PEMBAHASAN
A. Pengertian Tes
Istilah tes diambil dari kata “testum” suatu pengertian dalam bahasa
Perancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia.
(maksudnya dengan menggunakan alat yang berupa piring itu akan dapat
diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat tinggi). Ada pula yang
mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah. Dalam
perkembangannya, istilah tes diadopsi dalam psikologi dan pendidikan. dalam
bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
dengan “tes”, “ujian” atau “percobaan”. Dalam bahasa Arab ditulis dengan
1
امتحا
Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka
melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai
pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik.
Pengertian tes lebih ditekankan pada penggunaan alat pengukuran.Terdapat
beberapa istilah yang berhubungan dengan tes, yaitu
1. Tes
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan.
2. Testing
Testing merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan atau
testing saat pengambilan tes.
3. Testee
Testee adalah responden yang sedang mengerjakan,dinilai atau
diukur, baik mengenai kemampuan, minat, bakat, pencapaian dan
sebagainya.
1
Anas Sudijono, Pengantara Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), hal. 66.
4. Tester
Tester adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan
pengambilan tes terhadap para responden. Dengan lain perkataan,
tester adalah subyek evaluasi (tetapi adakalanya hanya orang yang
ditunjuk oleh subyek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya).
2
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2, (Jakarta: Bumi Aksara,
2016),hal. 178.
3) Metode Bersilang
Guru dalam mengoreksi jawaban peserta didik dengan
menukarkan hasil koreksi dengan seseorang korektor kepada
korektor yang lain. Jika telah selesai diikoreksi oleh seorang
korektor, kemudian dikoreksi kembali oleh korektor yang lain.
Kelebihan dari metode ini yaitu faktor subjektif dapat dikurangi,
sedangkan kelemahnnya yaitu membutuhkan waktu dan tenaga
yang banyak.
e. Jenis-jenis Tes Subjektif
Dilihat dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes
bentuk uraian dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Uraian Terbatas atau terstruktur
Soal yang disusun tidak mengembang tetapi lebih terarah
dan terbatas, sehingga ada batasan jawaban.Walaupun kalimat
jawaban perserta didik itu beranekaragam, tetapi harus ada pokok-
pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai
dengan batas-batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam
soalnya. Maka yang paling penting dan harus diperhatikan yaitu
sistematika jawabannya.3
Contohnya:
a) Sebutkan dan jelaskan secara singkat sistem pernapasan
manusia!
b) Sebutkan 5 cabang biologi dan jelaskan!
2) Uraian tak terbatas atau bebas
Tes uraian jenis ini membuka kesempatan kepada setiap
orang yang menjawab pertnyaan untuk mengeluaran pendapatnya
sesuai dengan yang dia ketahui. Bebas beragumentasi dengan soal
dan menjawab menurut pandangannya masing-masing. Setiap tes
mengandung problematik bukan hanya sekedar menanyakan fakta-
fakta saja. Oleh karena itu, setiap test mempunyai cara dan
3
Muri Yusuf, Asesmen Dan Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: Kencana, 2015), hal. 208.
sistematika yang berbeda-beda. Tetapi harus mempunyai patokan
dalam mengoreksi jawaban.4
Contohnya
a) Coba jelaskan perbedaan tanaman monokotil dan tanaman
dikotil!
b) Coba jelaskan perbedaan keanekaragaman gen dan
keanekaragaman jenis!
Tes Subjektif dibedakan manjadi 3 macam yaitu :
1) Ingatan sederhana
Dengan ciri-cirinya, dapat dijawab dengan singkat, dapat
dinilai secara objektif, dan umumnya menggunakan kata tanya
yang berupa kata bagaimana, di mana, berapa banyak, dan kapan
2) Jawaban pendek (short answer )
Dengan ciri-cirinya meliputi : pertanyaan berisi perintah
seperti berikan difinisi, susunlah, tuliskan (jawaban berupa
pernyataan atau kalimat pendek dan dapat dinilai secara objektif.
3) Bentuk diskusi
Dengan ciri-cirinya : memerlukan jawaban panjang, tidak
dapat dinilai secara objektif, menggunakan kata : jelaskan,
gambarkan, bandingkan, terangkan, berikan alasan. 3
2. Tes Objektif
a. Pengertian Tes Objektif
Tes objektif yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban
pendek (short answer test) tes ya-tidak (yes-no test) dan test model
baru (new tipe test) adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri
dari butir-butir soal (item) yang dapat jawab oleh testee dengan jalan
memilih salah satu jawaban (atau lebih) di antara beberapa
kemungkinan jawaban yang dapat dipasangkan pada masing-
masing items atau dengan cara mengisikan (menuliskan) jawaban
4
Muri Yusuf , Loc. cit.
berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang
yang telah disediakan untuk masing-masing butir items yang
bersangkutan.5Dalam penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang
diajukan jauh lebih banyak daripada tes esai. Kadang-kadang untuk tes
yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 buah soal.6
Dilihat dari sistem penskorannya, tes objektif akan
menghasilkan skor yang sama. Sebagaimana nama yang digunakannya,
soal objektif adalah soal yang tingkat kebenarannya objektif. Oleh
karenanya, tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat
dilakukan secara objektif7. Karena sifatnya yang objektif maka
penskorannya dapat dilakukan dengan bantuan mesin. Soal ini tidak
memberi peluang untuk memberikan penilaian yang bergradasi karena
dia hanya mengenal benar dan salah. Apabila respons siswa sesuai
dengan jawaban yang dikehendaki maka respons tersebut benar dan
biasa diberi skor 1. Apabila kondisi yang terjadi sebaliknya, maka
respons siswa salah dan biasa diberi skor 0. Jawaban siswa bersifat
mengarah kepada satu jawaban yang benar (convergence).
