Anda di halaman 1dari 36

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Rumah Sakit Husada
______________________________________________________________
______________________________________________________________
Topik : Demam Tifoid
Nama Mahasiswa : Dhanis Sartika
NIM : 11.2015.463
Dokter Pembimbing : dr.Yvone Marthina,Sp.A

Identitas Pasien
Nama : An.BAH Suku Bangsa : Jawa Barat
Tanggal Lahir : 20 April 2013 Agama : Islam
Usia : 3 tahun 4 bulan 11 hari Pendidikan : Belum sekolah
Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jl Kampung Japat RT
010/RW 008 Kecamatan Papentangan,
Ancol, Jakarta Utara

Identitas Orang Tua

Ayah Ibu
Nama Tn.S Ny.A
Usia 30 Tahun 28 Tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Suku Bangsa Jawa Barat
Agama Islam
Pendidikan D3 Teknik Mesin SMA
Pekerjaan Teknisi Mesin Ibu Rumah Tangga
Penghasilan Rp 6.000.000 -
Alamat Jl Kampung Japat RT 010/RW 008 Kecamatan Papentangan,
Ancol, Jakarta Utara
Hubungan dengan Pasien Orang tua kandung

1|IKA
A. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 31 Agustus
2016 pukul 13:00 WIB

I. Keluhan Utama
Anak mencret sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

II. Keluhan Tambahan


Anak demam sejak 7 hari SMRS. Selain itu, anak terkadang dijumpai menangis
sambil memegang perutnya dan perut kembung semenjak 5 hari SMRS. Penurunan
nafsu makan dan minum 3 hari SMRS. Bibir kering sejak 2 hari SMRS. Muntah
sejak 1 hari SMRS.

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS) orang tua pasien mengatakan
bahwa pasien mengalami demam. Orang tua pasien menyatakan demam dengan
meraba tubuh pasien saja terutama di kening, perut dan ketiak. Demam sudah
berusaha diturunkan dengan meminumkan paracetamol sirup 1 sendok teh setiap 3-
4 kali dalam satu hari, akan tetapi demam masih naik-turun. Pasien akan demam
terutama di sore hari menjelang malam hari. Demam tidak disertai dengan
menggigil dan berkeringat. Orang tua menyangkal anak pernah mengalami kejang
demam. Demam tidak disertai dengan kemunculan ruam atau bintik kemerahan di
bagian tubuh anak. Anak tidak menunjukkan perdarahan gusi dan perdarahan di
hidung (mimisan). Tidak ada mengadakan perjalanan keluar kota. Tidak dalam
kondis batuk dan pilek dan telinga keluar cairan
Anak mulai mencret dari 5 hari SMRS, tampak warna cokelat disertai sedikit
ampas, tanpa lendir ataupun darah. Setiap harinya anak dapat mencret 4 kali dalam
sehari, kira-kira ½ gelas ukuran 200cc. Ibu pasien mengatakan anak terakhir kali
ada makan makanan bukan buatan rumah 3 hari sebelumnya berupa bubur ayam
yang dibawa oleh ayah pasien. Orang tua pasien mengatakan perut pasien kembung
dan terkadang ditemui menangis memegang perutnya semenjak mulai mencret
Penurunan nafsu makan dan minum anak mulai tampak di 3 hari SMRS. Bibir
pasien mulai tampak kering sejak 2 hari SMRS tanpa adanya ulser dan perdarahan.
Pada 1 hari SMRS hingga saat masuk rumah sakit, anak muntah 3 kali dalam sehari
yang tampak cair dan berisi makanan yang dimakan oleh pasien kira-kira ½ gelas
berukuran 200cc. Buang air kecil terakhir pasien 7 jam sebelum pasien diputuskan
dirawat-inapkan di rumah sakit. Selama sakit, tidak ditemukan anak tidak dapat
menahan untuk berkemih dan menangis selama berkemih. Diketahui bahwa anak
belum disunat.
Diantara anggota keluarga lain yang serumah dengan pasien tidak ada yang
mengalami hal serupa. Kebiasaan mencuci tangan di rumah pasien cukup baik
walaupun terkadang lupa, seperti sebelum-sesudah dari makan dan setelah dari
kamar mandi mencuci tangan. Selain itu setiap kali akan ada bahan masakan yang
akan dimasak dibersihkan terlebih dahulu. Imunisasi dasar anak telah lengkap dan
tidak mengikuti imunisasi non program pengembangan imunisasi

2|IKA
IV. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Umur Penyakit Umur


Diare + (1 tahun, 1 tahun 9 Morbili -
bulan, 2 tahun 5
bulan)
Otitis - Parotitis -
Radang Paru - Demam Berdarah -
Tuberkulosis - Demam Tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan -
Darah - Operasi -
Difteri - Lain-Lain -

V. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi - +
Asma - +
Tuberkulosis - +
Hipertensi + - Ayah dan Ibu dari
Ayah pasien
Diabetes mellitus - +
Kejang - +

3|IKA
VI. Riwayat Keluarga
1. Silsilah Keluarga

Kakek-Nenek Kakek-Nenek
dari Ibu dari Ayah
Pasien Pasien

Adik Kakak Laki-


Ibu Pasien Ayah Pasien Perempuan Laki Ayah
Ayah Pasien Pasien

Pasien

2. Corak Reproduksi

No Tanggal Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan


Lahir Kelamin Mati (Sebab) Kesehatan
1 20-04-2013 Laki-laki + - - - -

3. Data Keluarga

Ayah/Wali Ibu/Wali Saudara


Umur 30 tahun 28 tahun - -
Perkawinan Ke- 1 1 - -
Umur Saat 26 tahun 24 tahun - -
Menikah
Kosanguinitas - - - -
Keadaan Sehat Sehat - -
Kesehatan

4|IKA
VII. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1. Kehamilan
Perawatan antenatal
Dilakukan : Setiap bulan hingga umur kehamilan 7 bulan, 2 kali
dalam satu bulan hingga menjelang kelahiran
Dirawat oleh : Bidan
Tempat perawatan : Rumah bidan
Penyakit kehamilan : Tidak ditemukan

2. Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Spontan
Penyulit atau kelainan: Tidak ditemukan
Masa gestasi : 9 bulan (36 minggu)
Neonatus kurang bulan
Keadaan bayi :
Berat badan lahir : 3000g
Panjang badan lahir : 49,00 cm
Kesan kurva Lubchenko : NKB-SMK
Lingkar kepala : Tidak diingat Ibu
Langsung / Tidak langsung menangis : Langsung menangis
Pucat / Biru / Kuning / Kejang : Tidak ditemukan
Nilai APGAR : Tidak diketahui Ibu
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu pasien, pasien dilahirkan
tidak pucat atau biru, aktif dan menangis kuat.
Kelainan bawaan : Tidak ditemukan

5|IKA
VIII. Riwayat Pertumbuhan

Umur Berat Badan Panjang Badan


0 bulan 3000 g 49,00 cm
3 tahun 4 bulan 11 hari 13 kg 95,00 cm
Kesan: Riwayat pertumbuhan pasien tidak dapat dinilai dikarenakan data yang
diperoleh tidak lengkap
1. Jika ingin melihat perubahan pertumbuhan dari umur ke umur tidak dapat
dilakukan karena data yang dimiliki tidak lengkap dan jarak umur di antara
data yang ada jauh (>1 tahun)
IX. Riwayat Perkembangan
Menurut ibu pasien, anak sudah mampu berjalan dengan baik, bermain sambil
melompat dan berlari, mampu menyusun mainannya secara bertingkat dan makan
sendiri dengan baik walaupun terkadang masih tumpah sedikit. Akan tetapi anak
belum bisa bicara dengan fasih dan dimengerti oleh orang yang diajaknya berbicara,
yang ditunjukkan dengan ketidakmampuannya menyusun kalimat.
Kesan: Anak mengalami keterlambatan atas kemampuannya dalam berbicara yang
tidak sesuai dengan usianya
X. Pertumbuhan Gigi Pertama : Ibu tidak ingat
XI. Psikomotor
Tengkurap : 5 bulan Berbicara : 7 bulan
Duduk : 7 bulan Membaca dan Menulis : - bulan
Berdiri : 12 bulan

XII. Perkembangan Pubertas


Laki-laki
1. Pertumbuhan rambut pubis : -
2. Perubahan suara :-
XIII. Gangguan Perkembangan Mental/Emosi : Tidak ditemukan

6|IKA
XIV. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar Ulangan


B.C.G 1 bulan
D.P.T 2 bulan 4 bulan 6 bulan 24 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 18 bulan
Campak 9 bulan
Hepatitis 0 bulan 1 bulan 6 bulan
B
M.M.R Belum dilakukan
Tifoid Belum dilakukan
HiB Belum dilakukan
Varicella Belum dilakukan
Influenzae Belum dilakukan
HPV Belum dilakukan
Rotavirus Belum dilakukan
Kesan: 5 jenis imunisasi dasar berdasarkan PPI (Program Pengembangan Imunisasi)
telah dilakukan (BCG, DPT, campak, polio dan hepatitis B), tetapi imunisasi
ulangan campak II (umur 6 tahun), DPT V (umur 5 tahun) dan polio VI (umur 5
tahun) belum dilakukan. Imunisasi non-PPI tidak dilaksanakan, seperti MMR,
tifoid, HiB, Varicella, Influenzae, HPV dan Rotavirus. Jika ingin memberikan
imunisasi non PPI yang dapat diberikan adalah imunisasi tifoid, hepatitis A dan
varisela.

XV. Riwayat Makanan


Pemberian ASI tanpa adanya penambahan makanan-minuman lainnya hingga
berusia 6 bulan. Anak mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti
biskuit, nasi tim lumat berisi daging, ikan atau telur disertai sayuran dan buah sejak
usia anak 6 bulan setidaknya 2-3 kali dalam sehari. Pasien mulai diberikan nasi tim
atau bubur sejak usia 1 tahun disertai lauk-pauk, sayur dan buah, frekuensi
pemberian per hari 2-3 kali. Makanan rumah tangga (layaknya orang dewasa)
dimulai sejak usia anak 1 tahun 6 bulan.Setiap harinya anak dapat makan 3 kali.
Anak mendapatkan makanan selingan 2 kali di antara waktu makan.

XVI. Data Perumahan


Kepemilikan Rumah : Rumah pribadi
Keadaan Rumah : 1 rumah ditinggali oleh 7 orang, yang terdiri dari Orang
Tua (kakek-nenek pasien) dari ayah pasien, adik
perempuan dari ayah pasien dan suaminya, ayah pasien,
ibu pasien dan pasien. Rumah terdiri dari 2 lantai dengan
4 kamar tidur, 3 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang tamu, 1
ruang keluarga
Ventilasi : Di ruang tamu, setiap kamar tidur, dapur dan kamar
mandi terpasang jendela dan lubang udara di atas tiap
pintu dan jendela sebagai tempat keluar-masuknya udara
dan matahari mampu menyinari bagian dalam rumah

7|IKA
Pencahayaan : Rumah mendapat pencahayaan yang bersumber dari
sinar matahari yang memasuki rumah dan lampu yang
terpasang di setiap ruangan
Keadaan Lingkungan: Jarang ditemukan tumpukan sampah rumah tangga atau
barang yang tidak terpakai dan genangan air. Rumah
terletak jauh dari jalanan utama
Kesan : Rumah yang dihuni terlalu banyak orang di dalamnya dan
lingkungan sekitar rumah cukup baik

B. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 31 Agustus 2016 Jam: 13.00 WIB

I. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tampak rewel, lemas, kedua mata
terlihat cekung, tidak tampak perdarahan spontan di hidung,
bibir tampak kering tidak tampak sesak dan tidak tampak
sianosis
Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60
Denyut nadi : 108x/menit
Frekuensi napas : 30x/menit
Suhu tubuh : 38.90C

Data Antropometri
Berat badan : 13,00 Kg
Tinggi badan : 95,00 cm
Pada umur 3 tahun 4 bulan 11 hari (3tahun 4 bulan) berdasarkan grafik NCHS-CDC
a. Berat badan dibandingkan dengan umur terletak di persentil 10
b. Tinggi badan dibandingkan dengan umur terletak di persentil 25
c. Indeks massa tubuh dibandingkan dengan umur diantara persentil 3 dan
persentil 10. Kesan status gizi pasien di umur 3 tahun 4 bulan berdasarkan
Waterlow adalah gizi baik (90%-110%)

8|IKA
𝐵𝐵 𝐵𝐵 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 × 100%
%=
𝑇𝐵 𝐵𝐵 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑇𝐵 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

𝐵𝐵 13 ×100%
%= =92,198%
𝑇𝐵 14,1

II. Pemeriksaan Sistematis


1. Kepala
 Bentuk dan ukuran : Simetris dan normosefali
 Rambut dan kulit : Pendek, warna hitam, tidak mudah tercabut, tidak ditemukan
telur kutu, massa, infeksi, kelainan kulit, perlukaan dan luka
bekas operasi
 Mata : Letak simetris, konjungtiva kanan-kiri tidak anemis, sklera
kanan-kiri tidak ikterik, sekret tidak tampak, kornea jernih,
pupil isokor kanan-kiri, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung kanan-kiri positif dan palpebra superior kanan-kiri
tampak cekung
 Telinga : Normotia, tidak tampak fistel pre-aurikula dan retroaurikula,
liang telinga lapang, tidak tampak serumen dan sekret,
membran timpani kanan-kiri utuh, hiperemis -/-, bulging -/-,
refleks cahaya +/+
 Hidung : Tidak tampak kelainan bentuk, peradangan dan massa, tidak
ditemukan deviasi septum nasi, konka media dan inferior
kanan-kiri eutrofi
 Bibir : Bentuk normal, mukosa merah muda, tampak kering, tidak
sianosis dan pucat
 Lidah : Bentuk dan ukuran normal, tampak kotor
 Tonsil : Ukuran T1-T1, tidak tampak peradangan, detritus, ulkus,
Vesikula dan pseudomembran
 Faring : Mukosa merah muda, tidak hiperemis, ulkus dan vesikula,
uvula di tengah

Leher
Tidak tampak kelainan bentuk, tidak terlihat dan teraba massa, serta tiroid tidak membesar

9|IKA
Toraks

 Paru

Area Pemeriksaan Anterior Posterior


Inspeksi Bentuk toraks normal, gerak Tidak tampak massa,
pernapasan statis dan dinamis kelainan kulit dan bekas
simetris, tidak tampak perlukaan, os vertebrae tidak
retraksi sela iga, tidak tampak deviasi
tampak massa, kelainan kulit
dan bekas perlukaan
Palpasi Pengembangan dada kanan- Tidak dilakukan
kiri simetris
Perkusi Sonor di kedua lapang paru Tidak dilakukan
Auskultasi Suara napas dasar vesikuler, Suara napas dasar vesikuler,
ronki -/-, wheezing -/- ronki -/-, wheezing -/-

 Jantung
o Inspeksi : Tidak tampak denyut ictus cordis
o Palpasi : Teraba denyut ictus cordis di interkostalis (ICS) IV kiri
o Perkusi : Tidak dilakukan
o Auskultasi : M1>M2; T1>T2; P2>P1; A2>A1; tidak terdengar suara jantung
patologis seperti murmur dan gallop; murni dan regular

Abdomen

 Inspeksi : Perut datar, tidak tampak gerakan peristaltik usus dan gambar
an vena
 Palpasi : Supel, nyeri tekan di seluruh bagian perut (anak menangis saat
perut dilakukan penekanan) tidak teraba pembesaran hepar dan
lien, turgor kulit kembali lambat
 Perkusi : Hipertimpani di seluruh lapang abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+) dan hiperperistaltik
Anus dan rectum : Kulit di sekitar anus tampak hiperemis, vesikel -, lesi satelit -
Genitalia : Laki-laki, pada glands penis tampak sedikit smegma, orificium
uretra externum tidak hiperemis, tidak perdarahan, tidak ada
perlukaan dan tidak edema.
Anggota gerak : Tidak ditemukan pembengkakan dan deformitas, teraba hangat,
serta perfusi perifer baik

Kekuatan

 Motorik
+𝟓 +𝟓
+𝟓 +𝟓

10 | I K A
 Sensorik
+ +
+ +
Kulit : Sawo matang, pucat -, sianosis -, lesi kulit -, kelainan kulit -
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran di regio servikal, submandibula, pre
aurikula, retro-aurikula, supra-klavikula, infra-klavikula dan
aksila kanan-kiri

Pemeriksaan neurologi :

 Kesadaran : compos mentis


 Rangsang meningeal : tidak dilakukan
o Kaku kuduk :-
o Brudzinski I :-
o Kernig sign :-
o Laseque sign :-
o Babinsky :-
 Tes 12 saraf kranial : tidak dilakukan
 Refleks fisiologis : tidak dilakukan

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Laboratorium Darah Rutin
Diuji pada tanggal 31 Agustus 2016, 16:00WIB

Jenis Pemeriksaan Nilai Uji wNilai Normal Satuan


Hemoglobin 8,3 10,7-14,7 g/dL
Hematokrit 27 31-43 %
Leukosit 6,1 5,5-15,5 103/µL
Trombosit 357 150-450 Ribu/µL
MCV 66 72-88 fL
MCH 20 23-32 pg/mL
MCHC 31 32-36 g/dL
Eritrosit 4,11 3,7-5,7 Juta/µL
Kesan: Anemia mikrositik hipokrom (nilai uji MCV lebih kecil dari nilai standar
dan nilai uji MCHC lebih kecil dari nilai standar )

11 | I K A
II. Serologi
Dilakukan uji pada tanggal 31 Agustus 2016, 16:00WIB

Jenis Pemeriksaan Hasil Uji Keterangan


Salmonella typhy O 1/160 Positif
Salmonella typhy H 1/160 Positif
Salmonella paratyphy AO 1/80 Positif
Salmonella paratyphy AH - Negatif
Salmonella paratyphy BO 1/160 Positif
Salmonella paratyphy BH - Negatif
Salmonella paratyphy CO - Negatif
Salmonella paratyphy CH - Negatif
Kesan: Infeksi akibat Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi

III. Uji Laboratorium Darah Lengkap


Dilakukan uji pada tanggal 1 September 2016, 12:05 WIB

Jenis Pemeriksaan Nilai Uji Nilai Normal Satuan


Laju Endap Darah 49 0-10 mm/jam
Hemoglobin 8,2 10,7-14,7 g/dL
Hematokrit 27 31-43 %
Leukosit 3,8 5,5-15,5 x103/µL
Trombosit 275 150-450 Ribu/µL
MCV 65 72-88 fL
MCH 20 23-32 pg/mL
MCHC 31 32-36 g/dL
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 1-5 %
Netrofil Batang 0 3-6 %
Netrofil Segmen 64 25-60 %
Limfosit 33 25-50 %
Monosit 3 1-6 %
Eritrosit 4,12 3,4-5,7 Juta/µL
Retikulosit 0,55 0,5-2,0 %

12 | I K A
Kesan: Ditemukan tanda peradangan (peningkatan laju endap darah), leukositopenia
dengan dominasi netrofil segmen yang menjadi petanda terjadi proses infeksi akibat
bakteri dan anemia mikrositik-hipokrom

IV. Pemeriksaan Serologi


Dilakukan uji pada tanggal 1 September 2016, 12:05WIB

Jenis Pemeriksaan Nilai Uji Nilai Normal Satuan


CRP 0,25 <0,5 mg/dL
IgM Salmonella typhi + - -
Kesan: Sedang terjadi atau pernah terjadi infeksi akibat Salmonella typhi pada 2-3
minggu sebelumnya

V. Laboratorium Darah Rutin


Dilakukan uji pada tanggal 4 September 2016, 9:10 WIB

Jenis Pemeriksaan Nilai Uji Nilai Normal Satuan


Hemoglobin 8,5 10,7-14,7 g/dL
Hematokrit 27 31-43 %
Leukosit 4,8 5,5-15,5 103/µL
Trombosit 304 150-450 Ribu/µL
MCV 63 72-88 fL
MCH 20 23-32 pg/mL
MCHC 32 32-36 g/dL
Eritrosit 4,25 3,7-5,7 Juta/µL
Kesan: Nilai hemoglobin, MCV dan MCH lebih kecil dari nilai normal

D. RESUME

Anak laki-laki usia 3 tahun 4 bulan demam tinggi sejak 1 hari SMRS. Demam naik-turun
dalam 1 minggu terakhir dan peningkatan terjadi terutama di sore hari menjelang malam
hari. Tidak ada ruam atau bintik kemerahan yang menyertai demam. Gejala lainnya yang
muncul 5 hari SMRS ialah nyeri perut, mencret dan penurunan nafsu makan-minum.
Bibir kering dan mengelupas mulai tampak 2 hari SMRS. Anak muntah pada 1 hari
SMRS. Fase menggigil dan berkeringat disangkal. Perdarahan gusi dan mimisan tidak
ditemukan. Riwayat kejang demam dan melakukan kunjungan keluar kota tidak ada.
Pasien mengalami sakit 3 hari setelah makan bubur ayam. Tidak ada buang air kecil yang
terlalu sering hingga sampai tidak mampu menahannya dan menangis yang menandakan
kemungkinan nyeri selama buang air kecil. Anak belum disunat. Tiga hari sebelumnya
diketahui makan bubur ayam yang bukan buatan rumah. Kebiasaan mencuci tangan dan

13 | I K A
penyediaan makanan dan minuman sebelumnya dibersihkan dahulu. Imunisasi yang
didapat adalah imunisasi dasar.
Hasil pemeriksaan keadaan umum, kesadaran dan tanda-tanda vital, anak tampak rewel,
compos mentis, lemas, tekanan darah 100/60, frekuensi pernapasan 30x/menit, frekuensi
nadi 108x/menit dan suhu 38,90C. Pada palpebra superior kanan-kiri tampak cekung.
Mukosa bibir tampak kering dengan lidah kotor. Pemeriksaan abdomen didapat nyeri
tekan di seluruh lapang perut, turgor kulit kembali lambat, perkusi terdengar hipertimpani
dan bising usus (+) hiperperistaltik. Kulit di sekitar anus hiperemis.
Pemeriksaan laboratorium saat hari pertama pasien masuk rumah sakit menunjukkan
anemia mikrositik hipokrom dan hasil uji widal untuk Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi (+).

E. Diagnosis Kerja
I. Demam tifoid
II. Dehidrasi ringan-sedang

F. Diagnosis Banding
I. Demam Tifoid
1. Gastroenteritis
2. Infeksi saluran kemih
3. Demam dengue
4. Malaria

G. Pemeriksaan Anjuran
I. Pemeriksaan kadar serum elektrolit ditujukkan untuk mengetahui kesetimbangan
elektrolit, keadaan asam-basa dan gambaran fungsi ginjal selama pasien sakit,
serta menentukan terapi cairan parenteral apa yang cocok diberikan sesuai kondisi
pasien. Yang akan diperiksakan ialah natrium, kalium, klorida dan kalsium.
II. Pemeriksaan urinalisis ditujukkan untuk mengetahui apakah terdapat faktor
penyulit pada pasien, sebagai spesimen untuk dilakukannya kultur dan
menyingkirkan diagnosis banding berupa infeksi traktus urinarius. Jika positif
infeksi traktus urinarius apabila pengambilan sampel melalui katerisasi ditemukan
bakteri >10.000CFU/mL, sedangkan pengambilan secara midstream
100.000CFU/mL dan aspirasi suprapubik 1000 CFU/mL. Selain itu tampak
leukosituria (>10 sel leukosit/mm3).
III. Pemeriksaan feses makroskopik dan mikroskopik bertujuan untuk mengetahui
gambaran makroskopik feses, seperti warna, konsistensi, bau, kandungan darah
atau lendir dan menemukan etiologi diare apakah Salmonella typhi, Escherichia
coli, telur cacing, Entamoeba histolytica, serta ketidakmampuan menyerap bahan,
IV. Pemeriksaan darah perifer lengkap ditujukkan untuk mengetahui akibat
penggunaan kloramfenikol yang dilakukan di hari ketiga pemberian kloramfenikol
V. Pemeriksaan foto rontgen abdomen BNO 3 posisi untuk menentukan apakah telah
terjadi komplikasi berupa peritonitis akibat Salmonella typhi atau tidak.

14 | I K A
H. Tatalaksana
I. Non Farmakologi
1. Tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
2. Kontrol dan monitor tanda-tanda vital
3. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
4. Jika anak demam (suhu >37,50C) dapat dibantu dengan kompres
mempergunakan air biasa.
5. Mempergunakan susu formula bersifat free lactose atau low lactose milk
6. Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, serta
rendah serat
II. Farmakologi
1. Cairan parenteral IVFD KAEN3B dengan berat badan 13 kg adalah
1150cc/24 jam
2. Paracetamol sirup (10-15) mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu anak
>37,50C, dosis yang akan diberikan antara 130-195mg/x. 1 sendok teh
(cth) paracetamol sirup 120mg/5ml. Pasien diberikan 1 ½ cth/x.
3. Oralit
a. Untuk 3 jam pertama diberikan 75ml/kgBB. Pasien diberikan
sebanyak 975mL
b. Setelah pemberian oralit untuk 3 jam pertama, pemberian oralit
selanjutnya antara (100-200)mL setiap kali pasien diare
c. Jika saat pemberian oralit pasien ditemujkan muntah maka
pemberian oralit harus ditunda 10 menit, kemudian dilanjutkan
kembali
d. Pemberian oralit dapat dihentikan bila anak tidak ditemukan diare
4. Zinc diberikan 20mg atau setara 1 tablet per hari selama 10 hari. Jika anak
tidak mampu minum tablet secara langsung, dapat dilarutkan dalam 1
sendok teh ASI atau air minum. Jika anak memuntahkannya, tunda
pemberian zinc selama 30 menit dan ulangi kembali dengan
melarutkannya lebih dari 1 sendok teh tetapi tetap 1 dosis (20mg)
5. Lacto-B 3 kali sehari 1 sachet. Cara pemberian dapat dengan
melarutkannya di dalam susu formula yang dimunum atau makanannya
6. Smecta dosis untuk pasien (6-9)g/hari, 1 sachet setara 3 gram. Maka
pemberian per hari pasien, 2 kali sehari 1 sachet sebelum makan
7. Kloramfenikol (50-75)mg/kgBB/hari. Pasien diberikan 650-975mg/hari,
untuk memudahkan pemberian diambil dosis 750mg/hari. Nantinya dari
750mg/hari dibagi menjadi 4 kali pemberian. Jika diberikan dalam sediaan
sirup 1 sendok teh mengandung 125mg kloramfenikol, maka banyaknya
pemberian adalah 1 ½ sendok teh. Lama pemberian kloramfenikol 2
minggu.
8. Confortin krim (dexpanthenol 50mg dan calamine 10mg) dioleskan pada
kulit perianal 2 kali sehari dalam 1 minggu
9. Hexetidine 0,1% dioleskan pada mukosa bibir yang kering dan terkelupas
dengan bantuan lidi kapas. Pemberian 2 kali sehari. Usahakan saat anak
tidur siang dan tidur malam diberikannya agar tidak digosok anak.

15 | I K A
I. Edukasi
I. Meningkatkan sanitasi lingkungan
II. Meningkatkan higienitas perorangan
III. Segera mengganti popok apabila telah basah
IV. Meningkatkan higienitas makanan dan minuman
V. Menjelaskan tanda-tanda kegawatan yang perlu diketahui keluarga pasien
sehingga harus dibawa ke RS kembali
1. Panas tinggi disertai penurunan kesadaran dan kekacauan mental
2. Muntah terus-menerus
3. Akral (ujung anggota tubuh seperti tangan dan kaki) dingin saat diraba

J. Prognosis
I. Ad vitam: bonam
II. Ad sanationam: dubia ad bonam
III. Ad functionam: bonam

K. Follow Up

31 Agustus 2016
Rewel, demam naik turun, mencret 4 kali dengan jumlah perkiraan ½ gelas
ukuran 200cc, berwarna kuning, banyak kandungan airnya, sedikit ampas, tidak
S disertai lendir dan darah, muntah 1x mengandung air berjumlah kira-kira ¼ gelas
berukuran 200cc, belum mau makan (setiap kali disuapi hanya 3-5 sendok
makan) dan minum kira-kira 150cc-300cc.
Tampak sakit sedang. Kesadaran compos mentis. Tekanan darah 100/60. Denyut
nadi 108x/menit. Laju pernapasan 30x/menit. Suhu 38,90C (13.00WIB); 39,80C
(21.00 wib). Ubun-ubun tidak cekung dan sudah menutup. Palpebra superior
dekstra dan sinistra cekung. Mukosa bibir merah muda, tampak pecah-pecah dan
O kering. Lidah tampak kotor. Cor dan pulmo tidak ada kelainan. Abdomen dengan
bising usus + hiperperistaltik dan hipertimpani, serta turgor kulit kembali lambat.
Kulit di perianal tampak ruam hiperemis. Akral hangat.
Hasil pemeriksaan penunjang: Anemia mikrositik hipokrom (nilai uji MCV lebih
kecil dari nilai standar dan nilai uji MCHC lebih kecil dari nilai standar), uji
widal menandakan terinfeksi Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi.
A Demam tifoid dan dehidrasi ringan-sedang
Cairan parenteral IVFD KAEN3B 1150cc/24 jam
Paracetamol sirup 1 ½ cth 6x1
Oralit 975mL/3 jam → jika masih diare lanjutkan 100-200 mL/diare
Zinc tablet 20mg 1x1
P Lacto-B 3x1
Smecta 2x1
Kloramfenikol 4x1 1 ½ sendok teh
Confortin cream 3x1 dioleskan pada ruam di kulit perianal
Hexetidine 0,1% dioleskan pada bibir yang kering

16 | I K A
1 September 2016
Demam naik turun, mencret 5 kali berwarna kuning dengan jumlah ¼ - ½ gelas
ukuran 200mL, banyak kandungan airnya, sedikit ampas, tidak disertai lendir dan
darah, muntah 1x terdapat ampas makanan dengan jumlah kira-kira ¼ gelas,
S tanpa lendir dan darah, makan dapat dihabiskan ¼ porsi yang disediakan dan
minum kira-kira 300-450cc, rewel. Buang air kecil berjarak 3-4 jam sekali, tidak
menangis selama buang air kecil, aliran buang air kecil tampak lancar dan tanpa
darah. Bintik kemerahan masih tampak di sekitar anus.
Tampak sakit sedang. Kesadaran compos mentis. Tekanan darah 105/60. Denyut
nadi 112x/menit. Laju pernapasan 28x/menit. Suhu 38,10C (06.00 WIB); 38,40C
(15.00 WIB); 38,20C (18.00WIB). Ubun-ubun tidak cekung dan sudah menutup.
O Palpebra superior dekstra dan sinistra tidak cekung. Mukosa bibir tampak pecah-
pecah tetapi tidak kering. Akral hangat. Cor dan pulmo tidak ada kelainan.
Abdomen dengan bising usus + hiperperistaltik dan hipertimpani. Kulit di
perianal tampak ruam hiperemis. Turgor kulit < 2 detik.
A Demam tifoid dan perbaikan dehidrasi ringan-sedang
Cairan parenteral IVFD KAEN3B 1150cc/24 jam
Paracetamol sirup 1 ½ cth 6x1
Oralit 975mL/3 jam → jika masih diare lanjutkan 100-200 mL/diare
Zinc tablet 20mg 1x1
P Lacto-B 3x1
Smecta 2x1
Kloramfenikol 4x1 1 ½ sendok teh
Confortin cream 3x1 dioleskan pada ruam hiperemis di kulit perianal
Hexetidine 0,1% dioleskan pada bibir yang kering dan terkelupas

2 September 2016
Demam naik turun, mencret 4 kali sejumlah ¼ gelas berukuran 200cc,
mengandung ampas, tanpa lendir dan darah, tidak mual dan muntah, mulai mau
S makan kira-kira ¼-½ porsi dan minum rata-rata 450-600 cc, rewel. Buang air
kecil berjarak 3-4 jam sekali, tidak menangis selama buang air kecil, aliran buang
air kecil tampak lancar dan tanpa darah. Ruam di sekitar anus masih ada.
Tampak sakit sedang. Kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/60. Denyut
nadi 108x/menit. Laju pernapasan 32x/menit. Suhu 39,20C. Ubun-ubun tidak
cekung dan sudah menutup. Palpebra superior dekstra dan sinistra tidak cekung.
O Mukosa bibir tampak pecah-pecah tetapi tidak kering. Akral hangat. Cor dan
pulmo tidak ada kelainan. Abdomen dengan bising usus + hiperperistaltik dan
hipertimpani, serta turgor kulit < 2 detik. Hiperemis di kulit perianal masih
tampak
A Demam tifoid dan perbaikan dehidrasi ringan-sedang
Cairan parenteral IVFD KAEN3B 1150cc/24 jam
Paracetamol sirup 1 ½ cth 6x1
P Oralit 975mL/3 jam → jika masih diare lanjutkan 100-200 mL/diare
Zinc tablet 20mg 1x1
Lacto-B 3x1
Smecta 2x1

17 | I K A
Kloramfenikol 4x1 1 ½ sendok teh
Confortin cream 3x1 dioleskan pada ruam atau bintik merah di kulit perianal
Hexetidine 0,1% dioleskan pada bibir yang kering dan terkelupas

3 September 2016
Anak sudah tidak lagi demam, mencret 3 kali mengandung ampas, tanpa lendir
dan darah, tidak mual dan muntah, mulai mau makan kira-kira ½-1 porsi dan
S minum rata-rata 600c-900cc dan tenang. Buang air kecil berjarak 3-4 jam sekali,
tidak menangis selama buang air kecil, aliran buang air kecil tampak lancar dan
tanpa darah. Ruam di sekitar anus memudar
Tampak sakit sedang. Kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/60. Denyut
nadi 108x/menit. Laju pernapasan 32x/menit. Suhu 39,50C. Ubun-ubun tidak
cekung dan sudah menutup. Palpebra superior dekstra dan sinistra tidak cekung.
O Mukosa bibir tampak pecah-pecah tetapi tidak kering. Akral hangat. Cor dan
pulmo tidak ada kelainan. Abdomen dengan bising usus + hiperperistaltik dan
hipertimpani, serta turgor kulit < 2 detik. Hiperemis di kulit perianal mulai
memudar
A Demam tifoid dan perbaikan dehidrasi ringan-sedang
Cairan parenteral IVFD KAEN3B 1150cc/24 jam
Paracetamol sirup 1 ½ cth 6x1
Oralit 975mL/3 jam → jika masih diare lanjutkan 100-200 mL/diare
Zinc tablet 20mg 1x1
P Lacto-B 3x1
Smecta 2x1
Kloramfenikol 4x1 1 ½ sendok teh
Confortin cream 3x1 dioleskan pada ruam hiperemis kulit perianal
Hexetidine 0,1% dioleskan pada bibir yang kering dan terkelupas

4 September 2016
Anak tidak demam, buang air besar 2 kali tampak lebih padat dibandingkan
sebelumnya dengan ampas, tanpa lendir dan darah, tidak mual dan muntah,
S makan dapat dihabiskan dan minum 600cc-900cc, tampak tenang. Buang air
kecil berjarak 3-4 jam sekali, tidak menangis selama buang air kecil, aliran buang
air kecil tampak lancar dan tanpa darah, ruam hiperemis di sekitar anus memudar
Tampak sakit sedang. Kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/60. Denyut
nadi 104x/menit. Laju pernapasan 24x/menit. Suhu 36,20C. Ubun-ubun tidak
cekung dan sudah menutup. Palpebra superior dekstra dan sinistra tidak cekung.
O Mukosa bibir tampak pecah-pecah tetapi tidak kering. Akral hangat. Cor dan
pulmo tidak ada kelainan. Abdomen dengan bising usus + hiperperistaltik dan
hipertimpani, serta turgor kulit < 2 detik. Hiperemis di kulit perianal memudar
Nilai hemoglobin, MCV dan MCH lebih kecil dari nilai normal
A Perbaikan demam tifoid dan perbaikan dehidrasi ringan-sedang
P 1. Dipulangkan
2. Dibawakan obat diantaranya

18 | I K A
a. Paracetamol sirup 1 ½ cth, 6x1
b. Oralit 975mL/3 jam → jika masih diare lanjutkan 100-200 mL/diare
c. Zinc tablet 20mg 1x1
d. Lacto-B 3x1
e. Smecta 2x1
f. Kloramfenikol 4x1, 1 ½ sendok teh
g. Confortin cream 3x1 dioleskan pada ruam atau bintik merah di kulit
perianal
h. Hexetidine 0,1% dioleskan pada bibir yang kering dan terkelupas

L. Tinjauan Pustaka
I. Diagnosis Kerja
DemamTifoid
Tifoid dapat diderita oleh karena adanya patogen, Salmonella typhi. Akibat bakteri
ini ialah infeksi sistemik yang ditandai dengan demam, toksemia, nyeri perut dan
konstipasi atau diare. Bila tidak mendapatkan pengobatan akan menyebabkan
kematian pada 10%-20% kasus karena perforasi usus, perdarahan, toksemia dank
arena komplikasi lain.1 Virulensi Salmonella typhi untuk melakukan sirkulasi ke
dalam sirkulasi sebagian berhubungan dengan antigen permukaan Vi.

Epidemiologi
Infeksi terjadi melalui mulut dari makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Salmonella typhi hanya dijumpai pada manusia yang terinfeksi dan dikeluarkan
melalui tinja dan urin. Masa inkubasi 3-60 hari, terbanyak 7-14 hari. Insidensi
tertinggi demam tifoid pada anak yang berlokasi terutama di daerah endemis.
Demam tifoid dapat menyerang penduduk perkotaan dan pedesaan. Diketahui
penyakit ini memiliki keterkaitan erat dengan kualitas hygiene pribadi dan sanitasi
lingkungan. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka demam
tifoid menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-
rata kesakitan 500/100.000 penduduk dan angka kematian di antara 0,6%-5%
(KMK,2006). Selain tingkat insidensi yang tinggi, demam tifoid terkait aspek
permsalahan lainnya, misalnya akurasi diagnosis, resistensi antibiotic dan masih
rendahnya cakupan vaksinasi tifoid. 1

Patogenesis
Salmonella typhi menginvasi ke jaringan limfoid usus halus tertama pleksus Peyer
dan jaringan limfoid mesenterika. Stelah terjadi peradangan dan nekrosis setempat,
kuman akan melewati pembuluh limfe masuk ke aliran darah (bakteremia primer)
menuju organ dalam system retikuloendotelial (RES) terutama di hati dan limpa.
Kuman akan difagosit oleh sel fagosit di RES. Kuman yang tidak difaogosit kembali
ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder). Sebagian
kuman yang masuk ke organ tubuh terutama limpa dan kandung empedu akan
dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan
reinfeksi di usus. 2
Selama masa bakteremia, endotoksin yang akan merangsang sintesis dan pelepasan
zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen akan

19 | I K A
mempengaruhi pusat termoregulator yang mengakibatkan demam. Makrofag
menghasilkan monokin, selanjutnya monokin ini menyebabkan nekrosis seluler dan
merangsang system imun, menyebabkan instabilitas kapilerm depresi sumsum
tulang dan demam. 2

Faktor Resiko
Sesorang memiliki tingkat kerentanan untuk terserang penyakit demam tifoid dilihat
dari higientias personal yang kurang baik, terutama jarang mencuci tangan atau cara
mencuci tangan yang tidak tepat. Higienitas makanan-minuman yang kurang baik,
misalnya makanan yang dicuci dengan mempergunakan air yang terkontaminasi,
sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar debu atau
sampah atau dihinggapi lalat. Dolanjutkan dengan sanitaasi yang kurang baik,
adanyaanya outbreak demam tifoid di sekitar tempat tinggal sehari-hari, adanya
carrier tifoid di sekitar pasien dan kondisi imunodefisiensi. 2

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan
bervariasi yaitu demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan
gangguan kesadaran. Saat bertemu dengan pasien, kemungkinan keadaan umum
yang kita lihat adalah tampak sakit sedang atau sakit berat. Tingkat kesadarannya
dapat compos mentis atau jika terjadi penurunan kesadaran biasanya dimulai dari
derajat ringan seperti apatis dan somnolen. Sedangkan tingkat kesadaran yang berat
seperti delirium dan koma. Saat melakukan pengukuran denyut nadi, mungkin
ditemukan bradikardia relative. Hasil ini muncul dikarenakan setiap kenaikan suhu
10C akan terjadi penurunan frekuensi nadi sebanyak 8 denyut per menit.
Pada minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya. Saat memasuki minggu kedua, gejala atau tanda klinis semakin jelas
yaitu demam remitenm lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung
disertai gangguan kesadaran. Demam tidak selalu khas seperti pda orang dewasa
dan terkadang memiliki gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat pula
mendadak tinggi dan remiten (39-41)0C serta pula bersifat ireguler terutama pada
bayi.
Lidah tifoid terlihat beberapa hari setelah demam meningkat. Dan hasil pemeriksaan
di bagian mulut lainnya berupa tremor lidah dan halitosis. Roseola tifoid tampat di
akhir minggu kedua berupa nodul kecil, sedikit menonjol berdiameter (2-4)mm,
berwarna merah pucat, serta hilang pada penekanan.
Seorang pasien dikatakan memasuki keadaan lanjut, apabila ditemui penurunan
kesadaran berupa somnolen dan koma atau dengan gejala psikosis (organic brain
somnolen), penderita dengan toksisk akan muncul delirium dan nyeri perut dengan
tan-tanda akut abdomen. 1

Pemeriksaan Penunjang
Seorang pasien dapat dinyatakan mendderita demam tifoid tidak hanya melalui hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik, tetapi ditunjang juga dengan hasil pemeriksaan
penunjang, seperti3

20 | I K A
1. Pemeriksaan laboratoium darah lengkap dengan hasil berupa leucopenia,
leukositosis atau leukosit dalam jumlah normal. Kemudian mungkin
ditemukan limfositosis relatif, monositosis, trombositopeniayang bersifat
ringan dan anemia
2. Serologi
a. IgM antigen O9 Salmonella typhi (Tubex-TF) yang dikaatakan
memiliki kemampuan mendeteksi IgM Salmonella typhi yang
dilakukan pemeriksaannnya di 4-5 hari pertama demam.
b. Enzyme immunoassay (Typhidot) dapat mendeteksi IgM dan IgG
Salmonella typhi dengan waktu pelaksanaan pemeriksaan 4-5 hari
pertama demam
c. Tes Widal akan dilakukan setelah demam berlangsung 7 hari.
Interpretasi hasil positif bila agglutinin O minimal 1/320 atau
terdapat kenaikan titer hingga 4 kali pada pemeriksaan ulang
dengan interval 5-7 hari. Perlu diingat bahwa hasil uji widal
mungkin saja positif palsu dikarenakan adanya reaksi silang
dengan non-typhoidal Salmonella, Enterbobacteriaceae, daerah
endemis infeksi dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid dan
preparat antigen komersial yang bervariasi dan standardisasi yang
kurang baik. Oleh karena itu, pemeriksaan widal tidak
direkomendasi jika hanya dilakukan 1 kali pemeriksaan serum akut
karena terjadinya positif palsu sangat tinggi yang dapat
mengakibatkan over-diagnosis dan over-treatment.
3. Kultur Salmonella typhi dinyatakan sebagai gold standard sebagai alat
bantu dalam penegakkan diagnosis demam tifoid, dimana pemeriksaannya
dapat dilakukan melalui beberapa jenis spesimen, yaitu
a. Darah: dilakukan di minggu pertama sampai akhir minggu ke-2
sakit, demam tinggi
b. Feses: dilakukan di minggu kedua sakit
c. Urin: dilakukan di minggu kedua atau ketiga sakit
d. Cairan empedu: ditujukkan untuk mendeteksi carrier typhoid atau
pada stadium lanjut penyakit
4. Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi klinis, misalnya SGPT/SGOT,
kadar lipase dan amilase

Penegakkan Diagnosis (Assesment)


Penegakkan diagnosis demam tifoid dalam bentuksuspek tifoid apabila dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna
dan petanda gangguan kesadaran dan penegakkan ini biasanya diperoleh dari
pelayanan kesehatan primer. Demam tifoid klinis (probable case) adalah suspek
demam tifoid didukung dengan gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid. 4

Tatalaksana
Dalam melakukan terapi pada pasien dengan kasus demam tifoid ada beberapa hal
yang mungkin untuk dilakukan, yaitu1,3,5,6
1. Terapi suportif dilakukan dengan
a. Istirahat tirah baring dengan mengatur tahapan mobilisasi

21 | I K A
b. Menjaga kecukupan asupan cairan yang dapat diberikan secara oral
atau parenteral
c. Diet bergizi seimbang dengan konsistensi lunak, cukup kalori dan
protein, serta rendah serat
d. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
e. Kontrol dan monitor tanda-tanda vital (tekanan darah nadi, nadi,
suhu , kesadaran dan laju pernapasan), kemudian dicatat dengn
baik dalam rekam medis pasien.
2. Terapi simtomatik ditujukkan untuk menurunkan demam (antipiretik) dan
mengurangi keluhan gastrointestinal
3. Terapi definitif dengan pemberian antibiotic. Antibiotik lini pertama yang
dipergunakan ialah kloramfenikol, ampisilin atau amoksisilin (aman untuk
penderita yang sedang hamil) atau trimetropim-sulfametoksazol (TMP-
SMZ). Bila penggunaan antibiotic lini pertama tidak menampakkan
kemajuan dpilihlah antibiotic lini kedua seperti seftriakson, sefiksim,
kuinolon (tidak dianjurkn bagi anak berusia <18tahun karena akan
mengganggu proses pertumbuhan tulang)
Apabila pasien diputuskan untuk dirawat di rumah ada indikasi yang harus dipenuhi
oleh pasien itu sendiri, diantaranya gejala klinis ringan, tidak ditemukan tnda
komplikasi atau komorbid yang membahayakan, kesadaran baik, dapat makan serta
minum yang baik, keluarga pasien cukup mengerti cara merawat dan mengenali
tanda bahaya yang akan timbul dari tifoid, rumah tangga pasien memiliki dan
melaksanakan sistem pembuangan ekskreta (feses, urin dan cairan muntah) yang
memenuhi persyaaratan kesehata dan keluarga pasien pun mampu menjalani
rencana tatalaksana dengan baik. Sedangkan bagi tenaga kesehatan, saat pasien
diputuskan dirawat di rumah harus bertanggungjawab penuh atas tatalaksana pasien,
memberikan konfirmasi bajwa penderita tidak dalam potensi menimbulkan
komplikasi, semua kegiatan tatalaksana yang dilakukan di rumah pasien
memungkinkan, pasien dilakukan follow-up setiap harinya dan mampu
berkomunikasi dengan lancar bersama keluargha pasien di sepanjang tatalaksana.
Pasien akan diputuskan untuk dirujuk bila telah mendapat terapi selama 5 hari tidak
tampak perbaikan, tifoid dengan komorbid yang berat, tifoid dengan komplikasi dan
demam tifoid dengan keadaan umum yang berat (toxic tifoid)

Konseling dan Edukasi


Kita dapat melakukan edukasi terhadap keluarga pasien atau langsung ke pasieng
tentang tata cara pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam tifoid,
masalah dietetik jumlah cairan yang dibutuhkan, pentahapan mobilisasi dan
konsumsi obat yang sebaiknya diperhatikan atau dilihat langsung p;eh dokter
dankeluarga pasien telah memahami serta mampu melaksnakannya, serta
diberitahukan tentang tanda-tanda kegawatan pasien agar keluarga dapat langsung
membawanya kembali ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan
penanganan.3
Pendekatan community oriented tentang aspek pencegahan dan pengendalian tifoid
melalui perbaikan sanitasi, peningkatan higienitas makanan dan minuman,
peningkatan higienitas perorangan dan pencegahanmelalui imunisasi.

22 | I K A
Prognosis
Prognosis dari demam tifoid adalah bonam. Akan tetapi pada ad sanationam berupa
dubia ad bonam dikarenakan penyakit ini mungkin berulang. 4

Komplikasi
Komplikasi demam tifoid melibatkan saluran pencernaan seperti perdarahan dan
perforasi usus, peritonitis maupun gejala lain seperti bronchitis, bronkopneumonia,
ensefalopati, kolesistitis, meningitis, miokarditis dan karier kronik. Komplikasi
munkin muncul di minggu kedua atau ketiga sakit. Berikut ini penjelasan atas
beberapa komplikasi yang dari demam tifoid yang telah disebutkan sebelumnya4
1. Tifoid toksik: penderita dengan sindrom demam tifoid berupa panas tinggi
yang disertai kekacauan mental hebat, penurunan kesadaran mulai dari
delirium smapai koma.
2. Syok septik: penderita dengan demam tifoid akan didapati pans tinggi
disertai gejala toksemia berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan
hemodinamik seperti tekanan darah turun, nadi halus dan cepat, keringat
dingin dan akral dingin.
3. Perdarahan dan perforasi intestinal: komplikasi perdarahan ditandai
dengan hematoschezia. Dapat juga diketahui dengan pemeriksaan fese
melalui occult blood test. Komplikasi ini ditandai dengan gejala akut
abdomen dan peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan
pemeriksaan klinis bedah ditemukan gas bebas dalam rongga abdomen
4. Hepatitis tifosa: kelainan yang akan tampak dapat berbentuk ikterus,
hepatomegali dan kelainan tes fungsi hati
5. Pankreatitis tifosa: adanya tanda pancreatitis akut dengan peningkatan
enzim lipase dan amylase, serta dibantu dengan ultrasonography (USG)
dan computed tomography scan (CT-scan)
6. Pneumonia: didapatkan tanda-tanda pneumonia dibantu dengan hasil foto
toraks

Pencegahan
Strategi untuk mencegah diri dari terinfeksi oleh Salmonella typhi dapat dilakukan
dengan vaksinasi. Ada 2 jenis vaksin yang dapat menjadi pilihan, yaitu oral dan
parenteral. Vaksin tifoid oral sebenarnya tidak beredar lagi di Indonesia dan
tergantikan oleh vaksin parenteral. 1
Vaksin tifoid oral berasal dari galur non patogen yang telah dilemahkan. Bakteri
dalam vaksin akan masuk ke dalam siklus pembelahan dalam usus dan dieliminasi
dalam waktu 3 hari setelah pemakaiannya. Tidak seperti vaksin parenteral, respon
ini termasuk sekretorik IgA. Secara umum, efektifitas vaksin oral sama dengan
vaksin parenteral yang diinaktovasi dengan pemanasan, namun vaksin oral dikenal
memiliki rekasi samping lebih rendah. Sebutan untuk vaksin tifoid oral ini adalah
Ty-21a
Daya proteksi vaksin tifoid oral berkisar 50-90%, oleh karena itu masih tetap
dianjurkan untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuma, Imunisasi ulangan
perlu diberikan setiap 5 tahun. Akan berbeda dengan individu yang terus terpapar
dengan infeksi Salmonella sebaiknya diberikan 3-4 kapsul setiap beberapa tahun.

23 | I K A
Kemasan dalm kapsil, direkomendasikan untuk anak 6 tahun atau lebih. Cara
pemberian 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari selang sehari, ke-1, ke-3 dan ke-5, 1
jam sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari 370C. Bagi wisatawan
diberikan tambahan kapsul yang dikonsumsi pada hari ke-7. Kapsul harus ditelan
utuh dan tidak diperbolehkan untuk dibuka karena kuman akan mati oleh asam
lambung. Vaksin tidak diperbolehkan diminum bersamaan dengan antibiotik dan
antimalaria yang aktif terhadap Salmonella atau sulfonamid. 1
Vaksin polisakarida parenteral diberikan sebanyak 0,5mL yang mengandung kuman
Salmonella typhi, polisakarida 0,025mg, fenol dan larutan buffer yang mengandung
natrium klorida, disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut. Penyimpanan
vaksin ini jangan sampai beku, cukup di suhu 20C-80C. Vaksin ini akan bertahan
selama 3 tahun. Pemberian dapat dimulai sejak seorang berusia 2 tahun dengan
pengulangan pemberian setiap 3 tahun. Lokasi penyuntikan terletak di deltoid atau
paha dengan cara intramuscular atau subkutan. Reaksi yang bisa timbul setelah
penyuntikan berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi, nyeri otot, nausea,
nyeri perut jarang dijumpai. Sangat jarang ditemuka efek samping berupa alergi
dalam bentuk pruritus, ruam kulit dan urtikaria. Kontra indikasi untuk pemberian
vaksin ini ialah alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin, pasien yang disuntikkan
sedang demam penyakit akut maupun penyakit kronik progresif. 1
Dehidrasi
Dehidrasi pada anak paling sering ditimbulkan oleh gastroenteritis. Sehingga
langkah pertama yang perlu dilakukan dalam tatalaksana dehidrasi menentuka
derajat dehidrasinya. Kita dapat mempergunakan pembagian dehidrasi menjadi
tanpa dehidrasi atau dehidrasi minimal, dehidrasi ringan-sedang dan dehidrasi berat.
Untuk memudahkan memahami derjat dehidrasi dapat dilihat dari table dibawah
ini.2

24 | I K A
Tabel 1. Pembagian Derajat Dehidrasi2

Simp Minimal atau Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat,


Tom tanpa dehidrasi sedang, kehilangan kehilangan BB >9%
kehilangan BB < BB 3-9%
3%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, tidak
irritable saadar
Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardi, bradikardi
pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tak teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali <2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotik
Kencing Normal berkurang minimal

Tatalaksana dehidrasi minimal atau tanpa dehidrasi dengan meneruskan ASI dengan
pemberian yang lebih lama dan sering, pemberian oralit atau air matang sebagai
tambahan, untuk anak yang tidak mendapat ASI beri susu yang bisa diminum dan
oralit atau cairan rumah tangga sebahai tambhan seperti kuah sayur dan air tajin.
Pemberian oralit didasari pada kejadian diarenya. Jumlah untuk pemberian oralit
berdasarkan umurnya adalah
1. Anak <1 tahun akan mendapat 50-100mL/ berak
2. Anak ≥100-200mL/berak
3. Ajari cara pembuatan oralit ekpada orang tua
4. Pemberian zinc iodide selama 10 hari, 1x1
5. Berikan makanan sesuai umur dan dapat melakukan penambahan 1-2 sendoh
teh minyak sayur per porsi makanan, pemberian makanan kaya kalsium dan
beri makanan dalam porsi kecil tapi sering per 3-4 jam
6. Saat diare telah berhenti, makanan tambahan tetap dilanjutkan selama 2
minggu
7. Antibiotic diberikan apabila curiga etiologinya bacterial
8. Pemberian nasihat kepada orang tua pasien untuk mengenal indikasi untuk
membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila
a. Berak cair semakin sering
b.Muntah berulang
c. Sangat haus
d.Muntah dan minum sangat sedikit

25 | I K A
e. Timbul demam
f. Tidak ada perbaikan selama 3 hari
g.Berak berdarah
Sedangkan pada tatalaksana dehidrasi ringan-sedang mempergunakan rencana terapi
B dan dehidrasi berat menjalani terapi C seperti yang tampak pada gambar di bawah
ini

Gambar 1. Rencana Terapi B pada Dehidrasi Ringan-Sedang3

Gambar 2. Rencana Terapi C pada Dehidrasi Berat3

26 | I K A
II. Diagnosis Banding
Gastroenteritis Akut
Gastroenteritis akut atau diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari
3 kali per hari disertai konsistensi tinja yang lebih cair atau encer tanpa lendir atau
darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. Diare disebabkan oleh berbagai
infeksi atau proses peradangan pada usus yang secara langsung mempengaruhi
sekresi enterosit dan fungsi absorbsi. Terdapat beberapa pembagian diare, antara
lain:2
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya (gangguan absorbsi atau
gangguan sekresi).
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-
infeksi.
c. Diare persisten berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
infeksi.
Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan penyakit yang umum terjadi pada
anak di berbagai negara, terutama di negara berkembang dimana diare merupakan
penyebab utama kematian pada anak. Epidemiologi gastroenteritis bergantung pada
faktor penyebab. Cara penyebaran penyakit adalah melalui kontak erat dari orang ke
orang, melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, serta dari binatang ke
manusia. Kemampuan kuman untuk menyebarkan penyakit tergantung pada modus
penyebaran, kemampuan untuk membuat koloni di saluran cerna, dan jumlah
minimal kuman untuk menyebabkan penyakit.
Di Indonesia, diare merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi
pada anak terutama usia di bawah 5 tahun. Diare merupakan penyebab kematian
bayi yang terbanyak, yaitu 42% dibanding pneumonia 24%. Untuk golongan 1-4
tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumoni 15,5%.
Infeksi enteral adalah infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Infeksi enteral meliputi: infeksi bakteri (Vibrio, E. coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersennia, Aeromonas); infeksi virus
(Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus); infeksi parasit (Ascaris,
Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides, Protozoa, jamur). Sedangkan infeksi parenteral
adalah infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut
(OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bwah 2 tahun. 2
Selain karena infeksi, terdapat faktor-faktor lain yang dapat menjadi penyebab
diare: 2
1. Faktor Malabsorpsi
2. Malabsorpsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi
laktosa.
3. Malabsorpsi lemak
4. Malabsorpsi protein
5. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

27 | I K A
Pada umumnya, diare dapat menular melalui cara fekal-oral, yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang-barang yang tercemar tinja penderita. Diare juga dapat
menular secara tidak langsung melalui lalat. (4F = finger, flies, fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan antara lain: tidak memberikan
ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan
(MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.
Selain itu, faktor-faktor penderita yang dapat meningkatkan resiko diare antara lain:
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
Secara umum diare disebabkan oleh 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi. Diare akibat gangguan absorbsi terjadi karena voleme cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Hal ini dapat terjadi akibat kelainan
di usus halus, sehingga mengakibatkan absorbsi menurun atau sekresi yang
bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorbsi di
kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare juga dapat dikaitkan dengan
gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.3
Gastroenteritis dapat timbul bersamaan dengan gejala sistemik seperti demam,
letargi dan nyeri abdomen. Diare akibat virus memiliki karakteristik diare cair atau
watery stool, tanpa disertai darah ataupun lendir. Dapat disertai gejala muntah dan
dehidrasi tampak jelas. Bila terdapat demam umumnya ringan.
Mula-mula anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin
disertai lendir ataupun darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya dapat
menjadi lecet karena seringnya defekasi dan tinja semakin lama semakin asam
karena banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi
usus selama diare. 3
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh
lambung yang ikut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang,
mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering.
Pemeriksaan laboratorium yang terkadang diperlukan pada diare akut antara lain:2
1. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik.
2. Urine : urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik.
3. Tinja :
a. Pemeriksaan makroskopik : perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah
biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang
mengandung darah atau mukus dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri yang menghasilkan sitotoksin. Bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti E.
histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.

28 | I K A
histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja berbau
busuk didapatkan pada infeksi Salmonella, Giardia,
Cryptosporidium dan Strongyloides.
b. Pemeriksaan mikroskopik : untuk mencari adanya leukosit, letak
anatomis serta proses peradangan mukosa. Leukosit di dalam tinja
diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang
mukosa kolon. Leukosit yang positif menunjukkan adanya kuman
invasif yang memproduksi sitotoksin (Shigella, Salmonella, C.
jejuni). Leukosit yang ditemukan umumnya PMN, kecuali pada S.
typhii leukosit mononuklear. Parasit yang menyebabkan diare
umumnya tidak memproduksi leukosit dalam jumlah banyak.
Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau
parasit kecuali terdapat riwayat bepergian, kultur rinja negtif untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised.
c. Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat
Hemolytic Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila
terdapat leukosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita
immunocompromised.
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua
kasus diare baik yang dirawat di rumah maupun di rumah sakit, yaitu:4
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Komplikasi utama dari gastroenteritis adalah dehidrasi dan gangguan fungsi
kardiovaskular akibat hipovolemia berat. Kejang dapat terjadi akibat demam tinggi,
terutama pada infeksi Shigella. Abses intestin dapat terjadi ada infeksi Shigella dan
Salmonella, terutama pada demam tifoid yang dapat memicu perforasi usus. Muntah
hebat akibat gaastroenteritis dapat menyebabkan ruptur esofagus atau aspirasi.
Kematian akibat diare mencerminkan adanya gangguan sistem homeostasis cairan
dan elektrolit yang memicu dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit dan instabilitas
vaskular, serta syok.
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara :3
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI
c. Penggunaan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
BAB dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

29 | I K A
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi
anak
Secara umum prognosis untuk diare akut pada anak bergantung dari penyakit
penyerta atau komplikasi yang terjadi. Jika diare segera ditangani sesuai dengn
kondisi umum pasien maka kemungkinan pasien dapat sembuh. Yang terpenting
adalah mencegah terjadinya dehidrasi dan syok karena dapat berakibat fatal. Jika
terdapat penyakit penyerta yang memperberat keadaan pasien maka perlu dilakukan
pengobatan terhadap penyakitnya selain penanganan terhadap diare.

Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih mencakuo sistitis, pielonefritism dan abses ginjal yang dapat
bersifat intrarenal atau perinefrik. Saluran kemih seharusnya dalam konidis normal
dalam keadaan steril. Akan tetapi dikarenakan kuman seperti Escherichia coli atau
flora usus yang naik ke saluran kemih menimbulkan infeksi pertama kali dan
berkontribusi infeksi berulang. Lebih dari 90% E.coli nefritogenik mempunyai
fimbriae yang berikatan dengan sel uroepitelial dan antigen grup P yang merupakan
glikolipid mengandung disakarida gal-gal berperan. Jika ada individu yang antigen
P1 tinggi cenderung untuk mengidap pielonefritis dan bateremia serta infeksi
saluran kemih (ISK) berulang. Bakteri lainnya yang menimbulkan ISK, diantaranya
Klebsiella, Enterococcus dan Pseudomonas.2
Berdasarkan data epidemiologi yang dimiliki ISK lebih sering dialami oleh anak
perempuan dikarenakan saluran uretranya yang pendek. Sedangkan pada anak laki-
laki yang belum disirkumsisi insidensnya akan meningkat 5-12 kali dibandingkan
dengan anak yang telah disirkumsisi. Hambatan aliran urin dan stasis urin menjadi
faktor resiko mayor dan dapat disebabkan oleh kelainan anatomi, nefrolitiasis,
tumor ginjal, kateter urin yang terpasang lama dan lain-lain.
Manifestasi klinis ISK bervariasi. Jika pasiennya adalah neonatus, gejala gagal
tumbuh, sulit makan dan demam. Peningkatan hiperbilirubin direk diakibatkan
endotoksin bakteri gram negatif. Bayi berusia 1 bulan hingga 2 tahun akan memiliki
gejala kesulitan makan, gagal tumbuh, diare, demam, muntah dan demam yang
tidak terjelaskan. Tanda klinis yang ditunjukkan sebenarnya mirip gejala
gastrointestinal, yaitu gejala kolik, iritabilitas dan menjerit periodic. Saar anak
memasuki usia 2 tahun, gejala klasik ISK muncul, Gejala yang dimaksudnkan
diantaranya tidak dapat menahan berkemih, disuria, sering berkemih atau nyeri
perut atau nyeri pinggang. Kemungkinan ISK harus diperharikan pada anak kecil
dan bayi dengan demam yang tidak dapat dijelaskan dan pada pasien di seluruh
rentang usia dengan demam dan anomaly kongenital pada saluran kemih
Penegakkan diagnosis ISK dapat dibantu melalui pemeriksaan penunjang seperti
urinalisis dengan pengambilan urin melalui aspirasi suprapubik, katerisasi dan
midstream. Dinyatakan bakteriuria apabila secara berurutan ditemukan
pertumbuhan bakteri lebih dari 1.000 CFU/mL, 10.000CFU/mL dan
100.000CFU/mL. Pada bayi dan anak kecil dengan demam yang tidak dapat
dijelaskan dan dianggap perlu untuk diberikan antibiotic segera, pengambilan
sampel urin harus dilakukan dengan metoe katerisasi. 2

30 | I K A
Hasil urinalisis yang menunjukkan piuria menggambarkan terjadinya infeksi, tetapi
juga hadir pada kasus uretritis, vaginitis, nefrolitiasis, glomerulonefritis dan nefritis
interstisialis. Tes dipstick urin memiliki kombinasi dengan pemeriksaan leukosit
esterase dan nitrit memiliki sensitifitas 88% dan spesifisits 93% untuk mendeteksi
ISK. Jangan melakukan pemeriksaan secara terpisah karena akan menurunkan
sensitifitasnya. Ditemukannya bakteri yang motil pada urin segar yang belum
disentrifus dari bayi dan anak dengan gejala klinis ISK memiliki korelasi dengan
hasil kultur yang positif 94% dengan metode pengambilan urin ssecara suprapubik
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) memberikan informasi berupa gambaran parut
ginjal dan digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan anatomi. Voiding
cystourethrogram (VCUG) dikenal sebagai pemeriksaan yang pencitraannya terbaik
untuk mendeteksi refluks vesikoureteral. Pemindai DMSA technetium-99mm dapat
mengidentifikasi adanya pielonefritis akut dan sangat berguna untuk mendeteksi
adanya jaringan parut pada ginjal akibat efek lanjut ISK.
Terapi empiris didasarkan pada gejala klinis dan didukung dengan hasil kultur urin.
Anak yang lebih muda walaupun tidak menampakkan gejala klinis ISK tetapi hasil
kultur urinnya positif harus diberikan antibiotic secara oral atau parenteral. Jika
terjadi kecurigaan ISK yang terlihat sakit berat, dehidrasi ataupun dengan asupan
cairan yang tidak adekwat, pemberian terapi inisial antibiotik harus secara
parenteral dan perawatan di rumah sakit dipertimbangkan, termasuk neonatus.
Terapi bagi neonatus membutuhkan waktu 10-14 hari dikarenakan insidensi
bakterimia tinggi. Anak yang lebih besar dengan sistitis akut diterapi 7-14 hari
dengan antibiotic peroral. Antibiotik utama terpilih ialah TMP-SMZ. Selain itu,
sefalosporin generasi tinggi (sefiksim dan sefpodoksim) juga mampu mengobati
ISK, hanya kekurangannya lebih mahal. 2,3
Anak yang diputuskan mendapatkan perawatan inap adalah anak dengan demam
tinggi ataupun manifestasi klinis pielonefritis, anak dengan gejala toksik sistemik
seperti mengggigil dan demam tinggi dimana terapinya berbentuk kombinasi antara
sefotaksim dan gentamisin. Bila pasien menunjukkan perbaikan, terapi oral dengan
preparat yang disesuaikan dengan hasil kultur hingga total antara 7-14 hari. Derajat
toksisitas, dehidrasi dan kemampuan menerima asupan cairan perlu analisa yang
hati-hati.
Tingkat kekambuhan ISK diperkirakan antara 25-40% ysng terjadi dalam kurun
waktu 2-3 minggu stelah terapi. Kultur urin ulangan sebaiknya dilakukan 1-2
minggu setelah pemberian terapi selesai untuk mengetahui sterilitas urin.
Pencegahan primer ISK tercapai dengan cara menjaga higienitas perineum dan
pengelolaan faktor resiko yang mendasari kejadiannya seperti konstipasi kronik dan
inkontinensia urin pada siang hari atau malam hari. Sedangkan penceghan sekunder
dengan pemberian antibiotic profilaksis yang diberika 1x1 yang diharapkan
mencegah infeksi ulangan.2

Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue


Dengue ialah infeksi Arbovirus (anthropod-borne virus) akut yang ditularkan oleh
nyamuk spesies Aedes. Virus dengue dimasukkan ke dalam kelompok Arbovirus B.
Ada 4 serotipe virus dengue yang tidak saling mempunyai imunitas silang. Vektor
yang mampu membawa virus dengue paling utama adalah Aedes (Ae) aegypti. Di

31 | I K A
Indonesia, Ae.aegypty vektor untuk daerah perkotaan. Sedangkan di desa, vektor
pembawa dengue ialah Ae.albopictus. Spesies lainnya Ae. scuttelaris dan
Ae.polynesiensis di Pulau Pasifik Selatan. Sedangkan di Kepulauan Rotuma daerah
Fiji, satu-satunya vektor dengue adalah Ae.rotumae.3
Antara demam dengue dan dengue hemorrhagic fever (DHF) terletak pada
permeabilitas kapiler, volume plasma, kejadian hipotensi, trombositopenia dan
diatesis hemoragik. Pada seorang pasien yang telah dinyatakan DHF akan tampak
peningkatan permeabilitas kapiler dan penurunan volume plasma disertai kejadian
hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Volume plasma dikatakan
menurun saat seorang pasien dengan DHF melalui penyelidikan mempergunakan I
labelled human albumin yang akan mulai tampak semenjak demam hingga
mencapai puncak saat pasien mengalami renjatan. Renjatan hipovolemik mungkin
terjadi didasarkan kepada kehilangan plasma yang bila tidak segera diatasi
munculkan anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Hati selalu tampak
membesar kadang-kadang pada anak dapat mencapai hingga 1 ½ kali dari berat
normal, disertai perlemakan dan perdarahan atau sarang nekrosis hemoragik. Efusi
serosa tampak kuning dengan nilai protein antara3,4-5,4g% yang mendekati sifat
eksudat. Apabila fraksi protein plasma darah dalam jantung dibandingkan dengan
yang terdapat dalam efusi, maka perbandingan untuk fraksi albumin kurang dari 1.
Sedangkan pada globulin perbandingan berkisar antara1,4-4,6.3
Akan ditemukan berbagai derajat perdarahan hamper di semua organ berupa
diapedesis beberapa eritrosit di sekitar pembuluh darah kecil sampai perdarahan
sekitar pembuluh darah kapiler dan arteriol. Sel endotel kapiler dan arteriol
membengkak. Edema perivaskular jelas pada jaringan lunak. Jumlah megakariosit
muda akan banyak ditemukan dalam pembuluh darah kapiler atau sinusoid paru,
ginjal, hati dan limpa. Sel darah lain dalam jumlah besar terdapat dalam pembuluh
darah organ tertentu seperti jaringan interstisial paru. 3
Sebuka perivaskular seperti sel limfoid, sel plasma dan sel mastosit terutama di kulit
atau daerah peritoneal hepar. Sarang nekrosis koagulasi di hepar terutama di sentral
atau parasentral lobulus hepar, pembesaran dan perubahan asidofilik sel kupffer
dengan sitoplasma yang bervakuol dan menyerupai Councilman body dan yellow
fever dan kadang-kadang sebukan sel limfoid periportal. Netrofil dan limfosit besar
kadang-kadang ditemukan dalam sinusoid, jumlahnya agak tidak sesuai dengan
jumlah sel darah dalam sirkulasi. Selain itu ditemukan thrombus kecil dalam
sinusoid. Hiperplasia limpa dari pulpa merah dengan sebukan keras sel mononuclear
limfositoid besar, plasma dan histiosit.Agaknya terjadi peremajaan limfosit dalam
jumlah besar seperti fagositosis limfositik yang sangat aktif3
Pusat germinativum badan malphigi sangat aktif dan menunjukkan
eritrofagositnekrosis dengan nekrosis di tengah. Di kelenjar adrenal tampak deplesi
lemak, terutama di glomerulus, sel menciut dan mengecil. Aka nada dilatasi ruang
Bowman dan proliferasi ringan kapiler gelung glomerulus3
Masa tunas berkisar antara 3-15 hari dan pada umumnya 5-8 hari. Gejala prodormal
demam dengue seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksi, mengigil
dan malaise. Pada demam dengue dikenal trias, yaitu demam tinggi, nyeri anggota
badan dan ruam. Ruam muncul di 5-12 jam sebelum naiknya suhu pertama kali di
hari ke-3 sampai ke-5 dan berlangsung antara 3-4 hari sifatnya makulopapular.

32 | I K A
Selain dari itu, ada nyeri di belakang bola mata dan bisa disertai mengigil.
Anoreksia dan obstipasi, tidak nyaman di epigastrium disertai nyeri kolik dan perut
teraba lembek sering ditemukan. Tanda patognomik dari demam dengue yaitu tanda
Castelani, pembesaran kelenjar getah bening servikal. 3
Kasus DHF ditandai oleh 4 manifestasi klinis yaitu demam tinggi, perdarahan
terutama di kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah. Dasar patofisiologi
yang membedakan DHF berbeda dengan demam dengue ialah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, hipotensi,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Sedangkan jika dilihat dari gejalanya
ditemukan pembesaran heparm leukositosis, manifestasi perdarahan berbentuk
petekie, ekimosis, uji tourniquet positif, trombositopenia , limfadenopati, ruam
makulopapular dan mialgia yang sifatnya lebih ringan.1,2,3
Pada seorang pasien dengan DHF yang disertau renjatan, setelah demam
berlangsung selama beberapa hari, keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk ,
biasanya diantara hari ketiga dan ketujuh sakit. Akan tampak penderira mengalami
kegagalan peredaran darah dalam bentuk kulit teraba lembab dan dingin, sianosis
sekitar mulut dan nadi menjadi cepat dan lembut, tampak lesu, gelisah dan secara
cepat masuk dalam fase kritis renjatan. Seringkali pasien akan mengatakan bahwa
mengalami nyeri di daerah perut di awalnya. Penurunan tekanan nadi menjadi
20mmHg atau kurang dn tekanan sistolik menurun sampai 80mmHg atau lebih
rendah. Penatalaksanaan untuk menhatasi renjatan diperlukan secara layak karena
dapat berlanjut menjadi renjatan hebat (profound shocked) yang dikenali melalui
tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, asidosis metabolic, hipoksia,
perdarahan gastrointestinal hebat. Jika dilakukan tatalaksana secara baik dalam 2-3
hari umumnya akan tampak perbaikan klinis pasien yang ditandai dengan selera
makan bertambah. 1,2,3
Saat melakukan pemeriksaan laboratorium yang ditemukan ialah trombosit di
bawah 100.000/mm3 ditemukan diantara hari ke-3 sampai hari ke-7 sakit. Bukti
adanya kebocoran plasma melalui peningkatan nilai hematokrit. Selain itu muncul
pula hasil laboratorium berupa hipoproteinemia, hiponatremia, peninggian sedikit
kadar transaminase serum dan urea nitrogen darah, asidosis metaboli dan hasil
leukosit yang bervariasi antara leukopenia atau leukositosis. 1,2,3
WHO membagi derajat DHF ke dalam 4 kategori3
1. Derajat I: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan melalui uji tourniquet
2. Derajat II: derajat I dertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lain
3. Derajat III: ditemukannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah
4. Derajat IV: renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan
darah yang tidak terukur.

33 | I K A
Tatalaksana DHF pada dasarnya bersifat simtomatik dan suportif dan akan berbeda
tergantung pada klinis pasien apakah dengan renjatan atau sebaliknya3
1. DHF tanpa renjatan
Akibat demam yang tinggi, anoreksia dan muntah pasien akan mengalami
rasa haus dan memasuki kondisi dehidrasi sehingga memerlukan konsumsi
cairan yang lebih banyak sebesar 1,5-2 L dalam 24 jam dapat berupa air
teh manis, sirup atau susu. Beberapa pasien mungkin saja dapat diberikan
oralit. Pemberian minuman ini dapat secara oral dimana setiap 3-5 menit
disuapi cairan 1 sendok makan. Jika anak demam, antipiretik dapat
diberikan dan bila perlu mendapatkan pula surface cooling. Kejang
mungkin timbul, diatasinya dengan antikonvulsan. Pemberian intravenous
fluid drip (IVFD) diindikasikan bila pasien terus-menerus muntah atau
nilai hematokrit yang cenderung meningkat.
2. DHF dengan renjatan
Penggantian volume cairan biasanya mempergunakan ringer laktat dan
pemberiannya secara diguyur yang artinya secepat-cepatnya dengan
penjepit infus dibuka. Jika kecepatan tetesan yang diinginkan tidak
mungkin dicapai karena kolapsnya vena, cairan akan dimasukkan dengan
mempergunakan semprit sebanyak 100-200mL yang dilanjutkan dengan
tetesan. Bila keadaan pasien tidak begitu berat, cairan diberikan dengan
kecepatan 20mL/kgBB/jam. Dikarenakan kebocoran plasma umumnya
berlangsung selama 24-48 jam, cairan intravena akan tetap dipertahankan
walaupun tanda-tanda vital telah mengarah perbaikan. Untuk
pemantauannya perlu diperiksa secara periodic hematokrit pasien.
Pada masa penyembuhan, cairan dari ekstravaskular akan direabsorbsi
kembali ke dalam ruang vascular, sehingga hendaknya pemberian cairan
diperhatikan seksama, Evaluasi klinis seperti nadi, tekanan darah,
pernafasan, suhu dan pengeluaran urin dilakukan lebih sering.
Pasien diputuskan untuk memasuki unit perawatan khusus bila renjatan
terus berlangsung atau kejadiannya berulang.

Malaria
Malaria dikenal sebagai penyakit yang memiliki sifat akut dan kronis, disebabkan
oleh protozoa dari genus Plasmodium. Malaria di setiap tempat berbeda dikarenakan
faktor manusia (rasial) dan faktor vector berupa Anopheles. Di Indonesia vektor
yang dimaksudkan untuk daerah Jawa dan Bali, seperti A.aconitus, A.maculatus dan
A.subpictus. Di Sumatera akan ditemukan vektor berupa A.sundaicus dan
A.aconitus. Di Sulawesi didapatkan A.subpictus dan A.sundaicus. A.balabacensis
terdapat di Kalimantan. Dan di Irian Barat vektornya ialah A.farauti dan
A.punctulatus. Faktor selanjutnya yang menyebabkan di setiap tempat berbeda ialah
parasit dan faktor lingkungan. Faktor parasit berperan dikarenakan pada beberapa
tempat obat antimalaria yang dipergunakan telah resisten. Sedangkan, lingkungan
mempengaruhi siklus biologi nyamuk.3,4
Empat spesies yang dapat menyerang manusia yaitu:3
1. P. vivax penyebab malaria tertian
2. P.ovale penyebab malaria ovale
3. P.malariae penyab malaria malariae

34 | I K A
4. P.falciparum penyebab malaria tropika
Perjalanan penyakit malaria di tubuh pasien dimulai semenjak nyamuk menusuk
kulit pasien atau melalui transfuse darah. Parasit yang masuk nantinya akan
berkembang secara aseksual (skizogoni). Sporozoit yang dimasukkan ke dalam
tubuh manusia ke dalam tubuh manusia oleh nyamuk, masuk ke dalam peredaran
darah dan setelah ½ jam bersarang di hati akan membentuk siklus pra-eritrosit
diantaranya trofozoit -> skizon -> merozoit. Siklus ini tidak bergejala. Merozoit
akan masuk ke dalam hati dan meneruskan siklus ekso-eritrosit dan sebagian lagi
masuk ke dalam darah (eritrosit) untuk memulai siklus eritrosit, yaitu merozoit ->
trofozoit muda (bentuk cincin) -> trofozoit tua -> skizon -> skizon pecah ->
merozoit memasuki eritrosit baru. Sebagian merozoit memulai dengan gametogoni
membentuk mikro dan makrogametosit. Siklus ini disebut dengan tunas intrinsik.3
Pada tubuh nyamuk, parasit akan berkembang secara seksual (sporogoni). Dalam
lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan
mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut dengan ookinet. Selanjutnya
ookinet akan menembus dinding nyamuk membentuk ookista yang membentuk
banyak sporozoit. Kemudia sporozoit akan dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar
liur nyamuk. Siklus ini dikenal dengan sebutan masa tunas ekstrinsik.
Masa tunas intrinsic berakhir dengan timbulnya serangan demam pertama. Serangan
demam yang khas terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium frigoris (menggigil), stadium
akme (puncak demam) dan stadium sudoris (berkeringat banyak dan suhu turun).
Pola serangan demam setiap jenis malaria akan berbeda.
Kambuhnya malaria dapat bersifat3
1. Rekrudensi (short term relapse) dikarenakan parasit malaria dalam
eritrosit menjadi banyak. Timbul dalam hitungan minggu setelah penyakit
sembuh
2. Rekuren (long term relapse) dikarenakan parasit siklus ekso-eritrosit
masuk ke dalam darah menjadi banyak. Biasanya timbul kira-kira 6 bulan
setelah penyakit sembuh.
3. Hipertrofi dan hyperplasia sistem retikuloendotelial akan menyebabkan
limpa membesar. Sel makrofag bertambah dan dalam darah terdapat
monositosis
4. Anemia muncul dikarenakan beberapa penyebab, yaitu
a. Eritrosit yang diserang akan hancur saat sporulasi
b. Derajat fagositosis RES meningkat, sehingga akibatnya banyak
eritrosit yang hancur.
Penyakit malaria dapat dicegah dengan melakukan pemotongan rantai penularan
dengan mencegah gigitan vektor melalui pembunuhan nyamuk dengan insektisida,
saat tidur mempergunakan kelambu, menghilangkan kesempatan nyamuk
berkembang biak dan kemoprofilaksis yang dilanjutkan pemakaiannya hingga 1
bulan meninggalkan daerah endemis. Program pemberantasan malaria di Indonesia
bersifat kontrol, buka eradikasi. 3
Prognosis penyakit malaria bergantung pada tatalaksana yang diberikan. Pada
malaria tropika dapat timbul komplikasi yang berbahaya yang disebut black water
fever (hemoglobinuric fever) dengan gagal ginjal akut.

35 | I K A
Kekebalan pada manusia berupa kekebalan bawaan (rasial) dan kekebalan didapat,
yaitu pasif (dari ibu) dan aktif (toleransi, premunisi, residual)

Daftar Pustaka

1. Ranuh IG N G,Suyitno H,Hadinegoro SRS,Kartasasmita


CB,Ismoedijanto,Soedjatmiko.Pedoman imunisasi di Indonesia.Ed ke-
5.Jakarta:Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia;2014.h.330-4
2. Ikatan Dokter Indonesia.Panduan praktis klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan primer.Ed Revisi.Jakarta;Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia;2014.h.27-30;66-73;104-120.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Buku
kuliah 2 ilmu kesehatan anak.Cetakan ke-9.Jakarta:Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2000.h.593-599;607-21;655-60.
4. Marcdante,Kliegman RM,Jenson HB,Behrman RE.Nelson ilmu kesehatan anak.Ed
ke-6.Singapura:Saunders Elsevier;2014.h.397-401;481-5;662-3
5. Rampengan NH.Antibiotik terapi demam tifoid tanpa komplikasi pada anak.Sari
Pediatri 14 (05).Februari 2013.h.271-6
6. Sidabutar S,Satari HI.Pilihan terapi empiris demam tifoid pada anak:kloramfenikol
atau seftriakson?.Sari Pediatri 11 (06).6 April 2010.h.434-9.

36 | I K A

Anda mungkin juga menyukai