Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Faal paru berarti kerja atau fungsi paru dan uji faal paru mempunyai arti
menguji apakah fungsi paru seseorang berada dalam keadaaan normal atau
abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya dikerjakan berdasarkan indikasi atau
keperluan tertentu. Penurunan fungsi paru yang terjadi secara mendadak dapat
menimbulkan keadaan yang disebut gagal napas dan dapat mendatangan
kematian kepada penderita. (Blondshine,2000)
Gangguan pada paru ada 2 yaitu obstruktif dan restriktif. Gangguan
obstruktif dan restriktif pada paru-paru merupakan salah satu penyebab kematian
di dunia. Gangguan ini menyebabkan kematian di Amerika Serikat 10.000-
20.000 orang per tahun. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 600 juta
orang menderita PPOK di seluruh dunia. Dan ini diperkirakan akan terus
meningkat. Di Indonesia, diperkirakan terdapat 4,8 juta (5,6%) penderita PPOK.
(JRI, 2007)
Salah satu pemeriksaan penunjang untuk gangguan paru tersebut adalah
spirometri. Spirotmetri merupakan teknik pengukuran untuk fungsi paru.
Alat untuk mengukurnya disebut spirometer.Fungsinya adalah untuk
menegakkan diagnosis penyakit, menilai progresivitas penyakit, dan melihat
efektivitas pengobatan yang sudah diberikan. (Wijaya et al., 2012)
Spirometri adalah tes fisiologis yang mengukur bagaimana seseoranng
mengembuskan napas atau menghirup udara sebagai fungsi waktu. Sinyal utama
diukur dalam spirometri mungkin volume atau aliran. Spirometri sangat
berharga sebagai tes skrining umum pernafasan kesehatan dengan cara yang
sama dengan tekanan darah yang memberikan informasi penting tentang
kardiovaskular kesehatan (Guyton, 2007).
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menentukan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai beratnya obstruksi, berat restriksi dan efek
pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi atau restriksi dan hal ini dapat dijadikan peringatan dini
terhadap gangguan fungsi paru yang kemungkinan dapat terjadi sehingga dapat
ditentukan tindakan pencegahan secepatnya. Spirometri merekam secara grafis
atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa.(Alasagaff,2005)

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana analisis kapasitas pernapasan pada manusia berdasarkan hasil
praktikum yang dilakukan?

1.3 Tujuan Pelaksanaan


1. Mengetahui analisis kapasitas pernapasan pada manusia
2. Mendapatkan data hasil pengukuran kapasitas pernapasan dengan spirometri

1.4 Manfaat Pelaksanaan


1. Dapat menggunakan alat spirometri
2. Dapat mengkorelasikan antara teori dan praktik spirometri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Sistem Pernafasan

Gambar 1. Sistem respirasi

Paru (Kanan dan kiri) terletak di samping kanan dan kiri


mediastinum. Diantaranya. Di dalam mediastinum, terletak jantung dan
pembuluh darah besar. Paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura
visceralis. Paru tergantung bebas dan dilekatkan pada mediastinum oleh
radiksnya. Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang
menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm diatas clavicula; basis yang
konkaf yang terletak diatas diaphragm; facies costalis yang konveks yang
disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf; facies mediastinalis yang
konkaf yang merupakan cetakan pericardium dan alat-alat mediastinum
lainnya. Sekitar pertengahan facies mediastinalis terdapat hilus pulmonalis,
yaitu suatu cekungan dimana bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang
membentuk radix pulmonalis masuk dan keluar dari paru. Pinggir anterior
tipis dan tumpang tindih dengan jantung; pada pinggir anterior ini pada paru
kiriterdapat incisura cardiac. Pinggir posterior tebal dan terletak di samping
columna vertebralis (Snell, 2012).
1. Lobus dan Fissura
a. Paru Kanan