Merujuk kepada berbagai pendapat tentang tes objektif dapat
diambil kesimpulan bahwa tes objektif adalah tes yang semua
informasi yang diperlukan peserta tes untuk memberikan respon telah
disediakan oleh penyusun tes, sehingga peserta tes tinggal memilihnya.
Jawaban yang berupa pilihan bersifat deterministik, sehingga hanya
ada dua kemungkinan kebenaran jawaban – benar atau salah.
b. Petunjuk Penyusunan Tes Objektif
1) Penyusun tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal
pengalaman yang luas dalam menyusun butir-butir tes obyektif.
2) Penyusunan tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam
mempersiapkan penyusunan butir-butir soal test objektif.
5
Anas Sudijono, op. cit. hal. 66.
6
Suharsimi Arikunto, op. cit. hal. 178.
7
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
hal.164-165
3) Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir tes soal objektif itu
tidak hanya akan dipergunakan dalam satu kali tes saja melainkan
akan dipergunakan lagi dalam kesempatan tes hasil belajar yang
akan datang.
4) Penyusunan tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan
menggunakan butir-butir soal tes objektif yang disusunnya itu akan
dapat dianalisa dalam rangka mengetahui kualitas butir-butir
itemnya, misalnya dari segi derajat kesukaran, daya pembedanya
dan sebagainya.
5) Penyusunan tes objektif berkeyakinan bahwa dengan
menggeluarkan butir-butir soal tes objektif maka prinsip
objektivitas akan lebih mungkin untuk diwujudkan ketimbang
menggunakan butir-butir soal tes subjektif.
6) Penyusunan kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau istilah-
istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas,
jelas dan mudah dipahami oleh testee.
7) Agar tes obyektif disamping mengungkap aspek ingatan atau
hafalan juga dapat mengungkap aspek-aspek berpikir yang lebih
dalam, maka dalam merancang dan menyusun butir-butir item tes
obyektif hendaknya tester menggunakan alat bantu berupa tabel
spesifikasi soal atau yang sering dikenal dengan istilah blue
print atau kisi-kisi soal.
c. Kelebihan dan Kekurangan Tes Objektif
1) Kelebihan Tes Objektif
a) Tes objetif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan
mewakili materi yang telah diajarkan kepada peserta didik atau
telah diperintahkan kepada peserta didik untuk
mempelajarinya.
b) Tes objektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak
lebih objektif, baik dalam mengoreksi lembar-lembar soal,
menentukan bobot skor maupun dalam menentukan hasil nilai
tesnya.
c) Mengoreksi tes objektif jauh lebih mudah dan lebih cepat
dibandingkan dengan tes uraian, bahkan dapat menggunakan
menggunakan alat-alat kemajuan teknologi misalnya
mesin scanner.
d) Butir-butir soal pada tes objektif jauh lebih mudah dianalisis,
baik dari segi derajat kesukarannya, daya pembedanya,
validitas maupun reliabilitasnya.
e) Dalam pemeriksaan, tidak ada unsure subjektif yang
mempengaruhinya.8
2) Kelemahan Tes Objektif
a) Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes esai
karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari
kelemahan-kelemahan yang lain.
b) Tes objektif pada umumnya kurang dapat mungukur atau
mengungkap proses berpikir tinggi atau mendalam.
c) Dengan tes objektif, terbuka kemungkinan bagi testee untuk
bermain spekulasi, tebak terka, adu untung dalam memberikan
jawaban soal.
d) Cara memberikan jawaban soal pada tes objektif dimana
dipergunakan simbol-simbol huruf yang sifatnya seragam
seperti A, B, C, D dan sebagainya ini memungkinkan peluang
bagi testee untuk saling bekerja sama.
e) Kerja sama antarsiswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih
terbuka.9
3) Cara Mengatasi kelemahan10
a) Kesulitan menyusun tes objektif dapat diatasi dengan jalan
banyak berlatih terus-menerus hingga betul-betul mahir.
8
Suharsimi Arikunto, op. cit. hal. 180.
9
Suharsimi Arikunto, loc. Cit.
10
Suharsimi Arikunto, loc. Cit.
b) Menggunakan table spesifikasi untuk mengatasi kelemahan
nomor satu dan dua
c) Menggunakan norma (standar) penilaian yang
memperhitungkan faktor tebakan (guessing) yang bersifat
spekulatif itu.
f. Jenis-jenis Tes Objektif
1) Tes Objektif Menjodohkan (matching)
a) Pengertian tes objektif menjodohkan
Tes menjodohkan adalah butir soal atau tugas yang
jawabannya dijodohkan dengan seri jawaban. Dengan kata lain,
tugas peserta tes hanya menjodohkan premis dengan salah satu seri
jawaban. Tes menjodohkan terdiri atas dua bagian (kolom), yaitu :
Bagian pertama disebut seri stem, atau premis, atau pokok soal
yang dapat berbentuk pernyataan atau pertanyaan dan bagian kedua
disebut seri jawaban. Format tes menjodohkan dapat berbentuk :
kolom pertama atau lajur kiri untuk stem atau pokok soal dan
kolom kedua atau lajur kanan untuk seri jawaban
b) Petunjuk penyusunan tes objektif menjodohkan
(1) Pastikan seri pertanyaan atau pernyataan (kolom pertama/jalur
kiri) dan seri jawaban (kolom kedua/jalur kanan) bersifat
homogen, agar salah satu dari semua seri jawaban ada
kemungkinan sebagai jawaban yang benar.
