Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Balakang


Semen merupakan salah satu material anorganik yang banyak
dimanfaatkan karena sifat-sifatnya yang memiliki kestabilan tinggi terhadap
pengaruh fisis. Semen biasa digunakan sebagai bahan bangunan, selain itu semen
juga digunakan sebagai bahan campuran pembuatan beton. Semen adalah hasil
industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan
lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa
padatan berbentuk bubuk/bulk, yang mengeras atau membatu pada pencampuran
dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa
kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang
mengandung senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi
oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen,
bahan baku tersebut dibakar pada suhu yang sangat tinggi yaitu antara 1400-
1600° sampai meleleh, sebagian, untuk membentuk clinkernya, yang kemudian
dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai.
Hidrasi adalah proses reaksi yang berkelanjutan antara semen dan air, atau
Iebih tepatnya disebut fase cair, yang dimulai dari permukaan partikel semen,
kemudian dengan berjalannya waktu reaksi bergerak secara bertahap lebih
kebagian dalam dari partikel semen, air bereaksi dengan partikel semen dan
memisahkan diri dari partikel-partikel semen menjadi gel yang mengitari bagian
partikel semen yang tak terhidrasi ( Popovich, 1992 ).
Pada reaksi hidrasi semen, C3S dan C2S bereaksi dengan air membentuk
Trikalsium silikat hidrat yang disebut dengan gel tobermorite atau gelkalsium
silikat hidrat (CSH gel) dan Ca(OH)2. Reaksi hidrasi C3A dengan adanya kalsium
sulfat membentuk kalsium trisulfoaluminat hidrat (disebut dengan
AFt atau ettringite), ataukalsium monosulfoaluminat hidrat (disebut
dengan AFm atau monosulfate). Tanpa adanya kalsium sulfat, C3Abereaksi
dengan air dan kalsium hidrosidamembentuk tetrakalsium aluminat
hidrat. Dan C4AF bereaksi dengan air membentuk kalsium aluminoferrit
hidrat (Spence, 2005).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun perumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah dari semen ?
2. Bagaimana proses hidrasi pada semen portland ?
3. Bagaimana Mekanisme proses hidrasi ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui sejarah dari semen.
2. Mempelajari atau mengetahui bagaimana proses hidrasi pada semen
Portland.
3. Mempelajari bagaimana mekanisme proses hidrasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Penemuan Semen


Semen pada awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu
vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman kerajaan Romawi, tepatnya di
Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu dinamai pozzuolana. Sedangkan
kata semen sendiri berasal dari caementum (bahasa Latin), yang artinya kira-kira
"memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan". Meski sempat populer di
zamannya, nenek moyang semen made in Napoli ini tak berumur panjang.
Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100 -
1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat menghilang dari sejarah.
Kemudian pada abad ke-18 (atau sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton
insinyur asal Inggris, menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini.
Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat
saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Tetapi, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal
bakal semen ini. Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824
mengurus hak paten ramuan, yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai
begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris.
Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak terdapat di toko-toko
bangunan.
Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap
mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan
tanah lempung yang banyak mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir),
aluminium oksida (alumina) serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian
dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru.
Selama proses pemanasan inilah terbentuk campuran padat yang mengandung zat
besi dan agar tidak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan
dihaluskan hingga berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak.
2.2 Pengertian Semen
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti
lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa
memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada
pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang
mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat
adalah bahan alam yang mengandung senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium
oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk
menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian
untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan
gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi
dikemas dalam kantong/sak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.
Semen Portland, merupakan salah satu jenis semen yang sering digunakan
untuk membuat bangunan. Semen ini memiliki komposisi yang khas,
sebagaimana tercantum dalam tabel 2.1 Dari tabel tersebut tampak bahwa
senyawa oksida kalsium (CaO) menduduki peringkat pertama sebagai komponen
dominan yang menyusun semen. Sedang komposisi fasa terbesarnya adalah CaS
(Ca3SiO5). Dalam semen Portland, terdapat dua macam fasa yang penting, yaitu
beta dicalcium silikat, β-Ca2SiO4 dan trikalsium silikat, Ca3SiO5. Adapun fasa-
fasa lainnya antara lain trikalsium aluminat, Ca3Al2O6 dan senyawaan ferit,
Ca3Al2Fe2O4.
Tabel 2.1 Komposisi oksida dan fasa semen Portland

Komposisi oksida (%) Komposisi fasa (%)

CaO 63 C3A(Ca3Al2O6) 5-12

SiO2 20 C3A(Ca3SiO5) 50-70

Al2O3 6 β- C2S(Ca2SiO4) 20-30

Fe2O3 3 C3AF(Ca3Al2Fe2O10) 5-12

SO3 2
MgO 2

K2O dan Na2O 1

Lainnya 3

(West, 1984)
Tabel 2.2 Rumus kimia dan penamaan semen untuk zat-zat penyusun utama
dari semen Portland.
Rumus Komposisi dalam
Mineral Singkatan
Kimia bentuk oksida
trikalsium silikat Ca3SiO5 3CaO.SiO2 C3 S
dikalsium silikat Ca2SiO4 2CaO.SiO2 C2 S
trikalsium aluminat Ca3Al2O5 3CaO.Al2O3 C3 A
Ca4AlnFe2-
Tetrakalsium aluminoferit 4CaO.AlnFe2-nO3 C4AF
nO7
Keberadaan senyawa-senyawa silikat dan aluminat dalam semen
menyebabkan terjadinya reaksi dengan air jika semen dicampur dengan air.
Akibatnya terbentuk suatu senyawa hidrat sebagai produk dari proses hidrasi yang
selanjutnya akan terjadi pengerasan massa. Reaksinya sangat kompleks, tetapi
secara umum dapat dituliskan sebagai berikut (Van Vlack, 1985):
Ca3Al2O6 + 6 H2O Ca3Al2(OH)12 + 200 J/g
Ca2SiO4 + x H2O Ca2SiO x H2O + 500 J/g
Ca3SiO5 + (x+1) H2O Ca2SiO4 x H2O + Ca(OH)2 + 865 J/g
Reaksi di atas hanya berlaku untuk semen Porltland yang banyak
digunakan oleh masyarakat. Untuk semen-semen dengan penggunaan khusus,
reaksi tentunya berbeda karena komposisi dan jenis penyusunnya tidak sama
dengan semen Portland. Dari reaksi hidrasi diatas juga tampak bahwa, semua
reaksi bersifat eksotermis. Panas yang dilepas memang relatif kecil sehingga tidak
menjadi masalah pada saat penguapan. Panas ini menjadi masalah, jika semen
digunakan untuk membangun bendungan besar. Pada kasus seperti ini harus
dicarikan cara mendinginkan semen agar penguapan air tidak terlalu cepat akibat
pemanasan dari dalam (Bogue dan Lerch dalam West, 1984).
Perbedaan fasa-fasa anhidrat sebagai hasil proses penguapan fasa hidrat,
menyebabkan timbulnya sifat semen (beton) yang berbeda, sebagaimana
diberikan pada gambar 2. Dari gambar tersebut tampak bahwa fasa C3S terhidrasi
cepat dan mengembang kuat lebih awal sementara β- C2S mengeras lebih lambat.
Produk hidrasi C3A dan C4AF amat kecil kekuatannya. Komponen C3S ini
bertanggung jawab terhadap perkerasan awal, sedangkan C3S dan β- C2S
memberikan kekuatan semen ataupun beton yang lebih lama.
Sebagaiman telah dijelaskan diatas bahwa hidrasi pada semen merupakan
proses yang kompleks. Hal ini karena produk hidrasinya ada diantara gel dan
kristal tak sempurna sehingga sukar dianalisis dengan sinar-x. Produk utama dan
paling penting dari semen yang telah mengeras dan memberi kekuatan tinggi
adalah kristal kalsium silikat anhidrat. Senyawa ini jumlahnya dalam semen
sedikit. Komposisi senyawa ini tidak tentu dan mungkin berubah-ubah tergantung
rasio kapur-silika maupun rasio silika-air. Ada kemungkinan juga mengandung
ion-ion Al3+, Fe2+ dan SO42-.
Proses hidrasi pada semen sebenarnya berlangsung melalui dua tahap yaitu
pertama, proses pelapisan gel C-S-H (kalsium silika hidrat) yang cepat pada
permukaan partikel semen anhidrat. Kedua, proses penebalan lapisan baik oleh
pertumbuhan keluar maupun pertumbuhan kedalam partikel semen anhidrat.
Lapisan-lapisan kemudian mulai bergabung setelah beberapa jam kemudian.
Rasio air terhadap semen sangat mempengaruhi sifat-sifat semen. Pasta
semen memiliki volume tinggi yang konstan. Volume ini akan bertambah besar
dengan meningkatnya rasio air terhadap semen dalam campuran mula-mula. Suatu
set semen bersifat porus dan mengandung lubang-lubang air yang amat kecil (10-
20 Angstrom) maupun lubang-lubang dengan ukuran amat besar (1 mikrometer).
Hubungan antar kapiler-kaplier yang terdapat di dalamnya sangat mempengaruhi
permeabilitas (kemudahtembusan oleh air) dan vulnerabilitas (ketahanrusakan)
semen. Adanya interkoneksi antar pori-pori kapiler tentunya harus dihindari,
karena melemahkan kekuatan semen. Keadaan ini bisa tercapai apabila ada waktu
yang cukup bagi pasta semen yang cukup rendah. Untuk rasio air-semen sebesar
0,4 biasanya perlu waktu 3 hari, sedang untuk rasio air-semen 0,7 waktu yang
diperlukan sekitar 1 tahun (West, 1984).
Masalah semen yang cepat mudah mengeras (flash set) disebabkan oleh
adanya reaksi yang cepat antara air dengan C3A. Senyawa ini mudah larut dalam
air yang kemudian diikuti dengan proses pengendapan kalsium aluminat hidrat
sambil melepas panas. Meskipun reaksinya cepat, sifat-sifat mekanis semen yang
mengalami flash set sangat jelek. Secara praktis, falsh set bisa dihindari dengan
menambahkan 1-2 % gipsum ke dalam klinker semen pada saat memproduksi
semen. Melalui reaksi yang rumit, gips bersama Ca(OH)2 akan bekerja
memperlambat proses hidrasi C3A. Bahkan fasa aluminat sulfat, etringite
Ca6Al2(OH)12(SO4)3.26 H2O ataupun monosulfat Ca4Al2(OH)12SO4.6 H2O yang
terbentuk, mungkin bisa sebagai pelindung lapisan pada permukaan kristal C3A.

2.3 Bahan Baku Semen


2.3.1 Bahan Baku Utama
Semen dibuat dengan menggunakan bahan baku utama, antara lain:

1. Batu kapur
Batu kapur merupakan komponen yang banyak
mengandung CaCO3 dengan sedikit tanah liat, Magnesium
Karbonat, Alumina Silikat dan senyawa oksida lainnya.
Senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur
berwarna abu-abu hingga kuning. Kebutuhanya sekitar
81%.

2. Batu Silika
Materil ini merupakan sumber silika Oksida (SiO2)
dan Aluminium Oksida (Al2O3). Material ini ditambang di
Bukit Ngalau. Penambangannya dilakukan tanpa bahan
peledak tetapi diruntuhkan dengan excavator dan dibawa
ke crusher dengan wheel loader atau dump truck dan
kebutuhannya sekitar 10% dari kebutuhan bahan mentah.
3. Tanah liat
Komponen utama pembentuk tanah liat adalah
senyawa Alumina Silikat Hidrat. Tanah liat merupakan
sumber Aluminium Oksida dan Iron Oksida. Ditambang
dengan excavator dan ditranportasikan ke pabrik dengan
dump truck dan kebutuhannya adalah sekitar 9-10% dari
total bahan mentah.

4. Pasir Besi
Pasir besi mempunyai oksida utama berupa Fe2O3
(Oksida Besi), yang kebutuhannya hanyalah 1-2% dari
bahan mentah. PT. Semen Padang tidak menambang pasir
besi melainkan membeli dari PT. Aneka Tambang Cilacap.

2.3.2 Bahan Tambahan yang Digunakan

1. Gypsum ( CaSO4. 2H2O )


Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat
proses pengerasan dari semen. Hilangnya kristal air pada
gipsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat
gipsum sebagai retarder.

2. Batu bara
Di dalam pembuatan semen, batu bara digunakan
sebagai bahan bakar pada kiln mill, baik pada pemanasan
awal (preheater) maupun pada proses kiln itu sendiri. Batu
bara yang digunakan diperoleh dari kabupaten Sawah
Lunto, SUMBAR.
2.3 Jenis-jenis Semen
Jenis semen menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), sebagai berikut :
Tabel 2.2 Jenis-Jenis Semen

No.SNI Nama

SNI 15-0129-2004 Semen Portland Putih

Semen Portland Pozolan / Portland Pozzolan


SNI 15-0302-2004
Cement (PPC)

Semen Portland / Ordinary Portland Cement


SNI 15-2049-2004
(OPC)

SNI 15-3500-2004 Semen Portland Campur

SNI 15-3758-2004 Semen Masonry

SNI 15-7064-2004 Semen Portland Komposit

Sedangkan jenis semen menurut Biro Pusat Statistik (BPS), yaitu sebagai
berikut:
1. Semen abu atau semen Portland
Adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan
utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang
bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk
memplester. Semen ini berdasarkan presentase kandungan penyusunannya terdiri
dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I s.d V.
Tabel 2.4. Komposisi campuran semen tipe I s.d V

C3S (%) C2S (%) C3A (%) C4AF (%)

Tipe I 55 19 10 7

Tipe II 51 24 6 11

Tipe III 56 19 10 7

Tipe IV 28 49 4 12

Tipe V 38 43 4 9
2. Semen putih (Gray cement)
Adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk
pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis
ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
3. Oil well cement atau semen sumur minyak
Adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak
bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
4. Mixed & fly ash cement
Adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan
buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang
mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya
dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk
membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.

2.3 Proses Pembuatan Semen


Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut:
1. Proses basah
Semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan
diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak,
bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah
keterbatasan energi BBM.
2. Proses kering
Menggunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar dengan
bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan yaitu:
1. Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan
roller meal.
2. Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan
campuran yang homogen.
3. Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker: bahan
setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
4. Proses pendinginan terak.
5. Proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan
cement mill.
Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena
pembakaran dengan suhu mencapai 900 0C sehingga menghasilkan: residu (sisa)
yang tak larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium oksida,
oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.
BAB III
MEKANISME HIDRASI PADA SEMEN

Air merupakan reaktan kunci dalam hidrasi semen.Penggabungan air


menjadi zat yang dikenal sebagai hidrasi.Air dan semen awalnya membentuk
pasta semen yang mulai bereaksi dan mengeras (ditetapkan). Pasta ini mengikat
partikel agregat melalui proses kimia hidrasi. Dalam hidrasi semen, perubahan
kimia terjadi perlahan-lahan, pada akhirnya menciptakan produk kristal baru,
evolusi panas, dan tanda-tanda terukur lainnya.
semen + air = pasta mengeras semen.
Sifat-sifat ini pasta semen mengeras, yang disebut pengikat,
mengendalikan sifat-sifat beton. Ini adalah masuknya air (hidrasi) ke dalam
produk yang menyebabkan beton untuk mengatur, kaku, dan menjadi keras.
Setelah ditetapkan, beton terus mengeras (obat) dan menjadi lebih kuat untuk
jangka waktu yang panjang, sering sampai beberapa tahun.

3.2 Semen Portland


Semen Portland semen sudah umum digunakan paling tidak sejak dua ribu
tahun yang lalu oleh Bangsa Romawi sudah banyak menggunakan bahan ini pada
proyek konstruksi mereka bahkan banyak diantaranya masih berdiri. Semen yang
mereka gunakan adalah semen alami dan semen pozzolan, dibuat dari campuran
batu gamping dan lempung serta dari campuran kapur mati dengan abu vulkanik
yang mengandung silica. Semen Portland modern dibuat dari beberapa bahan
yang mempunyai proporsi yang tepat antara batu kapur, silica, allumina dan besi
serta sebagian kecil magnesia dan sulfur trioksida ( Smith and Andres, 1989).
Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
0
membakar bersama-sarna: kapur, silica dan alumina pada suhu ± 1500 C yang
menjadi klinker. Kemudian klinke -kliker ini didinginkan dan dihaluskan sampai
menjadi bubuk. Biasanya lalu ditambahkan gips atau kalsium sulfat sebagai bahan
pengontrol waktu ikat. Bahan tambang lain kadang -kadang ditambahkan untuk
membentuk semen khusus, misalnya kalsium klorida untuk menjadikan semen
cepat mengeras (Tjokrodimulyo, 1995 ).
Semen Portland dibuat dengan melalui beberapa langkah,sehingga
menjadikan semen sangat halus dan memiliki sifat adhesifmaupun kohesif.

Di Indonesia semen dibagi menjadi 5 jenis ( PUBI -1982 ), yaitu :


1. Jenis I yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
pcrsyaratan -persyaratan khllsus seperti yang disyaratkan pada jenis lain.
2. Jenis II yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
3. Jenis III yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan kekuatan awal tinggi.
4. Jenis IV yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut
pcrsyaratan panas hidrasi rendah.
5. Jenis V yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut
pcrsyaratan sangat tahan sulfat.
Efek dari komposisi penyusun semen terhadap peningkatan kekuatan beton dapat
di buat pendekatan dengan model matematika. Model matematika ini merupakan
pendekatan dari bermacam -macam hipotesa semen yang di dalamnya terdiri
banyak faktor yang berpengaruh terhadap hidrasi semen dan pengerasan nyata
pasta semen. Model matematika ini penting untuk pemilihan jenis semen. karena
sangat berhubungan dengan komposisi dan property semen yang berpengaruh
terhadap kekuatan beton yang dihasilkan.
3.2 Proses hidrasi pada semen Portland
Ketika semen Portland di campur dengan air, maka partikel semen akan
menjadi sebuah fase cair atau pasta. Hasil dari pasta semen dapat dilihat segera
setelah pencampuran dan akan bertahan untuk waktu yang disebut dengan
"dormant period ". Setelah dua sampai tiga jam dengan kondisi normal, pasta
semen mulai mengeras dan kondisi plastis mulai berkurang dan akhirnya hilang,
pasta semen menjadi getas ( brittle ). Proses pengerasan ini disebut dengan
"setting process .. yang terjadi setelah beberapa jam setelah pencampuran selesai
( S. Popovich, 1992).

Gambar 3.1 Pengembangan kekuatan tekan semen pada proses hidrasi

Setting process dan pengerasan pasta semen Portland adalah hasil dari
reaksi kimia yang simultan dan teratur antara air dan bahan bahan penyusun
semen, reaksi ini disebut dengan proses hidrasi. Ada dua proses reaksi kimia
penting selama periode awal dari proses hidrasi, yaitu :
I. Reaksi antara C3A dan gypsum dari semen menghasilkan ettringite, yaitu
kalsium dan alluminate trisulfate hydrate.
2. Hidrasi dari semen dan air menghasilkan calsium silicate hydrate ( CSH ).
Kalau dibuat persamaan reaksi kimia yang disederhanakan menjadi sebagai
berikut:
2C2 S + H6 C3S2H3 + 3C…………………………. (3.1)
C3S2H3 yang ditunjukkan oleh sebuah senyawa CSH atau yang lebih dikenal
dengan tobermorite gel.
C2A + H10 + CS.H2 C3A. CS .Hl2 + 3CH…………………………(3.2)
Disisi kanan dari persamaan 3.2 adalah calsillm alluminate monosulphate hydrate
( Bruner dan Copeland, 1964 ). Fase monoslilphate dapat juga merupakan
pengembangan dari calsium alluminate trisulphate hydrate ( ettringite ) yang
terbentuk setelah fase awal dari hidrasi ( Mehta, .1993 ). fndikasi dari proses
hidrasi dari dua calsillm silicate bereaksi dengan C3A, yang berfungsi sebagai
katalis pada hidrasi dari silicate. Mekanisme yang mungkin adalah C3A membuat
struktur dari pengembangan gel CSH ( Popovich, 1992 ).

a. Hiderasi Semen
Hiderasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air.
Untuk mengetahui hiderasi semen, maka harus mengenal hiderasi dari senyawa-
senyawa yang terkandung dalam semen ( C2S, C3S, C3A, C4AF)
b. Hiderasi Kalsium Silikat ( C2S, C3S)
Kalsium Silikat di dalam air akan terhidrolisa menjadi kalsium hidroksidsa
Ca(OH)2 dan kalsium silikat hidrat (3CaO.2SiO2.3H2O) pada suhu 30oC
2(3CaO.2SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3 Ca(OH)2
2(3CaO.2SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2.2H2O + Ca(OH)2
Kalsium Silikat hidrat (CSH) adalah silikat di dalam kristal yang tidak
sempurna, bentuknya padatan berongga yang sering disebut Tobermorite Gel.
Adanya kalsium hidroksida akan membuat pasta semen bersifat basa (pH= 12,5)
hal ini dapat menyebabkan pasta semen sensitive terhadap asam kuat tetapi dapat
mencegah baja mengalami korosi.
c. Hiderasi C3A
Hiderasi C3A dengan air yang berlebih pada suhu 30oC akan
menghasilkan kalsium alumina hidrat (3CaO. Al2O3. 3H2O) yang mana
kristalnya berbentuk kubus di dalam semen karena adanya gypsum maka hasil
hiderasi C3A sedikit berbeda. Mula-mula C3A akan bereaksi dengan gypsum
menghasilkan sulfo aluminate yang kristalnya berbentuk jarum dan biasa disebut
ettringite namun pada akhirnyagypsum bereaksi semua, baru terbentuk kalsium
alumin ahidrat (CAH).
Hiderasi C3A tanpa gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3+ 6H2O 3CaO. Al2O3. 6H2O

Hiderasi C3A dengan gypsum (30oC):


3CaO. Al2O3 + 3 CaSO4+ 32H2O 3CaO.Al2O3 + 3 CaSO4 + 32H2O
Penambahan gypsum pada semen dimaksudkan untuk menunda
pengikatan, hal ini disebabkan karena terbentuknya lapisan ettringite pada
permukaan-permukaan Kristal C3A
d. Hiderasi C4AF (30 H2O oC)
4CaO.Al2O3. Fe2O3 + 2Ca(OH)2+10H2O 4CaO.Al2O3.6H2O +
3CaO.Fe2O3.6H2O
e. Setting dan Hardening
Setting dan Hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen setelah
terjadi reaksi hiderasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan
pasta yang plastis dan dapat dibentuk (workable) sampai beberapa waktu
karakteristik dari pasta tidak berubah dan periode ini sering disebut Dorman
Period (period tidur). Pada tahapan berikutnya pasta mulai menjadi kaku
walaupun masih ada yang lemah, namun suhu tidak dapat dibentuk
(unworkable).Kondisi ini disebut Initial Set, sedangkan waktu mulai dibentuk
(ditambah air) sampai kondisi Initial Set disebut Initial Setting Time (waktu
pengikatan awal).Tahapan berikutnya pasta melanjutkan kekuatannya sehingga
didapat padatan yang utuh dan biasa disebutHardened Cement Pasta. Kondisi ini
disebut final Set sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi ini
disebut Final Setting Time (waktu pengikatan akhir).
Proses penerasan berjalan terus berjalan seiring dengan waktu akan
diperoleh kekuatan proses ini dikenal dengan nama Hardening. Waktu pengikatan
awal dan akhir dalam semen dalam prakteknya sangat penting, sebab waktu
pengikatan awal akan menentukan panjangnya waktu dimana campuran semen
masih bersifat plastik. Waktu pengikatan awal minimum 45 menit sedangkan
waktu akhir maksimum 8 jam.
Reaksi pengerasan :
C2S + 5H2O C2S. 5H2O
C3S + 5H2O C2S6. 5H2O + 13 Ca(OH)2
C3A+ 3Cs+ 32H2O C3A. 3Cs+.32H2O
C4AF + 7H2O C3A.6 H2O+ CF. H2O
MgO+ H2O Mg(OH)2
f. Panas Hiderasi
Panas hiderasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami
proses hiderasi. Jumlah panas hiderasi yang terajdi tergantung, tipe semen,
kehalusan semen, dan perbandingan antara air dengan semen. Kekerasan awal
semen yang tinggi dan panas hiderasi yang besar kemungkinan terajadi retak-retak
pada beton, hal ini disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar dihilangkan sehingga
terajdi pemuaian pada proses pendinginan.
g. Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen, diantaranya:
– Drying Shringkage ( penyusutan karena pengeringan)
– Hideration Shringkage (penyuautan karena hiderasi)
– Carbonation Shringkage (penyusutan karena karbonasi)
Yang paling berpengaruh pada permukaan beton adalah Drying
Shringkage, penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan
hardening. Bial besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat
dihindari. Penyusutan ini dioengaruhi juga kadar C3A yang terlalu tinggi.
h. Kelembaban
Kelembaban timbul karena semen menyerap uaap air dan CO2¬ dan dalam
jumlah yang cukup banyak sehigga terjadi penggumpalan. Semen yang
menggumpal kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition
(LOI) dan menurunnya spesifik gravity sehingga kekuatan semen menurun,
waktu pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya false set.
i. Loss On Ignation (HilangFajar)
Loss On Ignation dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mneral
yang terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada
batu setelah beberapa tahun kemudian.
j. Spesifik Gravity
Spesifik Gravity dari semen merupakan informasi yang sangat penting
dalam perancangan beton.Didalam pengontrolan kualitas Spesifik gravity
digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kesempurnaan pembakaran klinker,
dan juga menetahui apakah klinker tercampur dengan impuritis.
k. False Set
Proses yang terjadi bila adonan mengeras dalam waktu singkat. False Set
dapat dihindari dengan melindungi semen dari pengaruh udara luar, sehingga
alkali karbonat tidak terbentuk didalam semen.
Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang
dipakai waktu hidrasi berlangsung. Pada dasamya jumlah air yang diperlukan
untuk proses hidrasi hanya sekitar 25 % dari berat semennya, penambahan jumlah
air akan mengurangi kekuatan beton ( Winter and Nelson, 1991 ).
Beton dapat mempunyai rentang kekuatan yang lehar yaitl! dapat
diperoleh dengan cam mengatur secara tepat proporsi dari material -material
pokok. Semen khusus, agrcgat khusus, bahan tambah dan mctode Perawatan yang
khusus menjadikan banyak variasi dari beton akan diperoleh.

3.2 Mekanisme proses hidrasi


Hidrasi adalah proses reaksi yang berkelanjutan antara semen dan air, atau
Iebih tepatnya disebut fase cair, yang dimulai dari permukaan partikel semen,
kemudian dengan berjalannya waktu reaksi bergerak secara bertahap lebih ke
bagian dalam dari partikel semen, air bereaksi dengan partikel semen dan
memisahkan diri dari partikel-partikel semen menjadi gel yang mengitari bagian
partikel semen yang tak terhidrasi ( Popovich, 1992 ).
Pengembangan kekuatan dari semen sangat komplek, oleh karena itu
mekanisme hidrasi hanya dibuat perkiraan saja. Menurut Popovich, mekanisme
hidrasi terdiri dari beberapa tahap antara lain:

1. Tahap zero stage, yaitu ketika permulaan semen d.an air pertama terjadi
kontak.
2. Tahap first stage, yaitu kelanjutan dari tahap pcrtama ketika gel dari hasil
prose hidrasi mlilai menempel pada permukaan partikel semen dalam jllmlah
yang banyak, kemudian membuat lapisan pelindung untuk mencapai bagian
dari semen yang belum terhidrasi dan pada tahap ini membutuhkan cukllp
banyak air untuk semua proses reaksi tersebut.
3. Tahap second stage, yaitu proses setelah tahap first stage, ketika lapisan gel
menjadi begitu tebal yang menempel pada pemlUkaan partikel semen. Pada
tahap ini reaksi menjadi lebih lambat.

Waktu untuk proses zero stage dan jirst stage sangat tergantung dari
kesemua proses tersebut, lebih khusus ketika proses hidrasi berlangsung cepat,
misalnya menggunakan Perawatan temperatur tinggi ( uap ), mengandung partikel
semen C3S dan C3A yang tinggi, maka waktu darifirst stage mungkin akan
terjadi sckitar satll minggll atau kurang, sedangkan pada proses hidrasi yang
Jambat paling tidak membutuhkan waktu beberapa bulan ( Popovich, 1992).

3.3 Porositas pasta semen


Bentuk dan ukuran porositas pasta semen mempunyai efek penting pada
property beton yang dihasilkan setelah proses hidrasi seperti yang telah diuraikan
di atas. Porositas pasta semen sangat berpengaruh terhadap kekuatan dan
keawetan ( durability) beton ( Popovich, 1992 ).
Porositas pasta semen terdiri dari pori -pori kecil ( micro capillary) dan
hesar ( macro capillary). Pori -pori kecil meliput! kandungan udara dan pori pnri
kapiler scdangkan pori -pori besar meliputi pori -pori gel. Ada dua aspek dalam
pcnambahan pori -pori kapilcr dan kandungan udara, yaitu :
1) Dua bentuk awal dari porositas adalah berbeda. Kandungan udara dalam
pasta semen adalah hasil konsolidasi tidak komplet atau memang
ditambahkan.
2) Volume awal dari kandungan udara ( Va ) mengandung konstanta
pokok selama umur pasta semen ataupun beton.
Berikut akan diuraikan porositas pasta semen untuk kondisi pasta semen
segar dan setelah pasta semen mengeras.
1. Pasta semen segar (Fesh paste cement)
Skema dari komposisi pasta semen segar utau beton segar dapat dilihat
pada Gambar 3.2 berikut ini.
Gambar 3.2 Komposisi dalam beton segar

Dengan: Vcone = volume beton


Va = volume udara
Vw = volume air
Vc = volume semen Vag = volume agregat
Secara praktis kandungan udara untuk berbagai umur beton (pasta semen)
adalah sama, tetapi volume pori pori kapiler ( Vw ) berkurang dengan berjalannya
umur beton dalam kondisi normal ( Popovich, 1992 ).
Total volume kandungan pasta semen segar dapat dihitung dengan
persamaan dari teknologi beton antara lain:
1) Vc+Vag+Vw+Va = Vcone………………………………….............. ( 3.3 )
dengan:
Vc dan Vag = Volume absolut dari semen dan agregat dalam beton
Vw dan Va = volume dari udara dan air dalam beton
Vcone = volume sampel beton
2) Wc+Wag+Ww = Wcone………………………………………………( 3.4 )
dengan : W = berat semen, agregat dan air dalam sampal beton

Dengan : Po = porositas total awal, 100 %


v = volume pasta semen segar tennasuk kandungan udara
p'o = p"o = kunatitas relatif dari volume udara dan air ( % )
Porositas udara atau yang disebut dengan kandungan udara dalam pasta
semen dillinjukkan dalam bentuk persamaan relatif sebagai berikut.
1−𝑈𝑎
a=100 p'o = 100( ).......................................................................(3.6)
𝑈𝑜
1 −Ua 𝑤/𝑐 + I/Gc
= 100( )………………….……………………………(3.7)
𝑤/𝑐 +1

dengan :
a = kandungan udara, % volume
3
Ua = berat per unit pasta semen, g/cm
3
Uo = berat per unit pasta semen dihitung pada keadaan bebas udara, g/cm
W = massa air dalam spesimen segar
C = massa dari semen
w/c = rasio air semen
Gc = gravitasi dari semen
2. Pasta semen yang telah mengeras
Pengembangan hasil hidrasi dimulai saat pori-pori kapiler bertambah
secara bertahap sejak pencampuran selesai walaupun sesungguhnya perubahan
volume tidak besar yang tergantung dari proses. Pengurangan proses porositas
kapiler tergantung dari beberapa kondisi berikut ini:
1) Tidak ada lagi semen yang tak terhidrasi terscdia untuk hidrasi.
2) Tidak ada cukup air tersedia.
3) Semua pori -pori kapiler telah terisi oleh hasil hidrasi.
Pada Gambar 3.2 dan 3.4 berikut ini dapat dilihat skema dari dua tahap
hidrasi pasta semen dengan pemadatan penuh untuk rasio air semen 0.32 dan 0.48.
Gambar 3.3 Skema persentase hidrasi pasta semen dengan rasio air semen 0.32

Gambar 3.4 Skema persentase hidrasi pasta semen dengan rasio air semen 0.48
Sisa porositas (p) didalam pasta keras dapat dihitung pada beberapa tahap
hidrasi sejak porositas awal (po) ditambah ruang yang dibentuk oleh:

= Vw + Va+ Vp - Vh = po - Vh - Vp
P v v
Dengan :
P = Porositas
Po = porositas awal
Vp =Volume semen Portland yang telah digunakan untuk hidrasi
Vh = Volume padat hasil hidrasi
Tetapi dalam kenyataannya hasil hidrasi padat sesungguhnya hanya
kontribusi dari gel semen yang berpengaruh terhadap pengembangan kekuatan
pasta semen, rnaka persamaan 3.8. menjadi :

………………………………………...(3.9)
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan
pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk
bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau
membatu pada pencampuran dengan air.
2. Air merupakan reaktan kunci dalam hidrasi semen.Penggabungan air
menjadi zat yang dikenal sebagai hidrasi.Air dan semen awalnya
membentuk pasta semen yang mulai bereaksi dan mengeras (ditetapkan).
3. Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
0
membakar bersama-sarna: kapur, silica dan alumina pada suhu ± 1500 C
yang menjadi klinker.
4. Hasil dari pasta semen dapat dilihat segera setelah pencampuran dan akan
bertahan untuk waktu yang disebut dengan "dormant period ". Setelah dua
sampai tiga jam dengan kondisi normal, pasta semen mulai mengeras dan
kondisi plastis mulai berkurang dan akhirnya hilang, pasta semen menjadi
getas ( brittle ). Proses pengerasan ini disebut dengan "setting process.
5. Secara praktis kandungan udara untuk berbagai umur beton (pasta semen)
adalah sama, tetapi volume pori pori kapiler ( Vw ) berkurang dengan
berjalannya umur beton dalam kondisi normal.
Austin, G. T., a.b: Jasifi, 1996, Industri Proses Kimia, Erlangga, Jakarta.
Baron, R., Andrew,Chemical Composition of Portland
Cement,http://en.wikipedia.org/wiki/Portland_cement.
Bone, et al. 2004. Review of Scientific Literature on The Use of
Stabilisation/Solidification for The Treatment of Contaminated Soil,
Solid Waste and Sludges. Environment Agency.

Gupta, V. K. Mohan, D. Sharma, S. and Park, K. T. 1999. Removal ofChromium


VI from Electroplating Industry Wastewater Using Bagasse Fly Ash—A
Sugar Industry Waste Material. The Environmentalist, 19 : 129–136.

Mac Laren, D. C. and M. A. White. 2003. Cement: Its Chemistry and


Properties. Journal of Chemical Education 80, 6, (2003): 623-634.

Spence. 2005. Stabilization and Solidification of Hazardous, Radioactive and


Mixed Wastes. CRC Press. Boca Raton: CRC Press.

Taylor, Harold F. W. 1990. Cement Chemistry. London: Academic Press.


Wayne, S. Ad
Apriyadi Firdaus,Proses pembuatan semen pada PT Holcim
Indonesia,2007.
. Julian Bagus Hariawan,Pengaruh perbedaan karakteristik type semen Ordinary
Portland Semen(OPC) dan Portland Composite Cement (PCC) terhadap kuat
tekan mortar,2008
3. Paul Nugraha, Teknologi Beton,
2007
4. A.M.Neville & J.J.Brooks, Concrete Technology, 1993
5. L.J.Murdock D Sc, Bahan dan
Praktek Beton,1999.

Anda mungkin juga menyukai