LP Trauma-Wajah
LP Trauma-Wajah
PENDAHULUAN
Sebagian besar fraktur yang terjadi pada tulang rahang akibat trauma
maksilofasial dapat dilihat jelas dengan pemeriksaan dan perabaan serta
menggunakan penerangan yang baik. Trauma pada rahang mengakibatkan
Terjadinya gangguan saluran pernafasan, perdarahan, luka jaringan lunak,
hilangnya dukungan terhadap fragmen tulang dan rasa sakit. Namun, trauma pada
rahang jarang menimbulkan syok dan bila hal tersebut terjadi mungkin
disebabkan adanya komplikasi yang lebih parah, seperti pasien dengan batas
kesadaran yang menurun tidak mampu melindungi jalan pernafasan dari darah,
patahan gigi.
2.2 Definisi
Trauma maksilofasial injuri adalah suatu ruda paksa yang mengenai
wajah dan jaringan sekitarnya. Trauma pada jaringan maksilofasial dapat
mencakup jaringan lunak dan jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan
lunak wajah adalah jaringan lunak yang menutupi jaringan keras wajah.
Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan keras wajah adalah tulang kepala. :
Trauma Jaringan lunak
1. Abrasi kulit, tusukan, laserasi, tato.
2. Cedera saraf, cabang saraf fasial.
3. Cedera kelenjar parotid atau duktus Stensen.
4. Cedera kelopak mata.
5. Cedera telinga.
6. Cedera hidung.
Trauma Jaringan keras
1.Fraktura sepertiga atas muka.
2. Fraktura sepertiga tengah muka.
a. Fraktura hidung (os nasale).
b. Fraktura maksila(os maxilla).
c. Fraktur zigomatikum(os zygomaticum dan arcus zygomaticus).
d. Fraktur orbital (os orbita).
3. Fraktura sepertiga bawah muka.
a. Fraktura mandibula (os mandibula).
b. Gigi (dens).
c. Tulang alveolus (os alveolaris).
2.3 Epidemiologi
Dari data penelitian itu menunjukan bahwa kejadian trauma
maksilofasial sekitar 6% dari seluruh trauma yang ditangani oleh SMF Ilmu
Bedah RS Dr. Soetomo. Kejadian fraktur mandibula dan maksila terbanyak
diantara 2 tulang lainnya, yaitu masing-masing sebesar 29,85%, disusul
fraktur zigoma 27,64% dan fraktur nasal 12,66%.
Penderita fraktur maksilofacial ini terbanyak pada laki-laki usia
produktif, yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38% disertai cedera di tempat
lain, dan trauma penyerta terbanyak adalah cedera otak ringan sampai berat,
sekitar 56%. Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian
besar adalah pengendara sepeda motor.
2.4 Etiologi
Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, mencakup kecelakaan
lalu lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api.
Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama trauma maksilofasial yang
dapat membawa kematian dan kecacatan pada orang dewasa secara umum
dibawah usia 50 tahun dan angka terbesar biasanya terjadi pada pria dengan
batas usia 21-30 tahun.
Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi
masalah karena harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang
dapat mengenai ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan,
72% kematian oleh trauma maksilofasial paling banyak disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas (automobile).
2.5 Klasifikasi
Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian,
yaitu trauma jaringan keras wajah dan trauma jaringan lunak wajah. Trauma
jaringan lunak biasanya disebabkan trauma benda tajam, akibat pecahan kaca
pada kecelakaan lalu lintas atau pisau dan golok pada perkelahian.
a. Trauma jaringan lunak wajah
Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena
trauma dari luar.Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan
berdasarkan :
1. Berdasarkan jenis luka dan penyebab
a. Ekskoriasi
b. Luka sayat (vulnus scissum), luka robek(vulnus laceratum) , luka
tusuk (vulnus punctum)
c. Luka bakar (combustio)
d. Luka tembak (Vulnus Sclopetorum)
2. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan
a. Skin Avulsion & Skin Loss
3. Dikaitkan dengan unit estetik
Menguntungkan atau tidak menguntungkan, dikaitkan dengan garis
Langer.(Gambar 1)
Gambar 4. (A). Le Fort I, Le Fort II, Le Fort III (pandangan anterior) (B). Le Fort
I, Le Fort II, Le Fort III (pandangan sagital) (London PS. The anatomy of injury
and its surgical implication, London: Butterworth-Heinemana Ltd. 1991:5)
2.6 Diagnosis
Dalam menegakkan sebuah kejadian yang dicurigai dengan fraktur
Maksilofasial, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Anamnesa
Anamnesa dapat dilakukan langsung dengan pasien atau dengan orang lain
yang melihat langsung kejadian. Yang harus ditanyakan adalah :
Penyebab pasien mengalami trauma :
kecelakaan lalu lintas.
Trauma tumpul.
Trauma benda keras.
Terjatuh.
Kecelakaan olah raga.
Berkelahi.
Dimana kejadiannya.
Sudah berapa lama sejak saat kejadian sampai tiba di rumah sakit.
Apakah setelah kejadian pasien sadar atau tidak, jika tidak sadar, berapa
lama pasien tidak sadarkan diri.
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Secara sistematis bergerak dari atas ke bawah :
a. Deformitas, memar, abrasi, laserasi, edema.
b. luka tembus.
c. Asimetris atau tidak.
d. Adanya Maloklusi / trismus, pertumbuhan gigi yang abnormal.
e. Otorrhea / Rhinorrhea
f. Telecanthus, Battle's sign, Raccoon's sign.
g. Cedera kelopak mata.
h. Ecchymosis, epistaksis
i. defisit pendengaran.
j. Perhatikan ekspresi wajah untuk rasa nyeri, serta rasa cemas.
Palpasi
5. N. Facial (VII)
1. area Temporal, menaikkan alis, dahi dikerutkan.
2. area Zygomatic, memejamkan mata sampai tertutup rapat.
3. area Buccal, mengerutkan hidung, "membusungkan" pipi.
4. area Marjinal mandibula, mengerutkan bibir.
5. area Cervical, menarik leher (saraf otot platysma, Namun, fungsi ini
tidak terlalu penting peranannya dalam kehidupan sehari-hari).
6. N. Vestibulocochlearis (VIII), pendengaran, keseimbangan, Gosok jari
atau berbisik di samping setiap telinga pasien. Jika terjadi gangguan
konduktif, akan terdengar lebih keras pada sisi yang terkena.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan kecurigaan trauma masilofasial
yaitu meliputi :
1. Periksa Kesadaran pasien.
2. Perhatikan secara cermat wajah pasien :
Apakah asimetris atau tidak.
Apakah hidung dan wajahnya menjadi lebih pipih.
3. Apakah ada Hematoma :
a. Fraktur Zygomatikus
Terjadi hematoma yang mengelilingi orbita, berkembang secara cepat
sebagai permukaan yang bersambungan secara seragam.
Periksa mulut bagian dalam dan periksa juga sulkus bukal atas apakah
ada hematoma, nyeri tekan dan krepitasi pada dinding zigomatikus.
b. Fraktur nasal
Terdapat hematoma yang mengelilingi orbita, paling berat ke arah
medial.
c. Fraktur Orbita
Apakah mata pasien cekung kedalam atau kebawah ?
Apakah sejajar atau bergeser ?
Apakah pasien bisa melihat ?
Apakah dijumpai diplopia ?
Hal ini karena :
o Pergeseran orbita
o Pergeseran bola mata
o Paralisis saraf ke VI
o Edema
d. Fraktur pada wajah dan tulang kepala.
Raba secara cermat seluruh bagian kepala dan wajah : nyeri tekan,
deformitas, iregularitas dan krepitasi.
Raba tulang zigomatikus, tepi orbita, palatum dan tulang hidung,
pada fraktur Le Fort tipe II atau III banyak fragmen tulang kecil sub
cutis pada regio ethmoid. Pada pemeriksaan ini jika rahang tidak
menutup secara sempurna berarti pada rahang sudah terjadi fraktur.
e. Cedera saraf
Uji anestesi pada wajah ( saraf infra orbita) dan geraham atas (saraf
gigi atas).
f. Cedera gigi
Raba giginya dan usahakan menggoyangkan gigi bergerak abnormal
dan juga disekitarnya.
a. Keadaan Darurat Trauma Maksilofasial
Pada pasien dengan trauma hebat atau multiple trauma akan dievaluasi
dan ditangani secara sistematis, dititik beratkan pada penentuan prioritas
tindakan berdasarkan atas riwayat terjadinya kecelakaan dan derajat beratnya
trauma.
1. Apakah Pasien dapat bernapas ?
Jika sulit :
Ada obstruksi.
Palatum mole tertarik ke bawah lidah, curiga adanya fraktur Le Fort.
Lidahnya jatuh kearah belakang atau tidak, curiga adanya Fraktur
Mandibula.
Gambaran CT-scan
Gambar 14. (A) Gambaran CT-scan koronal, (B) CT scan 3D, (C) CT scan aksial
Gambaran CBCT-scan 3D.
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa: 8
a. Aspirasi.
b. Gangguan Airway.
c. Scars.
d. Deformitas wajah sekunder permanen akibat pengobatan yang tidak tepat.
bau, rasa.
f. Kronis sinusitis.
g. Infeksi.
j. Mal oklusi.
k. Perdarahan.
2. 12 Prognosis
- Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda
biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri, nyeri yang hebat,merintih
- Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,
tersedak,ronkhi,mengi
- Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
- Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar
telinga,adanya aliran cairan dari telinga atau hidung
- Gangguan kognitif
- Gangguan rentang gerak
- Demam
B. Diagnosa Keperawatan
- Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial yang berhubungan
dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari
adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma.
- Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi
pada pusat pernapasan di otak, kelemahan oto-otot pernapasan,
ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
- Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan
penumpukan sputum, peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada
trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.
- Perubahan kenyamanan: nyeri akut yang berhubungan dengan trauma
jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
- Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah (nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik
/ hipoksia.
C. Rencana Keperawatan
DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan
napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan
batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan
napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube
bebas sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan
sekret di saluran pernapasan.
Intervensi Rasional
Kaji keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan
oleh akumulasi sekret, sisa cairan
mucus, perdarahan, bronkhospasme,
dan/atau posisi dari
endotracheal/tracheostomy tube yang
berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan Pergerakan dada yang simetris dengan
auskultasi suara napas pada kedua suara napas yang keluar dari paru-paru
paru (bilateral). menandakan jalan napas tidak
terganggu. Saluran napas bagian bawah
tersumbat dapat terjadi pada
pneumonia/atelektasis akan
menimbulkan perubahan suara napas
seperti ronkhi atau wheezing.
Monitor letak/posisi endotracheal tube. Endotracheal tube dapat saja masuk ke
Beri tanda batas bibir. dalam bronchus kanan, menyebabkan
Lekatkan tube secara hati-hati dengan obstruksi jalan napas ke paru-paru kanan
memakai perekat khusus. dan mengakibatkan klien mengalami
Mohon bantuan perawat lain ketika pneumothoraks.
memasang dan mengatur posisi tube.
Catat adanya batuk, bertambahnya Selama intubasiklien mengalami refleks
sesak napas, suara alarm dari batuk yang tidak efektif, atau klien akan
ventilator karena tekanan yang tinggi, mengalami kelemahan otot-otot
pengeluaran sekret melalui pernapasan
endotracheal/tracheostomy tube, (neuromuscular/neurosensorik),
bertambahnya bunyi ronkhi. keterlambatan untuk batuk. Semua klien
tergantung dari alternatif yang dilakukan
seperti mengisap lender dari jalan napas.
DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi,
dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien
tidak gelisah.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan Pendekatan dengan menggunakan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
dan non-invasif. telah menunujukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik untuk menurunkan Akan melansarkan peredaran darah
ketegangan otot rangka, yang dapat sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan
menurunkan intensitas nyeri dan juga akan terpenuhi dan akan mengurangi
tingkatkan relaksasi masase. nyerinya.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-
akut. hal yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat Istirahat akan merelaksasikan semua
bala terasa nyeri dan berikan posisi jaringan sehingga akan meningkatkan
yang nyaman misalnya ketika tidur, kenyamanan.
belakangnya dipasang bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengkajian yang optimal akan
penyebab nyeri dan respons motorik memberikan perawat data yang objektif
klien, 30 menit setelah pemberian obat untuk mencegah kemungkinan
analgesic untuk mengkaji efektivitasnya komplikasi dan melakukan intervensi
serta setiap 1-2 jam setelah tindakan yang tepat.
perawatan selama 1-2 hari.
Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri,
analgetik. sehingga nyeri akan berkurang.
Kolaborasi pemberian obat sesuai - Untuk menurunkan air dari sel otak,
indikasi : menurunkan edema otak TIK.
- Diuretik - Menurunkan inflasi, yang
- Steroid selanjutnya menurunkan edema
- Analgetik sedang jaringan.
- Sedatif - Menghilangkan nyeri dan dapat
berakibat Θ pada TIK tetapi harus
digunakan dengan hasil untuk
mencegah gangguan
pernafasan.
- Untuk mengendalikan kegelisahan
agitas
DAFTAR PUSTAKA