(2) Pastikan petunjuk mengerjakan tes jelas
(3) Seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya
tidak lebih dari sepuluh soal (item). Sebab pertanyaan-
pertanyaan yang banyak itu akan membingungkan murid.
(4) Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak
daripada jumlah soalnya (lebih kurang setengah kali). Dengan
demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang
semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid
terpaksa lebih mempergunakan pikirannya.
(5) Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching test
harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar
homogeny.
(6) Sebaiknya seri pernyataan (stem) diberi urut dengan
menggunakan nomor dan seri jawaban dengan menggunakan
huruf.
(7) Sebaiknya tes ditulis dalam halaman yang sama11
c) Kekurangan dan Kelebihan12
(1). Kelebihan tes menjodohkan
(a). Sangat baik untuk menguji hasil belajar tentang istilah,
definisi, peristiwa, dan penanggalan
(b). Sangat baik untuk menguji kemampuan menghubungkan
dua hal yang berhubungan langsung dan tidak
langsungRelatif mudah dikonstruksi, khususnya dalam
satu pokok bahasan tertentu.
(c). Relatif dapat menguji banyak bahan ajar yang lebih luas.
(d). Mudah diskor oleh dosen/guru secara langsung atau oleh
orang lain, karena sudah ada kunci jawaban
(e). Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara
objektif
(2) Kelemahan tes menjodohkan
(a). Ada kecenderungan terlalu menguji kemampuan aspek
ingatan
(b) Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar secara
menyeluruh
(c) Tidak dapat mengukur semua tujuan
pembelajaran/kompetensi yang lebih menekankan pada
11
Suharsimi Arikunto, op.cit. hal.189.
12
Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh, (Jakarta :Rajawali Pers,
2014), hal. 208
pendemistrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu
yang ekspresif
(d) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik
dari segi domain maupun dari segi tinngkat kesulitan,
khususnya domain afeksi dan motorik.
(e) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan
berbagai konsep atau ide dari berbagai sumber ke dalam
satu pikiran utama
d) Pemberian skor
Skor Mentah (raw score)
Dalam memberikan skor pada item tes bentuk ojektif ini
kita dapat menggunakan dua cara yaitu:
(1) Tanpa bobot
Biasanya digunakan bagi item yang belum diketahui
tingkat kebaikannya. Caranya ialah dengan menghitung jumlah
jawaban yang betul saja. Setiap jawaban yang betul diberi skor
1, dan jawaban yang salah diberi skor 0.
Rumus
Sk = B
Dengan ketentuan :
Sk = skor yang diperoleh peserta tes
B = jumlah jawaban yang benar
Jadi yang dihitung adalah hanya jawaban yang benar
saja, sedangkan jawaban yang salah tidak mempengaruhi
skor.13
(2) Dengan bobot
Biasanya rumus ini digunakan jika item-item tes itu
sudah pernah diujicobakan dan dilaksanakan sehingga dapat
diketahui tingkat kebenarannya. Penggunaan rumus tebakan ini
13
Suharsimi Arikunto, op. cit. hal,190.
bukan karena kita sudah mengetahui bahwa test itu menebak
tetapi karena tes bentuk objektif ini memang sangat
memungkinkan test untuk menebak. Adapun rumus-rumus
tebakan tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk item bentuk menjodohkan (matching)
Rumus:
S= R x Wt
Keterangan :
S = skor yang dicari
R = jumlah jawaban yang benar
Wt = weight (bobot) 14
e) Contoh
Di bawah ini terdapat dua kolom, yaitu kolom A dan kolom
B. Kolom A memuat fungsi bagian panca indera dan kolom B
memuat bagian-bagian panca indera. Pasangkanlah pertanyaan
yang terdapat pada kolom A dengan jawaban yang sesuai pada
kolom B, dengan cara menempatkan huruf yang terdapat di muka
jawaban pada kolom B pada titik-titik yang disediakan pada kolom
A.
Kolom A Kolom B
1. (….) Melindungi lensa mata a. Bulu hidung
2. (….) Menyaring kotoran dan b. Daun telinga
udara yang masuk c. Iris
3. (….) Sebagai alat bantu bicara d. Kelenjar keringat
4. (….) Melumasi kulit agar tidak e. Kelenjar minyak
kering f. Kornea
5. (….) Menyeimbangkan tekanan g. Lidah
udara pada telinga bagian luar h. Saluran eustachius
dengan telinga bagian tengah
14
Mitajati, Makalah Menjodohkan, 2015, diakses dari
http://mitajati.blogspot.com/2015/05/maklah-menjodohkan.html, pada tanggal 30 September 2019,
pukul 11.47.
Jawaban Soal :
Kolom A Kolom B
1. (F) Melindungi lensa mata i. Bulu hidung
2. (A) Menyaring kotoran dan j. Daun telinga
udara yang masuk k. Iris
3. (G) Sebagai alat bantu bicara l. Kelenjar keringat
4. (E) Melumasi kulit agar tidak m. Kelenjar minyak
kering n. Kornea
5. (H) Menyeimbangkan tekanan o. Lidah
udara pada telinga bagian luar p. Saluran eustachius
dengan telinga bagian tengah
15
Wakhinuddin S. Tes Objektif, http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/06/03/tes-
objektif/, diakses tanggal 30 September 2019,, pukul 11.38 WIB.
16
Kunandar, op. cit. hal. 188
(f). Membuat soalnya memerlukan waktu yang lama.
(g). Sulit membuat pengecoh.
(h). Tidak dapat mengetahui proses atau langkah-langkah
peserta didik dalam menyelesaikan soal.
