode Pernomor
Guru dalam mengoreksi jawaban peserta didik untuk setiap
nomor. Misalnya, guru mengoreksi jawaban nomor satu untuk
seluruh peserta didik, kemudian dilanjutkan dengan mengoreksi
nomor dua dan seterusnya. Metode ini membantu guru dalam
memberikan nilai, karena mempermudah guru dalam menilai
kualitas jawaban peserta didik itu berbeda-beda. Akan tetapi,
metode pernomor ini sangat membutuhkan waktu yang cukup
lama.
2) Metode Perlembar
Guru dalam mengoreksi jawaban peserta didik dengan
metode ini yaitu dengan mengoreksi setiap lembar jawaban peserta
didik mulai dari nomor satu sampai nomor terakhir. Kelebihan dari
metode ini yaitu relatif lebih murah dan memerlukan waktu yang
relatif sedikit. Sedangkan kelemahannya yaitu guru sering memberi
skor yang berbeda atas dua jawaban yang saa kualitasnya atau
sebaliknya.

2
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2, (Jakarta: Bumi Aksara,
2016),hal. 178.
3) Metode Bersilang
Guru dalam mengoreksi jawaban peserta didik dengan
menukarkan hasil koreksi dengan seseorang korektor kepada
korektor yang lain. Jika telah selesai diikoreksi oleh seorang
korektor, kemudian dikoreksi kembali oleh korektor yang lain.
Kelebihan dari metode ini yaitu faktor subjektif dapat dikurangi,
sedangkan kelemahnnya yaitu membutuhkan waktu dan tenaga
yang banyak.
e. Jenis-jenis Tes Subjektif
Dilihat dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes
bentuk uraian dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Uraian Terbatas atau terstruktur
Soal yang disusun tidak mengembang tetapi lebih terarah
dan terbatas, sehingga ada batasan jawaban.Walaupun kalimat
jawaban perserta didik itu beranekaragam, tetapi harus ada pokok-
pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai
dengan batas-batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam
soalnya. Maka yang paling penting dan harus diperhatikan yaitu
sistematika jawabannya.3
Contohnya:
a) Sebutkan dan jelaskan secara singkat sistem pernapasan
manusia!
b) Sebutkan 5 cabang biologi dan jelaskan!
2) Uraian tak terbatas atau bebas
Tes uraian jenis ini membuka kesempatan kepada setiap
orang yang menjawab pertnyaan untuk mengeluaran pendapatnya
sesuai dengan yang dia ketahui. Bebas beragumentasi dengan soal
dan menjawab menurut pandangannya masing-masing. Setiap tes
mengandung problematik bukan hanya sekedar menanyakan fakta-
fakta saja. Oleh karena itu, setiap test mempunyai cara dan

3
Muri Yusuf, Asesmen Dan Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: Kencana, 2015), hal. 208.
sistematika yang berbeda-beda. Tetapi harus mempunyai patokan
dalam mengoreksi jawaban.4
Contohnya
a) Coba jelaskan perbedaan tanaman monokotil dan tanaman
dikotil!
b) Coba jelaskan perbedaan keanekaragaman gen dan
keanekaragaman jenis!
Tes Subjektif dibedakan manjadi 3 macam yaitu :
1) Ingatan sederhana
Dengan ciri-cirinya, dapat dijawab dengan singkat, dapat
dinilai secara objektif, dan umumnya menggunakan kata tanya
yang berupa kata bagaimana, di mana, berapa banyak, dan kapan
2) Jawaban pendek (short answer )
Dengan ciri-cirinya meliputi : pertanyaan berisi perintah
seperti berikan difinisi, susunlah, tuliskan (jawaban berupa
pernyataan atau kalimat pendek dan dapat dinilai secara objektif.
3) Bentuk diskusi
Dengan ciri-cirinya : memerlukan jawaban panjang, tidak
dapat dinilai secara objektif, menggunakan kata : jelaskan,
gambarkan, bandingkan, terangkan, berikan alasan. 3

2. Tes Objektif
a. Pengertian Tes Objektif
Tes objektif yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban
pendek (short answer test) tes ya-tidak (yes-no test) dan test model
baru (new tipe test) adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri
dari butir-butir soal (item) yang dapat jawab oleh testee dengan jalan
memilih salah satu jawaban (atau lebih) di antara beberapa
kemungkinan jawaban yang dapat dipasangkan pada masing-
masing items atau dengan cara mengisikan (menuliskan) jawaban

4
Muri Yusuf , Loc. cit.
berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang
yang telah disediakan untuk masing-masing butir items yang
bersangkutan.5Dalam penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang
diajukan jauh lebih banyak daripada tes esai. Kadang-kadang untuk tes
yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 buah soal.6
Dilihat dari sistem penskorannya, tes objektif akan
menghasilkan skor yang sama. Sebagaimana nama yang digunakannya,
soal objektif adalah soal yang tingkat kebenarannya objektif. Oleh
karenanya, tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat
dilakukan secara objektif7. Karena sifatnya yang objektif maka
penskorannya dapat dilakukan dengan bantuan mesin. Soal ini tidak
memberi peluang untuk memberikan penilaian yang bergradasi karena
dia hanya mengenal benar dan salah. Apabila respons siswa sesuai
dengan jawaban yang dikehendaki maka respons tersebut benar dan
biasa diberi skor 1. Apabila kondisi yang terjadi sebaliknya, maka
respons siswa salah dan biasa diberi skor 0. Jawaban siswa bersifat
mengarah kepada satu jawaban yang benar (convergence).
Merujuk kepada berbagai pendapat tentang tes objektif dapat
diambil kesimpulan bahwa tes objektif adalah tes yang semua
informasi yang diperlukan peserta tes untuk memberikan respon telah
disediakan oleh penyusun tes, sehingga peserta tes tinggal memilihnya.
Jawaban yang berupa pilihan bersifat deterministik, sehingga hanya
ada dua kemungkinan kebenaran jawaban – benar atau salah.
b. Petunjuk Penyusunan Tes Objektif
1) Penyusun tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal
pengalaman yang luas dalam menyusun butir-butir tes obyektif.
2) Penyusunan tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam
mempersiapkan penyusunan butir-butir soal test objektif.

5
Anas Sudijono, op. cit. hal. 66.
6
Suharsimi Arikunto, op. cit. hal. 178.
7
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
hal.164-165
3) Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir tes soal objektif itu
tidak hanya akan dipergunakan dalam satu kali tes saja melainkan
akan dipergunakan lagi dalam kesempatan tes hasil belajar yang
akan datang.
4) Penyusunan tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan
menggunakan butir-butir soal tes objektif yang disusunnya itu akan
dapat dianalisa dalam rangka mengetahui kualitas butir-butir
itemnya, misalnya dari segi derajat kesukaran, daya pembedanya
dan sebagainya.
5) Penyusunan tes objektif berkeyakinan bahwa dengan
menggeluarkan butir-butir soal tes objektif maka prinsip
objektivitas akan lebih mungkin untuk diwujudkan ketimbang
menggunakan butir-butir soal tes subjektif.
6) Penyusunan kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau istilah-
istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas,
jelas dan mudah dipahami oleh testee.
7) Agar tes obyektif disamping mengungkap aspek ingatan atau
hafalan juga dapat mengungkap aspek-aspek berpikir yang lebih
dalam, maka dalam merancang dan menyusun butir-butir item tes
obyektif hendaknya tester menggunakan alat bantu berupa tabel
spesifikasi soal atau yang sering dikenal dengan istilah blue
print atau kisi-kisi soal.
c. Kelebihan dan Kekurangan Tes Objektif
1) Kelebihan Tes Objektif
a) Tes objetif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan
mewakili materi yang telah diajarkan kepada peserta didik atau
telah diperintahkan kepada peserta didik untuk
mempelajarinya.
b) Tes objektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak
lebih objektif, baik dalam mengoreksi lembar-lembar soal,
menentukan bobot skor maupun dalam menentukan hasil nilai
tesnya.
c) Mengoreksi tes objektif jauh lebih mudah dan lebih cepat
dibandingkan dengan tes uraian, bahkan dapat menggunakan
menggunakan alat-alat kemajuan teknologi misalnya
mesin scanner.
d) Butir-butir soal pada tes objektif jauh lebih mudah dianalisis,
baik dari segi derajat kesukarannya, daya pembedanya,
validitas maupun reliabilitasnya.
e) Dalam pemeriksaan, tidak ada unsure subjektif yang
mempengaruhinya.8
2) Kelemahan Tes Objektif
a) Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes esai
karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari
kelemahan-kelemahan yang lain.
b) Tes objektif pada umumnya kurang dapat mungukur atau
mengungkap proses berpikir tinggi atau mendalam.
c) Dengan tes objektif, terbuka kemungkinan bagi testee untuk
bermain spekulasi, tebak terka, adu untung dalam memberikan
jawaban soal.
d) Cara memberikan jawaban soal pada tes objektif dimana
dipergunakan simbol-simbol huruf yang sifatnya seragam
seperti A, B, C, D dan sebagainya ini memungkinkan peluang
bagi testee untuk saling bekerja sama.
e) Kerja sama antarsiswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih
terbuka.9
3) Cara Mengatasi kelemahan10
a) Kesulitan menyusun tes objektif dapat diatasi dengan jalan
banyak berlatih terus-menerus hingga betul-betul mahir.

8
Suharsimi Arikunto, op. cit. hal. 180.
9
Suharsimi Arikunto, loc. Cit.
10
Suharsimi Arikunto, loc. Cit.
b) Menggunakan table spesifikasi untuk mengatasi kelemahan
nomor satu dan dua
c) Menggunakan norma (standar) penilaian yang
memperhitungkan faktor tebakan (guessing) yang bersifat
spekulatif itu.
f. Jenis-jenis Tes Objektif
1) Tes Objektif Menjodohkan (matching)
a) Pengertian tes objektif menjodohkan
Tes menjodohkan adalah butir soal atau tugas yang
jawabannya dijodohkan dengan seri jawaban. Dengan kata lain,
tugas peserta tes hanya menjodohkan premis dengan salah satu seri
jawaban. Tes menjodohkan terdiri atas dua bagian (kolom), yaitu :
Bagian pertama disebut seri stem, atau premis, atau pokok soal
yang dapat berbentuk pernyataan atau pertanyaan dan bagian kedua
disebut seri jawaban. Format tes menjodohkan dapat berbentuk :
kolom pertama atau lajur kiri untuk stem atau pokok soal dan
kolom kedua atau lajur kanan untuk seri jawaban
b) Petunjuk penyusunan tes objektif menjodohkan
(1) Pastikan seri pertanyaan atau pernyataan (kolom pertama/jalur
kiri) dan seri jawaban (kolom kedua/jalur kanan) bersifat
homogen, agar salah satu dari semua seri jawaban ada
kemungkinan sebagai jawaban yang benar.
(2) Pastikan petunjuk mengerjakan tes jelas
(3) Seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya
tidak lebih dari sepuluh soal (item). Sebab pertanyaan-
pertanyaan yang banyak itu akan membingungkan murid.
(4) Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak
daripada jumlah soalnya (lebih kurang setengah kali). Dengan
demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang
semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid
terpaksa lebih mempergunakan pikirannya.
(5) Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching test
harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar
homogeny.
(6) Sebaiknya seri pernyataan (stem) diberi urut dengan
menggunakan nomor dan seri jawaban dengan menggunakan
huruf.
(7) Sebaiknya tes ditulis dalam halaman yang sama11
c) Kekurangan dan Kelebihan12
(1). Kelebihan tes menjodohkan
(a). Sangat baik untuk menguji hasil belajar tentang istilah,
definisi, peristiwa, dan penanggalan
(b). Sangat baik untuk menguji kemampuan menghubungkan
dua hal yang berhubungan langsung dan tidak
langsungRelatif mudah dikonstruksi, khususnya dalam
satu pokok bahasan tertentu.
(c). Relatif dapat menguji banyak bahan ajar yang lebih luas.
(d). Mudah diskor oleh dosen/guru secara langsung atau oleh
orang lain, karena sudah ada kunci jawaban
(e). Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara
objektif
(2) Kelemahan tes menjodohkan
(a). Ada kecenderungan terlalu menguji kemampuan aspek
ingatan
(b) Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar secara
menyeluruh
(c) Tidak dapat mengukur semua tujuan
pembelajaran/kompetensi yang lebih menekankan pada

11
Suharsimi Arikunto, op.cit. hal.189.
12
Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh, (Jakarta :Rajawali Pers,
2014), hal. 208
pendemistrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu
yang ekspresif
(d) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik
dari segi domain maupun dari segi tinngkat kesulitan,
khususnya domain afeksi dan motorik.
(e) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan
berbagai konsep atau ide dari berbagai sumber ke dalam
satu pikiran utama
d) Pemberian skor
Skor Mentah (raw score)
Dalam memberikan skor pada item tes bentuk ojektif ini
kita dapat menggunakan dua cara yaitu:
(1) Tanpa bobot
Biasanya digunakan bagi item yang belum diketahui
tingkat kebaikannya. Caranya ialah dengan menghitung jumlah
jawaban yang betul saja. Setiap jawaban yang betul diberi skor
1, dan jawaban yang salah diberi skor 0.
Rumus

Sk = B

Dengan ketentuan :
Sk = skor yang diperoleh peserta tes
B = jumlah jawaban yang benar
Jadi yang dihitung adalah hanya jawaban yang benar
saja, sedangkan jawaban yang salah tidak mempengaruhi
skor.13
(2) Dengan bobot
Biasanya rumus ini digunakan jika item-item tes itu
sudah pernah diujicobakan dan dilaksanakan sehingga dapat
diketahui tingkat kebenarannya. Penggunaan rumus tebakan ini

13
Suharsimi Arikunto, op. cit. hal,190.
bukan karena kita sudah mengetahui bahwa test itu menebak
tetapi karena tes bentuk objektif ini memang sangat
memungkinkan test untuk menebak. Adapun rumus-rumus
tebakan tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk item bentuk menjodohkan (matching)
Rumus:
S= R x Wt
Keterangan :
S = skor yang dicari
R = jumlah jawaban yang benar
Wt = weight (bobot) 14
e) Contoh
Di bawah ini terdapat dua kolom, yaitu kolom A dan kolom
B. Kolom A memuat fungsi bagian panca indera dan kolom B
memuat bagian-bagian panca indera. Pasangkanlah pertanyaan
yang terdapat pada kolom A dengan jawaban yang sesuai pada
kolom B, dengan cara menempatkan huruf yang terdapat di muka
jawaban pada kolom B pada titik-titik yang disediakan pada kolom
A.
Kolom A Kolom B
1. (….) Melindungi lensa mata a. Bulu hidung
2. (….) Menyaring kotoran dan b. Daun telinga
udara yang masuk c. Iris
3. (….) Sebagai alat bantu bicara d. Kelenjar keringat
4. (….) Melumasi kulit agar tidak e. Kelenjar minyak
kering f. Kornea
5. (….) Menyeimbangkan tekanan g. Lidah
udara pada telinga bagian luar h. Saluran eustachius
dengan telinga bagian tengah

14
Mitajati, Makalah Menjodohkan, 2015, diakses dari
http://mitajati.blogspot.com/2015/05/maklah-menjodohkan.html, pada tanggal 30 September 2019,
pukul 11.47.
Jawaban Soal :
Kolom A Kolom B
1. (F) Melindungi lensa mata i. Bulu hidung
2. (A) Menyaring kotoran dan j. Daun telinga
udara yang masuk k. Iris
3. (G) Sebagai alat bantu bicara l. Kelenjar keringat
4. (E) Melumasi kulit agar tidak m. Kelenjar minyak
kering n. Kornea
5. (H) Menyeimbangkan tekanan o. Lidah
udara pada telinga bagian luar p. Saluran eustachius
dengan telinga bagian tengah

2) Tes Objektif Pilihan Ganda(multiple choice Item test)


a) Pengertian multiple Item Choice
Tes pilihan ganda adalah butir soal atau tugas yang
jawabannya dipilih dari alternatif yang lebih dari dua. Alternatif
jawaban kebanyakan berkisar antara 4 (empat) dan 5 (lima). Nitko
(2007) menjelaskan tujuan dasar dari tugas penilaian, soal pilihan
ganda adalah untuk mengidentifikasi siswa yang telah mencapai
tingkat (atau diperlukan) pengetahuan (keterampilan, kemampuan,
atau kinerja) cukup dari target pembelajaran yang dinilai. Pilihan
ganda terdiri atas dua bagian, yaitu : Bagian pertama
disebut stem yang dapat berbentuk pernyataan atau
pertanyaan. Dengan menulis stem sehingga siswa mengerti apa
tugas yang dilakukan atau pertanyaan apa yang dijawab. Bagian
kedua disebut options atau alternatif jawaban. Alternatif jawaban
terdiri atas dua unsur, yaitu : Kunci jawaban sebagai jawaban yang
benar dan alternatif bukan kunci disebut dengan pengecoh
atau distractor atau foils
b). Penggunaan Model multiple Item Choice, yakni:
(1) Model melengkapi lima pilihan
Terdiri atas kalimat pokok yang berupa pernyataan yang
belum lengkap, disertai oleh 5 kemungkinan jawaban yang
dapat melengkapi jawaban tersebut. Tugas testee adalah
memilih salah satu diantara lima kemungkinan jawaban yang
menurut keyakinan teste paling tepat (merupakan jawaban yang
benar)
Contoh:
Cabang ilmu pengetahuan biologi yang menunjang
upaya penemuan padi jenis unggul seperti PB 5 dan PB 8
adalah…
a. Patologi
b. Taksonomi
c. Genetika
d. Anatomi
e. Sitologi
Kunci jawaban dari pertanyaan tersebut adalah C.
Genetika
(2) Model melengkapi berganda
Soal jenis ini pada dasarnya sama dengan multiple
choice model melengkapi lima pilihan, yaitu terdiri atas
pernyataan yang belum lengkap, disertai beberapa
kemungkinan jawaban. Perbedaannya adalah, bahwa pada butir
soal jenis ini, kemungkinan jawaban betul bisa satu, dua, tiga,
atau empat.
Contoh:
Dibawah ini terdapat soal-soal yang mempunyai
kejadian yang dapat timbul bersama. Tulislah:
A. Bila (1), (2), dan (4) betul
B. Bila (1) dan (3) betul
C. Bila (2) dan (4) betul
D. Bila hanya (4) yang betul
E. Bila semuanya betul
Soal: Ciri-ciri virus adalah…
(1) ultra mikroskopis
(2) berkembang biak di dalam sel hidup
(3) sel bersifat prokarioik
(4) mempunyai materi genetika RNA/DNA
Kunci jawabannya adalah A, karena yang benar adalah
point nomor (1), (2) dan (4)
(3). Model asosiasi dengan empat atau lima pilihan
Terdiri dari empat atau lima istilah/pengertian, yang
diberi tanda huruf abjad didepannya, dan diikuti beberapa
pernyataan yang diberi nomor urut didepannya. Dari setiap
pernyataan tersebut, testee diminta memilih salah satu
istilah/pengertian yang berhuruf abjad, yang menurut
keyakinan testee paling tepat.
Contoh:
Dibawah ini terdapat soal-soal yang mempunyai
kejadian yang dapat timbul bersama. Pilihlah:
a. Jika (1), (2), dan (3) benar
b. Jika (1) dan (2) benar
c. Jika (2) dan (4) benar
d. Jika hanya (4) yang benar
e. Jika semuanya benar
Soal: Salah satu vitamin yang larut dalam lemak adalah
vitamin A yang terdapat didalam:
(1) Minyak ikan dan telur
(2) Bayam dan kubis
(3) Air susu dan wortel
(4) Kecambah dan buah-buahan yang asam
A. Trachoma
B. influenza
C. AIDS
D. Polio
(4). Model analisis hubungan antar hal
Terdiri atas satu kalimat pernyataan yang diikuti oleh
kalimat keterangan. Yang ditanyakan kepada testee adalah,
apakah pernyataan tersebut betul, dan apakah keterangan
tersebut juga betul, testee harus memikirkan, apakah
pernyataan tersebut disebabkan oleh keterangan yang
diberikan, ataukah pernyataan tersebut tidak disebabkan oleh
keterangan tesebut?
Contoh:
Pilihlah:
A. Jika pernyataan betul, alasan betul, dan keduanya
menunjukkan hubungan sebab-akibat
B. Jika pernyataan betul, alasan betul, tetapi keduanya tidak
menunjukkan hubungan sebab-akibat
C. Jika pernyataan betul dan alasan salah
D. Jika pernyataan salah dan alasan betul
E. Jika pernyataan salah dan alasan salah
Soal:
Spermatogenesis terjadi dalam testis
SEBAB
Pada spermatogenesis dihasilkan spermatozoa yang diploid
Kunci jawaban dari pertanyaan tersebut adalah C. Jika
pernyataan betul dan alasan salah
(5). Model analisis kasus
Pada butir soal jenis ini, seolah-olah testee dihadapkan
kepada suatu kasus. Dari kasus tersebut, testee ditanya
mengenai berbagai hal dan kunci-kunci jawaban itu tergantung
pada tahu atau tidaknya testee dalam memahami kasus tersebut.
Contoh:
Untuk soal berikut ini disediakan suatu teks yang harus
dipahami secara cermat. Kemudian menyusul soal-soal yang
memasalahkan hal-hal yang berhubungan dengan isi teks. Pilih
salah satu jawaban yang paling tepat pada soal-soal yang
mengiringi teks.
1. Pada suatu waktu disuatu daerah banyak terdapat awan,
udara panas, dan kilat serta halilintar silih berganti. Yang
menyebabkan udara menjadi panas ialah:
(a). Matahari tidak kelihatan
(b). Kilat dan halilintar
(c). Hujan akan turun
(d). Penguapan tertahan
(6). Model Hubungan Dinamik
Model tes jenis ini menuntut testee untuk memiliki
bekal pengertian/pemahaman tentang perbandingan kuantitatif
dalam hubungn dinamik. Model tes ini lebih cocok diterapkan
pada kelompok mata pelajaran eksak, seperti: Biologi, kimia,
Fisika, dsb.
(7). Model Hal Kecuali
Pada model tes jenis ini, kolom sebelah kiri
dicantumkan 3 macam gejala/kategori (A, B, atau C),
sedangkan pada kolom sebelah kanan ada 5 hal/keadaan (1, 2,
3, 4, 5), dimana empat diantaranya cocok dengan satu hal yang
berada disebelah kiri. Jawaban yang dikehendaki oleh tester
adalah, agar testee menentukan hal berabjad mana yang
dipandang cocok dengan empat keadaan yang bernomor, dan
keadaan yang tidak cocok dengan hal/keadaan itu. Jadi, testee
diminta untuk memberikan dua buah jawaban, yaitu 1 huruf
abjad dan 1 nomor.
Contoh:
Pilihlah: Kategori manakah yang berhubungan erat
dengan empat hal tersebut, dan pilihlah hal yang tidak termasuk
kelompok hal diatas!
Soal:
1. Nutrisi
2. Reproduksi
3. Adaptasi
4. Iritabilitas
5. Ekskresi
A. Cabang biologi
B. Ciri-ciri anatomi makhluk hidup
C. Ciri-ciri fisiologi makhluk hidup
Kunci jawabannya adalah C., yaitu Ciri-ciri fisiologi makhluk
hidup.
(8). Model pemakaian diagram, grafik, peta, atau gambar
Pada tes obyektif model ini, terdapat
gambar/diagram/peta/grafik yang diberi tanda huruf abjad A, B,
C, dan sebagainya. Kepada testee ditanyakan tentang hl-hal
tertentu yang berkaitan dengan tanda-tanda tersebut.
c). Petunjuk penyusunan
Pada dasarnya, soal pilihan ganda ini adalah soal bentuk
benar-salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Tercoba (teste)
diminta membenarkan atau menyalahkan setiap stem dengan tiap
pilihan jawab. Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga
atau empat buah, tetapi adakalanya dapat juga lebih banyak
(untuk tes yang akan diolah dengan computer banyaknya option
diusahakan 4 buah.
Contoh:
Suatu daerah terserang wabah disentri. Penyebab penyakit ini
dipelajari dalam cabang biologi yang disebut….
a. Viriologi
b. Bakteriologi
c. Parasitologi
d. Patologi
Cara menulis soal di atas adalah lebih baik daripada jika
pilihan jawaban disusun ke samping.
Cara memilih jawaban dapat dilakukan dengan jalan:
(1). Mencoret kemungkinan jawaban yang tidak benar.
(2). Member garis bwah pada jawaban yang danggap benar.
(3). Melingkari atau member tanda kurung pada huruf di depan
jawaban yang dianggap benar
(4). Membubuhkan tanda kali atau tambah di dalam kotak atau
tanda kurung di depan, jawaban yang telah disediakan.
(5). Menuliskan jawaban pada tempat yang telah disediakan.
d). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tes pilihan ganda:
(1). Soal harus sesuai dengan indikator soal dalam kisi-kisi.
Artinya, soal harus menanyakan perilaku dan materi yang
hendak diukur sesuai dengan tuntutan indikator soal.
(2). Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi
materi.
(3). Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau
yang paling benar.
(4). Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
(5). Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan
pernyataan yang diperlukan saja.
(6). Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat
negatif ganda.
(7). Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
(8). Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan ‘’Semua
pilihan jawaban di atas salah’’ atau ‘’Semua pilihan jawaban
di atas benar’’.
(9). Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus
disusun berdasarkan besar kecilnya nilai angka tersebut atau
kronologinya.
(10). Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang
terdapatpada soal harus jelas dan berfungsi.
(11). Butir soal tidak boleh bergantung pada jawaban soal
sebelumnya.
(12). Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia.
(13).Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.
(14). Setiap pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase
yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.
e). Kelemahan dan kelebihan tes pilihan ganda
(1). kelebihan pilihan ganda
(a). Format pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai
berbagai jenis keragaman target pembelajaran
dibandingkan format soal pilihan jawaban lainnya.
(b). Dapat mengukur semua tujuan
pembelajaran/kompetensi khususnya domain kognisi,
dari yang paling sederhana sampai yang paling
kompleks.
(c). Dapat menggunakan tes yang relatif banyak yang
mewakili bahan ajar yang lebih luas.
(d). Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan
secara objektif.
(e). Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan oleh
mesin atau orang lain secara objektif, karena sudah ada
kunci jawaban
(f). Menuntut kecermatan yang tinggi untuk membedakan
jawaban yang paling benar di antara jawaban yang
benar.
(g). Dapat mengurangi kesempatan menebak,
karena option-nya lebih dari dua.
(h). Tingkat kesukaran butir tes relatif dapat dikendalikan
dengan mengubah tingkat homogenitas alternatif
jawaban.
(i). Sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup atau
mewakili materi yang telah diajarkan kepada peserta
didik.
(j). Lebih mudah dan cepat dalam mengoreksi
(k). Butir soal pada tes obyektif jauh lebih mudah
dianalisis.15
(l). Peserta didik tidak mengembangkan sendiri
jawabannya, tetapi cenderung hanya memilih jawaban
yang benar.
(2). Kelemahan tes pilihan ganda16
(a). Soal tes pilihan ganda hanya tepat digunakan untu
menilai kemampuan mengingat kembali, mengenal
kembali, mengasosiasikan antara dua hal, memahami
hubungan dan mengaplikasikan prinsip-prinsip.
(b). Dapat membuat peserta didik tidak terbiasa
mengemukakan ide secara tertulis dengan
menggunakan kata-kata sendiri.
(c). Kemungkinan untuk menebak jawaban besar sekali dan
sulit untuk dilacak
(d). Proses berpikir peserta didik tidak dapat diikuti sebab
yang dilihat hanyalah pilihan-pilihan jawaban yang
dipilih saja.
(e). Memungkinkan peserta didik saling menyontek dengan
mudah.

15
Wakhinuddin S. Tes Objektif, http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-
objektif/, diakses tanggal 30 September 2019,, pukul 11.38 WIB.
16
Kunandar, op. cit. hal. 188
(f). Membuat soalnya memerlukan waktu yang lama.
(g). Sulit membuat pengecoh.
(h). Tidak dapat mengetahui proses atau langkah-langkah
peserta didik dalam menyelesaikan soal.
(i). Rawan bocor apabila hanya membuat 1 set soal untuk
kelas paralel, dan
(j). Kesulitan menulis atau membuat soal untuk analisi dan
sintesis.
f). Cara Mengolah Skor Tes Pilihan Ganda
Rumus untuk mencari skor dalam tes tipe pilihan ganda ada
2 macam, yaitu :17
(1). Sistem denda
Rumus skor dengan sistem denda adalah :
S= R- (W:0-1)
Dengan ketentuan
S = skor yang diperoleh peserta tes
R = jumlah jawaban yang benar
W = jumlah jawaban yang salah
0 = banyaknya pilihan (option)
1 = bilangan tetap
Contoh :
Jumlah soal tes ganda = 20 butir soal. Pilihan jawaban
(option) sebanyak 5 buah. Kartika dapat menjawab dengan
betul sejumlah 13 butir soal, jawaban yang salah berjumlah 4
butir soal dan 3 butir soal tidak dikerjakan. Maka skor untuk
Kartika adalah :
Kelebihan sistem denda akan mengurangi
kemungkinan peserta tes untuk berspekulasi (untung-
untungan) dalam menjawab soal tes, namun kelemahannya

17
Suharsimi Arikunto, op. cit. hal.187
ada kemungkinan seorang peserta tes memperoleh skor
negatif.
(2). Sistem tanpa denda
Rumus skor dengan sistem tanpa denda adalah :
Sk = R
Dengan ketentuan :
Sk = skor yang diperoleh peserta tes
R = jumlah jawaban yang benar
Jadi yang dihitung adalah hanya jawaban yang benar saja,
sedangkan jawaban yang salah tidak mempengaruhi skor. Apabila
jawaban Kartika dalam contoh di atas menggunakan sistem tanpa
denda, maka Kartika memperoleh skor = 13. Kekurangan sistem
tanpa denda adalah mendorong peserta tes berspekulasi (untung-
untungan) dalam menjawab soal tes, namun kelebihannya adalah
tidak ada peserta tes yang memperoleh skor negatif.
3. Tes Benar Salah ( True- False Test)
a). Pengertian tes benar salah
Tes benar salah adalah butir soal atau tugas yang berupa
pernyataan yang jawabannya menggunakan pilihan pernyataan benar
atau salah.Tugas testee adalah membubuhkan tanda tertentu atau
mencoret huruf B apabila menurut mereka pernyataan itu benar, atau
mencoret huruf S apabila menurut mereka pernyataan itu salah.
Jadi, tes benar salah adalah kalimat atau pernyataan yang
mengandung dua kemungkinan jawab, benar atau salah, dan testee
diminta menentukan pendapat mereka mengenai penyataan tersebut
dengan cara seperti yang telah ditentukan dalam petunjuk cara
mengerjakan soal.
Bentuk tes benar-salah ada 2 macam jika dilihat dari segi
mengerjakan/menjawab soal, yaitu:18 Dengan pembetulan, yaitu siswa
diminta untuk membetulkan bila ia memilih jawaban yang salah dan

18
Suharmi Arikunto, op. cit. hal, 181.
tanpa pemmbetulan, yaitu siswa hanya diminta melingkari/mencoret
huruf B atau S tanpa memberikan jawaban yang betul
b). Petunjuk penyusunan tes benar salah
(1). Tuliskan huruf B-S didepan masing-masing pernyataan, agar
mudah bagi testee dalam memberikan jawaban, dan mudah juga
bagi tester dalam mengoreksi.
(2). Jumlah butir soal hendaknya antara 10-20 soal.
(3). Jumlah butir soal yang jawabannya benar sebaiknya seimbang
dengan butir soal yang jawabannya salah.
(4). Hindari kata-kata yang menunjukkan kecenderungan memberi
saran seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan,
misalnya : semuanya, tidak selalu, tidak pernah, dan sebagainya.
(5). Hindari pernyataan yang susunan kalimatnya persis dalam bahan
tes.
(6). Butir-butir soal yang jawabannya benar sebaiknya tidak
mempunyai corak yang berbeda dari soal yang jawabannya salah
(7). Hindari item yang masih bisa diperdebatkan. 19
c). Kelemahan dan Kelebihan
(1). Kelebihan tes benar salah.
(a). Mudah dalam menyusun atau pembuatannya mudah.
(b). Dapat digunakan berulang kali.
(c). Tidak terlalu banyak memakan lembaran kertas/tempat
karena biasanya.
(d). Pertanyaan-pertanyaannya singkat saja.
(e). Mampu mencakup bahan pelajaran yang luas.
(f). Bagi testee, cara mengerjakannya mudah
(g). Bagi tester, cara mengkoreksinya juga mudah
(h). Dapat dilihat secara cepat dan objektif.

19
Suharsimi Arikunto, op. cit. hal, 182.
(2). Kelemahan tes benar-salah
(a). Sering membingungkan bagi mereka yang tidak mengetahui
secara pasti.
(b). Lebih mendorong peserta tes untuk menebak jawaban,
khususnya ketika ia tidak mengetahui jawabannya. Sebab,
kemungkinan untuk benar sebanding dengan kemungkinan
untuk salah.
(c). Ada kecenderungan terlalu menguji kemampuan aspek
ingatan.
(d). Ada kecenderungan mendidik berpikir “hitam-putih”,
padahal kebanyakan hasil belajar bukanlah sesuatu yang
memiliki kebenaran absolut.
(e). Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan dengan
kemungkinan benar atau salah.
(f). Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar yang
menyeluruh.
(g). Tidak dapat mengukur semua tujuan
pembelajaran/kompetensi yang lebih menekankan pada
pendemonstrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu
yang ekspresif
(h). Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari
segi domain maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya
domain afeksi dan motorik.
(i). Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan
berbagai konsep atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu
pikiran utama.
(j). Mudah ditebak atau diduga.
d). Cara mengolah skor20
(1). Dengan denda
S = R-W
S = Skor yang diperoleh
R = Right (jawaban yang benar)
W = Wrong (jawaban yang salah)
Contoh :
Jumlah soal tes = 100 butir soal. Ahmad dapat menjawab
dengan betul sejumlah 70 butir soal, jawaban yang salah
berjumlah 25 butir soal dan 5 butir soal tidak dikerjakan. Maka
skor untuk Ahmad adalah :
70 – 25 = 45
Kelebihan system denda akan mengurangi kemungkinan
peserta tes untuk berspekulasi (untung-untungan) dalam
menjawab soal tes, namun kelemahannya ada kemungkinan
seorang peserta memperoleh skor negatif.
(2). Tanpa denda
S= R
Hanya dihitung yang betul, untuk soal yang tidak
dikerjakan bernilai 0 apabila jawaban Ahmad dalam contoh di
atas menggunakan sistem tanpa denda, maka Ahmad memperoleh
skor = 70.
Kekurang sistem tanpa denda adalah mendorong peserta
tes untuk berspekulasi (untung-untungan) dalam menjawab soal
tes, namun kelebihannya adalah tidak ada peserta tes yang
memperoleh skor negatif.
Contoh soal

1. B—S Gaya adalah sesuatu yang mengubah bentuk benda.


2. B—S 25% dari 44 adalah kurang dari 12
3. B—S UUD 1945 telah diamandemen sebanyak 4 kali
4. B—S UUD 1945 tidak boleh dirubah substansinya.

20
Suharsimi Arikunto, loc.it. hal.182.
4. Tes Isian(Completion Test)
a). Pengertian completion test
Tes isian adalah suatu bentuk tes dimana butir soal suatu
kalomat pada bagian-bagian tertentu yang dianggap penting
dikosongkan dan belum sempurna, sehingga peserta didik diminta
untuk melengkapi dengan benar. Sering dikenal dengan istilah tes
melengkapi atau menyempurnakan. Ciri-cirinya:
(1). Terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah
dihilangkan.
(2). Bagian-bagian yang dihilangkan itu diisi dengan titik-titik (…..).
(3). Titik-titik itu harus dilengkapi/diisi/disempurnakan oleh testee
dengan jawaban.
b). Petunjuk penyusunan
(1). Pertanyaan atau pernyataan soal harus ditulis dengan hati-hati
sehingga dapat dijawab dengan hanya satu jawaban yang pasti
Kurang baik:
Sapi adalah hewan…
Komentar: Jawaban pelengkap terhadap aiteini sangat banyak
yang dianggap benar, tergantung bagaimana siswa
menangkap maksud item, yang sangat mungkin
tidak sesuai dengan keinginan penulis item.
Walaupun penulis item menghendaki satu jawaban
yang benar, akan tetapi jawaban seperti “berkaki
empat”, “pemakan rumput”, “berguna”, “jinak”,
dan sebagainya, semuanya tidak dapat disalahkan.
Lebih baik:
Makanan sapi adalah…
(2). Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama
panjang.
(3). Diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan
mempunyai lebih dari satu tempat kosong.
(4). Jangan mulai dengan tempat kosong
misalnya:
Asam nukleat adalah…… (lebih baik)
……adalah asam nukleat (kurang baik)
(5).Sebaiknya rumuskan jawabannya lebih dahulu baru
kemudian menulis pertanyaannya.
(6). Petunjuk ini sesuai dengan sifat item tipe jawaban
melengkapi yang memang memusat pada jawaban yang
diinginkan. Dengan menulis pertanyaan sambil
memperhatikan jawaban yang kita kehendaki maka dapat
dijaga bahwa hanya akan ada satu jawaban yang layak
diberikan terhadap item.
(7). Gunakan pertanyaan lagsung, kecuali bilamana model
kalimat tak selesai akan memungkinkan jawaban yang
lebih jelas.
Baik:
Makhluk hidup membutuhkan makan untuk…
(8). Usahakan agar dalam pertanyaan tidak terdapat petunjuk
yang mungkin digunakan oleh subjek dalam jawaban item
Kurang baik:
Mesin uap dijalankan oleh mesin yang digerakkan oleh
tenaga……..
Komentar: untuk mengetahui jawaban pertanyaan seperti
demikian ini, seseorang yang tidak belajar dapat
memanfaatkan kata-kata yang memberi petunjuk.
Karena namanya mesin uap, tentu saja digerakkan
oleh tenaga uap.
(9). Jangan menggunakan kata atau kalimat yang langsung
dikutip dari buku.
Kurang baik:
Jumlah skor dibagi oleh banyak skor adalah…
Komentar: Kalimat di atas tidak lebih daripada kutipan
batasan pengertian harga rata-rata atau mean.
Pertanyaan demikian itu hanya mengungkap
kemampuan menghafal dan tidak mengukur
pengertian.
Lebih baik:
Lima orang siswa mempunyai 270 permen. Rata-rata permen
yang dimiliki seorang siswa adalah…
c). Tes bentuk isian digunakan pada tes objektif apabila:21
(1). Kelompok yang akan dites banyak dan tesnya akan digunakan
lagi berkali-kali.
(2). Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya.
(3). Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif daripada tes
bentuk esai.
(4). Hanya menggunakan waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan
dengan waktu yang digunakan umtuk menyusun tes.
d). Tes bentuk isian digunakan pada tes subjektif apabila:22
(1). Kelompok yang akan dites kecil, dan tes itu tidak akan digunakan
berulang-ulang.
(2. Tester (guru) ingin menggunakan berbagai cara untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam bentuk tertulis.
(3). Guru ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap-sikap siswa
daripada hasil yang telah dicapai.
(4). Memiliki waktu yang cukup banyak untuk menyusun tes.
e). Kelemahan dan Kelebihan tes jawaban melengkapi
(1). Kelebihan tes jawaban melengkapi.
(a). Relatif mudah dikonstruksi apabila jawabannya sudah pasti.
(b). Hasil-hasil pengetahuan dapat diukur secara jelas.

