Referat IBS
Referat IBS
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindroma Kolon Iritabel (SKI) atau Irritable Bowel Syndrom (IBS) adalah
salah satu penyakit gastrointestinal yang dikatakan paling sering ditemukan dalam
praktek klinik. Prevalensi rata-rata secara keseluruhan di negara maju sebesar 10%
atau berkisar antara 9-24%. Di Indonesia belum terdapat angka prevalensi SKI.
Walaupun penyakit ini bukan penyakit yang dapat mengancam jiwa, penyakit ini
dapat menimbulkan stres yang berat bagi pasien dan perasaan frustrasi bagi dokter
IBS dikhaskan oleh nyeri perut atau rasa tidak nyaman di abdomen dan
perubahan pola buang air besar seperti diare, konstipasi atau alternating (diare dan
kualitas hidup dan menimbulkan beban ekonomi yang besar pada masyarakat
terutama melalui ketidakhadiran di tempat kerja. IBS didiagnosis atas dasar simtom-
simtom yang khas tanpa adanya simtom-simtom alarm seperti penurunan berat badan,
perdarahan per rektal, demam atau anemia. Pemeriksaan fisik dan tes diagnostik yang
sekarang tersedia tidak cukup spesifik untuk menegakkan diagnosis IBS, sehingga
diagnosis IBS ditegakkan atas dasar simtom-simtom yang khas tersebut. (Roger,
2001)
1
Penatalaksanaan pasien dengan IBS melipui modifikasi diet, intervensi
mempunyai efek samping yang dapat memperburuk kondisi psikis pasien. (Sudoyo,
2006)
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi,
patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, terapi, dan prognosis dari Irritable Bowel
Syndrome (IBS).
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
pencernaan bagian bawah, adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi
tanpa gangguan organik. IBS merupakan gangguan fungsional pada defekasi. IBS
stres emosional. Istilah bahasa Indonesia untuk penyakit ini memang belum ada yang
Usus). Seringkali disebut sebagai gangguan, bukan penyakit, karena penyakit ini
pencernaan, dimana tidak terdapat kelainan organik dari saluran pencernaan itu
sendiri. Tiga kelompok gejala pokok yang timbul pada penyakit ini biasanya berupa:
1. Nyeri perut
2. Kembung dan
dikarenakan tidak terdapat pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik pada
pasien IBS. Oleh karenanya, diagnosa penyakit ini seringkali didasarkan pada
3
kriteria eksklusi, yaitu diagnosa ditegakkan setelah menyingkirkan semua
B. Epidemiologi
Sejak abad ke 19 IBS diakui sebagai salah satu penyakit yang paling sering
dijumpai namun data objektif mengenai prevalensi IBS belum ada, hal ini
(Kusmobroto, 2003)
berkisar antara 9-24%. Belum ada penelitian statistik jumlah penderita IBS di
bervariasi. Di Amerika Utara dan Eropa bagian barat, survei penduduk menunjukkan
bahwa penderita IBS sebesar 12-22% dari populasi umum atau satu dari lima orang
dewasa memiliki gejala IBS, sehingga menjadikan IBS sebagai salah satu gangguan
Tenggara lebih jarang yaitu sekitar kurang dari 5%. Perbedaan ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan metode survey, kriteria yang digunakan ataupun jumlah
IBS lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (2:1), dan 50%
penderita IBS gejalanya dimulai pada usia kurang dari 35 tahun dan 40% dimulai
pada usia 35-50 tahun. Tipe konstipasi didapatkan lebih banyak pada wanita, sedang
tipe diare lebih banyak pada pria. Walaupun penyakit ini bukan penyakit yang dapat
4
mengancam jiwa, penyakit ini dapat menimbulkan stres yang berat bagi pasien dan
C. Etiologi
faktor. Sampai saat ini tidak ada teori yang menyebutkan bahwa IBS hanya
5
disebabkan oleh satu macam faktor. Penelitian-penelitian terakhir mengarah untuk
membuat suatu model terintegrasi sebagai penyebab dari IBS, antara lain:
Gangguan motilitas
Intoleransi makanan
Hipersensivitas visceral
Pasca infeksi usus. Biasanya disebabkan oleh giardia atau amoeba (biasanya
dibahas dengan luas oleh Trulove dan Reinell (1972). Stress akut dapat
menyebabkan diare dan hal ini diterima oleh semua ahli. Faktor emosional
(misal, stress, gelisah, depresi, dan takut) bisa memicu atau memperburuk
makanan tinggi kalori atau makanan tinggi lemak, gandum, produk susu, kopi,
D. Patofisiologi
pada saat tidak ada rangsangan hanya ada sedikit perbedaan dibandingkan orang
6
normal. Tetapi setelah ada rangsangan makan maka pemeriksaan manometri pada
IBS menunjukkan respon yang lebih besar. Dijelaskan juga adanya peningkatan
aktifitas gelombang pendek di kolon distal pada penderita IBS sedangkan pada orang
normal tidak terjadi peningkatan. Aktifitas tipe ini dikaitkan dengan kontraksi
segmental tanpa ada dorongan di kolon yang selanjutnya akan menimbulkan gejala-
Sebanyak 74% penderita IBS, rasa sakitnya dimulai pada kuadran kanan
bawah dan secara tidak langsung hal ini dapat mencerminkan adanya gangguan
motilitas kolon terhadap rangsangan seperti makanan, marah, dan stress psikologis
Sudah diketahui bahwa pada orang normal akan terjadi perubahan motilitas
usus halus pada saat puasa maupun setelah makan, hal ini akibat aktifitas kontraksi
yang khas berkaitan dengan migrating motor complek. Hasil rekaman pada penderita
IBS menunjukkan adanya kelainan migrating motor complek pada saat berpuasa,
disini yang menonjol adalah adanya peningkatan aktifitas kontraksi migrating motor
jejunum. Perasaan sakit perut berhubungan dengan aktifitas kontraksi yang tiba-tiba
di usus halus, sedangkan pada saat tidur aktifitas ini tidak tampak, sehingga bisa
diterangkan mengapa pada penderita IBS jarang mengeluh terbangun dari tidurnya
Pada saat ini perhatian patofisisologi IBS ditujukan pada perubahan sensasi
visceral, beberapa peneliti berpendapat bahwa IBS merupakan akibat dari hiperestesi
visceral. Persepsi visceral yang tidak normal karena adanya sensitifitas yang
berlebihan. Pada penderita IBS terdapat penurunan nilai ambang sensitifitas di ileum,
rektosigmoid, dan anorektal. Disinilah nilai ambang rasa sakit lebih randah
dibanding dengan orang normal, sehingga rasa sakit timbul akibat adanya respon
disertai dengan peningkatan aktifitas motorik yang berlebihan pada rectum dapat
4. Gangguan psikologis
Timbulnya gejala-gejala sakit perut serta perubahan pola defekasi sangat erat
marah. Jika dibandingkan dengan orang sehat maka pada penderita IBS lebih banyak
psikologis pada penderita IBS lebih merupakan status psikologis penderita itu sendiri
daripada akibat pengaruh penyakitnya, sehingga tampak penyakitnya lebih berat dan
penderita lebih sering konsultasi ke dokter. Pada penderita IBS stress psikologis juga
dapat mengakibatkan perubahan yang tidak mormal pada pola migrating motor
complek dengan aktifitas kontraksi usus halus yang tidak beraturan. (Kenneth, 1999)
8
E. Manifestasi Klinis
Menurut Rahza (2007), dari sudut klinik penderita dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Kelompok dengan diare sebagai gejala utama. Disini, diare biasanya lama,
waktu malam, sering terjadi setelah sarapan, dan tidak disertai dengan darah.
Hal ini sering disebut sebagai diare neurvosa, sekalipun sebenarnya istilah
2. Kelompok dengan konstipasi sebagai gejala utama. Tinja kecil dan keras.
3. Kelompok dengan nyeri abdominal sebagai gejala utama. Bila tidak disertai
Tiap penderita memiliki satu atau lebih gejala yang predominan. Tapi
biasanya beberapa gejala timbul bersamaan. Gambaran lain yang penting adalah
keadaan umum pasien yang selalu baik, dan penyakit berlangsung pelan. (Rahza,
2007)
periodik) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih berganti dengan diare.
Sering tampak lendir pada tinjanya. Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul atau
9
kram, biasanya di perut sebelah bawah. Perut terasa kembung, mual, sakit kepala,
lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk berkonsentrasi. Buang air besar sering
meringankan gejala-gejalanya.
2. Tipe yang kedua menyebabkan diare atau konstipasi yang relatif tanpa rasa
nyeri.
Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Gejala paling khas adalah
diare yang timbul segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut
F. Penegakan Diagnosis
Sedikitnya 12 minggu atau lebih (tidak harus berurutan) selama 12 bulan terakhir
dengan rasa nyeri atau tidak nyaman di abdomen, disertai dengan adanya 2 dari 3 hal
berikut :
10
c. Ketidaknormalan proses defekasi (harus dengan mengejan,
d. Adanya lendir
e. Kembung
Menurut Mansjoer (2002), berdasarkan perubahan pola buang air besar dan
1. IBS Diare
Pada IBS diare pola buang air besar menjadi lebih dari 3 kali sehari dengan
bentuk tinja lembek atau cair. Diare sering pada pagi hari dan sering dengan
11
2. IBS Konstipasi
Pada IBS Konstipasi terjadi sembelit dengan pola buang air besar menjadi
kurang dari 3 kali seminggu dan bentuk tinja menjadi lebih keras. Terutama
pada wanita, defekasi tidak lampias, dan biasanya feces disertai lendir tanpa
darah.
IBS alternating terjadi diare dan konstipasi secara bergantian dari waktu ke
waktu (pola defekasi yang berubah-ubah). Sering feces keras di pagi hari
diikuti dengan beberapa kali frekuensi defekasi dan feces menjadi cair pada
sore hari
Nyeri di fosa iliaka, tidak dapat dengan tegas menunjukkan lokasi sakitnya
Selain gejala-gejala diatas, terdapat juga gejala lain yang sering ditemui, diantaranya:
Distensi abdomen
G. Pemeriksaan Penunjang
dan pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan endoskopi dan foto kontras dilakukan
13
untuk melihat apakah ada inflamasi pada kolon. Pasien di atas 50 tahun sebaiknya
peradangan pada usus dan berbagai kondisi yang menyebabkan nyeri perut dan
Diperlukan kewaspadaan klinis dan harus disingkirkan sindrom penyakit lain yang
punya gejala hampir sama. Pada semua kasus, sigmoidoskopi harus normal, begitu
juga enema barium, atau hanya menunjukkan spasme, selain itu riwayat pemakaian
obat yang dapat menyebabakan diare atau konstipasi juga perlu dicermati. Perlu
H. Penatalaksanaan
Pengobatan biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non farmakologis
dan terapi farmakologis. Penting diperhatikan pada penderita IBS adalah menjaga
hubungan yang baik antara dokter dan pasien, diberi penjelasan tentang penyakitnya
yang jinak dan prognosisnya yang baik. Karena sifat penyakitnya kronis, diperlukan
hubungan baik jangka panjang. Dokter tidak secara langsung menyatakan bahwa
14
penyebab penyakitnya adalah psikis atau emosi. Jadi sebaiknya dijelaskan hubungan
a) Terapi Non-farmakologis
Diet
Sampai saat ini belum begitu jelas apakah diet mempunyai banyak efek pada
bahwa makanan bukanlah penyebab dari IBS, melainkan hanya sebagai faktor
konsumsi serat, namun hal ini tidak mengurangi nyeri perut. Konsumsi air dan
aktifitas olahraga yang rutin juga disarankan pada pasien IBS tipe konstipasi. Disisi
lain pasien dengan IBS tipe diare disarankan mengurangi konsumsi serat. Beberapa
makanan atau minuman tertentu juga dapat mencetuskan terjadinya IBS, oleh karena
itu harus dihindari oleh pasien. Beberapa makanan atau minuman tersebut antara lain
gandum, susu, kafein, bawang, coklat, dan beberapa sayur-sayuran, serta makanan
minuman yang dicurigai sebagai pencetus dapat dicoba untuk dikonsumsi lagi setelah
3 bulan dengan jumlah makanan yang diberikan secara bertahap. (Kenneth, 1999)
Psikoterapi
15
Perawatan-perawatan psikologi termasuk cognitive-behavioral therapy (CBT),
atau stress disarankan diberikan pada pasien IBS. Penelitian menunjukan bahwa
lainnya, terutama nyeri dan diare. Penjelasan atas penyakit IBS dan meyakinkan
bahwa IBS adalah penyakit yang dapat diobati serta tidak membahayakan kehidupan
b) Terapi Farmakologis
yang timbul antara lain nyeri abdomen, konstipasi, diare, dan anxietas.
Konstipasi (sembelit)
Sembelit disebabkan oleh pengangkutan (transit) yang lambat dari isi-isi usus
yang melalui usus, terutama usus besar. Transit yang lambat ini mungkin disebabkan
oleh fungsi abnormal dari otot-otot seluruh usus besar, otot-otot dari dubur (anus)
Tegaserod suatu 5-HT4 reseptor agonis, merupakan obat IBS tipe konstipasi
yang relatif baru dan sudah beredar di Indonesia. Mekanisme tegaserod mengurangi
sembelit adalah mengkontrol kontraksi dari otot-otot usus halus. Kontraksi usus halus
yang lebih banyak dapat mempercepat transit makanan di usus halus, kontraksi yang
16
lebih sedikit memperlambat transit makanan di usus halus. Pada pasien-pasien dengan
Satu faktor penting dalam kontrol kontraksi usus adalah serotonin. Serotonin
adalah suatu bahan kimia yang dihasilkan oleh syaraf-syaraf didalam usus. Serotonin
saraf. Ketika serotonin mengikat pada reseptor syaraf yang mengontrol kontraksi-
kontraksi otot usus halus tergantung pada tipe dari reseptor yang diikat. Pengikatan
pada beberapa tipe reseptor menyebabkan kontraksi, dan pengikatan pada tipe-tipe
Reseptor 5-HT4 adalah suatu reseptor yang mencegah kontraksi usus halus
otot-otot usus halus. Tegaserod juga mengurangi kepekaan dari syaraf nyeri di usus
halus, sehingga dapat mengurangi persepsi nyeri. Tegaserod diberikan dengan dosis
Diare
Obat yang paling luas dipelajari untuk perawatan diare pada IBS adalah
daripada suatu placebo dalam memperbaiki gejala pada pasien IBS tipe diare.
Pemberian loperamide harus tepat dosis karena pemberian yang berlebihan dapat
terjadi pada wanita-wanita dengan IBS parah yang tidak merespon pada perawatan-
menurunkan kontraksi usus. Penggunaan dari alosetron hanya diizinkan pada wanita-
wanita dengan IBS parah dengan keutamaan diare yang telah gagal merespon dengan
perawatan konvensional untuk IBS. Efek samping yang paling umum dengan
Nyeri Perut
Obat yang sering digunakan untuk menghilangkan nyeri perut pada pasien
IBS adalah suatu kelompok dari obat-obat yang disebut smooth-muscle relaxants.
Otot saluran pencernaan terdiri dari suatu tipe otot yang disebut smooth muscle.
Berlawanan dengannya, otot-otot kerangka, seperti biceps, terdiri dari suatu tipe otot
kekuatan kontraksi dari smooth muscles namun tidak mempengaruhi kontraksi otot-
18
otot dari tipe lain. Smooth muscle relaxants 20% lebih efektif daripada suatu placebo
2006)
Obat-Obat Psikotropik
tidak jelas apakah depresi adalah penyebab dari IBS, akibat dari IBS, atau tidak
depressants cukup efektif pada IBS dalam menghilangkan nyeri perut. Obat-obat
I. Komplikasi
pencernaan secara relatif terbatas. Karena gejala-gejala paling sering diprovokasi oleh
kalori-kalori mereka mungkin kehilangan berat badan. Selain itu, penyakit IBS sering
pada aktivitas harian juga dapat menjurus pada persoalan hubungan antar pribadi,
biasanya akan membaik dan hilang setelah 12 bulan pada 50% kasus, dan hanya
kurang dari 5% yang akan memburuk atau dengan gejala menetap. (Sudoyo, 2006)
BAB III
KESIMPULAN
pencernaan bagian bawah, dengan tiga gejala pokok yaitu adanya nyeri perut,
20
distensi dan gangguan pola defekasi (diare, konstipasi atau campuran keduanya)
dikarenakan tidak terdapat pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik pada
pasien IBS. Oleh karenanya, diagnosa penyakit ini seringkali didasarkan pada kriteria
Pengobatan pada IBS biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non-
penderita IBS adalah menjaga hubungan yang baik antara dokter dan pasien, diberi
DAFTAR PUSTAKA
120: 652-68.
21
Kenneth W Heaton and W Grant Thompson. Fast Facts - Irritable Bowel Syndrome
Universitas Indonesia
Januari 2012.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
22