Mekanisme Hidrasi Semen
Mekanisme Hidrasi Semen
PENDAHULUAN
SO3 2
MgO 2
Lainnya 3
(West, 1984)
Tabel 2.2 Rumus kimia dan penamaan semen untuk zat-zat penyusun utama
dari semen Portland.
Rumus Komposisi dalam
Mineral Singkatan
Kimia bentuk oksida
trikalsium silikat Ca3SiO5 3CaO.SiO2 C3 S
dikalsium silikat Ca2SiO4 2CaO.SiO2 C2 S
trikalsium aluminat Ca3Al2O5 3CaO.Al2O3 C3 A
Ca4AlnFe2-
Tetrakalsium aluminoferit 4CaO.AlnFe2-nO3 C4AF
nO7
Keberadaan senyawa-senyawa silikat dan aluminat dalam semen
menyebabkan terjadinya reaksi dengan air jika semen dicampur dengan air.
Akibatnya terbentuk suatu senyawa hidrat sebagai produk dari proses hidrasi yang
selanjutnya akan terjadi pengerasan massa. Reaksinya sangat kompleks, tetapi
secara umum dapat dituliskan sebagai berikut (Van Vlack, 1985):
Ca3Al2O6 + 6 H2O Ca3Al2(OH)12 + 200 J/g
Ca2SiO4 + x H2O Ca2SiO x H2O + 500 J/g
Ca3SiO5 + (x+1) H2O Ca2SiO4 x H2O + Ca(OH)2 + 865 J/g
Reaksi di atas hanya berlaku untuk semen Porltland yang banyak
digunakan oleh masyarakat. Untuk semen-semen dengan penggunaan khusus,
reaksi tentunya berbeda karena komposisi dan jenis penyusunnya tidak sama
dengan semen Portland. Dari reaksi hidrasi diatas juga tampak bahwa, semua
reaksi bersifat eksotermis. Panas yang dilepas memang relatif kecil sehingga tidak
menjadi masalah pada saat penguapan. Panas ini menjadi masalah, jika semen
digunakan untuk membangun bendungan besar. Pada kasus seperti ini harus
dicarikan cara mendinginkan semen agar penguapan air tidak terlalu cepat akibat
pemanasan dari dalam (Bogue dan Lerch dalam West, 1984).
Perbedaan fasa-fasa anhidrat sebagai hasil proses penguapan fasa hidrat,
menyebabkan timbulnya sifat semen (beton) yang berbeda, sebagaimana
diberikan pada gambar 2. Dari gambar tersebut tampak bahwa fasa C3S terhidrasi
cepat dan mengembang kuat lebih awal sementara β- C2S mengeras lebih lambat.
Produk hidrasi C3A dan C4AF amat kecil kekuatannya. Komponen C3S ini
bertanggung jawab terhadap perkerasan awal, sedangkan C3S dan β- C2S
memberikan kekuatan semen ataupun beton yang lebih lama.
Sebagaiman telah dijelaskan diatas bahwa hidrasi pada semen merupakan
proses yang kompleks. Hal ini karena produk hidrasinya ada diantara gel dan
kristal tak sempurna sehingga sukar dianalisis dengan sinar-x. Produk utama dan
paling penting dari semen yang telah mengeras dan memberi kekuatan tinggi
adalah kristal kalsium silikat anhidrat. Senyawa ini jumlahnya dalam semen
sedikit. Komposisi senyawa ini tidak tentu dan mungkin berubah-ubah tergantung
rasio kapur-silika maupun rasio silika-air. Ada kemungkinan juga mengandung
ion-ion Al3+, Fe2+ dan SO42-.
Proses hidrasi pada semen sebenarnya berlangsung melalui dua tahap yaitu
pertama, proses pelapisan gel C-S-H (kalsium silika hidrat) yang cepat pada
permukaan partikel semen anhidrat. Kedua, proses penebalan lapisan baik oleh
pertumbuhan keluar maupun pertumbuhan kedalam partikel semen anhidrat.
Lapisan-lapisan kemudian mulai bergabung setelah beberapa jam kemudian.
Rasio air terhadap semen sangat mempengaruhi sifat-sifat semen. Pasta
semen memiliki volume tinggi yang konstan. Volume ini akan bertambah besar
dengan meningkatnya rasio air terhadap semen dalam campuran mula-mula. Suatu
set semen bersifat porus dan mengandung lubang-lubang air yang amat kecil (10-
20 Angstrom) maupun lubang-lubang dengan ukuran amat besar (1 mikrometer).
Hubungan antar kapiler-kaplier yang terdapat di dalamnya sangat mempengaruhi
permeabilitas (kemudahtembusan oleh air) dan vulnerabilitas (ketahanrusakan)
semen. Adanya interkoneksi antar pori-pori kapiler tentunya harus dihindari,
karena melemahkan kekuatan semen. Keadaan ini bisa tercapai apabila ada waktu
yang cukup bagi pasta semen yang cukup rendah. Untuk rasio air-semen sebesar
0,4 biasanya perlu waktu 3 hari, sedang untuk rasio air-semen 0,7 waktu yang
diperlukan sekitar 1 tahun (West, 1984).
Masalah semen yang cepat mudah mengeras (flash set) disebabkan oleh
adanya reaksi yang cepat antara air dengan C3A. Senyawa ini mudah larut dalam
air yang kemudian diikuti dengan proses pengendapan kalsium aluminat hidrat
sambil melepas panas. Meskipun reaksinya cepat, sifat-sifat mekanis semen yang
mengalami flash set sangat jelek. Secara praktis, falsh set bisa dihindari dengan
menambahkan 1-2 % gipsum ke dalam klinker semen pada saat memproduksi
semen. Melalui reaksi yang rumit, gips bersama Ca(OH)2 akan bekerja
memperlambat proses hidrasi C3A. Bahkan fasa aluminat sulfat, etringite
Ca6Al2(OH)12(SO4)3.26 H2O ataupun monosulfat Ca4Al2(OH)12SO4.6 H2O yang
terbentuk, mungkin bisa sebagai pelindung lapisan pada permukaan kristal C3A.
1. Batu kapur
Batu kapur merupakan komponen yang banyak
mengandung CaCO3 dengan sedikit tanah liat, Magnesium
Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa oksida lainnya.
Senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur
berwarna abu-abu hingga kuning. Kebutuhanya sekitar
81%.
2. Batu Silika
Materil ini merupakan sumber silika Oksida (SiO2)
dan Aluminium Oksida (Al2O3). Material ini ditambang di
Bukit Ngalau. Penambangannya dilakukan tanpa bahan
peledak tetapi diruntuhkan dengan excavator dan dibawa
ke crusher dengan wheel loader atau dump truck dan
kebutuhannya sekitar 10% dari kebutuhan bahan mentah.
3. Tanah liat
Komponen utama pembentuk tanah liat adalah
senyawa Alumina Silikat Hidrat. Tanah liat merupakan
sumber Aluminium Oksida dan Iron Oksida. Ditambang
dengan excavator dan ditranportasikan ke pabrik dengan
dump truck dan kebutuhannya adalah sekitar 9-10% dari
total bahan mentah.
4. Pasir Besi
Pasir besi mempunyai oksida utama berupa Fe2O3
(Oksida Besi), yang kebutuhannya hanyalah 1-2% dari
bahan mentah. PT. Semen Padang tidak menambang pasir
besi melainkan membeli dari PT. Aneka Tambang Cilacap.
2. Batu bara
Di dalam pembuatan semen, batu bara digunakan
sebagai bahan bakar pada kiln mill, baik pada pemanasan
awal (preheater) maupun pada proses kiln itu sendiri. Batu
bara yang digunakan diperoleh dari kabupaten Sawah
Lunto, SUMBAR.
2.3 Jenis-jenis Semen
Jenis semen menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), sebagai berikut :
Tabel 2.2 Jenis-Jenis Semen
No.SNI Nama
Sedangkan jenis semen menurut Biro Pusat Statistik (BPS), yaitu sebagai
berikut:
1. Semen abu atau semen Portland
Adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan
utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang
bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk
memplester. Semen ini berdasarkan presentase kandungan penyusunannya terdiri
dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I s.d V.
Tabel 2.4. Komposisi campuran semen tipe I s.d V
Tipe I 55 19 10 7
Tipe II 51 24 6 11
Tipe III 56 19 10 7
Tipe IV 28 49 4 12
Tipe V 38 43 4 9
2. Semen putih (Gray cement)
Adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk
pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis
ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
3. Oil well cement atau semen sumur minyak
Adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak
bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
4. Mixed & fly ash cement
Adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan
buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang
mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya
dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk
membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.
Setting process dan pengerasan pasta semen Portland adalah hasil dari
reaksi kimia yang simultan dan teratur antara air dan bahan bahan penyusun
semen, reaksi ini disebut dengan proses hidrasi. Ada dua proses reaksi kimia
penting selama periode awal dari proses hidrasi, yaitu :
I. Reaksi antara C3A dan gypsum dari semen menghasilkan ettringite, yaitu
kalsium dan alluminate trisulfate hydrate.
2. Hidrasi dari semen dan air menghasilkan calsium silicate hydrate ( CSH ).
Kalau dibuat persamaan reaksi kimia yang disederhanakan menjadi sebagai
berikut:
2C2 S + H6 C3S2H3 + 3C…………………………. (3.1)
C3S2H3 yang ditunjukkan oleh sebuah senyawa CSH atau yang lebih dikenal
dengan tobermorite gel.
C2A + H10 + CS.H2 C3A. CS .Hl2 + 3CH…………………………(3.2)
Disisi kanan dari persamaan 3.2 adalah calsillm alluminate monosulphate hydrate
( Bruner dan Copeland, 1964 ). Fase monoslilphate dapat juga merupakan
pengembangan dari calsium alluminate trisulphate hydrate ( ettringite ) yang
terbentuk setelah fase awal dari hidrasi ( Mehta, .1993 ). fndikasi dari proses
hidrasi dari dua calsillm silicate bereaksi dengan C3A, yang berfungsi sebagai
katalis pada hidrasi dari silicate. Mekanisme yang mungkin adalah C3A membuat
struktur dari pengembangan gel CSH ( Popovich, 1992 ).
a. Hiderasi Semen
Hiderasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air.
Untuk mengetahui hiderasi semen, maka harus mengenal hiderasi dari senyawa-
senyawa yang terkandung dalam semen ( C2S, C3S, C3A, C4AF)
b. Hiderasi Kalsium Silikat ( C2S, C3S)
Kalsium Silikat di dalam air akan terhidrolisa menjadi kalsium hidroksidsa
Ca(OH)2 dan kalsium silikat hidrat (3CaO.2SiO2.3H2O) pada suhu 30oC
2(3CaO.2SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3 Ca(OH)2
2(3CaO.2SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2.2H2O + Ca(OH)2
Kalsium Silikat hidrat (CSH) adalah silikat di dalam kristal yang tidak
sempurna, bentuknya padatan berongga yang sering disebut Tobermorite Gel.
Adanya kalsium hidroksida akan membuat pasta semen bersifat basa (pH= 12,5)
hal ini dapat menyebabkan pasta semen sensitive terhadap asam kuat tetapi dapat
mencegah baja mengalami korosi.
c. Hiderasi C3A
Hiderasi C3A dengan air yang berlebih pada suhu 30oC akan
menghasilkan kalsium alumina hidrat (3CaO. Al2O3. 3H2O) yang mana
kristalnya berbentuk kubus di dalam semen karena adanya gypsum maka hasil
hiderasi C3A sedikit berbeda. Mula-mula C3A akan bereaksi dengan gypsum
menghasilkan sulfo aluminate yang kristalnya berbentuk jarum dan biasa disebut
ettringite namun pada akhirnyagypsum bereaksi semua, baru terbentuk kalsium
alumin ahidrat (CAH).
Hiderasi C3A tanpa gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3+ 6H2O 3CaO. Al2O3. 6H2O
1. Tahap zero stage, yaitu ketika permulaan semen d.an air pertama terjadi
kontak.
2. Tahap first stage, yaitu kelanjutan dari tahap pcrtama ketika gel dari hasil
prose hidrasi mlilai menempel pada permukaan partikel semen dalam jllmlah
yang banyak, kemudian membuat lapisan pelindung untuk mencapai bagian
dari semen yang belum terhidrasi dan pada tahap ini membutuhkan cukllp
banyak air untuk semua proses reaksi tersebut.
3. Tahap second stage, yaitu proses setelah tahap first stage, ketika lapisan gel
menjadi begitu tebal yang menempel pada pemlUkaan partikel semen. Pada
tahap ini reaksi menjadi lebih lambat.
Waktu untuk proses zero stage dan jirst stage sangat tergantung dari
kesemua proses tersebut, lebih khusus ketika proses hidrasi berlangsung cepat,
misalnya menggunakan Perawatan temperatur tinggi ( uap ), mengandung partikel
semen C3S dan C3A yang tinggi, maka waktu darifirst stage mungkin akan
terjadi sckitar satll minggll atau kurang, sedangkan pada proses hidrasi yang
Jambat paling tidak membutuhkan waktu beberapa bulan ( Popovich, 1992).
dengan :
a = kandungan udara, % volume
3
Ua = berat per unit pasta semen, g/cm
3
Uo = berat per unit pasta semen dihitung pada keadaan bebas udara, g/cm
W = massa air dalam spesimen segar
C = massa dari semen
w/c = rasio air semen
Gc = gravitasi dari semen
2. Pasta semen yang telah mengeras
Pengembangan hasil hidrasi dimulai saat pori-pori kapiler bertambah
secara bertahap sejak pencampuran selesai walaupun sesungguhnya perubahan
volume tidak besar yang tergantung dari proses. Pengurangan proses porositas
kapiler tergantung dari beberapa kondisi berikut ini:
1) Tidak ada lagi semen yang tak terhidrasi terscdia untuk hidrasi.
2) Tidak ada cukup air tersedia.
3) Semua pori -pori kapiler telah terisi oleh hasil hidrasi.
Pada Gambar 3.2 dan 3.4 berikut ini dapat dilihat skema dari dua tahap
hidrasi pasta semen dengan pemadatan penuh untuk rasio air semen 0.32 dan 0.48.
Gambar 3.3 Skema persentase hidrasi pasta semen dengan rasio air semen 0.32
Gambar 3.4 Skema persentase hidrasi pasta semen dengan rasio air semen 0.48
Sisa porositas (p) didalam pasta keras dapat dihitung pada beberapa tahap
hidrasi sejak porositas awal (po) ditambah ruang yang dibentuk oleh:
= Vw + Va+ Vp - Vh = po - Vh - Vp
P v v
Dengan :
P = Porositas
Po = porositas awal
Vp =Volume semen Portland yang telah digunakan untuk hidrasi
Vh = Volume padat hasil hidrasi
Tetapi dalam kenyataannya hasil hidrasi padat sesungguhnya hanya
kontribusi dari gel semen yang berpengaruh terhadap pengembangan kekuatan
pasta semen, rnaka persamaan 3.8. menjadi :
………………………………………...(3.9)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan
pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk
bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau
membatu pada pencampuran dengan air.
2. Air merupakan reaktan kunci dalam hidrasi semen.Penggabungan air
menjadi zat yang dikenal sebagai hidrasi.Air dan semen awalnya
membentuk pasta semen yang mulai bereaksi dan mengeras (ditetapkan).
3. Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
0
membakar bersama-sarna: kapur, silica dan alumina pada suhu ± 1500 C
yang menjadi klinker.
4. Hasil dari pasta semen dapat dilihat segera setelah pencampuran dan akan
bertahan untuk waktu yang disebut dengan "dormant period ". Setelah dua
sampai tiga jam dengan kondisi normal, pasta semen mulai mengeras dan
kondisi plastis mulai berkurang dan akhirnya hilang, pasta semen menjadi
getas ( brittle ). Proses pengerasan ini disebut dengan "setting process.
5. Secara praktis kandungan udara untuk berbagai umur beton (pasta semen)
adalah sama, tetapi volume pori pori kapiler ( Vw ) berkurang dengan
berjalannya umur beton dalam kondisi normal.
Austin, G. T., a.b: Jasifi, 1996, Industri Proses Kimia, Erlangga, Jakarta.
Baron, R., Andrew,Chemical Composition of Portland
Cement,http://en.wikipedia.org/wiki/Portland_cement.
Bone, et al. 2004. Review of Scientific Literature on The Use of
Stabilisation/Solidification for The Treatment of Contaminated Soil,
Solid Waste and Sludges. Environment Agency.