21
Ibid., hal, 192.,
22
Ibid., hal, 180.
(c). Mampu menguji sebagian besar pokok bahasan dalam waktu
relatif singkat.
(d). Cocok untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah
sederhana dalam bidang matematika.
(f). Peserta tes harus mengisi jawaban, bukan memilih jawaban.
(g). Tes model ini mudah dalam penyusunannya
(h). Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan
beragam, maka persyaratan komprehensif dapat dipenuhi
oleh tes model ini23
(2). Kelemahan tes jawaban melengkapi
(a). Penilaian menjemukan dan memerlukan banyak waktu.
(b). Kurang dapat menguji semua tingkat kemampuan hasil
belajar, karena keterbatasan jawaban satu kata, frasa, angka,
atau formula.
(c). Relatif sulit dikonstruksi apabila jawabannya tidak pasti.
(d). Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari
segi domain maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya
domain kognisi dan afeksi.
(e). Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan
berbagai konsep atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu
pikiran utama.
(f). Tidak cocok mengukur hasil belajar yang mengungkapkan
pikiran dalam bentuk tulis sesuai dengan gaya pikir dan gaya
bahasa sendiri.
(g). Karena pembuatannya mudah, maka tester sering menjadi
kurang berhati-hati dalam menyusun kalimat-kalimat soalnya
f). Cara mengolah skor
S= R (sama dengan bentuk matching)

23
Anas Sudijono, op. cit. hal, 117.
Contoh soal
1. Asam nukleat disebut juga…
2. Ikan bernapas menggunakan..…

3. Perbedaan Tes Uraian dengan Tes Objektif


Tes uraian memiliki perbedaan dalam evaluasi hasil belajar, serta
mempunyai kelebihan dan kelemahan yaitu:
Tabel 3:1
(Perbedaan Tes Uraian dengan Tes Objektif)
Aspek Tes Uraian Tes Objektif
Tujuan yanga. Baik digunakan untuk a. Baik digunakan untuk
diukur mengukur kemampuan mengukur pengetahuan
memahami, apabila dan fakta dengan cara memilih
analisis, paling bagus jawaban yang didesai untuk
digunakan untuk mengukur jenis tertentu, seperti
kemampuan menyatakan pilihan jamak. Analisis
pendapat, menyusun ide hubungan dapat digunakan
dan memecahkan masalah untuk mengukur
atau aspek evaluasi dan pemahaman dan aplikasi.
kreatif. b. Kurang baik untuk
b. Kurang tepat digunakan mengukur hasil belajar
untuk mengukur yang mencakup
penguasaan fakta kemampuan analisis dan
evaluasi atau menyusun
ide, dan keterampilan atau
untuk memecahkan
masalah.
Materi yang Jumlah soal yang disusun Jumlah soal yang disusun
disajikan sedikit dan tidak relatif banyak dan
reprensentatif sehingg tes representatif jumlah yang
lebih rendah banyak dapat
meningkatkan reliabilitas
tes.
Penyusunan Persiapan untuk menyusun Persiapan untuk menyusun
tes butir soal uraian yang baik, tes objektif yang baik,
memang sukar, namun sukar dan membutuhkan
persisapan menyusun tes waktu yang lama.
uraian lebih mudah pertanyaan lebih spesifik
daripada tes objektif, hanya dan pendek-pendek.
dibutuhkan beberapa butir
soal dan waktu yang lebih
sedikit.
Waktu Butuh waktu banyak Butuh waktu yang banyak
berpikir dan memikirkan untuk membaca stema dan
jawaban, serta menuliskan jawaban yang didesain
jawaban. untuk tiap butir.
Insentif bagi Dapat melatih peserta didik Memberanikan peserta
peserta didik untuk berani berpendapat, didik membangun
bagaimana cara kemampuan dan
mengorganisasikan ide pengetahuan mereka secara
dengan bahasa mereka luas.
sendiri secara efektif.
Arah Arah jawban kadang- Arah jawaban yang akan
Jawaban kadang kabur, karena butir dipilih sudah jelas, sesuai
soal yang dikemukakan dengan alternatif jawaban.
terlalu umum.
Penskoran a. Membutuhkan waktu . Bersifat objekti
yang cukup lama dalam b. Lebih sederhana, waktu
menskor tes. yang digunakan lebih
b. Dipengaruhi oleh pendek dan lebih dapat
subjektivitas penilaian dan dipercaya.
kemampuan membaca dan
memahami butir soal.
c. Patokan kurang baku dan
hasilnya kurang stabil.
Sebab apabila diskor,
jawaban dari peserta didik
yang sama, hasilnya sering
berbeda ketika diskor
kemali oleh pendidik yang
berbeda
Faktor-faktor Kemampuan menulis yang Kemampuan membaca
yang terbatas yang terbatas
mengganggu Mudah diterka. [43]

C. Pengukuran Ranah Afektif


1. Pengertian pengukuran ranah afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat
diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap
mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti
mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih
banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan
atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan
sebagainya.
2. Tujuan penilaian afektif
a. untuk mendapatkan umpan balik, baik bagi guru maupun siswa sebagai
dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan
program perbaikan bagi anak didiknya.
b. Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang
dicapai, yang antara lain diperlukan sebagai bahan untuk perbaikan
tingkah laku anak didik, pemberi laporan kepada orang tua, dan
penentuan lulusbtidaknya anak didik.
c. Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar-mengajar yang
tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta
karakteristik anak didik.
d. Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah
laku anak didik.24
3. Contoh pengukuran ranah penilaian afekif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya
menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian
ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a. laporan diri oleh siswa
yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b. pengamatan
sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
4. Jenis-jenis skala sikap
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian
afektif adalah :
a. Skala Likert
Prinsip pokok skala Linkert adalah menentukan lokasi
kedudukan seseorang dalam suatu kontinum sikap terhadap objek

24
Suharmi Arikunto, op. cit. hal, 193.
sikap, mulai dari sangat negatif sampai dengan sangat
positif.Penentuan lokasi itu dilakukan dengan mengkuantifikasi
pernyataan seseorang terhadap butir pernyataan yang disediakan.
Skala Linkert menggunakan skala dengan lima angka. Skala 1
(satu) berarti sangat negatif dan skala 5 (lima) berarti sangat positif.
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh
pilihan respons yang menunjukkan tingkatan. Contoh pilihan respons:
Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran Fisika
Tabel 4.1
(Skala Likert: Minat terhadap pelajaran Fisika
1. Pelajaran fisika bermanfaat SS S TS STS
1. Pelajaran fisika sulit
1. Tidak semua harus belajar fisika
1. Sekolah saya menyenangkan
Keterangan:
SS = sangat setuju
S = setuju
R = ragu-ragu
TS = tidak setuju
STS = sangat tidak setuju
b. Skala pilihan ganda
Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda, yaitu
suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternative pendapat.25
Contoh
Dalam suatu upacara bendera:
1). Setiap peserta harus khidmat mengikuti jalannya upacara tanpa
kecuali.
2). Peserta diperbolehkan berbicara asal dalam batas-batas tertentu
dan tidak mengganggu jalannya upacara.