Paru kanan sedikit lebih besar dari paru kiri, dan dibagi oleh
fissure oblique dan fissure horizontalis menjadi tiga lobus; lobus
superior, lobus medius, dan lobus inferior Fissura oblique berjalan dari
pinggir inferior ke atas dan belakang menyilang permukaan medial dan
costalis sampai memotong pinggir posterior. Fissura horizontalis berjalan
horizontal menyilang permukaan costalis dan bertemu dengan fissure
oblique. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentk segitiga yang
dibatasi oleh fissure horizontalis dan fissure oblique (Snell, 2012).

b. Paru Kiri
Paru kiri dibagi oleh suatu fissure(fissure oblique) menjadi dua
lobus; lobus superior dan lobus inferior (Snell, 2012).

Gambar 2. Permukaan lateral dan medial paru kanan dan kiri


2. Segmenta Bronchopulmonalia
Segmenta Bronchopulomonalia merupakan unit paru secara
anatomi, fungsi dan pembedahan. Setiap bronchus lobaris(sekunder)
yang berjalan ke lobus paru mempercabangkan bronchus segemntalis
(tersier). Setiap bronchus segmentalis kemudian masuk ke segmenta
bronchopneumonalia. Sebuah segmenta bronchopneumonia
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Snell, 2012):
a. Merupakan subdivisi lobus paru
b. Berbentuk pyramid dengan apex menghadap ke radiz pulmonis
c. Dikelilingi oleh jaringan ikat
d. Mempunyai satu bronchus segmentalis, satu arteria segmentalis,
pembuluh limfe, dan persarafan otonom
e. Venae segmentalis terletak di dalam jaringan ikat diantara
segmenta bronchopulmonalia yang berdekatan Karena
merupakan unitstruktural, segmen yang sakit dapat dibuang
dengan pembedahan.
Setelah masuk segmenta bronchopulmonalia, setiap bronchus
segmentalis terbagi dua berulang-ulang. Pada saat bronchus menjadi
lebih kecil, cartilage yang berbentuk U yang ditemui sejak dari trachea
perlahanlahan diganti dengan lempeng cartilago yang lebih kecil dan
lebih sedikit jumlahnya. Bronchus yang paling kecil membelah dua
menjadi bronchiolus, yang diameternya kurang dari 1 mm. Bronchiolus
tidak mempunyai cartilage di dalam dindingnya dan dilapisi oleh epitel
silinder bersilia. Lapisan submucosa mempunyai serabut otot polos
melingkar yang utuh (Snell, 2012).
Bronchiolus kemudia membagi dua menjadi bronchiolus
terminalis, yang mempunyai kantong-kantong lembut pada dindingnya.
Pertukaran gas yang terjadi antara darah dan udara terjadi pada dinding
kantong-kantong tersebut, karena itu dinamakan bronchiolus
respiratorius. Diameter bronchiolus respiratorius 0,5 mm. Bronchiolus
respiratorius berakhir dengan bercabang menjadi ductus alveolaris
yang menuju kea rah saluran berbentuk kantong dengan dinding yang
tipis disebut saccus alveolaris. Saccus alveolaris terdiri dari beberapa
alveoli yang terbuka ke satu ruangan. Masing-masing alveolus
dikelilingi oleh jaringan yang mengandung kapiler yang padat.
Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen
alveoli, melalui dinding alveoli ke dalam darah yang ada didalam
kapiler disekitarnya. Segmenta-segmenta bronchopulmonalia utama
adalah sebagai berikut ini (Snell, 2012):
a. Paru kanan
- Lobus superior : Apicalis, posterior,anterior
- Lobus medius : Lateralis, medialis
- Lobus inferior : Superior (apical), basali medialis basalis
anterior, basalis lateralis, dan basalis posterior
b. Paru kiri
- Lobus superior : Apicalis, posterior, anterior, lingualaris
superior, lingualaris inferior
- Lobus inferior : Superior (apical), basali medialis basalis
anterior, basalis lateralis, dan basalis posterior
3. Radix pulmonalis
Radix pulmonalis dibentuk oleh alat-alat yang masuk dan keluar
paru. Alat-alat tersebut ada;ah bronchus, arteria dan vena pulmonalis,
pembuluh limfe, arteria dan vena broncialis dan saraf. Radix
pulmonalis dikelilingi oleh selubung pleura, yang menghubungkan
pleura parietalis pars mediastinalis dengan pleura visceralis yang
membungkus paru (Snell, 2012).
4. Pembuluh Darah Paru
Bronchus, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima
darah dari arteriae bronchiales, yang merupakan cabang dari aorta
descendens. Vena bronchiales mengalirkan darahnya ke vena azygos
dan vena hemiazygos. Alveoli menerima darah teroksigenasi dari
cabang-cabang terminal arteria pulmonalis. Darah yang telah
mengalami oksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli dan
akhirnya bermuara ke dalam kedua vema pulmonalis. Dua vena
pulmonalis meninggalkan radix pulmonalis masing-masing paru untuk
bermuara ke dalam atrium kiri jantung (Snell, 2012).
5. Aliran Limfe Paru
Pembuluh limfe berasal dari plexus superficialis dan plexus
profundus (Gambar 3), dan tidak terdapat pada dinding alveoli. Plexus
superficialis (subpleura) terletak dibawah pleura visceralis dan
mengalirkan cairannya melalui permukaan paru ke arah hilus pulmonalis,
tempat pembuluh-pembuluh limfe bermuara ke nodi bronchopulmonales.
Plexus profundus berjalan sepanjang bronchus dan arteria dan vena
pulmonalis menuju ke hilus pulmonalis, mengalirkan limfe ke nodi
pulmonis yang terletak didalam substansi paru. Limfe kemudian masuk
ke dalam nodi bronchopulmonales di dalam hilus pulmonis. Semua limfe
dari paru meninggalkan hilus pulmonalis mengalir ke nodi
tracheobronchiales dan kemudian masuk ke dalam truncus lymphaticus
bronchomediastinalis (Snell, 2012).

Gambar 3. Aliran limfe paru dan ujung bawah oesophagus

6. Persarafan Paru
Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis (Gambar 4).
Plexus dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan serabut-
serabut parasimpatik nervus vagus. Serabut-serabut eferen simpatik
mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi. Serabut-serabut
eferen parasimpatik mengakibatkan bronchokonstriksi,vasodilatasi dan
peningkatan sekresi kelenjar. Impuls aferen yang berasal dari
membrane mucosa bronchus dan dari reseptor regang dinding alveoli
berjalan ke system saraf pusat di dalam saraf simpatik dan
parasimpatik (Snell, 2012).

2.2 Fisiologi Paru


Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik
otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai
penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,
skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price, 2005).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot
interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung
diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan
intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara
saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi (Price, 2005).

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-


gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih
tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam
atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan
mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan
parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur
dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap
air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam
alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,
2005).

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan


oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira
0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini
menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan
waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat
menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak
lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia,
tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Price, 2005).

Volume dan Kapasitas Respirasi6


Nama Nama lain Volume Deskripsi
(mL)
Volume Tidal 500 Volume udara yang diinspirasi atau
Tidal (VT) Volume (TV) diekspirasi setiap kali bernapas normal
Volume Inspiratory 3000 Volume udara ekstra yang dapat
Cadangan Reserve diinspirasi setelah dan diatas volume tidal
Inspirasi Volume normal bila dilakukan inspirasi kuat
(VCI) (IRV)