(i). Rawan bocor apabila hanya membuat 1 set soal untuk
kelas paralel, dan
(j). Kesulitan menulis atau membuat soal untuk analisi dan
sintesis.
f). Cara Mengolah Skor Tes Pilihan Ganda
Rumus untuk mencari skor dalam tes tipe pilihan ganda ada
2 macam, yaitu :17
(1). Sistem denda
Rumus skor dengan sistem denda adalah :
S= R- (W:0-1)
Dengan ketentuan
S = skor yang diperoleh peserta tes
R = jumlah jawaban yang benar
W = jumlah jawaban yang salah
0 = banyaknya pilihan (option)
1 = bilangan tetap
Contoh :
Jumlah soal tes ganda = 20 butir soal. Pilihan jawaban
(option) sebanyak 5 buah. Kartika dapat menjawab dengan
betul sejumlah 13 butir soal, jawaban yang salah berjumlah 4
butir soal dan 3 butir soal tidak dikerjakan. Maka skor untuk
Kartika adalah :
Kelebihan sistem denda akan mengurangi
kemungkinan peserta tes untuk berspekulasi (untung-
untungan) dalam menjawab soal tes, namun kelemahannya
17
Suharsimi Arikunto, op. cit. hal.187
ada kemungkinan seorang peserta tes memperoleh skor
negatif.
(2). Sistem tanpa denda
Rumus skor dengan sistem tanpa denda adalah :
Sk = R
Dengan ketentuan :
Sk = skor yang diperoleh peserta tes
R = jumlah jawaban yang benar
Jadi yang dihitung adalah hanya jawaban yang benar saja,
sedangkan jawaban yang salah tidak mempengaruhi skor. Apabila
jawaban Kartika dalam contoh di atas menggunakan sistem tanpa
denda, maka Kartika memperoleh skor = 13. Kekurangan sistem
tanpa denda adalah mendorong peserta tes berspekulasi (untung-
untungan) dalam menjawab soal tes, namun kelebihannya adalah
tidak ada peserta tes yang memperoleh skor negatif.
3. Tes Benar Salah ( True- False Test)
a). Pengertian tes benar salah
Tes benar salah adalah butir soal atau tugas yang berupa
pernyataan yang jawabannya menggunakan pilihan pernyataan benar
atau salah.Tugas testee adalah membubuhkan tanda tertentu atau
mencoret huruf B apabila menurut mereka pernyataan itu benar, atau
mencoret huruf S apabila menurut mereka pernyataan itu salah.
Jadi, tes benar salah adalah kalimat atau pernyataan yang
mengandung dua kemungkinan jawab, benar atau salah, dan testee
diminta menentukan pendapat mereka mengenai penyataan tersebut
dengan cara seperti yang telah ditentukan dalam petunjuk cara
mengerjakan soal.
Bentuk tes benar-salah ada 2 macam jika dilihat dari segi
mengerjakan/menjawab soal, yaitu:18 Dengan pembetulan, yaitu siswa
diminta untuk membetulkan bila ia memilih jawaban yang salah dan
18
Suharmi Arikunto, op. cit. hal, 181.
tanpa pemmbetulan, yaitu siswa hanya diminta melingkari/mencoret
huruf B atau S tanpa memberikan jawaban yang betul
b). Petunjuk penyusunan tes benar salah
(1). Tuliskan huruf B-S didepan masing-masing pernyataan, agar
mudah bagi testee dalam memberikan jawaban, dan mudah juga
bagi tester dalam mengoreksi.
(2). Jumlah butir soal hendaknya antara 10-20 soal.
(3). Jumlah butir soal yang jawabannya benar sebaiknya seimbang
dengan butir soal yang jawabannya salah.
(4). Hindari kata-kata yang menunjukkan kecenderungan memberi
saran seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan,
misalnya : semuanya, tidak selalu, tidak pernah, dan sebagainya.
(5). Hindari pernyataan yang susunan kalimatnya persis dalam bahan
tes.
(6). Butir-butir soal yang jawabannya benar sebaiknya tidak
mempunyai corak yang berbeda dari soal yang jawabannya salah
(7). Hindari item yang masih bisa diperdebatkan. 19
c). Kelemahan dan Kelebihan
(1). Kelebihan tes benar salah.
(a). Mudah dalam menyusun atau pembuatannya mudah.
(b). Dapat digunakan berulang kali.
(c). Tidak terlalu banyak memakan lembaran kertas/tempat
karena biasanya.
(d). Pertanyaan-pertanyaannya singkat saja.
(e). Mampu mencakup bahan pelajaran yang luas.
(f). Bagi testee, cara mengerjakannya mudah
(g). Bagi tester, cara mengkoreksinya juga mudah
(h). Dapat dilihat secara cepat dan objektif.
19
Suharsimi Arikunto, op. cit. hal, 182.
(2). Kelemahan tes benar-salah
(a). Sering membingungkan bagi mereka yang tidak mengetahui
secara pasti.
(b). Lebih mendorong peserta tes untuk menebak jawaban,
khususnya ketika ia tidak mengetahui jawabannya. Sebab,
kemungkinan untuk benar sebanding dengan kemungkinan
untuk salah.
(c). Ada kecenderungan terlalu menguji kemampuan aspek
ingatan.
(d). Ada kecenderungan mendidik berpikir “hitam-putih”,
padahal kebanyakan hasil belajar bukanlah sesuatu yang
memiliki kebenaran absolut.
(e). Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan dengan
kemungkinan benar atau salah.
(f). Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar yang
menyeluruh.
(g). Tidak dapat mengukur semua tujuan
pembelajaran/kompetensi yang lebih menekankan pada
pendemonstrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu
yang ekspresif
(h). Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari
segi domain maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya
domain afeksi dan motorik.
(i). Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan
berbagai konsep atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu
pikiran utama.
(j). Mudah ditebak atau diduga.
d). Cara mengolah skor20
(1). Dengan denda
S = R-W
S = Skor yang diperoleh
R = Right (jawaban yang benar)
W = Wrong (jawaban yang salah)
Contoh :
Jumlah soal tes = 100 butir soal. Ahmad dapat menjawab
dengan betul sejumlah 70 butir soal, jawaban yang salah
berjumlah 25 butir soal dan 5 butir soal tidak dikerjakan. Maka
skor untuk Ahmad adalah :
70 – 25 = 45
Kelebihan system denda akan mengurangi kemungkinan
peserta tes untuk berspekulasi (untung-untungan) dalam
menjawab soal tes, namun kelemahannya ada kemungkinan
seorang peserta memperoleh skor negatif.
(2). Tanpa denda
S= R
Hanya dihitung yang betul, untuk soal yang tidak
dikerjakan bernilai 0 apabila jawaban Ahmad dalam contoh di
atas menggunakan sistem tanpa denda, maka Ahmad memperoleh
skor = 70.
Kekurang sistem tanpa denda adalah mendorong peserta
tes untuk berspekulasi (untung-untungan) dalam menjawab soal
tes, namun kelebihannya adalah tidak ada peserta tes yang
memperoleh skor negatif.
Contoh soal
20
Suharsimi Arikunto, loc.it. hal.182.
4. Tes Isian(Completion Test)
a). Pengertian completion test
Tes isian adalah suatu bentuk tes dimana butir soal suatu
kalomat pada bagian-bagian tertentu yang dianggap penting
dikosongkan dan belum sempurna, sehingga peserta didik diminta
untuk melengkapi dengan benar. Sering dikenal dengan istilah tes
melengkapi atau menyempurnakan. Ciri-cirinya:
(1). Terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah
dihilangkan.
(2). Bagian-bagian yang dihilangkan itu diisi dengan titik-titik (…..).
(3). Titik-titik itu harus dilengkapi/diisi/disempurnakan oleh testee
dengan jawaban.
b). Petunjuk penyusunan
(1). Pertanyaan atau pernyataan soal harus ditulis dengan hati-hati
sehingga dapat dijawab dengan hanya satu jawaban yang pasti
Kurang baik:
Sapi adalah hewan…
Komentar: Jawaban pelengkap terhadap aiteini sangat banyak
yang dianggap benar, tergantung bagaimana siswa
menangkap maksud item, yang sangat mungkin
tidak sesuai dengan keinginan penulis item.
Walaupun penulis item menghendaki satu jawaban
yang benar, akan tetapi jawaban seperti “berkaki
empat”, “pemakan rumput”, “berguna”, “jinak”,
dan sebagainya, semuanya tidak dapat disalahkan.
Lebih baik:
Makanan sapi adalah…
(2). Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama
panjang.
(3). Diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan
mempunyai lebih dari satu tempat kosong.
(4). Jangan mulai dengan tempat kosong
misalnya:
Asam nukleat adalah…… (lebih baik)
……adalah asam nukleat (kurang baik)
(5).Sebaiknya rumuskan jawabannya lebih dahulu baru
kemudian menulis pertanyaannya.
(6). Petunjuk ini sesuai dengan sifat item tipe jawaban
melengkapi yang memang memusat pada jawaban yang
diinginkan. Dengan menulis pertanyaan sambil
memperhatikan jawaban yang kita kehendaki maka dapat
dijaga bahwa hanya akan ada satu jawaban yang layak
diberikan terhadap item.
(7). Gunakan pertanyaan lagsung, kecuali bilamana model
kalimat tak selesai akan memungkinkan jawaban yang
lebih jelas.
Baik:
Makhluk hidup membutuhkan makan untuk…
(8). Usahakan agar dalam pertanyaan tidak terdapat petunjuk
yang mungkin digunakan oleh subjek dalam jawaban item
Kurang baik:
Mesin uap dijalankan oleh mesin yang digerakkan oleh
tenaga……..
Komentar: untuk mengetahui jawaban pertanyaan seperti
demikian ini, seseorang yang tidak belajar dapat
memanfaatkan kata-kata yang memberi petunjuk.
Karena namanya mesin uap, tentu saja digerakkan
oleh tenaga uap.
(9). Jangan menggunakan kata atau kalimat yang langsung
dikutip dari buku.
Kurang baik:
Jumlah skor dibagi oleh banyak skor adalah…
Komentar: Kalimat di atas tidak lebih daripada kutipan
batasan pengertian harga rata-rata atau mean.
Pertanyaan demikian itu hanya mengungkap
kemampuan menghafal dan tidak mengukur
pengertian.
Lebih baik:
Lima orang siswa mempunyai 270 permen. Rata-rata permen
yang dimiliki seorang siswa adalah…
c). Tes bentuk isian digunakan pada tes objektif apabila:21
(1). Kelompok yang akan dites banyak dan tesnya akan digunakan
lagi berkali-kali.
(2). Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya.
(3). Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif daripada tes
bentuk esai.
(4). Hanya menggunakan waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan
dengan waktu yang digunakan umtuk menyusun tes.
d). Tes bentuk isian digunakan pada tes subjektif apabila:22
(1). Kelompok yang akan dites kecil, dan tes itu tidak akan digunakan
berulang-ulang.
(2. Tester (guru) ingin menggunakan berbagai cara untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam bentuk tertulis.
(3). Guru ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap-sikap siswa
daripada hasil yang telah dicapai.
(4). Memiliki waktu yang cukup banyak untuk menyusun tes.
e). Kelemahan dan Kelebihan tes jawaban melengkapi
(1). Kelebihan tes jawaban melengkapi.