25
Suharmi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2, (Jakarta: Bumi Aksara,
2016), hal.195
c. Skala Thurstone
Skala Thurstone merupakan skala mirip descriptive graphic rating
scale karena merupakan suatu instrumen yang responsnya dengan
memberi tanda tertentu pada suatu kontinum baris. Pada descriptive
graphic rating, skala terdiri dari 5 tingkatan, sedangkan pada skala
Thurstone jumlah skala yang digunakan berkisar antara 7 sampai 11.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
A B C D E F G H I J
K
Very favourable neutral very unfavourable
Pernyataan yang diajukan kepada responden di sarankan oleh
Thurstone kira-kira 10 butir, tetapi tidak kurang dari 5 butir.
d. Skala Guttman
Skala ini berupa sederetan pernyataan opini tentang sesuatu
objek secara berurutan.Responden diminta untuk menyatakan
pendapatnya tentang pernyataan itu (setuju atau tidak setuju). Bila ia
setuju dengan pernyataan pada nomor urut tertentu, maka diasumsikan
juga setuju dengan pernyataan sebelumnya dan tidak setuju dengan
pernyataan sesudahnya.
Contoh:
a. Saya mengizinkan adik saya bermain ke tetangga.
b. Saya mengizinkan adik saya pergi ke mana ia mau.
c. Saya mengizinkan adik saya pergi kapan saja dan ke mana saja.
b. Adik saya bebas pergi ke mana saja tanpa minta izin terlebih
dahulu.
Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang
berurutan sehingga bila responden setuju pernyataan “b”, diasumsikan
setuju “a”.selanjutnya jika resonden setuju dengan pernyataan nomor
“c”, berarti setuju pernyataan “a” dan “b”.
e. Semantic Differensial
Instrument yang disusun oleh Osg Ood dan kawan-kawan ini
mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi – dimensi yang
ada diukur dalam kategori : menyenangkan-membosankan, sulit-
mudah, cepat-lambat, atau aktif-pasif, baik-tidak baik, kuat-lemah,
berguna-tidak berguna. Dalam buku Osgood dikemukakan adanya 3
faktor untuk menganalisis skalanya :
1). Evaluation (baik-buruk)
2). Potency (kuat-lemah)
3). Activity (cepat-lambat)
4). Familiriality (tambahan Nunally)
Contoh :
Main music
Baik 1 2 3 4 5 6 7 Tidak baik
Berguna 1 2 3 4 5 6 7 Tidak berguna
Aktif 1 2 3 4 5 6 7 Pasif
Cara ini dapat digunakan untuk mengetahui minat atau
pendapat siswa mengenai sesuatu kegiatan atau topic dari suatu mata
pelajaran.
f. Pengukuran minat
Disamping menggunakan skala seperti dicontohkan diatas,
minat juga dapat diukur dengan cara seperti dibawah ini :
1). Mengunjungi perpustakaan:
SS S B AS TS STS
2). Sandiwara:
SS S B AS TS STS
Pilihan : senang sampai dengan sangat tidak senang dapat
ditentukan sendiri. Boleh juga diteruskan sampai 11 skala.
5. Teknik Penskoran Pengukuran Afektif
Misalnya dari instrumen untuk mengukur minat peserta didik yang
telah berhasil dibuat ada 10 butir. Jika rentangan yang dipakai adalah 1
sampai 5, maka skor terendah seorang peserta didik adalah 10, yakni 10 x
1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian,
mediannya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. Jika dibagi menjadi 4
kategori, maka skala 10-20 termasuk tidak berminat, 21-30 kurang
berminat, 31-40 berminat, dan skala 41-50 sangat berminat.

D. Pengukuran Ranah Psikomotor


1. Pengertian pengukuran ranah psikomotor
Istilah Psychomotor, psikomotor terkait dengan kata motor,
sensory-motor, atau perceptual- motor. Ranah psikomotor erat kaitannya
dengan kerja otot yang menjadi penggerak tubuh dan bagian-bagiannya,
mulai dari gerak yang sederhana seperti gerakan-gerakan dalam shalat
sampai dengan gerakan-gerakan yang kompleks seperti gerakan-gerakan
dalam praktik manasik ibadah haji. Keterampilan lebih terkait dengan
psikomotor.
Pengukuran ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar
yang berupa penampilan. Namun biasanya pengukuran ranah ini disatukan
atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Misalnya
penampilannya dalam menggunakan termometer diukur mulai dari
pengetahuan mereka mengenai alat tersebut, pemahaman tentang alat dan
penggunaannya (aplikasi), kemudian baru cara menggunakannya dalam
bentuk keterampilan. Untuk pengukuran yang terakhir ini harus diperinci
antara lain : cara memegang, cara melatakkan/menyipkan kedalam ketiak
atau mulut, cara membaca angka, cara mengembalikan ke tempatnya dan
senagainya. Ini semua tergantung dari kehendak kita, asal tujuan
pengukuran dapat tercapai.26
Pengukuran ranah psikomotorik dilakukan terhadap hasil-hasil
belajar yang berupa penampilan. Hal ini dapat dilihat dari dua hal;

26
Iin Nurbudiyani. Pelaksanaan Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor
pada Masa Pembelajaran IPS Kelas III SD Muhammadiyah Palangkaraya. Pedagogik Jurnal
Pendidikan. 2013. Vol.8. No 3
a. Kemampuan otot lurik, sasaran kemampuan otot lurik menuntut siswa
untuk menggunakan tubuhnya melakukan kerja fisik dalam parameter
terinci tertentu (misalnya, waktu, berat dan jarak).
b. Kemampuan melakukan keterampilan khusus, sasaran kemampuan
melakukan keterampilan khusus menuntut siswa untuk memanfaatkan
kemampuan otot lurik untuk melaksanakan proses fisik tertentu.
c. Untuk pengukuran yang terakhir ini harus diperinci antara lain: cara
memegang, cara meletakkan/menyelipkan kedalam ketiak atau mulut,
cara membaca angka, cara mengembalikan ke dalam tempatnya dan
sebagainya. Ini semua tergantung kehendak kita, asal tujuan
pengukuran dapat tercapai.
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara pengukuran hasil belajar
psikomotor. Zainal Arifin (1991) Menjelaskan bahwa hasil belajar
keterampilan dapat diukur melalui:
a. Pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama
proses pembelajaran praktik berlangsung.
b. Sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes
kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan
sikap.
c. Beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam
lingkungan kerjanya.
Dibawah ini diberikan skema untuk mendapatkan gambaran global
tentang ranah psikomotorik:

2. Teknik pengukuran aspek psikomotor


Ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk menilai dan
mengukur aspek psikimotor pada siswa, diantaranya:
a. Evaluasi melalui portofolio
Evaluasi melalui portofolio adalah suatu usaha untuk
memperoleh berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan
menyeluruh tentang proses dan hasil pertumbuhan serta perkembangan
wawasan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa yang bersumber
dari catatan dan dokumen pengalaman belajarnya. Evaluasi melalui
unjuk kerja (performance)’
b. Evaluasi melalui penugasan (proyek)
Evaluasi melalui proyek dilakukan terhadap suatu penyelidikan
yang dilakukan siswa secara individu atau kelompok.
3. Contoh pengukuran ranah psikomotor
Penampilan dalam menggunakan thermometer diukur mulai dari
pengetahuan mereka mengenai alat tersebut, pemahaman tentang alat dan
penggunaannya (aplikasi), kemudian baru cara menggunakannya dalam
bentuk keterampilan. Untuk pengukuran yang terakhir ini harus diperinci
antara lain: cara memegang, cara meletakkan/menyelipkan ke dalam
tempatnya, dan sebagainya. Ini semua tergantung dari kehendak kita, asal
tujuan pengukuran dapat tercapai.27
Dalam ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks,
(2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi
kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis,
keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5)
gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui
gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
Lembar observasi
Beri Tanda (√)
Tabel 4.2
Tabel Instrumen (alat) Asesmen Kinerja (unjuk kerja) Berpidato
dengan numerical Rating Scale

Nama Siswa Mengerjakan Tugas Tidak Mengerjakan Catatan Guru


(On-Task) Tugas (Off-Task)
Damar
Ayu
Dst…..

27
Suharmi Arikunto. Op. cit. hal, 198.
Nama : …………………………………………….
Kelas : …………………………………………….
Petunjuk:
Berilah skor untuk setiap aspek kinerja yang sesuai dengan ketentuan
berikut:
(4) bila aspek tersebut dilakukan dengan benar dan cepat
(3) bila aspek tersebut dilakaukan dengan benar tapi lama
(2) bila aspek tersebut dilakukan selesai tetapi salah
(1) bila dilakukan tapi tidak selesai
( 0 = tidak ada usaha)
No Aspek yang dinilai Skor
4 3 2 1
1. Berdiri tegak menghadap penonton
2. Mengubah ekspresi wjah sesuai dengan
pernyataan
3. Berbicara dengan kata-kata yang jelas
4. Tidak mengulang-ulang pernyataan
5. Berbicara cukup keras untuk didengar penonton

E. Analisis Butir Soal


Analisis butir soal merupakan suatu prosedur yang sistematis, yang
akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes
yang akan kita susun. Analsis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi
soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Dengan analisis soal
dapat diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan “petunjuk” untuk
mengadakan perbaikan. Soal yang telah kita gunakan sebaiknya dianalisis
untuk melihat karakteristik dari butir soal tersebut, yang meliputi:taraf
kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal.
1. Taraf Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah proporsi jumlah peserta tes yang
menjawab benar, yaitu perbandingan jumlah peserta tes yang menjawab
benar dengan jumlah peserta tes seluruhnya. Analisis tingkat kesukaran
soal yaitu mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat
diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang, dan sukar.
Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan
siswa dalam menjawab, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat
soal.
Tingkat kesukaran (p) mengandung banyak kelemahan, antara lain
tingkat kesukaran sebenarnya merupakan ukuran kemudahan butir karena
semakin tinggi indeks p, semakin mudah butir tersebut. Sebaliknya
semakin rendah p semakin sulit. Oleh karenanya ada beberapa ahli
pengukuran yang menyebut tingkat kesukaran ini dengan tingkat
kemudahan. Tingkat kesukaran merupakan salah satu parameter butir soal,
yang disimbolkan (𝑃𝑖 ), yakni rasio antara jawaban benar dan banyaknya
penjawab butir soal. Formulasi tingkat kesukaran butir soal adalah:
𝑛
𝑃𝑖 = 𝑁

