Anda di halaman 1dari 7

NAMA : ANDRIANA ELA SAPUTRI

NPM : 17025010017
GOL : A2
MATERI : 2 SOIL DATA (Sbuild)

TINJAUAN PUSTAKA
DSSAT (Decision Support System for Agrotechnology Transfer) adalah sebuah
perangkat lunak yang digunakan untuk mensimulasikan pertumbuhan berbagai varitas
tanaman sekaligus memprediksi sejumlah nilai variabel yang berkaitan dengan produktivitas
tanaman (Rouw, 2008). Beberapa variabel tersebut antara lain : jumlah daun per batang, Leaf
Area Index (LAI), berat hasil panen (grain weight), berat kanopi (canopy weight), tinggi
kanopi (canopy height), tekanan air (water stress), berat akar (root weight), dan masih banyak
lagi variable lain. Selain itu, DSSAT juga dapat digunakan dalam memprediksi panen suatu
tanaman. Perangkat lunak DSSAT adalah sebuah perangkat lunak yang diproduksi oleh
ICASA (International Consortium for Agricultural Systems Applications) dari Amerika
Serikat. Menurut Tsuji et al. (1994) kegunaan DSSAT antara lain dapat menganalisis
sensivitas model yang digunakan dengan mengganti input parameter tanah, iklim dan
tanaman tanpa merubah susunan file percobaan yang divalidasi, dapat mengevaluasi
variabilitas dan dampak perubahan strategi scenario iklim, menggambarkan dinamika
pertumbuhan tanaman, keseimbangan penggunaan pupuk dan mampu mensimulasi proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara kontinu antar musim.
Menurut Jones et al. (2003) DSSAT dibuat dengan tujuan sebagai alat pembantu
budidaya tanaman guna pembuatan keputusan budidaya yang tepat, efektif dan efisien.
Keluaran dari DSSAT dapat digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan,
misalnya apakah suatu lahan pertanian membutuhkan irigasi yang cukup, sedang atau
banyak, dsb. DSSAT dilengkapi dengan tools yang terdiri dari program database tanah,
cuaca, dan data percobaan tanaman. Soil data editing program (Sbuild) adalah salah satu tools
dalam DSSAT yang berguna untuk memasukkan dan mengedit data tanah untuk mengetahui
tingkat kesuburan lahan. Tanah bersama air dan udara merupakan sumber daya alam utama
yang sangat mempengaruhi kehidupan. Tanah mempunyai fungsi utama sebagai tempat
tumbuh dan berproduksi tanaman. Kemampuan tanah sebagai media tumbuh akan dapat
optimal jika didukung oleh kondisi fisika, kimia dan biologi tanah yang baik yang biasanya
menunjukkan tingkat kesuburan tanah (Arifin, 2010).
Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada
takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan
suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan factor pertumbuhan lainnya dalam keadaan
menguntungkan (Poerwowidodo, 1992). Makin tinggi ketersediaan hara, maka tanah tersebut
makin subur dan sebaliknya. Kandungan unsur hara dalam tanah selalu berubah ubah,
tergantung pada musim, pengolahan tanah dan jenis tanaman (Rosmakam dan Yuwono,
2002). Tingkat kesuburan tanah yang tinggi menunjukkan kualitas tanah yang tinggi pula.
Kualitas tanah menunjukkan kemampuan tanah untuk menampilkan fungsi-fungsinya dalam
penggunaan lahan atau ekosistem, untuk menopang produktivitas biologi, mempertahankan
kualitas lingkungan, dan meningkatkan kesehatan tanaman, binatang, dan manusia (Winarso,
2005). Kandungan unsur hara dalam tanah selalu berubah-ubah, tergantung pada musim,
pengolahan tanah dan jenis tanaman (Jauhari, 2009).
Kesuburan tanah adalah suatu keadaan tanah dimana tata air, udara dan unsur hara
dalam keadaan cukup seimbang dan tersedia sesuai kebutuhan tanaman, baik fisik, kimia dan
biologi tanah (Syarif Effendi, 1995). Keadaan fisika tanah meliputi kedalaman efektif,
tekstur, struktur, kelembaban dan tata udara tanah. Keadaan kimia tanah meliputi reaksi tanah
(pH tanah), KTK, Kejenuhan Basa (KB), bahan organik, banyaknya unsur hara, cadangan
unsur hara dan ketersediaan terhadap pertumbuhan tanaman. Sedangkan biologi tanah antara
lain meliputi aktivitas mikrobia perombak bahan organik dalam proses humifikasi dan
pengikatan nitrogen udara. Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang
dalam (kedalaman yang sangat dalam melebihi 150 cm) ; strukturnya gembur ; pH 6,0 - 6,5;
kandungan unsur haranya yang tersedia bagi tanaman adalah cukup ; dan tidak terdapat faktor
pembatas dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan soil data lahan menggunakan aplikasi DSSAT pada tools Sbuild dapat
diketahui bahwa pada lahan di daerah Sawahan, Nganjuk dari 3 sampel yaitu lahan A, B dan
C dan diambil dari 2 kedalaman yang berbeda yaitu 20 cm dan 40 cm memiliki warna hitam,
tingkat drainase agak buruk dan kelerengan yang curam yaitu 94 dan berpotensi memiliki
limpasan tinggi. Kelerengan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya potensi limpasan
permukaan. Semakin curang kelerngan maka semakin meningkatkan jumlah dan kecepatan
aliran permukaan/limpasan.

Gambar 1. Hasil Preview Profil Lahan A Sawahan, Nganjuk


Ket:

SALB(Warna Tanah); SLDR (Drainease); SLRO ( Runoff potential/Lereng); SLL(Batasan yang lebih
Rendah); SDUL(Batas atas drainase); SSAT (Kejenuhan); SRGF (Faktor Pertumbuhan Akar); SSKS
(Kejenuhan Hidrolik); SBDM (Bulk density/Kepadatan Masal); SLOC (C-Organik); SLCL
(Clay/Liat); SLSI (Silt/Debu); SLCF (Stones/Pasir/Batu); SLNI (N total); SLHW (pH tanah); SCEC
(KTK).

Lahan A pada kedalaman 20 cm dan 40 cm memiliki nilai KTK sangat tinggi yaitu
49, 8 dan 44, 6. Meskipun demikian, nilai KTK pada kedalaman 20 cm lebih tinggi daripada
kedalaman 40 cm. Nilai KTK yang tinggi dipengaruhi oleh tekstur tanah yaitu liat pada
kedalaman 20 cm dan liat berdebu pada kedalaman 40 cm dengan fraksi liat yang dominan
yaitu pada kedalaman 20 cm sebesar 55 dan 58 pada kedalaman 40 cm. Sedangkan, untuk
fraksi debu sebesar 38 pada kedalaman 20 cm dan 33 pada kedalaman 40 cm. Fraksi pasir
pada kedalaman 20 cm sebesar 2 dan lebih rendah dibandingkan kedalaman 40 cm sebesar 3.
Tanah dengan kandungan liat tinggi memiliki KTK lebih tinggi daripada tanah dengan tanah-
tanah berpasir (Hardjowigeno, 2007). Lahan ini memiliki nilai kejenuhan tanah sangat rendah
yaitu 0,512 pada kedalaman 20 cm dan 0,504 pada kedalaman 40 cm. Lahan ini memiliki pH
masam yaitu 5,4 pada kedalaman 20 cm dan agak masam yaitu 5,6 pada kedalaman 40 cm.
Pada kedalaman 20 cm memiliki kandungan C 2,44 dan lebih tinggi dibandingkan kedalaman
40 cm yaitu 2,22. Kedalaman 20 cm juga memiliki kandungan N yang 0,25 lebih tinggi
dibandingkan kedalaman 40 cm yaitu 0,23. Selain itu, kedalaman 20 cm memiliki nilai factor
pertumbuhan akar 1 dan lebih tinggi dibandingkan nilai factor pertumbuhan akan pada
kedalaman 40 cm.

Gambar 2. Hasil Preview Profil Lahan B Sawahan, Nganjuk


Ket:

SALB(Warna Tanah); SLDR (Drainease); SLRO( Runoff potential/Lereng); SLL(Batasan yang lebih
Rendah); SDUL(Batas atas drainase); SSAT(Kejenuhan); SRGF (Faktor Pertumbuhan Akar); SSKS
(Kejenuhan Hidrolik); SBDM(Bulk density/Kepadatan Masal); SLOC(C-Organik); SLCL(Clay/Liat);
SLSI(Silt/Debu); SLCF(Stones/Pasir/Batu); SLNI(N total); SLHW(pH tanah); SCEC(KTK).

Lahan B kedalaman 20 cm dan 40 cm memiliki nilai KTK tinggi yaitu 39,4 dan 34,1.
Nilai KTK tersebut lebih rendah daripada lahan A karena dipengaruhi oleh terkstur tanahnya
untuk kedua kedalaman yaitu 20 cm dan 40 cm adalah lempung liat berdebu yang didominasi
oleh fraksi debu masing-masing sebesar 56 dan 53. Sedangkan, untuk fraksi liat sebesar 35
pada kedalaman 20 cm dan 33 pada kedalaman 40 cm. Fraksi pasir pada kedalaman 20 cm
sebesar 3 dan lebih tinggi dibandingkan kedalaman 40 cm sebesar 1. pH pada kedalaman 20
dan 40 cm agak masam yaitu 5,7 dan 5,8. Nila kejenuhan tanah pada kedalaman 20 cm dan
40 cm sangat rendah karena kurang dari 50 yaitu 0,492 dan 0,517 yang menunjukkan bahwa
lahan ini mempunyai status kesuburan yang rendah. Kedalaman 20 cm memiliki nilai factor
pertumbuhan akar 1 dan lebih tinggi dibandingkan nilai factor pertumbuhan akan pada
kedalaman 40 cm yaitu 0 549. Kandungan C dan N pada lahan ini tergolong rendah yaitu
masing-masing 1,9 dan 0,2 untuk kedalaman 20 cm serta 1,88 dan 0,16 untuk kedalaman 40
cm.

Gambar 3. Hasil Preview Profil Lahan C Sawahan, Nganjuk


Ket :

SALB(Warna Tanah); SLDR (Drainease); SLRO( Runoff potential/Lereng); SLL(Batasan yang lebih
Rendah); SDUL(Batas atas drainase); SSAT(Kejenuhan); SRGF (Faktor Pertumbuhan Akar); SSKS
(Kejenuhan Hidrolik); SBDM(Bulk density/Kepadatan Masal); SLOC(C-Organik); SLCL(Clay/Liat);
SLSI(Silt/Debu); SLCF(Stones/Pasir/Batu); SLNI(N total); SLHW(pH tanah); SCEC(KTK).

Lahan C pada kedalaman 20 cm dan 40 cm memiliki memiliki tekstur liat berdebu


dengan dominasi fraksi debu sebesar 54 dan 56. Sedangkan, untuk fraksi liat sebesar 34 pada
kedalaman 32 cm dan 35 pada kedalaman 40 cm. Fraksi pasir pada kedalaman 20 cm sebesar
4 dan lebih rendah dibandingkan kedalaman 40 cm sebesar 2. KTK pada kedalaman 20 cm
tergolong tinggi yaitu 28,9, sedangkan pada kedalaman 40 cm tergolong sedang yaitu 23,7.
KTK erat hubungannya dengan kesuburan tanah, semakin tinggi nilai KTK maka semakin
subur tanah tersebut, demikian juga kemampuan menyerap pupuknya juga semakin tinggi
(Novizan, 2002). Nilai kejenuhan tanah pada kedalaman 20 cm dan 40 cm sangat rendah
yaitu 0,503 dan 0,494. pH tanah yang tergolong agak masam yaitu 6 pada kedalaman 20 cm
dan 6,1 pada kedalaman 40 cm. Kedalaman 20 cm memiliki kandungan 2,17 lebih tinggi
dibandingan kedalaman 40 cm yaitu 0,18, sehingga kandungan bahan organik C kedalaman
20 cm tergolong sedang, sedangkan kedalaman 40 cm tergolong rendah. Kedalaman 20 cm
memiliki factor pertumbuhan akar dengan nilai 1 dan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
factor pertumbuhan akar pada kedalaman 40 cm yaitu 0,549.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa Sbuild adalah salah satu tools
dalam aplikasi DSSAT yang berfungsi untuk memasukkan dan mengedit data tanah untuk
mengetahui tingkat kesuburan lahan. Hasil analisis 3 data lahan A,B, dan C di Sawahan,
Nganjuk diketahui bahwa ketiganya memiliki status kesuburan yang berbeda. Hal tersebut
dikarenakan pada kedalaman 20 cm dan 40 cm memiliki parameter dengan nilai yang
berbeda. Parameter yang di analisis antara lain warna tanah, drainase, lereng, tekstur, KTK,
kandungan C dan N, pH tanah, kejenuhan, dan factor pertumbuhan akar.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2010. Kajian Sifat Fisik Tanah dan Berbagai Penggunaan Lahan Dalam
Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurnal Pertanian MAPETA UPN,
Jawa Timur. Hal:144.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. 296 Halaman.

Jauhari, M.A. 2009. Agihan Kesuburan Tanah Pada Lahan Padi Sawah Di Kecamatan
Jogorogo Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Geografi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Jones, J.W., Hoogenboom, G., Porter, C.H., Boote, K.J., Batchelor, W.D., Hunt, L.A.,
Wilkens, P.W., Singh, U., Gijsman, A.J. 2003. The DSSAT cropping system model.
Eur. J. Agron. 18: 235-265.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Poerwowidodo. 1992. Telaaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa. Bandung. 275 hal.

Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta


Rouw, A. 2008. Analisis dampak keragaman curah hujan terhadap Kinerja produksi padi
sawah (studi kasus di Kabupaten Merauke, Papua). Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. 11(2): 145-154.

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Penggunaan. Rineka Cipta. Jakarta.

Syarif Effendi. 1995. Ilmu Tanah. PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Tsuji, GY, G. Uehara, S. Balas. 1994. DSSAT v3. University of Hawaii, Honolulu. Hawaii.

Winarso, S.2005. Kesuburan Tanah:Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava media.
Jogjakarta. 269 hal.

Anda mungkin juga menyukai