Volume Expiratory 1100 Volume udara ekstra maksimal yang


Cadangan Reserve dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat
Ekspirasi Volume pada akhir ekspirasi tidal normal
(VCE) (ERV)
Volume Residual 1200 Volume udara yang masih tetap berada
Residu (VR) Volume dalam paru setelah ekspirasi paling kuat
(RV)
Kapasitas Inspiratory 3500 Jumlah udara yang dapat dihirup
Inspirasi Capacity (IC) seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi
(KI) normal dan pengembangan paru sampai
jumlah maksimum
Kapasitas Functional 2300 Jumlah udara yang tersisa dalam paru
Residu Residual pada akhir ekspirasi normal
Fungsional Capacity
(KRF) (FRC)
Kapasitas Vital 4600 Jumlah udara maksimum yang dapat
Vital (KV) Capacity dikeluarkan seseorang dari paru, setelah
(VC) terlebih dahulu mengisi paru secara
maksimum dan kemudian mengeluarkan
sebanyak-banyaknya
Kapasitas Total Lung 5800 Volume maksimum yang dapat
Paru Total Capacity mengembangkan paru sebesar mungkin
(KPT) (TLC)

2.3 Spirometri

Metode sederhana untuk mempelajari ventilasi paru adalah dengan


mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru-paru, suatu proses
yang disebut spirometri. Spirometer ini terdiri dari sebuah drum yang
dibalikkan di atas bak air dan drum tersebut diimbangi oleh suatu beban
(Guyton, 2007).

Dalam drum terdapat gas untuk bernapas, biasanya udara atau


oksigen; dan sebuah pipa yang menghubungkan mulut dan ruang gas.
Apabila seseorang bernapas dari dan ke dalam ruang ini, drum akan naik
turun dan terjadi perekaman yang sesuai di atas gulungan kertas yang
berputar (Guyton, 2007).
Spirometri

Spirometri adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui


fungsi/faal paru, di mana pasien diminta untuk meniup sekuat-kuatnya melalui
suatu alat yang dihubungkan dengan mesin spirometer yang secara otomatis
akan menghitung kekuatan, kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan,
sehingga dengan demikian dapat diketahui kondisi faal paru pasien. Pemeriksaan
spirometri digunakan untuk mengetahui adanya gangguan di paru dan saluran
pernapasan. Alat ini sekaligus digunakan untuk mengukur fungsi paru. Pasien
yang dianjutkan untuk melakuakan pemeriksaan ini antara lain: pasien yang
mengeluh sesak napas, pemeriksaan berkala bagi pekerja pabrik, penderita
PPOK, penyandang asma, dan perokok (Baharudin, 2010)

Indikasi dan kontra indikasi pemeriksaan spirometri:

Tabel 1: Indikasi dan kontraindikasi penggunaan spirometri


INDIKASI KONTRA INDIKASI
Deteksi penyakit paru Hemoptisis
Riwayat penyakit paru Pneumotoraks
Sakit dada atau ortopneu Status kardiovaskuler tidak
stabil
Kelainan dinding dada Infark miokard
Sianosis Emboli paru
Clubbing finger Aneurisma serebri
Penderita batuk kronik dan Pasca bedah mata
produktif
Evaluasi perokok >40 tahun Aneurisma toraks
Penderajatan asma akut Kecemasan (mual, muntah,
vertigo)
Pasien yang akan menjalani
pembedahan
Pemeriksaan berkala untuk
progresivitas penyakit
Pasien yang akan melakukan
reseksi paru
Hasil pemeriksaan spirometri dapat diterima jika memenuhi syarat
syarat sebagai berikut:
a. Acceptability yang terdiri dari:
1) Awalan yang baik
2) Tidak ragu-ragu dan cepat mencapai puncak
3) Ekspirasi minimal dilakukan dalam 6 detik
4) Pemeriksaan harus selesai
5) Minimal diulang 3 kali.
b. Reproducibility, yaitu selisih data tertinggi pertama dan kedua tidak
boleh melebihi 5% atau 1 cc (White, 2012).
Setelah dilakukan spirometri, akan keluar hasil pengukurannya
yang disebut spirogram. Spirogram hambatan jalan napas dapat dilihat
dari hasil volume dinamis, yaitu volume ekspirasi paksa dalam satu detik
(FEV1) dan kapasitas vital paksa (FVC). FEV1 merupakan volume udara
yang dapat dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam suatu
penentuan VC. Biasanya FEV1 adalah sekitar 80% dari VC (Sherwood,
2012). Perbandingan FEV1 dan FVC kurang dari 70% merupakan tanda
dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) (Wijaya et al., 2012).
Tabel 1. Nilai Normal

OBSTRUKSI
RESTRIKSI
(FEV1/FVC)%
(FVC% atau FVC/pred. %)
FEV1% (FEV1/pred.)

Normal >80 % >75%

Ringan 60 – 79 % 60 – 74%

Sedang 30 – 59 % 30 – 59%

Berat <30 % <30%

Tabel 2. Parameter FVC, FEV1

Orang sehat dapat menghembuskan 75-80% atau lebih FVC-nya dalam satu detik →
rasio FEV1 / FVC = 75-80%.

Gambar 2. Spirogram normal yang menunjukkan FVC, FEV1, dan FEF25-75%


Basic of Pulmonary Function Test
Keterangan :
i. Obstructive Lung Disease = tidak dapat menghembuskan udara (unable to get
air out)
FEV1/FVC < 75%
Semakin rendah rasionya, semakin parah obstruksinya
FEV1: 60-75% = mild
FEV1: 40-59% = moderate
FEV1: <40% = severe
ii. Restrictive Lung Disease = tidak dapat menarik napas(unable to get air in)
a. FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat.
b. TLC berkurang → sebagai Gold Standard
Bab III
Metodelogi Percobaan
3.1 Waktu
1. Hari : Jumat
2. Tanggal Praktikum : 14 Juli 2017
3. Pukul : 09:45-11:15 WIB
3.2 Alat dan Bahan:
Spirometer Collins
3.3 Cara Kerja
1. Bersihkan mulut pipa (mouth piece) spirometer dengan kapas dan alcohol
70%
2. Naracoba dalam posisi berdiri, berlatih menghembuskan nafas melalui
mulut pipa beberapa kali dengan hisung ditutup. Perhatikan petunjuk dan
skala dan tidak boleh terlihat oleh naracoba
3. Mengukur volume tidal (VT). Letakkan jarum petunjuk pada skala 0.
Naracoba melakukan inspirasi biasa (tanpa melalui pipa) kemudian
ekspirasi biasa melalui mulut pipa spirometer dengan hisung tertutup.
Catat angka jarum petunjuk pada skala, ulangi percobaan sebanyak 3 kali,
catat nilai rata-rata VT
4. Mengukur expiratory reserve volume (VC). Letakkan petunjuk pada skala
0. Naracoba melakukan inspirasi normal (tanpa pipa) kemudian
melakukan ekspirasi semaksimal mungkin melalui pipa dengan hidung
tertutup.. lakukan 3 kali, catat nilai rata-rata.
5. Mengukur vital capacity (VC) . letakkan petunjuk pada skala 0.
Naraacoba melakukan inspirasi semaksimal mungkin, kemudian ekspirasi
semaksimal mungkin melalui mulut pipa dengan hidung tertutup.
Ekspirasi dilakukan dengan pelan dan tenang. Lakukan 3 kali, catat nilai
rata-rata.
6. Lakukan pengukuran VC (no. 5) dengan naracoba yang sama pada posisi
duduk dan berbaring.
7. Dari percobaan no. 3, 4 dan 5, dapat ditentukan nilai inspiratory reserve
volume (IRV). Bagaimana rumusnya, berapa hasil untuk masing-masing
naracoba?
8. Tunjuk 1 orang untuk menilai frekuensi pernafasan salah satu naracoba
secara diam-diam. Setelah mendapatkan frekuensi nafas, hitung:
a) Volume respirasi normal selama 1 menit, 1 jam dan 1 hari
b) Hitung jumlah oksigen yang dipakai selama 1 jam dan 1 hari
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil
Nama Probandus : M. Amaruna Sahona
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tinggi Badan : 173 cm
Berat Badan : 64 kg

Hasil pemeriksaan spirometri :


- Tidal volume 1 : 400 L
- Tidal volume 2 : 500 L
- Tidal volume 3 : 500 L
- Inspiratory reserve volume 1 : 3100 L
- Inspiratory reserve volume 2 : 2300 L
- Inspiratory reserve volume 3 : 1700 L
- Expiratory reserve volume 1 : 3200 L
- Expiratory reserve volume 2 : 2900 L
- Expiratory reserve volume 3 : 3100 L

Perhitungan spirometri :
1. Vital Capacity
VC = IRV + TV + ERV
a. Vital Capacity Saat Berdiri
VC=IRV+TV+ERV
VC= 3100+400+3200
VC=6.700
b. Vital Capacity Saat Duduk
VC=IRV+TV+ERV
VC= 500+2300+2900
VC=5.700
c. Vital Capacity Saat Berbaring
VC = IRV+TV+ERV
VC=500+1700+3100
VC=5.300
2. Total Capacity
80
VC = x Tc
100
a. Total Capacity Saat Berdiri
80
VC = x Tc
100
80
6.700 = x Tc
100
80
TC=6700x
100
TC= 8.375
b. Total Capacity Saat Duduk
80
VC = x Tc
100
80
5.700 = x Tc
100
80
TC=5700x
100
TC= 7.125
c. Total Capacity Saat Berbaring
80
VC = x Tc
100
80
5.300= x Tc
100
80
TC=5.300x
100
TC= 6.625

3. Residu Volume
RV=TC-VC
a. Residu Volume Saat Berdiri
RV=TC-VC
RV=8.375-6.700
RV=1.675
b. Residu Volume Saat Duduk
RV=TC-VC
RV=7.125-5.700
RV=1.425
c. Residu Volume Saat Berdiri
RV=TC-VC
RV=6.625-5.300
RV=1.325
1.2 Pembahasan
Dari hasil pemeriksaan spirometri ini, di dapatkan bahwa setiap orang
memiliki hasil spirometri yang berbeda. Ini salah satunya dipengaruhi oleh usia,
tinggi badan dan berat badan. Pada salah satu probandus yaitu probandus
Amaruna, di dapat hasil bahwa pada pemeriksaan spirometri dalam keadaan
berdiri, duduk dan berbaring itu memiliki perbedaan hasil yang di dapatkan.
Pada keadaan berdiri, di dapatkan hasil lebih besar di banding pada keadaan
duduk dan berbaring. Adapun faktor yang menyebabkan perbedaan hasil
pemeriksaan spirometri tersebut adalah :
- Jenis kelamin
Kapasitas vital pria dewasa lebih tinggi 20 – 25 % dari pada
wanita. Hali ini di sebabkan karena kekuatan otot pria dan wanita,
jumlah hemoglobin, luas permukaan tubuh.
- Genetik

- Usia

Daya tahan kardiorespirasi meningkat dari masa anak-anak


dan mencapai puncaknya pada usia 19 – 21 tahun. Setelah itu,
fungsinya akan menurun (Wulangi, 1993)
- Posisi tubuh

Pada posisi duduk akan menurun dan pada posisi berdiri akan
meningkat. Hal ini disebabkan oleh abdomen yang menekan ke atas
melawan diafragma pada posisi berbaring dan peingkatan volume
darah pada pada posisi berbaring, yang berhubungan dengan
pengecilan ruang yang tersedia untuk udara dalam paru-paru. Nilai
ERV lebih kecil pada posisi terlentang dibandingkan posisi lain, VC
dalam posisi berdiri dan duduk lebih besar dari pada posisi
terlentang. IRV pada posisi duduk dan berdiri lebih besar dari pada
posisi halflying. Pada posisi tengkurap dapat meningkatkan kapasitas
residu (Guyton, 1996).
- Kebiasaan merokok

Pada pecandu rokok, akan menurunkan kapasitas paru-paru.


Dalam paru-paru perokok akan menghasilkan lendir dalam jumlah
yang banyak sehingga menghambat proses respirasi, terutama saat
tidur.
- Aktivitas
Pada orang yang memiliki aktivitas lebih banyak seperti atlit,
maka kapasitas paru-parunya akan lebih besar dari pada yang
memiliki aktivitas sedikit.
- Tinggi dan berat badan

Semakin tinggi seseorang maka kapasitas paru-parunya akan


semakin besar dan semakin berat badan seseorang, maka kapasitas
paru-parunya semakin besar juga.
Jawaban pertanyaan pada modul :

a. Apakah Ada perbedaan hasil VC pada posisi berdiri,duduk dan


berbaring? Jika ada mengapa demikian ?
Dari hasil praktikum spirometri di dapatkan bahwa ada perbedaan hasil
dari VC pada posisi berdiri, duduk dan berbaring yaitu hasil VC pada
saat berdiri lebih besar dibanding posisi duduk dan berbaring karena
posisi duduk dan berbaring menyebabkan abdomen menekan ke atas
melawan diafragma yang menyebabkan pengecilan ruang yang tersedia
untuk udara dalam paru-paru.

b. Mengapa percobaan ini tidak dapat mengukur residual volume,


functional residual capacity dan total lung capacity ?
Karena prinsip dari pemeriksaan spirometri adalah menilai volume udara
yang keluar dari paru. Sedangkan RV, FRC, dan TLC udaranya tidak
keluar dari paru sehingga spirometri tidak dapat mengukurnya.

c. Apa pengertian dan tujuan Forced Expiratory volume second one


(FEV1)? Apakah bisa di ukur dengan spirometri ?
Forced Expiratory volume in one second (FEV1) adalah jumlah udara
yang dapat dikeluarkan dalam waktu 1 detik, diukur dalam liter.
Tujuannya adalah untuk mengukur volume udara ekspirasi dalam 1
detik. FEV1 bisa di ukur dengan spirometri karena FEV1 menilai volume
udara yang keluar dari paru-paru.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Pada praktikum ini dapat di simpulkan bahwa setiap orang memiliki kapasitas
paru yang berbeda-beda karena dapat dipengaruhi oleh usia, tinggi badan, dan
berat badan.
2. Posisi tubuh saat pemeriksaan spirometri dapat mempengaruhi hasil spirometri
karena pada keadaan berbaring dan duduk, abdomen dapat menekan diafragma
sehingga otot diafragma tidak dapat berkontraksi secara maksimal. Selain itu
pada keadaan berbaring, pengembangan otot dada tidak sebesar pada saat berdiri
sehingga menyebabkan perbedaan hasil spirometri.

5.2 Saran
1. Saran untuk pihak kampus agar dapat memiliki sendiri alat spirometri untuk
media pembelajaran mahasiswa. Selain itu juga, alat spirometri yang sesuai
dengan era nya karena spirometri yang dipakai saat praktikum itu tahun 80-
an.
2. Bagi naracoba yang melakukan pemeriksaan spirometri
Pada saat melakukan pemeriksaan spirometri diharapkan kepada naracoba
bersikap koperatif sehingga tidak mempengaruhi hasil dari spirometrinya.
3. Bagi petugas yang melakukan penghitungan spirometri
Pada saat melakukan penghitungan hasil dari pemeriksaan spirometri
diharapkan kepada petugas harus teliti sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
penghitungannya.
4. Bagi mahasiswa/i
Diharapkan untuk selalu menjaga kesehatan sistem pernafasan dengan cara
melakukan olahraga secara rutin baik itu dengan intensitas ringan, sedang dan
berat.

Anda mungkin juga menyukai