𝑃𝑖 = Tingkat kesukaran butir soal ke i


𝑖 = nomor butir soal
𝑛 = banyaknya siswa yang menjawab butir soal dengan benar
𝑁 = banyaknya siswa yang menjawab butir soal
Besarnya tingkat kesukaran berkisar antara nol dan satu. Suatu
butir kadang-kadang dikategorikan ke dalam ekstrim sukar yaitu apabila
nilai p mendekati nol dan ekstrim mudah apabila nilai p mendekati satu.
Menurut Fernandes (1984), butir soal yang menghasilkan rata-rata skor
sekitar 50 % dari skor maksimum dapat dikatakan bahwa butir soal itu
mempunyai tingkat kesukaran yang tepat. Sementara itu, Thomas dan
Dawson (1972) menjelaskan bahwa butir soal yang memiliki tingkat
kesukaran 0,25 - 0,75
Tingkat kesukaran tiap butir soal lebih baik bila dihitung berdasar
jawaban seluruh siswa yang ikut tes (bukan hanya kelompok unggul dan
asor yang berjumlah 54%).
Contoh:
Dari 10 siswa yang mengikuti uji coba THB, pada butir 1 terdapat 7 orang
dapat menjawab benar dan pada butir terdapat 2 orang dapat menjawab
benar. berapakah tingkat kesukaran kedua butir soal tersebut?
7
𝑃𝑖 (1) = --- = 0,70.
10

2
𝑃𝑖 (2) = --- = 0,20.
10

Nilai Pi butir merentang antara 0 sampai1 𝑃𝑖 sebuah butir sama


dengan nol terjadi bila semua peserta tidak ada yang menjawab benar,
sebaliknya 𝑃𝑖 sebuah butir akan sama dengan 1(satu) apabila semua peserta
menjawab benar pada butir tersebut. Semakin tinggi indeks 𝑃𝑖 maka butir
soal semakin mudah. Dalam THB, 𝑃𝑖 butir-butir soal diusahakan
sedang.Kalau butir soal terlalu mudah atau terlalu sukar bagi dua atau
lebih peserta maka sekor tidak lagi dapat membedakan kemampuan para
peserta sekiranya di antara mereka terdapat perbedaan kemampuan. Butir
yang sangat sukar sehingga tidak ada siswa yang dapat menjawab dengan
benar menyebabkan butir tersebut kehilangan kemampuannya
membedakan siwa yang mempunyai kemampuan tinggi dan rendah.
Begitu pula dengan butir yang sangat mudah sehiingga semua peserta
dapat menjawab benar. Oleh karenanya, butir sebaiknya mempunyai
𝑃𝑖 yang sedang.
Pi butir yang sedang berada dalam suatu rentang nilai 𝑃𝑖 . Kriteria
untuk menentukan rentang untuk 𝑃𝑖 sedang sangat tergantung jumlah
kategori yang diinginkan. Misalnya kategori 𝑃𝑖 meliputi sukar,sedang dan
mudah maka kriteria sedang adalah antara 0,33 sampai 0,66 Berikut
pembagian kategori 𝑃𝑖 ke dalam tiga kelompok:
Tabel 5.1
Pembagian 𝑷𝒊
Rentang 𝑃𝑖 Kategori
0,00 – 0,32 Sukar
0,33 – 0,66 Sedang
0,67 – 1,00 Mudah
Namun, bila 𝑃𝑖 di klasifikasikan ke dalam lima kelompok : sangat
sukar, sukar, sedang, mudah dan sangat mudah, maka butir soal di
katakana mempunyai 𝑃𝑖 sedang bila indeks 𝑃𝑖 berada antara 0,40-0,59.
Secara keseluruhan pembagian rentang 𝑃𝑖 diatur sebagai berikut :
Tabel 5. 2
(Rentang 𝑷𝒊 )
Rentang 𝑃𝑖 Kategori
0,00 – 0,19 Sangat sukar
0,20 – 0,39 Sukar
0,40 – 0,59 Sedang
0,60 – 0,79 Mudah
0,80 – 1,00 Sangat mudah

Dalam beberapa situasi, 𝑃𝑖 butir soal tidak di usahakan sedang.


Pada keadaan di mana diingin kan sebanyak mungkin peserta tes dapat di
nyatakan lulus maka butir di usahakan sangat mudah, missal nya
penerimaan siswa di mana diperkirakan jumlah daya tampung lebih
banyak daripada pelamar yang mendaftar. Sebaliknya, pada keadaan
diinginkan peserta tes sekecil mungkin dapat dinyatakan lulus, maka butir
soal diusahakan sesukar mungkin.
2. Daya Pembeda
Daya pembeda (discriminating power) atau kita singkat DB adalah
kemampuan butir soal THB membedakan siswa yang mempunyai
kemampuan tinggi dan rendah . Daya pembeda atau daya beda suatu butir
tes berfungsi untuk menentukan dapat tidaknya suatu butir tes
membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan
yang ada pada kelompok itu. Tujuan dari penelaahan daya pembeda adalah
untuk melihat kemampuan butir tes tertentu dalam membedakan antara
pengambil tes yang berkemampuan tinggi dan pengambil tes yang
berkemampuan rendah
DB harus di usahakan positif dan setinggi mungkin. Butir soal
yang mempunyai DB positif dan tinggi berarti butir tersebut dapat
membedakan dengan baik siswa kelompok atas dan bawah. Siswa
kelompok atas adalah kelompok siswa yang tergolong pandai atau
mencapai skor total hasil belajar yang tinggi dan siswa kelompok bawah
adalah kelompok ssiswa yang bodoh atau memperoleh sekor total hasil
belajar yang rendah. DB itu dapat di tentukan basarannya dengan rumus
sebagai berikut:
DB = PT – PR
atau
ΣTB ΣRB
DB =
ΣT ΣR

Keterangan:
PT = Proporsi siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi .
PR = Proporsi siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan rendah.
∑TB = Jumlah peserta yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi.
∑T = Jumlah kelompok siswa yang mempunyai kemampuan tinggi .
∑RB = Jumlah peserta yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan rendah .
∑R = Jumlah siswa yang mempunyai kemampuan rendah .
Sebagai sebuah penjelasan di berikan contoh sebagai berikut :
Sebanyak 10 orang mengikuti uji coba THB berbentuk objektif dengan
hasil sebagai berikut:
Butir soal
Siswa Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
B 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 3
C 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8
D 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9
E 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 4
F 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9
G 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 5
H 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 3
I 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2
J 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
Perhitungan DB dapat di lakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menentukan suswa kelompok atas dan bawah. Kelompok atas adalah
setengah kelompok siswa (5 orang) yang mamperoleh skor terendah.
Penentuan kelompok atas dan kelompok bwah dapat di sajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 5. 3
(Penentuan kelompok atas dan kelompok bawah)
Kelompok atas Kelompok bawah
Siswa Skor Siswa Skor
A 10 B 3
C 8 E 4
D 9 G 5
F 9 H 3
J 10 I 2

2. Menghitung perolehan skor butir pada kelompok atas dan kelompok


bawah.
Tabel 5.4
(Perolehan skor butir pada kelompok atas dan
kelompok bawah)
Kelompok atas
Butir soal
Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
C 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0
D 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
F 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
J 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah 5 2 5 4 5 5 5 5 5 4

Kelompok bawah
Butir soal
Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
B 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0
E 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1
G 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0
H 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1
I 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 1 4 1 2 2 2 1 1 2 2
3. Menghitung DB
DB dihitung sebagai mana rumusnya sebagai berikut:
a. Butir 1
5 1 4
DB (1) = - = = 0,80
5 5 5

b. Butir 2
2 4 2
DB (2) = - = = - 0,40
5 5 5

Sebuah butir THB yang baik adalah butir soal yang mempunyai
DB positif dan signifikan. DB akan positif apabila jumlah siswa
kelompok atas yang dapat menjawab dengan benar lebih banyak dari
pada jumlah siswa kelompok bawah. DB yang signifikan dimaksudkan
sebagai mempunyai indexs minimal +0,30 yang artinya pada butir
yang baik jumlah siswa kelompok atas yang dapat menjawab benar
minima l30% lebih banyak dari pada jumlah siswa kelompok bawah
yang dapat menjawab benar.
Nilai DB akan merentang antara -1,00 hingga +1,00. Dengan
mengambil contoh soal diatas, beberapa kondisi ekstrim dapat di
jelaskan sebagai berikut:
a. Bila semua siswa kelompok atas dapat menjawab benar dan semua
siswa kelompok bawah menjawab salah, makaDB akan +1,00.
5 0
DB = - = + 1,00
5 5

b. Bila semua siswa kelompok atas dapat menjawab salah dan semua
siswa kelompok bawah menjawab benar, maka DB -1,00.
0 5
DB = - = - 1,00
5 5
c. Bila baik siswa kelompok atas maaupun kelompok bawah dpat
menjawab dengan benar maka DB akan 0,00.

5 5
DB = - = 0,00
5 5

d. Bila baik siswa kelompok atas maupun kelompok bawah


menjawab salah maka DB akan 0,00.

0 0
DB = - = 0,00
5 5

Berdasar nilai rentang DB diatas dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:
1. Bila semua siswa baik kelompok atas maupun kelompok bawah
sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah maka
butir soal tidak mempunyai kemampuan membedakan yang
ditunjukkan oleh DB=0,00.
2. Bila siwa kelompok atas yang dapat menjawab benar lebih banyak
dari pada kelompok bawah yang menjawab benar maka DB akan
positif.
3. Bila siwa kelompok atas yang dapat menjawab benar lebih sedikit
dari pada kelompok bawah yang menjawab benar maka DB akan
negative.
4. Butir soal mempunyai DB tinggi apabila siswa kelompok atas yang
dapat menjawab benar lebih banyak dibandingkan siswa kelompok
bwah yang dapat menjawab benar dengan perbandingan tertentu
hingga DB minimal +0,30.
Dalam menghitung DB terdapat beberapa kejadian khusus yang
harus diperhatikan:
a. Bila data di tengah sama maka data yang sama di keluarkan dari
analisis. Misalnya: data skor hasil belajar enam orang siswa di
urutkan dari tinggi ke rendah adalah sebagi berikut: 10, 9, 7, 7, 4
dan 2. Data skor yang sama adalah 7 dan di keluarkan dari analisis,
sehingga perhitungan DB melibatkan siswa yang memperoleh skor
10 dan 9 sebagai kelompok atas dan siswa yang memperoleh skor 4
dan 2 sebagi kelompok bawah.
b. Dalam hal jumlah siswa uji coba sangat banyak maka penentuan
kelompok atas dan bawah adalah dengan mengambil 27% siswaa
yang memperoleh skor tertinggi sebagai kelompok atas dan 27%
siswa yang memperoleh skor terendah sebagai kelompok bawah.
Sebanyak 46% siswa di tengah distribusi dikeluarkan dan tidak di
analisis. Perhitungan daya beda butir di dasarkan pada “aturan
27%”. Menurut Kelly, pada kondisi normal, titik optimum di mana
dua kondisi seimbang di capai pada 27% kelompok atas dan
bawah.
Perhitungan DB butir juga dapat dilakukan dengan
mengkorelasikan skor butir dengan skor total. Korelasi butir dengan
total menunjukkan kesejajaran nilai antara butir dengan total. Bila skor
butir bervariasi sejalan dengan variasi skor total maka butir tersebut
mampu membedakan dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan
tinggi dan rendah. Butir di katakan mempunyai DB yang tinggi apabila
korelasi butir itu dengan total minimal +0,30. Adapun korelasi antara
butir dengan total dapat di lakukan menggunakan rumus product
moment, biserial, poin biserial,Phi atau tetrakorik.
3. Pengecoh
Pengecoh (distractor) yang juga dikenal dengan istilah penyesat atau
penggoda adalah pilihan jawaban yang bukan merupakan kunci jawaban.
Pengecoh bukan sekedar pelengkap pilihan. Pengecoh diadakan untuk
menyesatkan siswa agar tidak mememilih kunci jawaban pengecoh
menggoda siswa yang kurang begitu memahami materi pelajaran untuk
memilihnya. Agar dapat melakukan fungsinya untuk mengecoh maka
pengecoh harus dibuat semirip mungkin dengan kunci jawaban.
Pengecoh dikatakan berfungsi efektif apabila paling tidak ada
siswa yang terkecoh memilih. Pengecoh yang sama sekali tidak dipilih
tidak dapat melakukan fungsinya sebagai pengecoh karena terlalu
mencolok dan dimengerti oleh semua siswa sebagai pengecoh soal.
Pengecoh yang berdasarkan hasil uji coba tidak efektif
direkomendasikan untuk diganti dengan pengecoh yang lebih menarik.

Contoh pengujian karasteristik butir


Sehubungan dengan analisis butir secara klasik dapat diberikan contoh
sebagai berikut: THB uji coba adlah 10 butir soal tes obyektif pilihan ganda
dengan empat pilihan. Jawaban 10 orang siswa uji coba dilaporkan hasilnya
sebagai berikut:
Tabel 5.5
(Laporan jawaban)
Butir soal
Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A B D C D B B C A C D
B B C C A B A C A B C
C C D A D A D D B C B
D D B A A C B A A C A
E A C B B A C D C D B
F A D B A D B D B C B
G C D D C A D A A C A
H B D B A B C D A C D
I D D D B C D A C D B
J B D A B C D D A C B
Kunci B D C A A B D A C B

Dari sebaran jawaban tersebut, penghitungan skor uji coba dan analisis
butir dapat diringkaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5.6
(Perhitungan skor)
Butir soal
Siswa Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 6
B 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 4
C 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 5
D 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 4
E 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 3
F 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 6
G 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 4
H 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 6
I 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 2
J 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 6
ΣB 4 7 2 4 3 3 5 6 7 5
TK 0,40 0,70 0,20 0,40 0,30 0,30 0,50 0,60 0,70 0,50
-
DB 0,40 0,60 0 0 0,20 0,60 0 0,60 0,20
0,20
EP E TE E E E E E E E E

Keterangan:
SB = Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir ke-I
TK = Tingkat kesukaran
DB = Daya beda
EP = Efektivitas pengecoh
E = Efektif
TE = Tidak efektif
Bila ditetapkan kriteria untuk memberikan penelitian butir adalah sebagai
berikut:
a. TK butir harus sedang yaitu antara 0,33 sampai 0,66
b. DB harus tinggi yaitu minimal +0,30
c. Pengecoh paling tidak seorang siswa ada yang memilih.
Berdasarkan ringkasan analisis butir pada tabel di atas dan kriteria
penilaian butir yang baik maka dapat ditarik kesimpulan:
a. Butir 3, 5 dan 6 terlalu sukar
b. Butir 3, 4, 5, 6, 8, dan 10 tidak mampu membedakan kemampuan siswa
kelompok atas dan bawah.
c. Pada butir 2 pengecoh A tidak efektif.
4. Hubungan Saraf Kesukaran dan Daya Pembeda
Indeks daya beda butir soal dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
sebuah butir baik atau tidak baik. Butir soal yang baik adalah butir soal yang
mempunyai indeks daya beda lebih dari 0,2. Hal penting yang juga harus
diperhatikan dalam menganalisis empirik butir soal adalah kemampuan distraktor
atau alternatif jawaban yang disediakan menarik peserta tes untuk memilihnya.
Jangan sampai tidak seorang peserta tes-pun memilih alternatif jawaban yang
disediakan. Nitko (1996) mengatakan distraktor dikatakan berfungsi manakala
paling tidak dipilih oleh seorang peserta tes dari kelompok rendah. Pemilih dari
kelompok rendah harus lebih banyak daripada kelompok atas. Distraktor juga
dapat dikatakan berfungsi manakala peserta tes (siswa) dari kelompok atas dapat
membedakan antara distraktor dan kunci jawaban sehingga yang memilih kunci
jawaban lebih banyak daripada yang memilih distraktor.
0.5

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

Tingkat kesulitan

Gambar 1. Hubungan Antara Daya Pembeda dan Tingkat Kesulitan


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tes subjektif pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk
adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat
pembahasan atau uraian kata-kata. Tes Obyektif adalah tes yang dalam
pemeriksaannya dapat dilakukan secara obyektif, yang terdiri dari butir-butir
soal yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau
lebih) diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada
pasangan masing-masing items, atau dengan jalan menuliskan jawabannya
berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang
telah disediakan untuk masing-masing butir item yang bersangkutan. Adapun
jenis-jenisnya meliputi bentuk tes benar-salah (true-false), menjodohkan
(matching test, bentuk melengkapi (completion), dan bentuk pilihan ganda
(Multiple Choice Item Test). Dalam bentuk tes pilihan ganda sendiri terdapat
beberapa model, antara lain model melengkapi lima pilihan, melengkapi
berganda, model asosiasi empat atau lima pilihan, model analisis hubungan
antar hal, model analisis kasus, model hubungan dinamik, model hal kecuali,
dan model pemakaian diagram, grafik, peta, atau gambar. Dari jenis-jenis soal
diatas, masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan yang saling
melengkapi satu sama lain.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi,
dan nilai. Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif
adalah : Skala Likert, skala pilihan ganda, skala Thurstone, skala Guttman,
Semantic Differensial, pengukuran minat. Pengukuran ranah psikomotor
dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun
biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran
ranah kognitif sekaligus
Analisis soal antara lain bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-
soal yang baik, kurang baik, soal yang jelek. Dengan analisis soal dapat
diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk
mengadakan perbaikan. Dalam analisis soal ada beberapa hal yang penting
yaitu mencari taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal.

B. Saran
Sebagai manusia biasa setiap orang pasti mempunyai kekurangan dan
kelebihan, diantaranya adalah pola pikir tiap individu yang berbeda-beda, ada
yang cerdas, pintar dan kurang pintar, untuk itu dalam suatu lembaga
pendidikan hal inilah yang sangat diperhatikan. Cara pengukuran pola pikir
yang dilakukan lembaga pendidikan (sekolah) yaitu melalui tes. tes-tes yang
diberikan oleh pendidik harus mempunyai bobot soal yang dianggap baik, dan
soal-soal itu harus benar-benar diperhatikan cara penyusunannya.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 1991. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip , teknik, Prosedur.


Bandung: Remaja Rosdakrya.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi


Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2016. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta:


Bumi Aksara.

Kunandar. 2014. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik


Berdasarkan Kurikulum 2013 Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan
Contoh. Jakarta :Rajawali Pers.

Mitajati, Makalah Menjodohkan, 2015, diakses dari


http://mitajati.blogspot.com/2015/05/maklah-menjodohkan.html, pada
tanggal 30 September 2019, pukul 11.47.

Nitko, Anthony. (2007). Educational Assessment of Studies. New Jersey :


Pearsom Education Inc.

Nurbudiyani, Iin. 2013. Pelaksanaan Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif dan


Psikomotor pada Masa Pembelajaran IPS Kelas III SD Muhammadiyah
Palangkaraya. Pedagogik Jurnal Pendidikan.Vol.8. No 3.

Sudijono, Anas. 1996. Prengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Sukardi, Prof., MS, Ph.D., Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya,


Jakarta, (Bumi Aksara 2011)

Tabin, Amin. 2015. Bentuk-Bentuk Tes.


http://amintabin.blogspot.com/2010/11/bentuk-bentuk-tes.html? m=1,
akses tanggal 30 September 2019. Pukul 16.54 WIB.

Wakhinuddin S. Tes Objektif, http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-


objektif/, diakses tanggal 30 September 2019,, pukul 11.38 WIB.

Yusuf, Muri. 2015. Asesmen Dan Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai