Anda di halaman 1dari 3

A.

Hubungan Rhizopoda dengan Air Minum


Rhizopoda bergerak dengan kaki palsu (pseudopodia). Rhizopoda pada
umumnya hidup bebas di alam, namun ada pula yang hidup sebagai parasit di tubuh
hewan dan manusia. Rhizopoda yang hidup parasit dapat menyebabkan penyakit.
Rhizopoda yang hidup bebas di alam dapat ditemukan di air laut, air tawar, tanah yang
basah, atau tempat yang berair dan lembap. Beberapa Rhizopoda dapat membentuk
kista bila kondisi lingkungan memburuk, misalnya Amoeba sp.
Berdasarkan tempat hidupnya Amoeba dibedakan menjadi :
a. Ektamoeba
Hidup di luar tubuh organisme (hidup bebas). Misalnya Amoeba proteus
b. Entamoeba
Hidup di dalam organisme , misalnya manusia: contohnya Entamoeba
histolityca, yang hidup di dalam usus halus manusia, bersifat parasit dan
menyebabkan penyakit perut (Disentri). Entamoeba coli, hidup dalam colon (usus
besar manusia). Amoeba ini tidak bersifat parasit , tetapi kadang-kadang dapat
menyebabkan buang air besar terus-menerus. Entamoeba ginggivalis, hidup dalam
rongga mulut dan menguraikan sisa-sisa makanan, sehingga merusak gigi dan gusi.
 Contoh Rhizopoda
1) Amoeba proteus, hidup di tanah basah dan tidak memiliki cangkang (terbuka).
2) Entamoeba gingivalis, hidup pada gusi dan gigi manusia dengan memakan sisa-
sisa makanan di sela-sela gigi dan dapat menyebabkan kerusakan gigi dan radang
gusi.
3) Entamoeba coli, hidup di usus besar (kolon), tidak bersifat parasit, tetapi kadang-
kadang menyebabkan diare.
4) Entamoeba histolytica, hidup parasit di usus manusia dan menyebabkan penyakit
disentri. Organisme ini menyebar melalui makanan, air minum, dan peralatan
makan yang terkontaminasi protozoa tersebut dalam bentuk kista maupun dalam
bentuk sel aktif.
5) Difflugia, hidup di air tawar, mengeluarkan lendir yang menyebabkan butir-butir
pasir halus dapat melekat.
6) Arcella, hidup di air tawar. Cangkang Arcella tersusun dari zat kitin atau
fosfoprotein. Cangkang tubuh bagian atas berbentuk kubah, sedangkan bagian
bawah berbentuk cekung dengan lubang-lubang sebagai tempat keluarnya
pseudopodia.
7) Foraminifera hidup di tumpukan pasir atau melekat pada plankton, ganggang, dan
batuan. Pseudopodia berupa untaian sitoplasma yang berfungsi untuk berenang,
menangkap mangsa, dan membentuk cangkang. Sekitar 90% Foraminifera telah
menjadi fosil, cangkangnya merupakan komponen sedimen lautan. Fosil
Foraminifera digunakan sebagai marker (penanda) umur batuan sedimen dan
petunjuk dalam pencarian sumber minyak bumi. Contoh Foraminifera
adalah Globigerina.\
8) Radiolaria, hidup di laut, cangkang serupa gelas, dengan bentuk yang berbeda-beda
pada setiap spesies. Radiolaria yang sudah mati akan mengendap di dasar perairan
menjadi lumpur radiolaria. Lumpur radiolaria dimanfaatkan sebagai bahan alat
penggosok dan bahan peledak. Contohnya Colosphaera dan Acanthometron.
9) Heliozoa (hewan matahari), hidup di air tawar. Pseudopodia Heliozoa bersifat
kaku. Cangkangnya mengandung kitin atau silika seperti kaca.
 Pencegahan Infeksi Parasit
Infeksi parasit dapat terjadi di mana pun. Oleh karena itu, penting sekali
melakukan upaya pencegahan guna menurunkan risiko terinfeksi parasit, antara lain
dengan:
1) Mencuci tangan hingga bersih, terutama setelah menyentuh makanan mentah atau
buang air besar.
2) Memasak makanan sampai matang sempurna.
3) Mengonsumsi air dalam kemasan.
4) Berhati-hati jangan sampai tertelan air dari sungai, kolam, atau danau.

B. Hubungan Ascaris Lumbricoides dengan Air Minum


Ascaris lumbricoides adalah nama latin dari cacing gelang yang hidup di usus
manusia. Cacing ini merupakan penyebab penyakit ascariasis alias cacingan pada
manusia. Ascaris termasuk parasit dalam tubuh manusia dari jenis roundworms.
Cacing ini seringnya berada pada lingkungan yang tidak bersih dan tinggal di wilayah
yang beriklim hangat.
Parasit ascaris lumbricoides keberadaannya berada di dalam air buangan bersamaan
dengan viral pathogen dan protozoan parasites, menjadi perhatian dalam hal
pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Bentuk telurnya merupakan tahap infeksi
dari parasit helminth; mereka keluar bersama dengan kotoran dan menyebar melalui air
buangan, tanah atau makanan. Telur ini sangat tahan terhadap tekanan lingkungan dan
terhadap khlorinasi dalam pengolahan air buangan.
Pada tahun 2012 di Seoul, Korea Selatan, Eun-Joo Cho dkk melakukan penelitian
berupa deteksi kista Cryptosporodium Sp pada sumber air di satu kompleks apartemen
setelah terjadi outbreak 124 kasus cryptosporidiosis. Penelitian tersebut mendapatkan
hasil bahwa seluruh sampel air positif kista Cryptosporodium Sp. dengan faktor risiko
berupa jarak tangki septik yang hanya berjarak 1 m dari tempat penampungan air.
Berdasarkan penelitian tersebut, pencemaran air PDAM oleh Entamoeba Sp juga dapat
diakibatkan karena jarak pipa distribusi atau bak penampungan air PDAM yang sangat
dekat dengan tangki septik sehingga apabila terjadi kebocoran sangat berisiko untuk
langsung terkontaminasi patogen. Telur cacing hanya ditemukan pada satu sumur gali
yang tidak terlindungi sehingga memiliki risiko terkontaminasi sangat tinggi. Menurut
studi yang dilakukan di Argentina, sumber air yang tergolong unimproved secara
signifikan berkorelasi dengan infeksi melalui oral terutama A. lumbricoides and T.
trichiura. Sumur gali yang terkontaminasi telur cacing ini selain digunakan untuk
keperluan mandi-cuci-kakus juga merupakan sumber air minum dan masak sehingga
pengolahan air sebelum dikonsumsi sangat diperlukan, selain itu upaya perbaikan fisik
sumur sangat diperlukan untuk menghilangkan risiko terkontaminasi terutama dari
lapisan tanah di sisi dan dasar sumur.
Di dalam siklus kehidupan cacing ini , pada saat fase larva dapat berpindah ke
paru-paru dan menyebabkan pneumonitis. Penyakit ini dapat terjangkit dengan cara
terkena hanya beberapa telur. Individu yang terinfeksi mengeluarkan sejumlah
besar telur, dan setiap Ascaris betina dapat menghasilkan hampir 200.000 telur per
hari. Telur-telur ini menggumpal dan dapat dihilangkan dengan cara sedimentasi
pada proses pengolahan air buangan. Walaupun dapat dihilangkan secara efektif
dengan proses lumpur aktif, telur-telur ini tahan terhadap khlor.
 Pencegahan Ascariasis
1) Infeksi ascariasis dapat dicegah dengan menjaga kebersihan. Sejumlah cara
sederhana untuk mencegah ascariasis adalah:
2) Selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun tiap sebelum makan,
sebelum memasak dan menyediakan makanan, setelah buang air besar, dan
setelah menyentuh tanah.
3) Cuci buah dan sayuran hingga bersih sebelum dikonsumsi.
4) Pastikan masakan benar-benar matang sebelum dikonsumsi.
5) Usahakan hanya minum air dalam kemasan yang masih disegel ketika
bepergian. Jika tidak tersedia, masaklah air hingga mendidih sebelum
meminumnya.

Raksanagara, A, dkk ,2017. DETEKSI ENTAMOEBA SP. DAN TELUR CACING


PADA SUMBER AIR BERSIH DI WILAYAH KUMUH
PERKOTAAN DI KOTA BANDUNG. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas diterbitkan oleh: Program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas. http://jurnal.
m.unand.ac.id/index.php/jkma/
Maryani Lidya, 2010. Epidemiologi Kesehatan.. Yogyakarta:Graha Ilmu.
Gandahusaha Srisasi, 2000. Parasitologi Kedokteran, Jakarta:Gaya Baru

Anda mungkin juga menyukai