Anda di halaman 1dari 55

KATA PENGANTAR

DIREKTUR KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmatNya, sehingga Konsensus Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja di
Indonesia dapat diselesaikan. Konsensus Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja
ditujukan untuk mendukung pelayanan kesehatan bagi pekerja, khususnya
pada penetapan Penyakit Akibat Kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama maupun Rujukan.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) merupakan penyakit yang terjadi pada


pekerja, akibat resiko pekerjaan dan atau lingkungan kerjanya. Penetapan
diagnosis PAK memerlukan beberapa langkah terkait dengan pajanan yang
dialami dan hubungan pajanan dengan penyakit yang diderita. Untuk
membuktikan hal tersebut diperlukan pemeriksaan khusus yang
membutuhkan waktu dan biaya.

Pelaksanaan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) telah meningkatkan


cakupan kepesertaan pada pekerja sektor informal, untuk itu diperlukan
upaya penetapan diagnosis PAK yang dapat dilaksanakan dengan lebih
cepat, tepat dan sesuai standar. Konsensus Tatalaksana Penyakit Akibat
Kerja yang disepakati oleh Perhimpunan Dokter di bawah Ikatan Dokter
Indonesia, menjadi acuan bagi Dokter dalam mendiagnosis PAK.

i
Konsensus ini merupakan satu langkah untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan pada pekerja. Penghargaan dan ucapan terimakasih kami
sampaikan kepada Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI),
PERDOKI, PERDOKLA, PERDOSPI, PERHATI, PDPI, PERDAMI, PAPDI,
PERDOSSI, PERDOSKI, PDSKJI, PDUI, IDKI, serta para pakar dan praktisi
kesehatan kerja, atas dukungan dan kontribusi sehingga dikeluarkannya
konsensus ini. Semoga upaya yang kita lakukan dapat meningkatkan upaya
kesehatan kerja di Indonesia.

Jakarta, 14 Desember 2018


Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga

drg. Kartini Rustandi, M.Kes


NIP. 196304071987122001

ii
DAF TAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................................... iii

Sambutan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia .......... iv

Sambutan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat ....................................... vi

Lembar Pengesahan Konsensus Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja ...... viii

Lembar Penyerahan Konsensus pada Kementerian Kesehatan ................ ix

Lembar Penyerahan Konsensus pada Badan Penyelenggara ..................... x

BAB I Pendahuluan ........................................................................................................ 1

BAB II Aspek Medikolegal Dan Etik Kedokteran Dalam Pelayanan


Penyakit Akibat Kerja ...................................................................................... 5

BAB III Konsensus Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja ................................... 7

BAB IV Penutup .................................................................................................................. 19

Lampiran .................................................................................................................................. 21

iii
SAMBUTAN
KETUA UMUM PB IDI

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa atas Rahmat dan Karunianya
Buku Konsensus Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja di lndonesia telah
dirampungkan oleh Tim Penyusun. Buku ini sangat dibutuhkan mengingat
Penyakit Akibat Kerja (PAK) bukan penyakit yang umum terjadi. Penyakit
tersebut terjadi karena adanya pengaruh faktor risiko yang disebabkan oleh
pekerja dan/atau lingkungan kerja. lkatan Dokter lndonesia bertujuan
memadukan segenap potensi dokter di lndonesia dalam rangka mening-
katkan derajat kesehatan rakyat lndonesia menuju masyarakat sehat dan
sejahtera.

lkatan Dokter lndonesia berperan dalam mengadvokasi dan bekerja


sama dengan Pemerintah dan Pihak-pihak lainnya dalam penentuan
kebijakan kesehatan. Dokter memiliki kewenangan menegakkan Diagnosis
Penyakit Akibat Kerja dalam rangka perlindungan kepada pekerja. Kami
sangat mengapresiasi atas terbitnya buku ini dan menyampaikan peng-
hargaan setinggi-tingginya kepada Tim Penyusun Buku dan MPPK PB lDl
beserta seluruh Perhimpunan Dokter Spesialis (PERDOKI, PERDOKLA,
PERDOSPI, PERHATI, PDPI, PERDAMI, PAPDI, PERDOSSI, PERDOSKI,
PDSKJI), Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI), Perhimpunan
Keseminatan Kesehatan Kerja (lDKl) serta para narasumber atas kontribusi
dan dedikasinya dalam penyusunan buku ini.

iv
Kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Kementerian
Kesehatan Rl khususnya Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga,
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat yang telah memfasilitasi
sehingga buku ini dapat diterbitkan. Semoga kerjasama yang baik dari
semua pihak yang terkait dapat berlanjut di masa mendatang. Semoga
dengan terbitnya buku ini dapat menjadi penuntun bagi dokter dalam
menatalaksana penyakit-penyakit akibat kerja sehingga pekerja dapat
terlindungi, hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Semua ini diharapkan
dapat meningkatkan upaya kesehatan kerja dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.

Ketua Umum

Dr. Daeng M. Faqih, SH, MH

v
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Jumlah usia kerja yang terus meningkat merupakan tantangan sekaligus


peluang dalam terwujudnya keberhasilan pembangunan bangsa. Pekerja
yang sehat merupakan aset bangsa. Tempat kerja memiliki berbagai risiko
yang dapat menimbulkan penyakit baik disebabkan oleh proses kerja,
lingkungan kerja maupun perilaku bekerja. Untuk itu pekerja sebagai bagian
dari masyarakat perlu mendapatkan pelayanan kesehatan yang kompre-
hensif baik sebagai anggota masyarakat dan saat berada di tempat kerja
melalui Jaminan Kesehatan Nasional dan Jaminan Kecelakaan Kerja.

Penyakit akibat kerja merupakan gangguan kesehatan yang dapat


dicegah, sehingga upaya perlindungan kesehatan dan deteksi dini penyakit
akibat kerja sangat penting dilakukan untuk membatasi keparahan penyakit
dan menghindari kecacatan yang mungkin timbul dimana pada akhirnya
meningkatkan produktifitas. Masih terbatasnya identifikasi Penyakit Akibat
Kerja oleh tenaga medis di fasilitas pelayanan kesehatan perlu mendapatkan
perhatian agar upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan
masyarakat pekerja dapat dilaksanakan dengan optimal.

Kami mengucapkan selamat dan menyampaikan apresiasi setinggi-


tingginya kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan jajarannya atas
kontribusinya dalam menjawab salah satu permasalahan yang ada,
khususnya terkait pelayanan Penyakit Akibat Kerja di Indonesia. Semoga
Konsensus Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja ini dapat menjadi langkah

vi
yang strategis dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan bagi pekerja
yang selanjutnya mewujudkan masyarakat yang sehat dan produktif.

Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Jakarta, 14 Desember 2018


Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat

dr. Kirana Pritasari, MQIH

vii
KONSENSUS TENTANG TATALAKSANA
PENYAKIT AKIBAT KERJA DI INDONESIA
disahkan di Jakarta, 14 Desember 2018

Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia

dr. Daeng M. Faqih, SH, MH

Perhimpunan Spesialis Perhimpunan Dokter Perhimpunan Dokter Perhimpunan Dokter


Kedokteran Okupasi Spesialis Kedokteran Spesialis Kedokteran Kulit dan Kelamin
Indonesia (PERDOKI) Penerbangan Indonesia Kelautan Indonesia Indonesia

dr. Nusye E Zamsiar, MS.Sp.OK DR.dr. Wawan Mulyawan, Sp, Bs. dr. H. Adi Riyono, Sp.KL DR. dr. M. Yulianto Listiawan,
Sp.KP Sp.KK(K) FINSDV FAADV
Perhimpunan Dokter Perhimpunan Dokter Perhimpunan Dokter Perhimpunan Dokter
Ahli Mata Indonesia Paru Indonesia Spesialis Dalam Indonesia Spesialis Kedokteran
Jiwa Indonesia

dr. M. Sidik, Sp.M(K) DR. dr. Agus Dwi Susanto dr. Sally Aman Nasution dr. Eka Viora, Sp.KJ
Sp.P(K) FAPSR, FISR Sp.PD-KKV, FINASIM, FACP

Perhimpunan Dokter Perhimpunan Telinga Hidung Perhimpunan Dokter Perhimpunan Dokter


Spesialis Saraf Indonesia Tenggorokan Bedah Kepala Umum Indonesia Kesehatan Kerja Indonesia
Leher Indonesia

Prof. DR. dr. Moh. Hasan dr. Soekirman Soekin, Sp.THT dr. Abraham Andi Padlan dr. Istiati Suraningsih, MKK
Machfoed, Sp.S(K), M.S KL(K), M.Kes Patarai, M.Kes

viii
LEMBAR PENYERAHAN
KONSENSUS TATALAKSANA PENYAKIT AKIBAT KERJA DI INDONESIA
Jakarta, 14 Desember 2018

Oleh,

KETUA UMUM PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA

(dr. Daeng M Faqih, SH, MH)

Kepada,

DIREKTUR JENDERAL
KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERIAN KESEHATAN

(dr. Kirana Pritasari, MQIH)

ix
LEMBAR PENYERAHAN
KONSENSUS TATALAKSANA PENYAKIT AKIBAT KERJA DI INDONESIA
Jakarta, 14 Desember 2018

Oleh,

KETUA UMUM PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA

(dr. Daeng M Faqih, SH, MH)

Kepada,

1. BPJS KESEHATAN 2. BPJS KETENAGAKERJAAN

(Budi Mohamad Arief) (Endro Sucahyono)

3. PT. TASPEN 4. PT. ASABRI

(T a w a b) (Rina Mutiara)

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap pekerjaan memiliki potensi untuk menimbulkan masalah
kesehatan yang disebabkan oleh proses kerja, lingkungan kerja serta
perilaku kerja. Hal ini menyebabkan pekerja tidak hanya berisiko menderita
penyakit menular dan tidak menular sebagaimana yang dialami masyarakat
luas tetapi pekerja juga dapat menderita penyakit akibat kerja dan/atau
penyakit terkait kerja. Penyakit Akibat Kerja (PAK) bukan penyakit yang
umum terjadi pada masyarakat karena Penyakit Akibat Kerja terjadi akibat
adanya pengaruh faktor risiko yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau
lingkungan kerja.
Berdasarkan data BPS tahun 2018 menyatakan bahwa sekitar 54%
penduduk Indonesia berada pada usia kerja dan sebagian besarnya
merupakan pekerja. International Labour Organization (ILO) tahun 2013
menyebutkan bahwa setiap tahun ditemukan 2,34 juta orang meninggal
terkait pekerjaan baik penyakit maupun kecelakaan dan sekitar 2,02 juta
kasus meninggal terkait Penyakit Akibat Kerja. Menurut kajian WHO
menunjukkan bahaya di tempat kerja merupakan penyebab atau
memberikan kontribusi bagi kematian dini jutaan orang di seluruh dunia dan
mengakibatkan penyakit serta kecacatan bagi lebih dari ratusan orang
setiap tahunnya. Dari 2,2 juta kematian/tahun, 800.000 diantaranya
disebabkan faktor risiko di tempat kerja, seperti bahan kimia karsinogenik,
partikulat yang ada di udara, risiko ergonomik, penyakit infeksi HIV/AIDS
dan TBC.
Besarnya jumlah pekerja di Indonesia dan masih tingginya risiko
kesehatan di tempat kerja membawa konsekuensi kemungkinan tingginya
gangguan kesehatan yang disebabkan/terkait dengan aktifitas dan
lingkungan kerja. Namun di Indonesia gambaran penyakit akibat kerja saat
ini seperti fenomena “Puncak Gunung Es”, dimana penyakit akibat kerja yang
dilaporkan masih sangat kecil. Pada tahun 2017, kasus PAK yang dilaporkan

1
ke BPJS Ketenagakerjaan hanya berjumlah 107 kasus per tahun. Bila
dibandingkan dengan pekerja Indonesia yang berjumlah 121,02 juta orang
maka jumlah kasus PAK yang dilaporkan masih sangat rendah. Hal ini
diantaranya disebabkan karena kompetensi tenaga kesehatan yang belum
optimal dalam mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja. Minimnya identifikasi
Penyakit Akibat Kerja oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan menyebabkan tempat kerja kurang mendapatkan “feed back”
dalam upaya pencegahan dan pengendalian hazard di lingkungan kerja.
Selain itu deteksi dini Penyakit Akibat Kerja seharusnya dapat membatasi
timbulnya keparahan penyakit dan mencegah terjadinya kecacatan.
Selama berjalannya SJSN sejak tahun 2015, telah terjadi ketidak
seimbangan pemanfaatan jaminan pelayanan kesehatan antar berbagai
badan penyelenggara, dimana Penyakit Akibat Kerja yang seharusnya
ditanggung penjamin bidang Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan, PT.
TASPEN, PT. ASABRI), maka menjadi tanggungan BPJS lain, karena tidak
teridentifikasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan penguatan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja. Sehingga
Organisasi Profesi Kedokteran perlu menyusun konsensus Penyakit Akibat
Kerja di Indonesia yang dapat menjadi acuan bagi dokter untuk melakukan
pelayanan Penyakit Akibat Kerja di semua fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia.

A. TUJUAN
Adanya kesepakatan Organisasi Profesi tentang Tatalaksana Penyakit
Akibat Kerja di Indonesia.

B. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.

2
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyeleng-
garaan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil
Negara.
11. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
12. Peraturan Presiden tentang Penyakit Akibat Kerja.
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem
Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja.
15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141 Tahun 2018 tentang
Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan dalam Pemberian Manfaat
Pelayanan Kesehatan.

A. PENGERTIAN :
1. FKTP atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama adalah fasilitas
kesehatan yang melakukan pelayanan perorangan yang bersifat
nonspesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif,
diagnosis, perawatan, pengobatan dan/atau pelayanan kesehatan
lainnya.
2. FKRTL atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah
fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan perorangan yang
bersifat spesialistik atau subspesialistik yang meliputi rawat jalan
tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang
perawatan khusus.

3
3. Organisasi profesi dalam hal ini adalah Ikatan Dokter Indonesia yang
menjadi induk dari organisasi profesi dan meliputi Perhimpunan
Spesialis, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia dan Perhimpunan
Keseminatan Kesehatan Kerja.
4. Kompetensi adalah kemampuan seorang dokter untuk menjalankan
praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
5. Kompetensi dalam diagnosis Penyakit Akibat Kerja adalah
kompetensi dokter terkait Penyakit Akibat Kerja yang diperoleh
melalui pendidikan formal atau pelatihan yang terstandar.
6. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
7. Diagnosis Klinis adalah penentuan jenis penyakit oleh dokter
berdasarkan tanda dan gejala serta pemeriksaan fisik dan
laboratorium dengan menggunakan metode, alat dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
8. Diagnosis Okupasi adalah penegakan diagnosis Penyakit Akibat
Kerja yang dilakukan melalui pendekatan 7 langkah diagnosa.
9. Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja adalah rangkaian pelayanan
kesehatan yang komprehensif pada pekerja yang terdiagnosa
Penyakit Akibat Kerja, meliputi preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif.
10. Konsensus adalah kesepakatan atau permufakatan bersama yang
dicapai melalui kebulatan suara.

B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam konsensus ini adalah penapisan, prinsip 7 langkah
diagnosis Penyakit Akibat Kerja, kategori penetapan diagnosis Penyakit
Akibat Kerja, daftar penyakit akibat kerja berdasarkan kategori
penetapan, tatalaksana Penyakit Akibat Kerja, rujuk dan rujuk balik serta
preventif Penyakit Akibat Kerja.

4
BAB II
ASPEK MEDIKOLEGAL DAN ETIK KEDOKTERAN
DALAM PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

Sehat dan bekerja merupakan hak azasi manusia, namun tempat kerja
dapat berisiko terhadap kesehatan pekerja. Untuk itu Pekerja, Pemberi kerja
dan Pemerintah memiliki peran dan tanggung jawab untuk mewujudkan
tempat kerja yang sehat dan terbebas dari pengaruh buruk yang diakibatkan
oleh pekerjaan. Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang dapat
ditimbulkan oleh proses, bahan, alat dan perilaku serta lingkungan kerja,
dimana kondisi tersebut dapat dilakukan upaya pengendalian sehingga
Penyakit Akibat Kerja dapat dicegah.
Regulasi di Indonesia telah mewajibkan pemberi kerja dan pekerja untuk
mengikuti program jaminan kesehatan nasional dan jaminan kecelakaan
kerja. Fasilitas pelayanan kesehatan dan pemberi kerja wajib untuk
melaporkan Penyakit Akibat Kerja, sebagai salah satu upaya perlindungan
terhadap kesehatan pekerja. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja memiliki aspek
legal dimana pemberi kerja/pimpinan tempat kerja juga mempunyai
tanggung jawab terhadap pencegahan terjadinya Penyakit Akibat Kerja.
Berdasarkan regulasi yang ada pekerja berhak mendapat upaya
pencegahan dan perlindungan terhadap Penyakit Akibat Kerja serta
memiliki kepesertaan jaminan kecelakaan kerja.
Pada pelayanan kesehatan terhadap pekerja, dokter memiliki hak dan
kewajiban melakukan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dalam rangka
perlindungan kesehatan dan kesembuhan pasien (pekerja). Diagnosis
Penyakit Akibat Kerja memiliki konsekuensi aspek legal terhadap kewajiban
pihak pemberi kerja dan di sisi lain pekerja berhak memperolah manfaat
berupa pelayanan kesehatan dan manfaat santunan bila terdapat kecacatan.
Hal ini memerlukan profesionalisme dokter dalam menjalankan tugasnya.
Dokter sebagai profesional mempunyai pengetahuan, keterampilan khusus
serta tanggung jawab dan tugas spesifik dalam memberikan pelayanan
terhadap kesehatan pasien. Dalam menjalankan tugasnya seorang dokter

5
terikat sumpah profesi dimana terdapat kode etik dalam organisasi
profesinya. Dokter harus bekerja berdasarkan kompetensi dan
kewenangannya serta kode etik profesi kedokteran yang dilindungi oleh
Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran, Undang- Undang tentang
Tenaga Kesehatan serta standar kompetensi masing-masing profesi.

6
BAB III
KONSENSUS TENTANG PENYAKIT AKIBAT KERJA

(1) PENAPISAN
Setiap dokter yang memberikan pelayanan kesehatan di FKTP dan
FKRTL pada pasien yang bekerja harus mempertimbangkan adanya
pengaruh pekerjaan dan lingkungan kerja sebagai penyebab terjadinya
penyakit.

(2) DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA DILAKUKAN DENGAN


PRINSIP 7 LANGKAH DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Prinsip 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat
Kerja agar dapat memastikan penyebab penyakit berasal dari pekerjaan
baik dari proses, bahan, alat dan perilaku maupun lingkungan kerja.
Adapun Prinsip 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja adalah
sebagai berikut :

1. Penentuan diagnosis Klinis


Langkah ini dilakukan oleh dokter dan/atau dokter spesialis klinis
terkait penyakitnya. Diagnosis klinis harus ditegakkan terlebih dahulu
dengan melakukan:
a. anamnesa;
b. pemeriksaan fisik;
c. bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang dan
pemeriksaan khusus.
Setelah diagnosis klinis tegak kemudian dilakukan langkah
selanjutnya.

2. Penentuan Pajanan yang dialami Pekerja di Tempat Kerja


Diagnosis klinis dapat disebabkan oleh satu atau beberapa pajanan

7
yang dialami oleh seorang pekerja, sehingga perlu dicari semua
pajanannya.
l Penentuan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja
dilakukan dengan anamnesa yang lengkap mengenai pekerjaan
pasien, mencakup:
a. Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis dan pajanan
yang dialami (pekerjaan terdahulu sampai saat ini).
b. Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan.
c. Produk yang dihasilkan.
d. Bahan yang digunakan.
e. Cara bekerja.
f. Proses kerja.
g. Riwayat kecelakaan kerja.
h. Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan atau upaya perlin-
dungan lain yang telah dilakukan.
l Anamnesa tersebut dapat ditunjang dengan data yang objektif,
seperti informasi bahan dan alat yang digunakan saat bekerja,
catatan perusahaan mengenai informasi pajanan atau kunjungan
ke tempat kerja.

3. Penentuan hubungan antara pajanan dengan diagnosis klinis


Langkah selanjutnya menentukan apakah ada hubungan antara
diagnosis klinis dan pajanan yang dialami pasien.
l Identifikasi hubungan penyakit yang dialami (diagnosis klinis)
dengan pajanan yang ada didasarkan pada evidence based, yang
mana dapat mengacu pada List ILO Occupational Dieases dan ICD
Occupational Health (OH) atau data evidence based lainnya.
l Hubungan pajanan dengan diagnosis klinis dipengaruhi oleh
waktu timbulnya gejala setelah terpajan oleh bahan tertentu.
l Umumnya penyakit lebih sering timbul apabila berada di tempat
kerja dan berkurang saat libur atau cuti.
l Umumnya terdapat pekerja dengan pajanan yang sama

8
menderita penyakit yang serupa.
l Hasil pemeriksaan kesehatan pra-kerja, berkala dan purna kerja
dapat digunakan sebagai salah satu data untuk menentukan
penyakit berhubungan dengan pekerjaannya.

4. Penentuan besarnya pajanan


Langkah selanjutnya menentukan besarnya pajanan, apakah cukup
untuk menimbulkan penyakit tersebut.
l Penentuan besarnya pajanan dilakukan melalui anamnesis
tentang pekerjaan yang lengkap, mencakup:
a. Jumlah jam terpajan per hari.
b. Masa kerja.
c. Pemakaian APD.
d. Besarnya pajanan secara kualitatif dan/atau kuantitatif.
e. Ada kecukupan besar pajanan yang menyebabkan adanya
diagnosa klinis (kecukupan dosis).
l Anamnesa tersebut dapat ditunjang dengan data yang objektif,
seperti catatan perusahaan mengenai informasi tersebut di atas
dan hasil biomonitoring.
l Penentuan besarnya pajanan juga dapat dilakukan dengan
melihat referensi karakteristik besar pajanan pada industri atau
pekerjaan tertentu, dosis minimal dan masa kerja minimal.
l Apabila penyakit yang dialami pekerja disebabkan oleh beberapa
pajanan sekaligus, maka besarnya pajanan tidak bisa
dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) saja, tetapi perlu
juga melihat efek saling menguatkan beberapa pajanan dalam
menimbulkan penyakit.

5. Penentuan Faktor Individu yang Berperan


Langkah selanjutnya menentukan adanya faktor individu yang dapat
menjadi perancu.
l Faktor individu yang berperan terhadap timbulnya penyakit

9
antara lain: jenis kelamin, usia, kebiasaan, riwayat penyakit
keluarga (genetik), riwayat atopi, penyakit penyerta.
l Adanya faktor individu dapat menjadi perancu diagnosis Penyakit
Akibat Kerja, namun belum tentu meniadakan adanya Penyakit
Akibat Kerja. Sehingga interpretasi langkah ini harus dilakukan
secara hati-hati oleh dokter yang memiliki kompetensi dalam
diagnosis Penyakit Akibat Kerja.

6. Penentuan Faktor Lain di Luar Tempat Kerja


Langkah selanjutnya menentukan adanya faktor lain di luar tempat
kerja yang dapat menjadi perancu.
l Faktor lain di luar tempat kerja yang dapat menjadi perancu,
diantaranya seperti hobi dan kegiatan lain yang dilakukan di luar
pekerjaan.
l Adanya faktor lain di luar tempat kerja dapat menjadi perancu
diagnosis Penyakit Akibat Kerja, namun belum tentu meniadakan
adanya Penyakit Akibat Kerja. Sehingga interpretasi langkah ini
harus dilakukan secara hati-hati oleh dokter yang memiliki
kompetensi dalam diagnosis Penyakit Akibat Kerja.

7. Penentuan Diagnosis Okupasi


Setelah melakukan analisis 6 langkah di atas, maka dapat
disimpulkan penyakit yang diderita oleh pekerja adalah Penyakit
Akibat Kerja atau bukan Penyakit Akibat Kerja.

(3) KATEGORI PENETAPAN DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA


Berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat kesulitan dalam mendiagnosis
Penyakit Akibat Kerja serta ketersediaan fasilitas dan sumber daya di
layanan kesehatan, maka proses diagnosis Penyakit Akibat Kerja dibagi
menjadi 3 (tiga) kategori :

A. Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan


Tertentu

10
1. Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP (A1).
Kriteria :
l Diagnosis klinis dapat ditegakkan di FKTP.
l Penyakit yang memiliki penyebab yang jelas dan spesifik.
l Memiliki hubungan waktu antara pajanan dan timbulnya
penyakit yang jelas.
l Besar pajanan dapat diakui/diterima secara umum.
l Pengaruh faktor individu dan faktor lain di luar tempat kerja
dapat disingkirkan dengan sederhana.
l Untuk penentuan diagnosa Penyakit Akibat Kerja yang
Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat ditegakkan
di FKTP (A1) dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi
diagnosis Penyakit Akibat Kerja di FKTP.
l Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP (A1) dan kriterianya,
tercantum dalam lampiran.
l Penyakit Akibat Kerja di luar yang tercantum dalam lampiran
Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP (A1) dan kriterianya,
masuk dalam kategori Dugaan Penyakit Akibat Kerja (B).
l Dalam hal dokter yang memiliki kompetensi dalam diagnosis
Penyakit Akibat Kerja atas dasar pertimbangan medis yang
kuat berdasarkan pendekatan 7 (tujuh) langkah diagnosa dan
disertai data dukung yang lengkap seperti hasil pemeriksaan
kesehatan pra kerja, data lingkungan kerja, data riwayat
penyakit dan lain-lain, maka dokter tersebut dapat
menetapkan Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis
Pekerjaan Tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP.
l Termasuk dalam kelompok Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik
pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP

11
adalah gangguan atau penyakit yang disebabkan langsung
oleh kecelakaan kerja.

2. Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan


tertentu yang dapat ditegakkan di FKRTL (A2)
Kriteria :
l Diagnosis klinis membutuhkan fasilitas pemeriksaan
penunjang atau dokter spesialis terkait di FKRTL.
l Penyakit yang memiliki penyebab yang jelas dan spesifik.
l Memiliki hubungan waktu antara pajanan dan timbulnya
penyakit yang jelas.
l Besaran pajanan dapat diakui/diterima secara umum.
l Pengaruh faktor individu dan faktor lain di luar tempat kerja
dapat disingkirkan dengan sederhana.
l Untuk penentuan diagnosis Penyakit Akibat Kerja yang
Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat ditegakkan
di FKRTL (A2) dilakukan oleh dokter spesialis yang memiliki
kompetensi diagnosis Penyakit Akibat Kerja di FKRTL.
l Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKRTL (A2) dan kriterianya,
tercantum dalam lampiran.
l Penyakit Akibat Kerja di luar yang tercantum dalam lampiran
Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKRTL (A2) dan kriterianya,
masuk dalam kategori Dugaan Penyakit Akibat Kerja (B).

B. Dugaan Penyakit Akibat Kerja (B)


Semua penyakit di luar kriteria A1 dan A2, masuk dalam Dugaan
Penyakit Akibat Kerja, dimana memiliki kriteria sebagai berikut :
l Diagnosis klinis membutuhkan pemeriksaan spesialistik di FKRTL
atau bekerjasama antar dokter spesialis.
l Penyakit memiliki satu atau lebih agen penyebab.

12
l Membutuhkan keahlian khusus untuk menginterpretasikan
hubungan waktu dan besarnya pajanan yang dapat menimbulkan
Penyakit Akibat Kerja.
l Membutuhkan keahlian khusus untuk menginterpretasikan
pengaruh faktor individu dan faktor lain di luar tempat kerja yang
dapat menjadi perancu.
l Penentuan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dilakukan oleh Dokter
Spesialis Kedokteran Okupasi, dan dapat oleh Dokter Spesialis
Kedokteran Kelautan, Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan
sesuai dengan kompetensi masing-masing.

C. Penyakit Akibat Kerja yang Kompleks (C)


Kriteria:
l Memiliki beberapa kemungkinan pajanan yang kompleks sebagai
penyebab penyakit.
l Penyakit baru yang diduga Penyakit Akibat Kerja (penyakit baru
dan/atau disebabkan pajanan baru).
l Membutuhkan peran lintas profesi dalam menegakkan diagnosis
Penyakit Akibat Kerja.
l Adanya keraguan dan atau ketidakpuasan pihak tertentu tentang
diagnosis Penyakit Akibat Kerja.
l Penentuan akhir diagnosa Penyakit Akibat Kerja ditetapkan oleh
Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi, dan dapat oleh Dokter
Spesialis Kedokteran Kelautan, Dokter Spesialis Kedokteran
Penerbangan sesuai dengan kompetensi masing-masing.

(4) DAFTAR PENYAKIT AKIBAT KERJA BERDASARKAN KATEGORI


PENETAPAN
(terlampir)

(5) TATALAKSANA PENYAKIT AKIBAT KERJA


Tata laksana Penyakit Akibat Kerja secara garis besar dibagi menjadi dua
yaitu tata laksana medis dan tata laksana okupasi.

13
a. Tata Laksana Medis
l Tata laksana medis dilakukan sesuai diagnosis klinik.
l Tata laksana medis berupa rawat jalan dan/atau rawat inap yang
dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh
dokter sesuai dengan kompetensinya.
l Terapi yang diberikan berupa medikamentosa dan/atau non
medikamentosa seperti edukasi, latihan fisik, fisioterapi,
konseling, psikoterapi dan nutrisi.

b. Tata Laksana Okupasi


l Tata laksana okupasi diberikan setelah diagnosis Penyakit Akibat
Kerja ditegakkan.
l Tata laksana okupasi dilakukan oleh dokter sesuai kompetensi
dan kewenangannya. Sasaran tata laksana okupasi adalah
individu pekerja dan komunitas pekerja yang sama.
l Tata laksana okupasi pada individu pekerja terdiri dari penetapan
kelaikan kerja, program kembali bekerja dan penentuan
kecacatan.
l Tata laksana okupasi pada komunitas pekerja terdiri dari
pelayanan pencegahan Penyakit Akibat Kerja dan penemuan dini
Penyakit Akibat Kerja.
l Apabila Penyakit Akibat Kerja yang telah ditatalaksana secara
tuntas masih terdapat sequele berupa gangguan fungsi permanen
(kecacatan), maka dokter dapat melakukan perhitungan
prosentase kecacatan atas permintaan pasien atau pemberi
kerja sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.

14
(6) RUJUK DAN RUJUK BALIK
a. Rujukan klinis dilakukan apabila diagnosis klinis belum dapat
ditegakkan karena ada keraguan dari dokter yang melakukan
pemeriksaan, sumber daya manusia, sarana, dan prasarana yang
tidak memadai.
b. Rujukan okupasi diperlukan jika:
- Status kesehatan pasien kompleks (melibatkan lebih dari 1 (satu)
sistem organ atau melibatkan hanya 1 (satu) sistem organ tetapi
sistem organ yang vital).
- Pajanan faktor risiko yang ada di tempat kerja kompleks dan saling
berkaitan.
- Terdapat keraguan dalam menentukan besaran risiko yang ada
dan risiko yang dapat diterima (acceptable risk).
- SDM dan sarana prasarana di fasilitas pelayanan kesehatan tidak
memadai.
- Diperlukan penetapan kelaikan kerja dan perhitungan persentase
kecacatan pada kondisi yang tidak dapat dilakukan di FKTP
- Perhitungan kecacatan dimana jenis kecacatan belum ada dalam
pedoman penentuan kecacatan.
c. Pasien yang didiagnosis Penyakit Akibat Kerja di FKRTL atau dirujuk
dari FKTP dapat dirujuk balik ke FKTP sesuai pertimbangan dokter di
FKRTL.
d. Rujukan horizontal antar fasilitas kesehatan yang setara
dimungkinkan (kepada faskes yang memiliki dokter yang kompeten
dalam diagnosis Penyakit Akibat Kerja), apabila dalam satu wilayah
belum terdapat sumber daya yang dapat memenuhi layanan yang
dibutuhkan untuk tatalaksana Penyakit Akibat Kerja.
e. Dalam hal suatu wilayah belum memiliki Dokter Spesialis Kedokteran
Okupasi, Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan dan Dokter
Spesialis Kedokteran Kelautan maka Organisasi Profesi dapat
menunjuk salah satu anggotanya sebagai pengampu di wilayah
tersebut.

15
(7) LAIN-LAIN
l Penyakit yang merupakan kelanjutan dari kecelakaan kerja (Penyakit
Akibat Kecelakaan Kerja) merupakan Penyakit Akibat Kerja yang
spesifik pada pekerjaan tertentu, seperti Hepatitis B, Hepatitis C dan
HIV pasca kecelakaan kerja tertusuk jarum suntik terkontaminasi
pajanan biologi. Untuk Low back pain dan HNP pasca cedera
vertebra di tempat kerja juga termasuk dalam kecelakaan kerja.
l Pencegahan penyakit akibat kecelakaan kerja yang memerlukan
tatalaksana profilaksis dikategorikan sebagai Penyakit Akibat Kerja
yang spesifik pada pekerjaan tertentu, seperti Needle Stick Injury,
luka akibat terkena benda tajam terkontaminasi pajanan biologis dan
penekanan pada vetebra.

16
ALUR PENETAPAN KATEGORI PENYAKIT AKIBAT KERJA

FKTP FKTRL

Pasien pekerja

Diagnosis Tidak
Klinis Diagnosis klinis tegak
Rujuk Sp. terkait

Ya

Diagnosis klinis tegak


B

Diagnosis Tidak Diagnosis Tidak


B
Okupasi Rujuk SpOk/SpKI/SpKp Okupasi
Rujuk SpOk/SpKI/SpKp

Ya Penyakit Akibat Kerja

A1 A2

Pajanan yang kompleks


sebagai penyebab penyakit
Penyakit akibat kerja baru
Penyakit Akibat Kerja Penyakit Akibat Kerja dan/atau pajanan baru
Peran lintas profesi
Adanya keraguan dan atau
ketidakpuasan pihak tertentu

Penyakit Akibat Kerja

17
(8) PREVENTIF PENYAKIT AKIBAT KERJA
l Pada umumnya Penyakit Akibat Kerja bersifat irreversible sehingga
tindakan pencegahan sangat diperlukan, bila tidak dilakukan akan
menimbulkan Penyakit Akibat Kerja pada pekerja lain dengan risiko
pekerjaan yang sama.
l Upaya pencegahan Penyakit Akibat Kerja antara lain:
a. Melakukan promosi kesehatan untuk upaya pencegahan pada
pekerja lainnya, seperti penggunaan Alat Pelindung Diri,
melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur kerja.
b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk deteksi dini.
c. Mendorong pasien dan pemberi kerja untuk menjadi agen
perubahan untuk pencegahan penyakit pada pekerja lainnya.

18
BAB IV
PENUTUP

Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup


sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerjaan. Sasaran upaya kesehatan kerja adalah seluruh
pekerja baik sektor formal dan informal, termasuk ASN, TNI/POLRI. Deteksi
dini dan pengelolaan Penyakit Akibat Kerja merupakan bagian dari upaya
kesehatan kerja. Dengan peningkatan kompetensi dokter dalam diagnosis
Penyakit Akibat Kerja melalui penetapan Konsensus Organisasi Profesi
tentang Penyakit Akibat Kerja di Indonesia ini, diharapkan dapat
meningkatkan upaya kesehatan kerja yang pada akhirnya meningkatkan
derajat kesehatan pekerja dan produktifitas nasional.

19
LAMPIRAN I
A. DAFTAR PENYAKIT AKIBAT KERJA YANG SPESIFIK PADA PEKERJAAN TERTENTU
JENIS PENYAKIT DIAGNOSA FAKTOR
TANDA KATEGORI
No. AKIBAT KERJA OKUPASI AGEN/ LAMA FAKTOR LAIN
ICD X PATOGNO- PEKERJAAN PENETAPAN
(Perpres PAK) (Permenkes PAJANAN PAJANAN INDIVIDU DI LUAR
MONIK DIAGNOSA
No.56) PEKERJAAN

1 Tuberkulosis TB Paru Tuber- Tidak Ada Mycobac- Tenaga kesehatan Minimal Tidak Ada Tidak ada A1 dan A2
Akibat Kerja kulosis terium yang melayani pasien 1 bulan kontak
Paru Tuberculo- TB, Petugas laborato- dengan
(A15.0) sis dari rium memeriksa spe- penderita TB
manusia simen pasien TB, di luar
yang Tenaga non kesehatan tempat kerja.
terinfeksi di fasilitas kesehatan
yang kontak dengan
pasien/spesimen TB
2 Kanker disebab- Mesothelio- Mesothe- Tidak Ada Asbes Pekerja pada industri masa Tidak Ada Tidak ada A2

21
kan oleh asbestos ma Akibat lioma asbes, pekerja kons- laten > 15 riwayat
Kerja pleura truksi, pekerja bengkel tahun, mengguna-
(C45.0) otomotif, durasi kan atap
pajanan asbes di luar
tidak ber- tempat kerja,
pengaruh Tidak tinggal
di area
sekitar indus-
tri asbes
3 Pneumokoniosis Asbestosis Pneumo- Pleural Asbes Pekerja pada industri masa Tidak Ada Tidak ada A2
yang disebabkan Akibat Kerja coniosis plaque asbes, pekerja konstruk- laten > 15 riwayat
oleh asbestos karena si, pekerja bengkel tahun, mengguna-
asbes dan automotif, durasi kan atap
serat mi- pajanan asbes di luar
neral lain- minimal tempat kerja,
nya/Asbes- 15 tahun Tidak tinggal
tosis (J61) di area sekitar
industri asbes
JENIS PENYAKIT DIAGNOSA FAKTOR
TANDA KATEGORI
No. AKIBAT KERJA OKUPASI AGEN/ LAMA FAKTOR LAIN
ICD X PATOGNO- PEKERJAAN PENETAPAN
(Perpres PAK) (Permenkes PAJANAN PAJANAN INDIVIDU DI LUAR
MONIK DIAGNOSA
No.56) PEKERJAAN

4 Asma yang dise- Asma Asma, tidak Gejala timbul Debu Pembuat roti, kue Tidak Tidak ada Tidak ada A1 dan A2
babkan oleh Akibat Kerja ditentukan setelah ter- Tepung, dan makanan lain ber- riwayat alergen di luar
penyebab sensi- (J45.9) pajan dan Detergen yang mengandung pengaruh asma atau pekerjaan
tisasi atau zat berkurang bubuk yang tepung, pekerja alergi yang dapat
iritan yang dike- apabila mengan- perusahaan pembuat sebelum- menyebabkan
nal dalam proses menghindari dung enzym, deterjen bubuk, nya timbulnya
pekerjaan pajanan . Serbuk sari, Pekerja laundy, asma
Debu Pedagang bunga,
Semen, Pekerja meubel,
5 Dermatitis kontak Dermatitis Dermatitis Gejala ber- Sabun / Pekerjaan yang Durasi Tidak ada tidak ada A1 dan A2
iritan yang dise- kontak kontak iritan kurang apa- Deterjen, menggunakan bahan Tidak kontak

22
babkan oleh zat iritan akibat kelompok bila meng- Pelarut, pajanan yang bersifat ber- dengan
iritan yang timbul kerja agen penye hindari agen Minyak dan iritan. Pekerja di ling- pengaruh bahan iritan
dari aktivitas bab utama: penyebab, pelumas, kungan basah yang berada
pekerjaan, tidak Sabun / morfologi produk (wet workers seperti di luar tempat
termasuk dalam Deterjen, lesi sesuai minyak bumi, nelayan, pembantu kerja
penyebab lain; Pelarut, dengan Asam,alkali, rumah tangga,
dan Minyak dan pajanan Semen, penjual ikan, dll),
pelumas, pada area garam logam, Pekerja semen,
produk kontak, terak dan Penata rambut,
minyak kaca wol
bumi, Asam, atau bahan
alkali, Semen, iritan lainnya.
garam logam,
terak dan
kaca wol
(L.24)
JENIS PENYAKIT DIAGNOSA FAKTOR
TANDA KATEGORI
No. AKIBAT KERJA OKUPASI AGEN/ LAMA FAKTOR LAIN
ICD X PATOGNO- PEKERJAAN PENETAPAN
(Perpres PAK) (Permenkes PAJANAN PAJANAN INDIVIDU DI LUAR
MONIK DIAGNOSA
No.56) PEKERJAAN

6 Dermatitis kontak Dermatitis Dermatitis Area kontak Produk Pekerja logam, penya- - Tidak ada Tidak ada A2
alergika dan kontak kontak sesuai karet, pe- dap karet, Pekerja kontak
urtikaria yang alergi alergi dengan warna, kebun yang menggu- dengan bahan
disebabkan oleh akibat kerja kelompok pajanan, perekat dan nakan sarung tangan pajanan
faktor penyebab agen tidak lang- agen karet, Penyamak kulit, di luar tempat
alergi lain yang penyebab sung timbul bonding, pekerja pembuat kerja
timbul dari utama: setelah logam sepatu , pekerja
aktivitas pekerja- antibiotik, kontak tekstil di bagian
an yang tidak pengawet, pewarnaan, penata
termasuk dalam tanaman rambut,
penyebab lain dan pohon,
antiseptik,

23
produk
karet,
pewarna,
perekat dan
agen
bonding,
logam
(L23)

7 Penyakit yang Varicella Varicella Tidak Ada Virus Tenaga kesehatan minimal Tidak ada Tidak kontak A1 dan A2
disebabkan oleh Akibat Kerja zoster virus Varicella yang melayani 14 hari dengan
faktor biologi lain dari manu- zoster pasien varicella setelah penderita
di tempat kerja sia (B01) kontak varicella
di luar tempat
kerja.
JENIS PENYAKIT DIAGNOSA FAKTOR
TANDA KATEGORI
No. AKIBAT KERJA OKUPASI AGEN/ LAMA FAKTOR LAIN
ICD X PATOGNO- PEKERJAAN PENETAPAN
(Perpres PAK) (Permenkes PAJANAN PAJANAN INDIVIDU DI LUAR
MONIK DIAGNOSA
No.56) PEKERJAAN

8 Carpal tunnel Carpal Carpal Tidak Ada Gerakan Dokter gigi, Pekerja Minimal Tidak ada Tidak ada A1 dan A2
syndrome karena Tunnel Tunnel berulang- dengan alat Jack 8 bulan obesitas, aktifitas lain
periode berke- Syndrom Syndrom ulang (gerak Hammer, Pekerja tidak ada di luar peker-
panjangan Akibat Kerja (G.56.0) repetitif), mengetik, Tukang kehamilan, jaan yang
dengan gerak pekerjaan potong daging tidak ada dapat
repetitif yang yang meli- (butcher), pekerja riwayat menyebabkan
mengerahkan batkan ge- gergaji (sawmill), dislipide- CTS seperti
tenaga, pekerjaan taran, Posisi pekerja perakitan mia, hiper- gerakan
yang melibatkan ekstrim (manufacture), tensi, DM, repetitif,
getaran, posisi pada per- pekerja pelinting Rheuma- pekerjaan
ekstrim pada gelangan rokok dengan tangan, thoid yang melibat-
pergelangan tangan pemain musik drum Arthritis kan getaran,
tangan, terutama dan pekerja lainnya dan tidak posisi ekstrim
kombinasi yang terpajan gerakan ada riwa- pada perge-

24
dari risiko berulang (gerak yat cidera langan tangan
tersebut repetitif), getaran, pada per-
posisi ekstrim pada gelangan
pergelangan tangan tangan

9 Penyakit otot Nyeri Simple LBP Keluhan ter- Manual Perawat yang angkat Bersifat Tidak ada Tidak ada A1
dan kerangka lain Punggung (M54.5) jadi segera handling, angkut pasien, akut riwayat aktivitas
Bawah setelah whole body Pengendara alat segera trauma manual
Sederhana angkat vibration berat, Pekerja kuli setelah tulang handling
Akibat Kerja angkut saat panggul, penerbang terpaja- punggung dan whole
bekerja helikopter, pramu- nan sebelum- body vibration
gari/pramugara nya, tidak di luar
mekanik pesawat, ada riwa- pekerjaan.
Anak Buah Kapal yat RA/OA
bagian mesin pada tu-
lang pung-
gung se-
belumnya.
JENIS PENYAKIT DIAGNOSA FAKTOR
TANDA KATEGORI
No. AKIBAT KERJA OKUPASI AGEN/ LAMA FAKTOR LAIN
ICD X PATOGNO- PEKERJAAN PENETAPAN
(Perpres PAK) (Permenkes PAJANAN PAJANAN INDIVIDU DI LUAR
MONIK DIAGNOSA
No.56) PEKERJAAN

10 Penyakit otot dan HNP Akibat Kelainan Hasil Manual Perawat yang angkat Bersifat Tidak ada Tidak ada A2
kerangka lain Kerja Lumbal dan rontgen handling, angkut pasien, akut riwayat aktivitas
Diskus Lesi di L3, whole body Pengendara alat segera trauma manual
Interverte- L4, L5 vibration berat, Pekerja kuli setelah tulang handling
bralis lain- Terjadi panggul, penerbang terpaja- punggung dan whole
nya dengan segera sete- helikopter, pramugari/ nan sebelum- body vibration
radikulopati lah posisi pramugara, mekanik nya, tidak di luar
(M51.1) angkat ang- pesawat, Anak Buah ada riwa- pekerjaan
kut saat Kapal bagian mesin yat RA/OA
bekerja pada tu-
lang pung-
gung se-
belumnya.

11 Penyakit yang Katarak Katarak Tidak ada Ultra Violet, Pengelas, Pekerjaan Minimal Tidak ada - A1 dan A2

25
disebabkan oleh Juvenilis lainnya Infrared, dengan paparan 6 Bulan riwayat
radiasi optik, Akibat (H.26.8) Microwave, radiasi pengion dari trauma
meliputi ultra Kerja Pengion  mesin x-ray, reaktor mata
violet, radiasi Radiasi nuklir, pandai besi, sebelum-
elektromagnetik blower kaca, pener- nya, Tidak
(visible light), bang dan pekerja ada riwa-
infra merah, di landasan pesawat. yat DM
termasuk laser sebelum-
nya
12 Penyakit yang Keratitis Photokera- Gejala tim- UV, infrared Welders, Pekerja Timbul Tidak ada Tidak ada A1
disebabkan oleh Exposure titis bul segera peleburan logam, < 24 jam
radiasioptik, (H16.1) setelah Pekerja glass blower, setelah
meliputi ultra terpapar Pekerja yang ter- terpapar
violet, radiasi exposure papar UV, laser grade
elektromagnetik las 3-4 (panjang gelom-
(visible light), bang 532 - 1064 nm)
infra merah,
termasuk laser
JENIS PENYAKIT DIAGNOSA FAKTOR
TANDA KATEGORI
No. AKIBAT KERJA OKUPASI AGEN/ LAMA FAKTOR LAIN
ICD X PATOGNO- PEKERJAAN PENETAPAN
(Perpres PAK) (Permenkes PAJANAN PAJANAN INDIVIDU DI LUAR
MONIK DIAGNOSA
No.56) PEKERJAAN

13 Kerusakan pen- Tuli sensori Efek kebi- Sensoryne- Bising Pekerja drilling, - Tidak Tidak ada A1 dan A2
dengaran yang neural aki- singan pada ural Hearing berlebih Pekerja bengkel, ditemukan hobi men-
disebabkan oleh bat bising telinga Loss. Pengemudi alat berat, riwayat dengarkan
kebisingan di tempat bagian Pemeriksa- Pekerja kamar mesin genetik musik keras,
kerja (Noise dalam an audio- kapal, Pekerja ruang pada te- menembak,
Induced (H83.3) metri nada mesin kompresor linga, ri- dan lain lain
Hearing murni dida- hiperbarik, Teknisi wayat
Loss) patkan tuli pesawat, Penerbang minum
sensorine- helikopter Pekerja di obat
ural pada landasan pesawat, (ototoksik),
frekuensi tenaga kesehatan infeksi
antara 3000 evakuasi medis udara telinga
– 6000 Hz Pandai besi, Personil kronik),

26
militer dan kepolisian trauma
yang menggunakan kepala,
senjata api. Pekerjaan trauma
lainnya yang terpapar telinga
bising tinggi.
14 Penyakit yang Otitic Aero otitic Tidak ada Perubahan Penerbang, Awak ka- Bersifat Tidak ada Tidak ada A2
disebabkan oleh barotrauma barotrauma Tekanan bin dan atlet dirgan- akut
udara bertekanan akibat kerja (T70.0) tara, penyelam, tena- segera
atau udara yang ga kesehatan pen- setelah
didekompresi; damping ruang udara terpaja-
Hypobarik dan nan
Hyperbarik (TOHB),
Pekerja di bawah
tanah (Compressed
Air Worker (CAW)),
tenaga kesehatan
evakuasi medis udara
JENIS PENYAKIT DIAGNOSA FAKTOR
TANDA KATEGORI
No. AKIBAT KERJA OKUPASI AGEN/ LAMA FAKTOR LAIN
ICD X PATOGNO- PEKERJAAN PENETAPAN
(Perpres PAK) (Permenkes PAJANAN PAJANAN INDIVIDU DI LUAR
MONIK DIAGNOSA
No.56) PEKERJAAN
15 Penyakit yang Sinus baro Sinus baro Tidak ada Perubahan Penerbang, Awak ka- Bersifat Tidak ada Tidak ada A2
disebabkan oleh trauma trauma Tekanan bin dan atlet dirgan- akut
udara bertekanan akibat kerja (T70.1) tara, penyelam, tena- segera
atau udara yang ga kesehatan pen- setelah
didekompresi; damping ruang udara terpaja-
Hypobarik dan nan
Hyperbarik (TOHB),
Pekerja di bawah
tanah (Compressed
Air Worker (CAW)),

27
tenaga kesehatan
evakuasi medis udara
16 Penyakit yang Barotrauma Efek dari Tidak ada Perubahan Penerbang, Awak Bersifat Tidak ada Tidak ada A2
disebabkan oleh (Mata, Salu- tekanan Tekanan kabin dan atlet dir- akut se-
udara bertekanan ran Cerna udara dan gantara, penyelam, gera
atau udara yang Saluran Na- tekanan air, tenaga kesehatan setelah
didekompresi pas, Kulit, tidak spe- pendamping ruang terpajanan
Gigi) Akibat sifik (T70.9) udara Hypobarik dan
Kerja Hyperbarik (TOHB),
Pekerja di bawah
tanah (Compressed
Air Worker (CAW),
tenaga kesehatan
evakuasi medis udara
JENIS PENYAKIT DIAGNOSA FAKTOR
TANDA KATEGORI
No. AKIBAT KERJA OKUPASI AGEN/ LAMA FAKTOR LAIN
ICD X PATOGNO- PEKERJAAN PENETAPAN
(Perpres PAK) (Permenkes PAJANAN PAJANAN INDIVIDU DI LUAR
MONIK DIAGNOSA
No.56) PEKERJAAN
17 Penyakit yang Penyakit Caisson Tidak ada Perubahan Penerbang, Awak ka- Bersifat Tidak ada Tidak ada A2
disebabkan oleh Dekompresi disease/ Tekanan bin dan atlet dirgan- akut
udara bertekanan Akibat Kerja decompres- tara, penyelam, tena- segera
atau udara yang (Caisson sion ga kesehatan pen- setelah
didekompresi Disease) sickness damping ruang udara terpaja-
(T70.3) Hypobarik dan nan
Hyperbarik (TOHB),
Pekerja di bawah
tanah (Compressed
Air Worker (CAW)),
tenaga kesehatan
evakuasi medis udara

28
18 Virus Hepatitis Hepatitis B Hepatitis B Pernah Virus Hepa- Tenaga kesehatan kurang Tidak ada Tidak ada A2
Akibat kerja Akut (B16) mengalami titis B dari yang merawat pasien, dari 6 riwayat riwayat
needle stick darah dan/ tenaga laboratorium, bulan Hepatitis B transfusi
injury dari cairan tubuh sebelum- darah
pasien yang terin- nya (Peme-
Hepatitis B feksi riksaan se-
belumnya
negatif)
19 Virus Hepatitis Hepatitis C Hepatitis C Pernah Virus Hepa- Tenaga kesehatan kurang Tidak ada Tidak ada A2
Akibat kerja Akut mengalami titis C dari yang merawat pasien, dari 6 riwayat riwayat
(B17.0) needle stick darah dan/ tenaga laboratorium, bulan Hepatitis C transfusi
injury dari cairan tubuh sebelum- darah
pasien yang terin- nya (Peme-
Hepatitis C feksi riksaan se-
belumnya
negatif)
JENIS PENYAKIT DIAGNOSA FAKTOR
TANDA KATEGORI
No. AKIBAT KERJA OKUPASI AGEN/ LAMA FAKTOR LAIN
ICD X PATOGNO- PEKERJAAN PENETAPAN
(Perpres PAK) (Permenkes PAJANAN PAJANAN INDIVIDU DI LUAR
MONIK DIAGNOSA
No.56) PEKERJAAN
20 Kelainan saluran Rhinitis dan Rhinitis - Debu Pekerja di pabrik Segera Tidak ada Tidak ada A1
pernafasan atas Rhinosinu- Akut (J00) semen, pabrik textile, setelah riwayat pajanan
yang disebabkan sitis Akibat pertambangan terpajan alergi se- /debu lain
oleh sensitisasi Kerja batubara, pekerja belumnya di luar
atau iritasi zat di pabrik asbes, pekerjan.
yang ada dalam
proses pekerjaan

21 Penyakit saluran Laryngitis Laryngitis Suara serak Penggunaan Penyanyi, presenter, Segera Tidak ada - A1 dan A2
pernafasan lain Akut Akibat Akut (J04.0) setelah pita suara pembaca berita, guru, setelah

29
di mana ada hu- Kerja pengguna- berlebihan dosen, pekerjaan lain penggu-
bungan langsung an suara yang menggunakan naan
antara paparan berlebihan suara berlebihan. suara
faktor risiko yang saat bekerja berlebih-
muncul akibat an
aktivitas pekerja-
an dengan penya-
kit yang dialami
oleh pekerja yang
dibuktikan secara
ilmiah dengan
menggunakan
metode yang
tepat
LAMPIRAN II
B. DAFTAR BEBERAPA PENYAKIT YANG DAPAT MENJADI
DUGAAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
KODE PENYAKIT AGEN PEKERJAAN / INDUSTRI

A15.-to A15-16 tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis dari Pekerjaan perawatan kesehatan, 


A19.- A17 pernapasan manusia yang terinfeksi laboratorium medis Pekerjaan rumah
Nervous A18 organ Mycobacterium bovis dari hewan potong hewan, pekerjaan hewan
lain A19 milier tuber- yang terinfeksi
kulosis
A21.- tularemia Francisella tularensis dari berba- Pertanian dan peternakan kerja,
gai hewan, terutama kelinci, kehutanan, perburuan, kerja hewan,
kelinci, tupai, tikus, tikus dan pekerjaan laboratorium dan pekerjaan
hewan pengerat lainnya lain dengan binatang kecil berbulu
A22.- Anthrax Bacillus anthracis dari produk Pertanian dan peternakan bekerja,
hewani bekerja rumah potong hewan, pekerjaan
kedokteran hewan, pekerjaan laborato-
rium, bekerja dengan wol, rambut dan
kulit
A23.- brucellosis Brucella spesies dari ternak Pertanian dan peternakan bekerja, 
bekerja hewan, pekerjaan rumah potong
hewan, pekerjaan laboratorium
A26.- Erysipeloid A26.0 Erysipelothrix rhusiopathiae dari Pertanian dan hewan kerja peternakan,
Cutaneous hewan yang terinfeksi bekerja hewan, pekerjaan rumah potong
erysipeloid hewan, pekerjaan pengolahan daging
dan pekerjaan lain yang melibatkan
kontakdengan babi, sapi, unggas
atau ikan
A27.- leptospirosis interrogans Leptospira dari Pertanian dan hewan kerja peternakan,
hewan (terutama tikus), urin bekerja hewan, pekerjaan rumah potong
hewan atau tanah yang tercemar hewan, pekerjaan susu, pekerjaan
pengolahan daging, bekerja dengan 
kontak dengan tanah yang terkontami-
nasi (misalnya tebu dan pekerja
lapangan), nelayan air tawar dan
penangan ikan, pekerjaan limbah,
pengumpul sampah
A35 Tetanus Clostridium tetani dari tanah, Pertanian dan kerja militer, pekerjaan
limbah atau hewan melalui luka konstruksi, pekerjaan limbah, bekerja
yang mendalam uncleaned dengan kontak dengan tanah yang
terkontaminasi
A69.2 Penyakit Lyme Borrelia burgdorferi dari gigitan Pekerjaan luar, misalnya pertanian dan
kutu yang terinfeksi kehutanan
A70 Chlamydia psittaci Chlamydia psittaci dari burung Pekerjaan yang melibatkan kontak
infeksi dengan unggas, unggas atau kotoran
(Ornithosis) mereka
J16.0 Pneumonia klamidia Chlamydia pneumoniae dari Pekerjaan perawatan kesehatan
(Perhatikan juga manusia
pneumonia lainnya
di J10-J18)

30
KODE PENYAKIT AGEN PEKERJAAN / INDUSTRI

A77.- Demam Spotted rickettsii rickettsia dan  Kerja laboratorium, pekerjaan luar


(tick-borne Rickettsia jenis lainnya
rickettsioses)
A78 Demam Q Coxiella burnetii dari hewan Domba dan sapi pertanian, pekerjaan
domestik (sapi, domba, laboratorium, kerja tekstil, pekerjaan
kambing) atau lebihjarang rumah potong hewan, pekerjaan hewan
melalui gigitan kutu
A82.- penyakit anjing gila Virus biasanya dari gigitan Pertanian dan peternakan bekerja,
terinfeksihewan liar atau bekerja hewan, pekerjaan laboratorium
domestik hewan, personel kontrol hewan,
pekerja satwa liar
A84.- Tick-Bome ensefalitis Virus dari kutu Pekerjaan luar, misalnya pemburu,
viral petani, tukang kebun, ahli geologi
A98.- Demam berdarah Virus dari hewan pengerat Pekerja pertanian, penggembala,
virus lainnya, tidak pekerja kontrol hewan pengerat
diklasifikasikan
di tempat lain
B01.- varicella Varicella zoster virus dari Perawatan kesehatan dan pekerjaan
manusia laboratorium
B05.- Campak Virus dari manusia Perawatan kesehatan dan pekerjaan
laboratorium
B16.- Hepatitis B akut Virus hepatitis B dari darah Perawatan kesehatan dan pekerjaan
yang terinfeksi laboratorium, staf penjara, polisi dan
personil ambulans

B17.- Lainnya akut virus Virus hepatitis C dari darah Perawatan kesehatan dan pekerjaan
hepatitis B17.0 yang terinfeksi laboratorium, staf penjara, polisi dan
akut hepatitis C personil ambulans
B20.-to Human immunodefi- Virus HI dari darah yang Perawatan kesehatan dan pekerjaan
B24.- ciency virus penyakit terinfeksi laboratorium
(HIV)
B38.- coccidioidomycosis Coccidioides immitis dari tanah kerja pertanian, pekerjaan laboratorium,
(endemik barat Amerika Utara) pekerjaan militer
B39.- histoplasmosis Histoplasma capsulatum dari kerja pertanian, bekerja dengan unggas,
tanah;burung atau kelelawar pekerjaan laboratorium
kotoran (endemik Amerika Utara
bagian timur)
B42.- sporotrichosis Schenkii Sporothrix dari sisa- Pertanian kerja, tukang kebun,
sisa tanaman, pohon dan toko bunga
tanaman kebun kulit
B58.- toksoplasmosis Toxoplasma gondii dari kucing kerja pertanian, pekerjaan hewan,
(atau burung, domba, kambing, pekerjaan rumah potong hewan,
babi, sapi, dan lain-lain) toko hewan peliharaan kerja
B65.- schistosomiasis Schistosoma spesies dari kerja pertanian, pengairan apapun
kontak dengan air yang terkon- (misalnya pembangunan bendungan,
taminasi bekerja dengan kolam irigasi dan kanal)
B67.- Ecchinococcosis Ecchinococcus spesies dari gembala
anjing dan hewan ternak dalam
negeri

31
KODE PENYAKIT AGEN PEKERJAAN / INDUSTRI

C22.- neoplasma ganas vinil klorida Pembuatan vinil klorida, vinil


hati dan duktus
empedu intrahepatik
C30.- Ganas neoplasma debu kayu Kayu, lemari dan furniture pembuat
dari rongga hidung produsen kromium, pelapisan logam,
dan telinga tengah
C32.- neoplasma ganas Asbes industri asbes dan pemanfaat (lihat C45)
laring
C34.- neoplasma ganas Asbes industri asbes dan pemanfaat (lihat C45)
bronkus dan paru-
paru
C40.-to Neoplasma ganas radiasi pengion Pekerjaan dengan paparan radiasi
C41.- tulang dan tulang pengion dari mesin x-ray, reaktor nuklir
rawan artikular dll, pekerjaan yang melibatkan isotop
C44 neoplasma ganas arsenikum pertambangan arsenik, peleburan
kulit lainnya tembaga, produksi dan penggunaan
pestisida arsenik, herbisida dan insekti-
sida, tanning, pembuatan kaca
C45.- mesothelioma Asbes Industri asbes dan pemanfaat (tambang
C45.0 Mesothelioma misalnya asbes dan pertambangan,
pleura C45.1 industri produk asbes, pekerjaan isolasi,
Mesothelioma dari pekerjaan konstruksi, kerja galangan
peritoneum C45.7 kapal, kerja garasi, pekerjaan yang
Mesothelioma dari melibatkan pemindahanbahan asbes
situs lain C45.9 yang mengandung)
Mesothelioma,
ditentukan
C67.- neoplasma ganas amina aromatik Karet dan pewarna pekerja
kandung kemih
C91.- leukemia radiasi pengion Pekerjaan dengan paparan radiasi
ke C91 limfoid leukemia pengion dari mesin x-ray, reaktor nuklir
C95.- C92 myeloid leuke- dll, pekerjaan yang melibatkan isotop
mia C94 lain dari Benzene Pekerjaan dengan paparan benzena,
jenis sel tertentu misalnya coke oven, penggunaan
benzena mengandung pelarut
D59.- Mengakuisisi hemo- Arsenik hidrida (arsine) Proses elektrolisis, mineral arsenik
litik anemia Naftalin pengolahan
Tributyl timah
D61.- anemia aplastik Bensol Pekerjaan dengan paparan benzena
lainnya D61.2 anemia misalnya penggunaan benzena
aplastik karena mengandung pelarut, industri minyak
lainnya. Radiasi pengion bumi, coke oven.
agen eksternal pekerjaan dengan paparan radiasi
pengion dari mesin x-ray, reaktor nuklir
dan lain-lain, pekerjaan yang melibat-
kan isotop

32
KODE PENYAKIT AGEN PEKERJAAN / INDUSTRI

D64.- anemia lainnya Lead Timah dan seng pertambangan dan


D64.2 anemia sidero- metalurgi, industri konstruksi, pipa,
plastic sekunder tanaman akumulator, pembuatan
akibat obat dan amunisi, pembuatan keramik atau kristal,
racun pembuatan baterai penyimpanan timbal,
pengelasan dan pemotongan
D70 agranulositosis Bensol Pekerjaan dengan paparan benzena
misalnya penggunaan benzena
mengandung pelarut, industri minyak
bumi, coke oven
Radiasi pengion Pekerjaan dengan paparan radiasi
pengion dari mesin x-ray, reaktor nuklir
dll, pekerjaan yang melibatkan isotop

D74.- Methaemoglobina amino aromatik dan Bahan peledak dan industri pewarna
emias D74.8 methae nitrocompounds
mo-globinaemias
Lainnya
G21.- parkinson sekunder Mangan Mangan pertambangan dan
G21.2 parkinson pengolahan, metalurgi, pembuatan
sekunder karena baterai, pengelasan
penyebab eksternal
lainnya
G25.- ekstrapiramidal Merkuri dan senyawanya produksi, baterai produksi, pembuatan
lainnya dan gang- fungisida, metalurgi merkuri, pembuatan
guan gerak peralatan yang mengandung merkuri
(misalnya termometer)
G56.- Mononeuropati Untuk G56.0: kuat pekerjaan Untuk G56.0: Pekerjaan yang
ekstremitas atas berulang-ulang, getaran dan melibatkan gerakan berulang kuat,
G56.0 Carpal tunnel postur ekstrim pergelangan bekerja dengan alat getar, pekerjaan
syndrome G56.2 Lesi tangan. terutama kombinasi melibatkan postur ekstrim pergelangan
dari saraf ulnaris dari risiko tersebut tangan, misalnya daging, unggas dan
G56.3 Lesi saraf pengolah ikan, sawmill dan creamery
radial G56.8 pekerja, pekerja konstruksi
mononeuropati lain
ekstremitas atas

G62.- Polineuropati karena Arsen dan yang Senyawa Arsenik pertambangan, tembaga
agen beracun Acrylamide, karbon disulfida, peleburan, produksi dan penggunaan
lainnya agen etilen oksida, N-Hexane dan pestisida arsenik, herbisida dan
beracun Metil n, butil keton, lead, insektisida, tanning, pembuatan kaca,
Air raksa, Organophosphorous. industri plastik Rayon manufaktur,
G62.2 Polineuropati Radiasi karet dan pekerjaan laboratorium,
karena lainnya Etilena operator sterilisasi oksida,
Penggunaan n-heksana atau metil,
Polineuropati diten- Getaran (misalnya tangan) pelarut butil keton lihat G92 halaman
tukan G62.8 Lainnya berikutnya melihat G25 di atas
Penggunaan alat getar

33
KODE PENYAKIT AGEN PEKERJAAN / INDUSTRI

G92 ensefalopati toksik Lead, Air raksa, Pelarut Timah dan seng pertambangan dan
misalnya: Toluena metalurgi, industri konstruksi, pipa,
Xylene, styrene, pentana akumulator tanaman, pembuatan
white spirit amunisi, pembuatan keramik atau
1,1,2, trichlorethane kristal, pembuatan baterai penyimpanan
timbal, pengelasan dan pemotongan
produksi elektrolit klorin, produksi
baterai, pembuatan fungisida, merkuri
industri metalurgi Pekerjaan dengan
paparan pelarut.
H10.- konjungtivitis Banyak alergen yang disebutkan Lihat J45
konjungtivitis H10.8 dalam asma kerja (J45) dan
Lainnya rhinitis kerja (J30.3) juga
dapat menyebabkan konjung
tivitis kerja (lihat bagian A.9.2)
H16.- keratitis Radiasi UV Pekerjaan dengan paparan radiasi UV,
H16.1 lain keratitis misalnya pengelasan, pekerjaan luar.
superfisia
H26.- katarak lainnya Ultra Violet, Infrared, Teknisi microwave dan radar, pekerjaan
H26.8 lainnya Microwave, dengan paparan radiasi pengion dari
katarak ditentukan Pengion Radiasi mesin x-ray, reaktor nuklir, pekerjaan
yang melibatkan isotop Pandai Besi,
blower kaca, petani, nelayan
H55 Nistagmus dan Sinar petir Penambang
gerakan mata yang
tidak teratur lainnya
H83.3 efek kebisingan kebisingan yang berlebihan Berbagai industri dan pekerjaan
pada telinga bagian
dalam
I73.0 Raynaud ' sindrom s Getaran Lumberjacks, rantai sawyers, penggiling,
chipper, pengebor batu, pemotong batu,
operator bor, riveters
J60 Coalworker ' s  debu batu bara Penambang batubara
pneumoconiosis
J61 Pneumoconiosis Asbes Industri asbes dan pemanfaat (tambang
karena asbes dan misalnya asbes dan pertambangan,
serat mineral lainnya industri produk asbes, insulasi peker-
(Asbestosis) jaan, pekerjaan konstruksi, kerja
J62.- Pneumoconiosis Talk Prosesor bedak, pertambangan
akibat debu yang silica soapstonepenggilingan, polishing,
mengandung silika Pertambangan industri kosmetik,
(Silikosis) penggalian, pengecoran,

J63.- Pneumoconiosis Aluminium Pembuatan dan pemanfaatan


karena lainnya Bauksit aluminium Ekstraksi bauksit dan 
pengolahan

34
KODE PENYAKIT AGEN PEKERJAAN / INDUSTRI

J63.2 Berylliosis Berilium Graphite debu Ekstraksi berilium dan metalurgi,


J63.3 Graphite debu Iron industri kedirgantaraan, Produksi
fibrosis (paru-paru) industri nuklir dari artikel grafit,
produksi grafit buatandari minyak
batubara
J63.5 Stannosis Tim Debu dan Asap pertambangan timah dan metalurgi
J63.8 Pneumokoni- Misalnya campuran peleburan
osis karena debu pneumoconiosis debu
anorganik lainnya
ditentukan
J65 Pneumoconiosis Salah satu kondisi di J60-J64 Lihat resiko pekerjaan / industri
terkait dengan  ketika rumit dengan TB harus J60-J63 atas
tuberkulosis dikodekan sebagai J65 menurut
ICD-10.
J90 Efusi pleura, tidak Asbes industri asbes dan pemanfaat (lihat J61,
diklasifikasikan halaman sebelumnya)
di tempat lain
J92.- plak pleura J92.0 Asbes industri asbes dan pemanfaat (lihat J61,
pleura plak dengan halaman sebelumnya)
kehadiran asbes
J84.- Interstitial penyakit Logam keras (cobalt) Sintering, pekerja yang terpapar debu
paru J84.1 Lain  Catatan: Selain pneumokoni- dari logam sinter (misalnya penggilingan
penyakit paru inter- osis, penyakit logam keras- alat logam keras)
stitial dengan fibrosis mungkin memiliki manifestasi
J94.- Kondisi pleura Yang berhubungan dengan industri asbes dan pemanfaat
lainnya J94.8 kondisi asbes penebalan pleura difus (lihat J61, halaman sebelumnya)
pleura ditentukan
lain
J3 0,3 rhinitis alergi lainnya Banyak agen yang menyebab- Lihat J45
kan asma pekerjaan, juga
dapat menginduksi rhinitis
alergi asal kerja (lihat J45)

J45.- Asma Berbagai macam zat kimia dan pekerjaan kimia, semprot lukisan,
J45.0 asma Terutama biologi. contoh isosianat, pembuatan busa poliuretan,
alergi tepung dan biji-bijian debu penggunaan polyurethane-
J45.1 Non-alergi Epitel hewan dan ekskresi, perekat berbasis Baking, pertanian
J45.8 asma Campur debu kayu, Tanaman debu kerja laboratorium, pertanian, kayu
J45.9 asma Asma, pewarna reaktif, Persulfates, bekerja, tukang kayu, Pekerjaan
tidak ditentukan Lateks (karet alam), dengan paparan debu dari tanaman
pencelup Tekstil penata rambut,
pekerjaan perawatan kesehatan
J66.- Airway penyakit  Kapas, rami, rami, dan debu pekerja industri kapas, bekerja dengan
akibat tertentu J66.0 sintetis cotton- debu rami, paparan debu organik (misalnya kerja
debu organik Bisino- debu organik, seperti debu pertanian)
sis J66.1 Flax-dresser '  gandum, hewan yang berasal
penyakit s Penyakit debu, jamur atau debu
J66.8 Airway akibat mikroba lainnya.
debu organik spesifik
lainnya

35
KODE PENYAKIT AGEN PEKERJAAN / INDUSTRI

J67.- Pneumonitis hiper- Pneumonitis hipersensitif Pekerjaan yang melibatkan paparan


sensitif akibat debu dapat disebabkan jamur dari jamur atau spora jamur (lihat
organik sumber yang berbeda atau pembagian J67 untuk beberapa
J67.0 Farmer' debu organik lainnya pekerjaan risiko)
paru-paru’s
J67.1 Bagassosis
J67.2 Bird pelamun’
paru-paru’s
J67.3 Suberosis
J67.4 Maltworker’
paru-paru’s
J67.5 Jamur-pekerja’s
paru
K71.- penyakit hati Berbagai bahan kimia dapat Pajanan pada pekerja Dry cleaning,
beracun menyebabkan kerusakan hati industry plastic, pertanian dan pekerja
beracun.Contoh: Carbon tetra lain yang terpapar bahan tersebut.
chloride, vinyl chloride, herbi- Pembuatan bahan peledak, rodentisida
side paraquat, PCB, Khloroform dan pupuk
Kuning (putih) fosfor
L50.- urtikaria Lateks (karet alam) pekerjaan perawatan kesehatan
L50.6 Kontak produk makanan (tepung, Makanan dan pembuatan produk
urtikaria buah-buahan, sayuran, dll) makanan, pekerjaan laboratorium
Pertanian Agriculture Animal
L58.- radiodermatitis Radiasi pengion Pekerjaan dengan paparan radiasi
radiodermatitis L58.0 pengion dari mesin x-ray, reaktor nuklir
akut dll, pekerjaan yang melibatkan isotop
radiodermatitis
kronis L58.1
L70.- jerawat chloracne: hidrokarbon aromatik Pestisida dan herbisida industri,
jerawat L70.8 terhalogenasi (misalnya bekerja dengan kondensor dan
Lainnya Polychlorinated biphenyls, PCB) transformer, Penyulingan minyak,
Lainnya kimia diinduksi jerawat: pekerjaan aspal
Aspal, Creosote, Minyak,
Grease, pitch, Tar
L23.- dermatitis kontak Berbagai pekerjaan dalam pembuatan
alergi kelompok dan penggunaan dari masing-masing
agen penyebab agen penyebab
utama
L24.- dermatitis kontak Berbagai pekerjaan dalam pembuatan
iritan kelompok dan penggunaan dari masing-masing
agen penyebab agen penyebab
utama:
L25.- dermatitis kontak Seperti di L23 dan L24
yang tidak
ditentukan
M65.- Sinovitis dan teno- gerakan berulang, pengerahan Pekerjaan yang melibatkan gerakan
sinovitis M65.4 tenaga kuat dan postur ekstrim berulang, pengerahan tenaga kuat dan
Radial styloid teno- pergelangan tangan. Terutama postur ekstrim pergelangan tangan.
synovitis (de Quer- kombinasi faktor-faktor Misalnya daging, ikan dan
vain)

36
KODE PENYAKIT AGEN PEKERJAAN / INDUSTRI

M70.- gangguan jaringan gerakan berulang, pengerahan Sama seperti di atas karpet dan
lunak terkait dengan tenaga kuat dan postur ekstrim lapisan lantai
menggunakan, pergelangan tangan. Terutama
berlebihan dan kombinasi faktor-faktor risiko.
tekanan
M77.- Lainnya enthesopa- Kerja kuat berulang-ulang pekerja konstruksi, seperti installators
thies M77.0 Medial papan dinding, tukang atap dan tukang
epicondylitis M77.1 batu, pemotong daging, pengepakan,
Lateral epicondylitis pekerjaan lain yang melibatkan gerakan
berulang dan kuat
N14.- Obat dan berat- Logam berat: misalnya manufaktur, manufaktur baterai nikel-
logam yang disebab- kadmium, Dye dan pigmen kadmium, elektro plating, Pekerjaan
kan kondisi tubulo- Halogenasi hidrokarbon: industri plastik dengan eksposur,
interstitial dan tubu- misalnya karbon tetraklorida, pelarut yang mengandung hidrokarbon
lar N14.3 Nefropati trichloroethylene terhalogenasi
disebabkan oleh
berat logam N14.4
Toxic nefropati,
tidak di tempat lain
T75.3 Mabuk perjalanan Percepatan atau gerakan lain Penerbang, pramugari/a, atlet dirgantara,
yang disebabkan oleh perja- tenaga kesehatan evakuasi medis udara,
lanan menggunakan pesawat, anak buah kapal, pekerja anjungan lepas
transportasi laut pantai, tenaga penunjang
H04.1 Sindrom mata kering Kelembaban, suhu Penerbang, pemandu lalu lintas udara

Z58.3 Stressful work Jadwal kerja, beban kerja Penerbang, pramugari/a, pengatur lalu
schedule lintas udara, pekerja di landasan
pesawat udara, anak buah kapal.
Z73.0 Burn-Out Jadwal kerja, beban kerja fisik Penerbang, pramugari/a, pengatur lalu
dan mental lintas udara
F43.1 Post traumatic Trauma Penerbang, pramugari/a, pengatur lalu
stress disorder lintas udara, pekerja di landasan
pesawat udara
L92 Granuloma disorder Mycobacterium marinum Nelayan penyelam
of skin and subcu-
taneus tissue
(swimmer elbow)

M90.3 Osteonecrosis in Tekanan udara tinggi Penyelam, compressed air worker,


caisson disease attendance terapi oksigen hiperbarik.
T58 Toxic effect of Udara tekanan tinggi Nelayan penyelam tradisional
carbon monoxide

T59.7 Toxic effect of carbon Udara tekanan tinggi Nelayan penyelam tradisional, penyelam
dioxide sircuit tertutup.
T41.5 Toxic effect of oxigen Oksigen tekanan tinggi Pekerja attendant terapi oksigen
hiperbarik, penyelam sirkuit tertutup.
T59.0 Toxic effect of Udara tekanan tinggi Penyelam, compressed air worker,
nitrogen pekerja attendant terapi oksigen
hiperbarik

37
KODE PENYAKIT AGEN PEKERJAAN / INDUSTRI

C43 Malignan melanoma UV Nelayan


of skin
C92.0 Akut mieloblastik Hidrocarbon aromatic Anak buah kapal, nelayan, pekerja
leukemia anjungan lepas kapal.

R.41.8 Spatial disorientation Lingkungan dan faktor lain Penerbang


yang mempengaruhi fungsi
penglihatan, vestibuler dan
propioseptif
T65.8 Aerotoksik syndrome Bahan kimia di pesawat antara Penerbang, pramugari dan pramugara
lain: minyak sintetik mesin jet,
cairan hidrolik dan de-icing,
gol. TAP (Triacryl Phosphate),
gol. Organofosfat, amine
oxidants, TCP

38
KONTRIBUTOR

Aditya Handoko H, dr, MKK PERDOKLA


Agus Dwi Susanto, DR, dr, SpP (K), FAPSR, FISR PDPI
Agustina Puspitasari, dr, SpOk PERDOKI
Amir Syafruddin, dr, MMed.ed PDUI
Amyta Miranti, dr, SpM, M PH PERDAMI
Anna Suraya, dr, MKK, SpOk PERDOKI
Arief S. Kartasasmita, Prof, dr, SpM (K)m M.Kes, PhD PERDAMI
Astrid B Sulistomo, DR, dr, MPH, SpOk PERDOKI
Astuti, dr, MKKK Kementerian Kesehatan
Binar Sasono, dr BPJS Kesehatan
Budi Mohammad Arief, Dr, MM BPJS Kesehatan
Devi Dwi Rantih, dr, MKKK IDKI
Dewi S Soemarko, DR, dr, MS, SpOk PERDOKI
Dyah Agustina Waluyo, dr PB IDI
Dyah Erti Mustikawati, drg, MPH Kementerian Kesehatan
Eka Ginanjar, dr, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP, FICA PAPDI
Endro Sucahyono, drg, MM BPJS Ketenagakerjaan
Erlang Samoedro, dr, SpP, FISR PDPI
Fani Syafani, dr, MKK BPJS Ketenagakerjaan
Farid W, dr, MS, SpKL PERDOKLA
Febriansyah Budi Pratama, SKM Kementerian Kesehatan
Feni Fitriani Taufik, dr, SpP (K), MPd. Ked PDPI
Fitri Wulandari, SH Kementerian Kesehatan
Hartati B. Bangsa, dr PDUI
Haswan, dr PDUI
Indah Febrianti, SH, MH Kementerian Kesehatan
Inne Nutfiliana, dr, MKK Kementerian Kesehatan
Istiati Suraningsih, dr, MKK IDKI
Jenny Bashiruddin, Prof, DR, dr, SpTHT-KL (K) PERHATI
Kadwirini Lestari, dr, MSc IDKI

39
Kartini Rustandi, drg M.Kes Kementerian Kesehatan
Kasyunnil Kamal, DR, dr, MS, SpOk PERDOKI
Kayun Kasmidi, SKM Kementerian Kesehatan
Liem Jen Fuk, dr, MKK, SpOk PERDOKI
M. Hidayat, Dr, SpM (K) PERDAMI
M. Sidik, dr, SpM (K) PERDAMI
Manfaluthy Hakim, dr, SpS (K) PERDOSSI
Mardiati Ganjardani, dr, SpKK PERDOSKI
Maulana Anshari, dr, MKM BPJS Ketenagakerjaan
Medianti Ellya Permatasari, dr, AAK BPJS Kesehatan
Muchtaruddin Mansyur, DR, dr, MS, PhD, SpOk PERDOKI
Nelly Hutagaol, SH, MH Kementerian Kesehatan
Nia Widyanti, dr, SpOk Kementerian Kesehatan
Nita Mardiah, dr, MKM Kementerian Kesehatan
Nusye E Zamsiar, dr, MS, SpOk PERDOKI
Puspita Sampekalo, dr, SpOk PERDOKI
Putri Ayu Hartini, dr Kementerian Kesehatan
Rakhmad Hidayat, dr, SpS PERDOSSI
Retno Wibawanti, dr, SpKP PERDOSPI
Rima Melati, dr, MKK, SpAk, SpOk PERDOKI
Rusmiyati, dr, MQIH Kementerian Kesehatan
Sally Aman Nasution, dr, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP PAPDI
Suci Rahmad, dr, Mkes BPJS Ketenagakerjaan
Sukirman Soekin, Dr, SpTHT-KL (K), Mkes PERHATI
Suryo Wibowo, dr, MKK, SpOk PERDOKI
Susan H Manungkalit, dr, MS, SpKL PERDOKLA
Syougie, dr, SpKP PERDOSPI
Taolin Agustinus, dr, SpPD, K-GEH, FINASIM PAPDI
Tarra, dr, SpKJ PDSKJI
Teguh Riwayadi, SH TASPEN
Rina Mutiara, dr, M.A ASABRI
Windy Keumala Budianti, Dr, dr, SpKK PERDOSKI
Yuana Sondang Risria Marpaung, dr TASPEN
Yunus Sanggaoli, SKM, SH, MKKK Kementerian Kesehatan

40

Anda mungkin juga menyukai