(a). Relatif mudah dikonstruksi apabila jawabannya sudah pasti.
(b). Hasil-hasil pengetahuan dapat diukur secara jelas.
21
Ibid., hal, 192.,
22
Ibid., hal, 180.
(c). Mampu menguji sebagian besar pokok bahasan dalam waktu
relatif singkat.
(d). Cocok untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah
sederhana dalam bidang matematika.
(f). Peserta tes harus mengisi jawaban, bukan memilih jawaban.
(g). Tes model ini mudah dalam penyusunannya
(h). Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan
beragam, maka persyaratan komprehensif dapat dipenuhi
oleh tes model ini23
(2). Kelemahan tes jawaban melengkapi
(a). Penilaian menjemukan dan memerlukan banyak waktu.
(b). Kurang dapat menguji semua tingkat kemampuan hasil
belajar, karena keterbatasan jawaban satu kata, frasa, angka,
atau formula.
(c). Relatif sulit dikonstruksi apabila jawabannya tidak pasti.
(d). Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari
segi domain maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya
domain kognisi dan afeksi.
(e). Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan
berbagai konsep atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu
pikiran utama.
(f). Tidak cocok mengukur hasil belajar yang mengungkapkan
pikiran dalam bentuk tulis sesuai dengan gaya pikir dan gaya
bahasa sendiri.
(g). Karena pembuatannya mudah, maka tester sering menjadi
kurang berhati-hati dalam menyusun kalimat-kalimat soalnya
f). Cara mengolah skor
S= R (sama dengan bentuk matching)
23
Anas Sudijono, op. cit. hal, 117.
Contoh soal
1. Asam nukleat disebut juga…
2. Ikan bernapas menggunakan..…
24
Suharmi Arikunto, op. cit. hal, 193.
sikap, mulai dari sangat negatif sampai dengan sangat
positif.Penentuan lokasi itu dilakukan dengan mengkuantifikasi
pernyataan seseorang terhadap butir pernyataan yang disediakan.
Skala Linkert menggunakan skala dengan lima angka. Skala 1
(satu) berarti sangat negatif dan skala 5 (lima) berarti sangat positif.
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh
pilihan respons yang menunjukkan tingkatan. Contoh pilihan respons:
Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran Fisika
Tabel 4.1
(Skala Likert: Minat terhadap pelajaran Fisika
1. Pelajaran fisika bermanfaat SS S TS STS
1. Pelajaran fisika sulit
1. Tidak semua harus belajar fisika
1. Sekolah saya menyenangkan
Keterangan:
SS = sangat setuju
S = setuju
R = ragu-ragu
TS = tidak setuju
STS = sangat tidak setuju
b. Skala pilihan ganda
Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda, yaitu
suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternative pendapat.25
Contoh
Dalam suatu upacara bendera:
1). Setiap peserta harus khidmat mengikuti jalannya upacara tanpa
kecuali.
2). Peserta diperbolehkan berbicara asal dalam batas-batas tertentu
dan tidak mengganggu jalannya upacara.
25
Suharmi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2, (Jakarta: Bumi Aksara,
2016), hal.195
c. Skala Thurstone
Skala Thurstone merupakan skala mirip descriptive graphic rating
scale karena merupakan suatu instrumen yang responsnya dengan
memberi tanda tertentu pada suatu kontinum baris. Pada descriptive
graphic rating, skala terdiri dari 5 tingkatan, sedangkan pada skala
Thurstone jumlah skala yang digunakan berkisar antara 7 sampai 11.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
A B C D E F G H I J
K
Very favourable neutral very unfavourable
Pernyataan yang diajukan kepada responden di sarankan oleh
Thurstone kira-kira 10 butir, tetapi tidak kurang dari 5 butir.
d. Skala Guttman
Skala ini berupa sederetan pernyataan opini tentang sesuatu
objek secara berurutan.Responden diminta untuk menyatakan
pendapatnya tentang pernyataan itu (setuju atau tidak setuju). Bila ia
setuju dengan pernyataan pada nomor urut tertentu, maka diasumsikan
juga setuju dengan pernyataan sebelumnya dan tidak setuju dengan
pernyataan sesudahnya.
Contoh:
a. Saya mengizinkan adik saya bermain ke tetangga.
b. Saya mengizinkan adik saya pergi ke mana ia mau.
c. Saya mengizinkan adik saya pergi kapan saja dan ke mana saja.
b. Adik saya bebas pergi ke mana saja tanpa minta izin terlebih
dahulu.
Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang
berurutan sehingga bila responden setuju pernyataan “b”, diasumsikan
setuju “a”.selanjutnya jika resonden setuju dengan pernyataan nomor
“c”, berarti setuju pernyataan “a” dan “b”.
e. Semantic Differensial
Instrument yang disusun oleh Osg Ood dan kawan-kawan ini
mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi – dimensi yang
ada diukur dalam kategori : menyenangkan-membosankan, sulit-
mudah, cepat-lambat, atau aktif-pasif, baik-tidak baik, kuat-lemah,
berguna-tidak berguna. Dalam buku Osgood dikemukakan adanya 3
faktor untuk menganalisis skalanya :
1). Evaluation (baik-buruk)
2). Potency (kuat-lemah)
3). Activity (cepat-lambat)
4). Familiriality (tambahan Nunally)
Contoh :
Main music
Baik 1 2 3 4 5 6 7 Tidak baik
Berguna 1 2 3 4 5 6 7 Tidak berguna
Aktif 1 2 3 4 5 6 7 Pasif
Cara ini dapat digunakan untuk mengetahui minat atau
pendapat siswa mengenai sesuatu kegiatan atau topic dari suatu mata
pelajaran.
f. Pengukuran minat
Disamping menggunakan skala seperti dicontohkan diatas,
minat juga dapat diukur dengan cara seperti dibawah ini :
1). Mengunjungi perpustakaan:
SS S B AS TS STS
2). Sandiwara:
SS S B AS TS STS
Pilihan : senang sampai dengan sangat tidak senang dapat
ditentukan sendiri. Boleh juga diteruskan sampai 11 skala.
