Anda di halaman 1dari 9

Hampir setiap bagian dari anatomi burung termodifikasi dalam beberapa

hal untuk meningkatkan kemampuan terbang. Burung memiliki struktur tulang


internal yang menyerupai sarang lenah, yang membuat mereka kuat namun
ringan. Adaptasi lain dalam mengurangi berat burung yaitu tidak adanya beberapa
organ, seperti pada burung betina yang memiliki satu ovarium (Campbell et al.,
2003). Selain itu, adaptasi untuk mengurangi bobot kepala yaitu dengan tidak
adanya gigi. Hal tersebut merupakan adaptasi penurunan berat badan untuk
terbang, karena gigi memerlukan dukungan tulang rahang yang berat (Gill, 2006).
Burung memiliki paruh yang merupakan ciri khas hewan tersebut. Paruh
burung terbentuk dari keratin yang terbukti sangat adaptif selama evolusi burung.
Paruh burung terdapat dalam beragam bentuk yang sesuai jenis makanan yang
berbeda (Campbell et al., 2003).

Beragam jenis paruh burung disajikan dalam gambar 2.1

Gambar 2.1 Bentuk paruh burung


(a) Bentuk paruh burung pemangsa
(b) Bentuk paruh pemakan invertebrata kecil
(c) Bentuk paruh pemakan ikan
(d) Bentuk paruhnya bersilang untuk pemakan biji pinus
(e) Bentuk paruh pemakan biji bijian
Burung memiliki bentuk anatomi kaki yang berbeda untuk setiap jenis.
Kaki burung digunakan untuk bergerak, mendapatkan makanan, atau membangun
sarang. Burung dengan habitat tanah memiliki kaki yang kuat, burung petengger
memiliki kaki yang disesuaikan untuk bertengger, burung perenang memiliki kaki
berselaput, burung rawa memiliki kaki panjang, burung pemangsa seperti elang
memiliki kaki yang sangat kuat dengan cakar yang tajam untuk mengangkat dan
menerkam hewan lain (Gambar 2.2) (Hegner and Stiles, 1959). Contoh lain yaitu
burung dengan kaki yang kecil dan pendek untuk terbang seperti burung layang-
layang (Gill, 2006)

Gambar 2.2 Jenis kaki burung yang menunjukan habitatnya.


(a). Untuk menerkam mangsa
(b) untuk menggaruk di tanah
(c) Untuk menerkam mangsa
(d) Jari kaki untuk berenang
(e) Kaki berselaput untuk berjalan di air
(f) bertenggar

Burung mengeluarkan suara yang dihasilkan oleh tekanan udara yang masuk
melalui syrinx. Pengetahuan tentang suara burung sangat membantu dalam
mempelajari burung, karena seseorang dapat mendengar beragam suara dari
berbagai jenis burung dibandingkan dengan melihatnya. Suara burung berfungsi
untuk memperingatkan bahaya, untuk mempertemukan burung dalam kelompok,
komunikasi, menarik pasangan dan mengumumkan wilayah bersarang (Hegner
and Stiles, 1959).

Burung jantan dan betina menunjukan perbedaan antara sifat-sifat kelamin


skunder yang dikenal sebagai dimorfisme seksual. Dimorfisme seksual dinyatakan
sebagai perbedaan ukuran, umumnya hewan jantan berukuran lebih besar dan
perbedaan warna pada burung jantan. Kasus dimorfisme seksual diantara
vertebrata burung yaitu hewan jantan memiliki bulu yang lebih mencolok
dibandingkan dengan hewan betina (Campbell et al., 2003)

2.Kelompok Makan

Boer (1994) mengelompokan jenis burung berdasarkan jenes makanan dan


cara burung tersebut mencari makan, sebagai berikut:

a. Arboreal Foliagen Gleaning Insectivore (AFGI), yaitu jenis burung pemakan


serangga yang mencari mangsanya di daerah berdaun.

b. Arboreal Foliage Gleaning Insectivore/Frugivore (AFGI/F), yaitu jenis burung


pemakan serangga dan buah-buahan yang mencari mangsanya di daerah/berdaun.

c. Terrestrial Insectivore (TI), yaitu jenis burung pemakan serangga hidup dilantai
hutan.

d. Terrestrial Insectivore/Ffugivore (TI/F), yaitu jenis burung pemakan serangga


dan buah-buahan yang hidup di lantai hutan.

e. Terrestrial Frugivore (TF), yaitu jenis burung pemakan tanaman/buah-buahan


yang hidup di lantai hutan.

f. Aerial Isectivore (AI), yaitu jenis burung pemakan serangga yang mencari
makan pada saat terbang (diudara).

g. Arboreal Frugivore (AF), yaitu jenis burung pemakan buah yang hidup pada
tajuk pohon.
h. Arboreal Frugivore (AF/P), yaitu jenis burung pemakan buah-buahan dan
sering jadi predator bagi binatang-bintang kecil yang hidup pada tajuk pohon.

i. Nectarivore/Insectivore (NI), yaitu jenis burung pemakan nectar dan serangga.

j. Nectarivore/Insectivore/Frugivore (NIF), yaitu jenis burung pemakan


nectar,serangga, dan buah-buahan.

k. . Nectarivore/Frugivore (NF), yaitu jenis burung pemakan nectar dan buah-


buahan.

l. Insectivore/Pisctivore (I/P), yaitu jenis burung pemakan serangga dan ikan

m. Sallying Insectivore (SI), yaitu jenis burung pemakan serangga yang


menangkap mangsanya di udara setelah menunggu beberapa lama

n. Sallying Substreal Gleaning Insectivore (SSGI), yaitu jenis burung pemakan


serangga yang menangkap mangsanya di daerah berdaun setelah menunggu
beberapa lama.

o. Bark Gleaning Insectivore (BGI), yaitu jenis burung pemakan serangga yang
mencari mangsanya di balik kulit kayu.

p. Raptor (R), yaitu jenis burung pemakan binatang (predator murni)

2. Status Konservasi

Menurut Dewi (2005) dalam Ade (2005) mengatakan bahwaburung adalah


bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari
kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya. Menurut Shannaz dkk
(1995) pada saat ini ada 1.111 jenis burung (11% dati jumlah burung di dunia )
yang secara global terancam punah, di tambah dengan 11 jenis (0,1%) di
katagorikan tegantung dalam tergantung aksi konserfasi , 66 jenis (1%) kurang
data, dan 877 jenis (9%) mendekati terancam punah

(Near-threatened) Dengan kata lain, lebih dari seperlima dari semua jenis
burung yang ada di dunia perlu untuk mendapatkan perhatian
Menurut Sukmantoro dkk,(2007) dalam Sukandar dkk.(2006) terdapat 3
katagori status perlindungan yang berlaku di wilayah Indonesia , yaitu:

a. Status terancam punah menurut IUCN (International Union for Conservation of


Nature and Natural Resources) yang mengacuh pada Redlist IUCN (2007) yang
meliputi CR= Criticall Endangered (sangat terancam punah);EN=Endangered
(terancam punah); Vurnereble (Terancam);NT= Near Threatened (mendekati
terancam),NE= Not Evaluated (belum dievaluasi) DD= Data Deficient (data
kurang ), EX= Extinct (punah), EW= Extinct in The Wild (punah di alam);
LC=Least Concern (tidak di cantumkan di dalam daftar)

b. Status Peraturan Perdagangan Internasional menurut CITES (Convention on


International Trade Endangered Spesies) berupa Appendix I (semua jenis yang
terancam punah dan berdampak apabila di perdagangkan. Perdagangan hanya di
ijinkan dalam kondisi tertentu misalnya riset ilmiah ); Appendix II (jenis yang
statusnya belum terancam tetapi akan terancam punah apabila dieksploitas
berlebihan ); Appendix III (seluruh jenis yang juga mengontrol dalam peraturan
perdagangan dan Negara lain barupaya mengontrol dalam perdagangan tersebut
agar terhindar dari eksploitasi yang tidak berkelanjutan

c. Status Perlindungan dan Hukum Negara Republik Indonesia yang mengacu


pada UUNo.5/1990 tentang konserfasi sumber daya Hayati dan Ekosistemnya;
PP No.7/1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa; serta PP No.8/1999
tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan Satwa liar

3.Status Konservasi

Berkurangnya makanan, habitat dan perburuan liar membuat jenis burung


berkurang. CITES (Convention on International Trade in Endengared Spesies of
Wild Fauna and Flora) atau yang dikenal dengan konferensi perdagangan
internasional tumbuhan dan satwa liar merupakan perjanjian internasional yang
disusun berdasarkan sidang anggota IUCN (International Union for Conservation
of Nature). CITES bertujuan untuk melindungi tumbuhan dan satwa liar terhadap
perlindungan internasional. CITES menetapkan tiga kategori, yaitu:
- Apendiks I adalah daftar seluruh jenis tumbuhan dan satwa liar yang di larang di
perdagangan secara internasional

- Apendiks II adalah daftar jenis yang dapat diperdagangkan secara internasional


dengan pengaturan khusus

- Apendiks III adalah jenis daftar tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di
negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan peringkatnya dapat
naik kedalam Apendiks II atau Apendiks I (CITIES, 2015).
IUCN Red List of Threatened species memberikan informasi tentang taksonomi,
status konservasi dan penyebaran pada tanaman, jamur, hewan yang telah di
evaluasi secara global menggunakan kategori dan kriteria menurut Red List
IUCN. Sistem tersebut dirancang untuk menentukan resiko relatif kepunahan.
Tujuan utama dari Red List IUCN. Sistem tersebut di rancang untuk menentukan
resiko relatif kepunahan. Tujuan utama dari Red List IUCN adalah untuk
membuat katalog dan mengawasi tanaman dan hewan yang memiliki resiko tinggi
dari kepunahan global yang tercatat sebagai Critically Endangered, Endangered
and Vulnerable. Red List IUCN juga mencakup informasi tentang tanaman, jamur,
dan hewan yang tergolong punah atau punah di alam, pada taksa yang tidak dapat
dievaluasi karena informasi yang tidak memadai seperti kekurangan data
(IUCN,2015).

Hubungan antar kategori dapat dilihat pada gambar 2.3. kategori punah (Fxtinct
(EX)) merupakan jenis yang dianggap punah ketika seluruh data tidak dapat
merekam sebuah individu. Punah di alam (Exict in the wild (EW)) merpakan
kategori hewan yang hanya ditemukan di budidaya atau penangkaran. Kritis
(Critically endangered (CR)) merupakan kategori hewan yang terancam punah
jika memenuhi salah satu kriteria A sampai E sehingga dianggap termasuk ke
dalam kategori resiko kepunahan tinggi di alam liar. Suatu jenis termasuk
kedalam kategori genting (Endangered (EN)) jika terancam punah dan termasuk
kedalam kriteria yang menunjukan bahwa memenuhi salah satu kriteria A hingga
E untuk langka (IUCN, 2015)

Gambar 2.1 Kategori yang termasuk dalam IUCN Red List


Keterangan: EX : Extinct
NT: Near Threatened
EW: Extinct in the wild
LC: Least Concernt
CR: Critically Endangered
DD: Data Defecient
EN: Endangered
NE: Not Evaluated
VU: Vulnarable
(Sumber: IUCN, 2015 dalam Fauzia P, 2016)

Suatu jenis dikatakan rentan (vulnerable (VU)) jika memenuhi kriteria A


sampai E untuk rentan. Mendekati terancam punah (Near Threatned (NT))
merupakan kategori hewan yang termasuk ke dalam kriteria tetapi tidak
memenuhi syarat untuk Critically Endangared, Endangared atau Vulnerable now.
Namun, kelompok tersebut dapat dikatakan atau mungkin memenuhi syarat untuk
kategoti terancam dalam waktu dekat. Kategori belum terancam (Least Concern
(LC)) merupakan kategori yang beresiko rendah setelah di evaluasi dan tidak
termasuk ke dalam criteria Critically Endangered, Endangered Vulnerable atau
mendekati terancam punah. Data kurang (DataDeficient (DD)) dinyatakan jika
ada informasi yang tidak memadai atau kurang berdasarkan distribusi atau ada
populasi. Oleh karena itu, kekurangan dan bukan termasuk kategori tearncam.
Tidak dievaluasi (Not Evaluated (NE)) dinyatakan ketika belum dapat dievaluasi
untuk kriteria-kriteria diatas (IUCN, 2015).Pemerintah indonesia juga
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999. Daftar burung yang
dilindungi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 7 Tahun 1999
disajikan pada Lampiran 4. Berdasarkan peraturan pemerintah No.7 tahun 1999,
jenis burunng yang jenisnya banyak dilindungi yaitu burung dari bangsa
Passeriformes. Passeriformes merupakan burung dengan jenis terbanyak
dibandingkan dengan bangsa lainya.
4.Pengamatan Binokuler
Pengamat berdiri dalam satu lokasi yang telah ditetapkan (sebuah stasiun
sensus) selama periode waktu tertentu dan mencatat ciri-ciri dan jenis burung
yang teramati, jumlah individu tiap jenis, ketinggian tempat serta kondisi umum
habitat di lokasi tersebut, dalam radius 20 m dari titik pusat. Lama periode
pengamatan di setiap titik adalah 10 menit.
Titik-titik hitung ditempatkan mulai dari ketinggian 1000 m dpl sampai ke puncak
gunung, dan dilakukan secara acak namun dapat mewakili keseluruhan daerah
penelitian di gunung tersebut. Identifikasi jenis burung dilakukan dengan cara
mengamati ciri yang khas dari burung tersebut, kemudian mencocokkannya
dengan gambar dan deskripsi dalam buku Panduan Lapangan Burung-burung di
Kawasan Wallacea, oleh Coates dan Bishop (2000).
5.Pengamatan Suara
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Prevab Taman
Nasional Kutai, baik melalui perjumpaan langsung maupun rekaman suara
ditemukan 22 spesies burung dari 15 famili dengan total individu sebanyak 111
individu. Welty dan Baptista (1988) mengatakan bahwa penyebaran dan populasi
burung di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor fisik/lingkungan seperti tanah, air,
temperatur, cahaya matahari dan faktor biologis yang meliputi vegetasi dan satwa
lainnya.
Spesies burung kangkareng perut putih mempunyai frekuensi perjumpaan
tertinggi (90%), karena tersedianya habitat berupa pohon yang digunakan oleh
burung tersebut untuk mencari makan dan beraktivitas. Burung ini juga
mempunyai tubuh besar dan suara yang khas sehingga mudah dikenali. Wiens
(1992) menyatakan bahwa ketersediaan pakan dalam suatu tipe habitat merupakan
salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung. Hal ini juga berkaitan
dengan adanya kemampuan burung untuk memilih habitat yang sesuai dengan
ketersediaan sumberdaya untuk kebutuhan hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai