Anda di halaman 1dari 12

Artikel (Good Agriculture Practice) GAP Pada Tanaman Paprika (Capsicum

annuum var grossum)

Disusun Oleh :

Muhammad Arifin Rosyadi (17025010008)


Andriana Ela Saputri (17025010017)
Dwi Betty Hariyanti (17025010019)

Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
2019
A. Pengertian Good Agriculture Practice (GAP)
GAP merupakan panduan yang mencakup implementasi teknologi yang ramah
lingkungan, penjagaan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan pekerja, pencegahan
penularan OPT dan prinsip tracebility (suatu produk dapat ditelusuri asal usulnya dari pasar
sampai kebun) (Rumiyati 2012). Good Agriculture Practice (GAP) adalah sebuah teknis
penerapan system sertifikasi proses produksi pertanian yang menggunakan teknologi maju
ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga produk panen aman dikonsumsi,
kesejahteraan pekerja diperhatikan dan usahatani memberikan keuntungan ekonomi bagi
petani. GAP telah diterapk di Indonesia sejak tahun 2003 dari GAP komoditas sayuran yang
secara berangsur mewajibkan semua produk bahan pangan untuk perdagangan global
memiliki sertifikasi GAP.
Penerapan GAP yang memiliki standart operational procedure (SOP) tertentu
digharapkan agar system budidaya yang dilakukan memberikan banyak manfaat baik
terhadap produk yang dihasilkan pekerja dan mampu meminimalisir cemaran terhadap
lingkungan di sekitar. Ada beberapa macam GAP sesuai dengan komoditas yang
dikembangkan, namun umumnya memiliki standart yang hamper sama. Dalam penerapan
GAP seorang produsen harus memenuhi beberapa ketentuan wajib, ketentuan anjuran dan
ketentuan yang disarankan.
Menerapkan system GAP dalam budidaya pertanian tentu bermanfaat bagi manusia
maupun lingungan. Hanya saja karena prosenya begitu ketat dengan tingkat keteraturan yang
tinggi membuat produk hasil GAP memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan harga
roduk hasil budidaya biasa. Produk yang bersertifikat GAP tentu memilki jaminan tersendiri
bagi konsumen apabila nanti ditemukan ketidaksesuaian karena memlalui GAP, semuanya
tertcatat dan terdata sejak pemilihan lahan hingga produk yang dihasilkan.
B. Tanaman Paprika
Paprika (Capsicum annuum var-grossum) merupakan salah satu komoditi sayuran
yang dimanfaatkan buahnya. Umumnya paprika dipakai untuk garnish (hiasan makanan)
atau salad. Akan tetapi, paprika dapat juga dijadikan lauk pokok sebab paprika mengandung
gizi yang cukup tinggi, karena pada setiap 100 g buah hijau segarmengandung protein 0,90
g, lemak 0,30 g, karbohidrat 4,40 g, vitamin A 22,00 IU, vitamin B1540,00 mg, vitamin C
160,00 mg (Prihantoro dan Indriani, 2000).
Tanaman paprika bukan tanaman asli Indonesia, tetapi berasal dari negara Amerika.
Paprika merupakan salah satu jenis cabai yang sering disebut cabai manis atau sweet paper
(Prihmantoro,1999). Tanaman paprika berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan
dimana banyak spesies telah dibudidayakan beratus tahun sebelum Colombus mendarat di
benua tersebut (Alberta, 2004). Penanaman paprika menyebar ke Eropa dan Asia setelah
tahun 1.500-an. Pada awal penyebaran di Eropa, tanaman paprika dibudidayakan di lahan
terbuka (outdoor). Tanaman paprika tumbuh sebagai perdu atau semak dengan tinggi
mencapai empat meter. Batang tanaman paprika keras dan berkayu, berbentuk bulat, halus,
berwarna hijau gelap dan memiliki percabangan dalam jumlah yang banyak. Buah paprika
memiliki keanekaragaman bentuk, ukuran, warna dan rasa. Buah paprika umumnya
berbentuk seperti tomat, tetapi lebih bulat dan pendek, atau seperti genta dengan permukaan
bergelombang besar atau bersegi-segi (Poulos, 1994).
Varietas paprika yang ditanam akan menentukan produktivitas paprika yang
diperoleh (Poulos, 1994). Ada sebelas varietas yang dibudidayakan di Indonesia. Varietas
paprika yang paling dominan yaitu Spartacus, Athena dan Edison. Ketiga varietas paprika
tersebut banyak dibudidayakan karena pertumbuhan dan hasilnya yang baik, serta bentuk
dan ukuran buah dari ketiga varietas tersebut mudah untuk dijual di pasar lokal maupun luar
negeri. Warna dari ketiga varietas paprika tersebut ialah merah yang banyak disenangi
konsumen (Puslitbanghort, 2006).
Menurut Linnaeus book, Species Plantarium (1753) dikutip oleh Heru Prihmantoro
dan Y.H. Indriani (2000), klasifikasi botanis tanaman paprika yaitu :
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Capsicum
Species : C. annuum
Varietas : grossum
Menurut T.K. Moekasan, dkk. (2008), paprika termasuk tanaman semusim yang
dapat tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian 700-1.500 m dpl dengan kelembaban
udara sekitar 80%. Tanaman paprika dapat tumbuh dengan baik pada tanah mediteran dan
aluvial dengan kondisi tanah lempung berpasir atau liat berpasir. Derajat keasaman (pH)
yang cocok bagi pertumbuhan tanaman paprika berkisar antara 6,0-7,0; dan pH optimal 6,5.
Tanaman paprika memerlukan temperatur 21°C-27°C pada siang hari dan 13°C-16°C
pada malam hari. Tanaman paprika masih dapat tumbuh pada temperatur 30°C, namun pada
temperatur 38°C pada siang hari dan 32°C pada malam hari, semua bunga dan bakal buah
gugur. Di Indonesia, tanaman ini cocok ditanam di dataran ringgi yang bersuhu 16°C - 25°C
(Heru Prihmantoro dan Y.H. Indriani, 2000).
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman cabai paprika adalah sekitar 250mm/bulan.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan tanaman mudah terkena penyakit yang disebabkan
oleh cendawan ataupun bakteri. Curah hujan yang tinggi menyebabkan pembuahan
terhambat karena serbuk sari menjadi tidak berfungsi. Intensitas sinar matahari yang
diperlukan tanaman ini berkisar antara 22% sampai 30% dari intensitas sinar matahari total
yang diterima tanaman.
C. Permasalahan dalam Budidaya Paprika
Paprika termasuk tanaman hortikultura. Permasalahan mendasar dalam budidaya
paprika adalah :
(1) Tanaman paprika perlu perawatan sangat intensif terutama pemberian nutrisi pada
tanaman,
(2) Tanaman sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan yang berdampak pada
produktivitas,
(3) Tanaman rentan terhadap serangan hama dan penyakit.
Budidaya paprika di bangunan greenhouse yang didukung teknologi fertigasi dan media
tanam yang digunakan adalah arang sekam yang steril selain itu masalah lain budidaya
paprika yaitu minimnya poduksi dan pasca panen yang dimilik .
D. Penerapan GAP pada Bagunan Greenhouse dalam Budidaya Paprika
Budidaya Paprika, sama juga halnya dengan tanaman hortikultura lainnya, ada
langkah-langkah yang harus dilakukan dan hal-hal baik yang sudah dicoba dan berhasil
untuk dapat diterapkan. Langkah-langkah baik dan berhasil itulah yang dikatakan dengan
istilah Good Agriculture Practices (GAP). Langkah-langkah baik pada budidaya paprika di
greenhouse, yaitu :
1. Penyiapan bibit dan Penanaman.

Bibit paprika disiapkan pada suatu tempat, proses penyemaian sangat sederhana yaitu :
(1) media tanam dimasukkan pada wadah seperti gambar,

(2) Benih terlebih dahulu direndam dengan air hangat kuku selama ± 30 menit, sambil
menunggu kita bisa menyiapkan media semai yang akan digunakan.

(3) Basahi media dengan air bersih dan pastikan media basahsampai merata dan biarkan
sesaat agar air siraman yang berlebihan menetes.

(4) Letakkan benih satu persatu pada setiap lubang dengan posisi calon lembaga (titik
tumbuh )menghadap kebawah ± 0,5 Cm dengan menggunakan Pinset, setelah semua benih
disemai kemudian tutup dengan plastik mulsa.

(5) Benih-benih tersebut ditaruh dlemari semai (germenation chamber), selama dilemari
semai suhu optimal 20-25 ºC dengan RH 70%-90%. Suhu dan RH dapat diatur dengan cara
memasang lampu jika suhu rendah dan Jika kelembaban rendah semprotkan air ke dalam
lemari semai dengan menggunakan hand sprayer.

(6) Benih akan berkecambah dalam waktu ± 7 hari, Plastik mulsa dibuka kemudian bibit
dipindahkan ke tempat yang ada sinar dengan tetap menjaga suhu dan kelembaban.

(7) Bibit dengan koteledon tumbuh sempurna, dipindahkan kepolybag 15 x 15 Cm yang telah
dibasihi dengan larutan nutrisi (JORO A&B Mix) dengan EC. 1,5 mS/Cm dan pH. 5.5.

(8) Pemeliharaan dipersemaian/pembibitan meliputi Penyiraman,1-2 kali sehari (tergantung


Cuaca, Fase pertumbuhan bibit, dan media yang digunakan), Pengendalian hama dan
penyakit selama di nursery misalnya Trips, Mite, Leaf miner, Rebah kecanbah dll) dan yang
tak kalah pentingnya adalah pengaturan kembali jarak antar tanam agar daun tanaman tidak
saling menutupi.

(9) Bibit siap tanam ke greenhouse produksi setelah berumur ± 21 hari di polybag atau sudah
berdaun ± 5 hilai.

2. Sterilisasi Greenhouse
Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk membersihkan greenhouse dari rumput atau sisa
tanaman lainnya, sampah dan benda-benda lainnya yang tidak diinginkan. Sterilisasi
dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan seluruh greenhouse dari mikroorgnisme
(telur/larva, virus, bakteri dan fungi) yang dapat merugikan tanaman. Ada beberapa bahan
yang sering digunakan dalam sterilisasi antara lain adalah : lysol, formalin dan beberapa jenis
pestisida. Penggunaan bahan sterilisasi dilakukan dengan cara:

1. Formalin 5% disemprotkan ke seluruh bagian greenhouse dengan konsentrasi 5


cc/liter air

2. Setelah ± 4-5 hari dari waktu penyemprotan formalin dilakukan penyemprotan


pestisida (insektisida dan fungisida). Pekerjaan ini diulang sampai 2-3 kali.  Sehari
sebelum media tanam berupa arang sekam dalam slab dipasang pada tempat yang
sudah disiapkan, greenhouse disemprot dengan larutan lysol dengan konsentrasi3-5
cc/ liter air.

3. Instalasi bak desinfektan kaki supaya penyakit tidak bisa dibawa ke dalam

greenhouse.

3. Persiapan tanam

1. Sebelum media ditempatkan, terlebih dahulu media dimasukkan kedalam plastik slab.
Bila menggunakan plastik slab, ukuran yang biasa digunakan adalah 100 x 25 cm.

2. Media yang biasa digunakan adalah sekam bakar

3. Plastik mulsa dipasang pada permukaan bedengan atau dibawa slab supaya akar
tanaman tidak kontaminasi/masuk kedalam tanah.

4. Kemudian media tersebut ditata didalam greenhouse sesuai dengan jarak tanam yang
diinginkan (di Lembang standar antar bedengan ± 140 cm dan antar tanaman ± 50cm).

5. Buat lubang tanam dengan diameter ± 15 cm pada permukaan slab (jika


menggunakansistem slab).

6. Media dibasahi dengan larutan nutrisi/pupuk dengan EC 1,5 dan pH 5,5 sampai benar-
benar basah/jenuh. Pada lubang tanam yaang telah dipersiapkan taburkan Furadan 3G
sebanyak ± 2 gram/lubang tanam untuk preventive terhadap serangan Nematoda.
7. Tahap selanjutnya bibit siap untuk ditransplanting ke greenhouse. Sebelum bibit
ditempatkan bagian bawah polybag digunting dengan hati-hati supaya akar bibit tidak
putus/rusak, kemudian bibit ditempatkan pada lubang tanam yang telah dipersiapkan.
Untuk menghindari terjadi kelebihan air siraman dan tumpukan garam-garam dimedia,
satu hari setelah transplanting lubang drainase dibuat pada bagian bawah slab.
Pembentukan dan pemilihan batang produktif Pada umur 3 minggu atau di atas daun ke
10, pilih 2 cabang utama yang kuat. Cabang yang tidak diinginkan dipotes dengan tangan.
4. Penyiraman dan Pemupukan.
a. Dilakukan 2x sehari pada pagi dan sore hari dengan menggunakan larutan nutrisi AB
Mix.
b. 1 paket A dan 1 paket B, masingmasing dilarutkan dengan 90 liter air, selanjutnya 5
liter larutan paket A dan 5 liter larutan paket B diencerkan dengan 990 liter air.
c. Diatur penyiraman dan pemupukan dengan sistem fertigasi untuk jumlahnya setiap
kali penyiraman, dimana pada masa vegetatif sebanyak 600 ml/tanaman/hari, masa
berbunga sebanyak 900 ml/tanaman/hari, dan masa pematangan buah sebanyak 1500
ml/tanaman/hari.
5. Pengajian dan pelilitan.
Tanaman paprika yang dibudidayakan secara hidroponik harus diberi penopang agar
diperoleh bentuk tanaman yang sesuai dengan kegiatan produksi secara maksimal.
Pembuatan ajir dimulai saat tanaman berusia 1 minggu. Penopang/ajir bisa terbuat dari
tali rami atau tali lainnya yang tidak tajam. Ujung atas tali diikatkan pada kawat
horizontal yang dibuat secara khusus pada batang atas greenhouse, setiap tanaman
memerlukan dua buah penopang/ajir karena batang utama yang dipelihara ada dua.
Tanaman paprika akan terus tumbuh semakin tinggi mengikuti ajir. Agar tali ajir tetap
melekat pada batang tanaman, maka setiap dua hari harus dilakukan pemutaran atau
pelilitan pada cabang utama. Cara pemutaran yang baik yaitu dengan memutar batang
mengikuti tali, bukan tali yang dililitkan mengikuti batang. Pemutaran dilakukan searah
jarum jam agar seragam dan mudah dilakukan.

6. Pengendalian Hama dan Penyakit .


Beberapa cara pengendalian serangga hama telah dikembangkan yaitu; 1) pendekatan
system, 2) pest-free zone, 3) inspeksi dan sertifikasi, dan 4) perlakuan pascapanen.
1. Dalam pendekatan system, tidak ada cara pengendalian tunggal yang sempurna.
Sejumlah cara diintegrasikan untuk mengendalikan serangga hama yang dapat berada
pada produk dalam kemasan. Sepertti halnya integrated Pest Management,
pengendalian dapat mulai dari kebun dan lingkungan sekitarnya, pengendalian
kematangan saat panen, inspeksi saat pengemasan, pengembangan prosedur
pencucian khusus, dan sebagainya. Dalam pendekatan system ini, perlakuan khusus
pascapanen tidak diperlukan.
2. Pest-Free Zone adalah daerah pertumbuhan yang telah disertifikasi bebas dari hama-
hama tertentu. Dibutuhkan program pembatasan ketat terhadap perpindahan produk
dari daerah terinfestasi ke daerah PFZ. Produk yang diekspor dari PFZ tidak perlu
memenuhi perlakuan karantina khusus, tetapi inspeksi dan sertifikasi dibutuhkan.
Contohnya daerah Florida ditetapkan atau disertifikasi sebagai daerah bebas
Caribbeanfruit fly.
3. Perlakuan pascapanen ditujukan untuk membunuh atau mensterilkan hama serangga
dengan kerusakan minimum pada produk. Perlakuan apapun yang akan diberikan
harus mempertimbangkan respon dari komoditi tersebut terhadap perlakuan tersebut.
Respon dari komoditi terhadap perlakuan karantina bervariasi tergantung pada
kultivar dan kematangan. Dengan demikian, pada saat akan diberikan perlakuan,
selalu diadakan inspeksi terhadap mutu produk terkait dengan kultivar dan
kematangannya sehingga kemungkinan kerusakan-kerusakan sudah dapat diantisipasi
sebelumnya. Perlakuan tertentu sering merupakan kebutuhan dan dipersyaratkan
setiap saat produk dikapalkan/ekspor dengan tujuan tertentu.
7. Pemeliharaan Tanaman
a. Dilakukan pemangkasan pada umur 14 hari setelah tanam dengan memilih 2 cabang
dari 3 cabang batang utama yang tumbuh.
b. Dilakukan pemangkasan buah di setiap ketiak yang tumbuh hanya 1 buah dan harus
berimbang di sisi satu dan lainnya.
8. Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada masak petik Secara umum petani sudah mengikuti langkah-
langkah baik pada budidaya paprika di greenhouse, hanya tidak melakukan sterilisasi
greenhouse, pemangkasan buah, dan waktu pemanenan. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya perbedaan hasil yang diperoleh, baik dari sisi berat maupun diameter buah.
Para petani umumnya melakukan panen, sesuai dengan permintaan dari pengumpul atau
pengepul. Pemanenan dilakukan dari pukul 07.00 – 17.00 CET Panen dilakukan dengan
menggunakan gunting panen yang dicelupkan kedalam susu sebelum memulai panen agar
mengurangi penyebaran bakteri atau virus dari tiap tanaman. Cara melakukan panennya
adalah menggunting tangkai buah sehingga terlihat sangat pendek. Hal ini bertujuan
memudahkan sortasi dan packaging saat kegiatan pasca panen. Tiap pemanen
mengendarai kendaraan panen yang memiliki tempat duduk dan box biru besar dengan
kapasitas 12 − 15 kg untuk menampung paprika yang sesuai standar perusahaan dan box
kecil berkapasitas 5 kg untuk menampung paprika yang dibawah standar perusahaan.
Pascapanen yang dilakukan di greenhouse hanyalah sortasi saat pemanenan,
penimbangan, dan pendistribusian ke lokasi pabrik grading dan pengemasan yang
merupakan perusahaan lain.
Standar Mutu Paprika
Untuk standar mutu Paprika,terdapat kelaskelas mutu. Kelas-kelas mutu Paprika
dibuat berdasarkan berat buah.
A. Kelas mutu 1, yaitu berat buah antara 220 g – 350 g.
B. Kelas mutu 2, yaitu berat buah antara 150 g – 200 g.
C. Kelas mutu 3, yaitu berat buah antara 80 g – 140 g
Sedangkan untuk persyaratan lainnya dari ketiga kelas mutu tersebut sama, yaitu :
a. Tekstur buah keras.
b. Bentuk buah normal.
c. Buah masak petik.
d. Tidak cacat dan terinfeksi hama ataupun penyakit
Tanda-tanda (penampakan fisik) buah masak petik dari Paprika adalah :
a. Warna kulit buah mengkilap.
b. Bila dipijat atau ditekan, daging buah terasa keras.
c. Daging buah tebal.
d. Buah mudah dilepaskan dari tangkainya