5. Teknik Penskoran Pengukuran Afektif
Misalnya dari instrumen untuk mengukur minat peserta didik yang
telah berhasil dibuat ada 10 butir. Jika rentangan yang dipakai adalah 1
sampai 5, maka skor terendah seorang peserta didik adalah 10, yakni 10 x
1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian,
mediannya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. Jika dibagi menjadi 4
kategori, maka skala 10-20 termasuk tidak berminat, 21-30 kurang
berminat, 31-40 berminat, dan skala 41-50 sangat berminat.
26
Iin Nurbudiyani. Pelaksanaan Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor
pada Masa Pembelajaran IPS Kelas III SD Muhammadiyah Palangkaraya. Pedagogik Jurnal
Pendidikan. 2013. Vol.8. No 3
a. Kemampuan otot lurik, sasaran kemampuan otot lurik menuntut siswa
untuk menggunakan tubuhnya melakukan kerja fisik dalam parameter
terinci tertentu (misalnya, waktu, berat dan jarak).
b. Kemampuan melakukan keterampilan khusus, sasaran kemampuan
melakukan keterampilan khusus menuntut siswa untuk memanfaatkan
kemampuan otot lurik untuk melaksanakan proses fisik tertentu.
c. Untuk pengukuran yang terakhir ini harus diperinci antara lain: cara
memegang, cara meletakkan/menyelipkan kedalam ketiak atau mulut,
cara membaca angka, cara mengembalikan ke dalam tempatnya dan
sebagainya. Ini semua tergantung kehendak kita, asal tujuan
pengukuran dapat tercapai.
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara pengukuran hasil belajar
psikomotor. Zainal Arifin (1991) Menjelaskan bahwa hasil belajar
keterampilan dapat diukur melalui:
a. Pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama
proses pembelajaran praktik berlangsung.
b. Sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes
kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan
sikap.
c. Beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam
lingkungan kerjanya.
Dibawah ini diberikan skema untuk mendapatkan gambaran global
tentang ranah psikomotorik:
27
Suharmi Arikunto. Op. cit. hal, 198.
Nama : …………………………………………….
Kelas : …………………………………………….
Petunjuk:
Berilah skor untuk setiap aspek kinerja yang sesuai dengan ketentuan
berikut:
(4) bila aspek tersebut dilakukan dengan benar dan cepat
(3) bila aspek tersebut dilakaukan dengan benar tapi lama
(2) bila aspek tersebut dilakukan selesai tetapi salah
(1) bila dilakukan tapi tidak selesai
( 0 = tidak ada usaha)
No Aspek yang dinilai Skor
4 3 2 1
1. Berdiri tegak menghadap penonton
2. Mengubah ekspresi wjah sesuai dengan
pernyataan
3. Berbicara dengan kata-kata yang jelas
4. Tidak mengulang-ulang pernyataan
5. Berbicara cukup keras untuk didengar penonton
2
𝑃𝑖 (2) = --- = 0,20.
10
Keterangan:
PT = Proporsi siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi .
PR = Proporsi siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan rendah.
∑TB = Jumlah peserta yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi.
∑T = Jumlah kelompok siswa yang mempunyai kemampuan tinggi .
∑RB = Jumlah peserta yang menjawab benar pada kelompok siswa yang
mempunyai kemampuan rendah .
∑R = Jumlah siswa yang mempunyai kemampuan rendah .
Sebagai sebuah penjelasan di berikan contoh sebagai berikut :
Sebanyak 10 orang mengikuti uji coba THB berbentuk objektif dengan
hasil sebagai berikut:
Butir soal
Siswa Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
B 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 3
C 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8
D 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9
E 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 4
F 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9
G 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 5
H 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 3
I 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2
J 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
Perhitungan DB dapat di lakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menentukan suswa kelompok atas dan bawah. Kelompok atas adalah
setengah kelompok siswa (5 orang) yang mamperoleh skor terendah.
Penentuan kelompok atas dan kelompok bwah dapat di sajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 5. 3
(Penentuan kelompok atas dan kelompok bawah)
Kelompok atas Kelompok bawah
Siswa Skor Siswa Skor
A 10 B 3
C 8 E 4
D 9 G 5
F 9 H 3
J 10 I 2
Kelompok bawah
Butir soal
Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
B 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0
E 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1
G 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0
H 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1
I 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 1 4 1 2 2 2 1 1 2 2
3. Menghitung DB
DB dihitung sebagai mana rumusnya sebagai berikut:
a. Butir 1
5 1 4
DB (1) = - = = 0,80
5 5 5
b. Butir 2
2 4 2
DB (2) = - = = - 0,40
5 5 5
Sebuah butir THB yang baik adalah butir soal yang mempunyai
DB positif dan signifikan. DB akan positif apabila jumlah siswa
kelompok atas yang dapat menjawab dengan benar lebih banyak dari
pada jumlah siswa kelompok bawah. DB yang signifikan dimaksudkan
sebagai mempunyai indexs minimal +0,30 yang artinya pada butir
yang baik jumlah siswa kelompok atas yang dapat menjawab benar
minima l30% lebih banyak dari pada jumlah siswa kelompok bawah
yang dapat menjawab benar.
Nilai DB akan merentang antara -1,00 hingga +1,00. Dengan
mengambil contoh soal diatas, beberapa kondisi ekstrim dapat di
jelaskan sebagai berikut:
a. Bila semua siswa kelompok atas dapat menjawab benar dan semua
siswa kelompok bawah menjawab salah, makaDB akan +1,00.
5 0
DB = - = + 1,00
5 5
b. Bila semua siswa kelompok atas dapat menjawab salah dan semua
siswa kelompok bawah menjawab benar, maka DB -1,00.
0 5
DB = - = - 1,00
5 5
c. Bila baik siswa kelompok atas maaupun kelompok bawah dpat
menjawab dengan benar maka DB akan 0,00.
5 5
DB = - = 0,00
5 5
0 0
DB = - = 0,00
5 5
Dari sebaran jawaban tersebut, penghitungan skor uji coba dan analisis
butir dapat diringkaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5.6
(Perhitungan skor)
Butir soal
Siswa Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 6
B 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 4
C 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 5
D 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 4
E 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 3
F 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 6
G 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 4
H 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 6
I 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 2
J 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 6
ΣB 4 7 2 4 3 3 5 6 7 5
TK 0,40 0,70 0,20 0,40 0,30 0,30 0,50 0,60 0,70 0,50
-
DB 0,40 0,60 0 0 0,20 0,60 0 0,60 0,20
0,20
EP E TE E E E E E E E E
Keterangan:
SB = Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir ke-I
TK = Tingkat kesukaran
DB = Daya beda
EP = Efektivitas pengecoh
E = Efektif
TE = Tidak efektif
Bila ditetapkan kriteria untuk memberikan penelitian butir adalah sebagai
berikut:
a. TK butir harus sedang yaitu antara 0,33 sampai 0,66
b. DB harus tinggi yaitu minimal +0,30
c. Pengecoh paling tidak seorang siswa ada yang memilih.
Berdasarkan ringkasan analisis butir pada tabel di atas dan kriteria
penilaian butir yang baik maka dapat ditarik kesimpulan:
a. Butir 3, 5 dan 6 terlalu sukar
b. Butir 3, 4, 5, 6, 8, dan 10 tidak mampu membedakan kemampuan siswa
kelompok atas dan bawah.
c. Pada butir 2 pengecoh A tidak efektif.
4. Hubungan Saraf Kesukaran dan Daya Pembeda
Indeks daya beda butir soal dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
sebuah butir baik atau tidak baik. Butir soal yang baik adalah butir soal yang
mempunyai indeks daya beda lebih dari 0,2. Hal penting yang juga harus
diperhatikan dalam menganalisis empirik butir soal adalah kemampuan distraktor
atau alternatif jawaban yang disediakan menarik peserta tes untuk memilihnya.
Jangan sampai tidak seorang peserta tes-pun memilih alternatif jawaban yang
disediakan. Nitko (1996) mengatakan distraktor dikatakan berfungsi manakala
paling tidak dipilih oleh seorang peserta tes dari kelompok rendah. Pemilih dari
kelompok rendah harus lebih banyak daripada kelompok atas. Distraktor juga
dapat dikatakan berfungsi manakala peserta tes (siswa) dari kelompok atas dapat
membedakan antara distraktor dan kunci jawaban sehingga yang memilih kunci
jawaban lebih banyak daripada yang memilih distraktor.
0.5
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
Tingkat kesulitan
A. Kesimpulan
Tes subjektif pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk
adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat
pembahasan atau uraian kata-kata. Tes Obyektif adalah tes yang dalam
pemeriksaannya dapat dilakukan secara obyektif, yang terdiri dari butir-butir
soal yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau
lebih) diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada
pasangan masing-masing items, atau dengan jalan menuliskan jawabannya
berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang
telah disediakan untuk masing-masing butir item yang bersangkutan. Adapun
jenis-jenisnya meliputi bentuk tes benar-salah (true-false), menjodohkan
(matching test, bentuk melengkapi (completion), dan bentuk pilihan ganda
(Multiple Choice Item Test). Dalam bentuk tes pilihan ganda sendiri terdapat
beberapa model, antara lain model melengkapi lima pilihan, melengkapi
berganda, model asosiasi empat atau lima pilihan, model analisis hubungan
antar hal, model analisis kasus, model hubungan dinamik, model hal kecuali,
dan model pemakaian diagram, grafik, peta, atau gambar. Dari jenis-jenis soal
diatas, masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan yang saling
melengkapi satu sama lain.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi,
dan nilai. Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif
adalah : Skala Likert, skala pilihan ganda, skala Thurstone, skala Guttman,
Semantic Differensial, pengukuran minat. Pengukuran ranah psikomotor
dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun
biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran
ranah kognitif sekaligus
Analisis soal antara lain bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-
soal yang baik, kurang baik, soal yang jelek. Dengan analisis soal dapat
diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk
mengadakan perbaikan. Dalam analisis soal ada beberapa hal yang penting
yaitu mencari taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal.
B. Saran
Sebagai manusia biasa setiap orang pasti mempunyai kekurangan dan
kelebihan, diantaranya adalah pola pikir tiap individu yang berbeda-beda, ada
yang cerdas, pintar dan kurang pintar, untuk itu dalam suatu lembaga
pendidikan hal inilah yang sangat diperhatikan. Cara pengukuran pola pikir
yang dilakukan lembaga pendidikan (sekolah) yaitu melalui tes. tes-tes yang
diberikan oleh pendidik harus mempunyai bobot soal yang dianggap baik, dan
soal-soal itu harus benar-benar diperhatikan cara penyusunannya.
DAFTAR PUSTAKA