9. Pasca panen.
Penanganan pasca panen.
Hal-hal yang perlu dilakukan alam penanganan pasca panen paprika.
1. Paprika ditempatkan dalam keranjang agar tidak menyebabkan memar pada buah.
2. Dilakukan grading sesuai ukuran, menurut permintaan pasar.
3. Dilakukan pencucian dengan larutan klorin 250 ppm selama 3-5 menit.
4. Ditiriskan secara evaporative.
5. Dikemas dengan stretch film atau dimasukkan dalam plastic berperforasi sebelum
disimpan dalam pendingin.
6. Disimpan dalam suhu 5-10˚C atau dikombinasikan dengan Modified Atmosphere
Storage (MAS) 3% O2 DAN 10% CO2.
Tanaman papika sangat sensitive terhadap serangan hama dan penyakit, pasca panen
paprika harus dilakukan secara intensif karena dapat terjadi kerusakan fisik pada buah
sehingga membuat bakteri mudah untuk berkembangbiak.
Cara penanganan pascapanen menentukan masa simpan. Cara penanganan yang kurang
baik seperti penanganan yang cenderung menimbulkan pelukaan dan kemunduran
fisiologis yang cepat akan berakibat pada pertumbuhan mikroorganisme pembusuk
dengan cepat pula. Perlakuan-perlakuan pascapanen sering diberikan untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme pembusuk. Namun demikian, adanya
pembusukan oleh mikroorganisme adalah akibat sekunder dari penanganan yang salah
selama periode pascapanennya. Seperti pada produk yang mengalami luka maka akan
sangat memudahkan mikroorganisme tumbuh pada bagian luka tersebut. Kemunduran
mutu fisiologis biasanya diikuti oleh serangan mikroorganisme pembusuk sibagai akibat
sekunder karena degradasi jaringan yang mempermudah infeksi dan enzim pektolitik
untuk melunakan jaringan. beberapa factor pra-panen, panen dan pasca-panen yang
menyebabkan tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogenik.
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pascapanen
Produk yang digunakan untuk pengendalian mikroorganisme pembusuk pascapanen
harus digunakan setelah mempertimbangkan beberapa factor kritis sebagai berikut:
o Jenis pathogen yang terlibat dalam pembusukan
o Lokasi pathogen di dalam produk
o Waktu terbaik untuk pengendalian pembusukan tersebut.
o Kematangan dari produk
o Lingkungan selama penyimpanan, transportasi dan pemasarannya.
Produk yang dipilih untuk pengendalian pembusukan akibat mikroorganisme harus
mempertimbangkan factor di atas apakah dengan bahan kimia atau pengendalian secara
biologis.Pengelolaan suhu yang baik sangat kritis untuk pengendalian penyakit
pascapanen dan perlakuan lainnya dipandang sebagai suplemen terhadap pendinginan
(Sommer, 1989). Jamur pembusuk buah umumnya tumbuh optimal pada suhu 20 sampai
25 ºC dan dapat dibagi menjadi suhu pertumbuhan minimum 5 sampai 10 ºC atau -6
sampai 0 ºC. jamur dengan pertumbuhan minimum di bawah -2 ºC tidak dapat dihentikan
secara sempurna dengan pendinginan tanpa mengakibatkan pembekuan buah. Namun
suhu serendah memungkinkan diinginkan karena memperlambat pertumbuhan secara
berarti dan mengurangi pembusukan. Perubahan konsentrasi gas O2 dan CO2 sering
terjadi disekitar buah dan sayuran (Spotts, 1984). Dengan mengendalikan gas tersebut
yang sering disebut sebagai controlled atmosphere dapat berpengaruh terhadap
perlambatan proses kemunduran fisiologis produk serta terhadap pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme selama produk tersebut disimpan. Menurunkan
konsentrasi O2 dan meningkatkan CO2 di atas 5%; dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme perusak.

DAFTAR PUSTAKA

Nikardi Gunadi, T.K. Moekasan, L. Prabaningrum, H.de Putter, dan A. Everaarts. 2006.
Budidaya Tanaman Paprika (Capsicum annum var. grossum) di Dalam Rumah Plastik. Balitsa
bekerjasama dengan APR, Wageningen University and Research Center, The Netherlands.
Lembang.

Hadinata, T. 2004. Standar Mutu Paprika. Makalah disampaikan dalam Seminar “Potensi dan
Kendala Budidaya Tanaman Paprika di Rumah Plastik” oleh Balai Penelitian Sayuran di Aula
Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang-Bandung, pada tanggal 18 Desember 2004.
T.K. Moekasan. 2003. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem Semi Hidroponik. Makalah
yang disampaikan pada acara Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian yang diselenggarakan
oleh BPTP Jakarta pada tanggal 23 Desember 2003, di BPTP Jakarta.

T.K. Moekasan, L. Prabaningrum, N. Gunadi. 2008. Budidaya Paprika di Dalam Rumah Kasa
Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Balitsa. Lembang.

Heru Prihmantoro dan Y. H. Indriani. 2000. Paprika Hidroponik dan Non Hidroponik. PT.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Muchjidin Rachmat, Rusli Nyak H., Nikardi Gunadi, T.K. Moekasan, L. Prabaningrum, Anas D.
Susila, Yogawati D. Agustini, Enung Hartati S., Siregar Irma, Novia Yosrini, Popy Suryani S.,
Adityo Utomo, Dadan Hidayat, Mimin Pakih, Pidio Leksmono, Wawan Suherman, Nono
Suryono, Andi Permadi, Asep Tisna, Citra, Suplihaz, Dedin. 2006. Standar Prosedur Operasional
(SPO) Paprika di Greenhouse. Departemen Pertanian.

Prihmantoro, H, Indriani, Y.H. 2000. Paprika Hidroponik dan Nonhidroponik. PenebarSwadaya.


Jakarta

Poulos, J. M. 1994. Capsicum L., p. 136-140. In J. S. Siemonsma, and P. Kasem (Eds.). Prosea,
Plant Resources Of South-East Asia No 8, Vegetables. Prosea Foundation. Bogor.

Puslitbanghort. 2005. Pengaruh Populasi Tanaman dan Teknik Seleksi Buah dan Pucuk Samping
Tanaman Paprika Yang Ditanam Pada Dua Tipe Konstruksi Rumah Plastik Berbeda. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. 60
hal.

Rumiyati S. 2012. Penerapan GAP/SOP Sayuran Dan Tanaman Obat dalam Mendukung
Registrasi Lahan Usaha Sayuran dan Tanaman Obat. Penebar Swadaya, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai