1. 2. 3. 4.
Menjelaskan konflik, Menunjukkan Menentukan 5.
Mengelompokkan
kekerasan dan penyebab resolusi Menjelaskan peran
klasifikasi konflik
perdamaian terjadinya konflik konflik pihak-pihak dalam
penyelesaian
konflik sosial
3.2
Menganalisis
penyebab
terjadinya 5.2
2.2 Mengaitkan peran
Menganalisis konflik tertentu
pihak-pihak tersebut
1.3.1 konflik sesuai dalam penyelesaian
Mencari contoh dengan konteks sebuah konflik
perdamaian sosial
5.1
2.1 Membaca materi tetang pihak-
1.2.1 Mengidentifikasi pihak yang terkait dalam
Mecari contoh macam-macam 3.1 penyelesaian konflik sosial
kekerasan konflik Membaca materi
tentang penyebab
terjadinya konflik
1.1.1 4.2
Mencari Menentukan upaya
contoh konflik penyelesaian konflik
dengan konteks
konflik tertentu yang
ada pada masyarakat
atau lingkungan
1.3 4.1
Membaca Membaca materi
pengertian upaya-upaya
perdamaian pencegahan konflik
sosial
1.2
Membaca pengertian
kekerasan
1.1
Membaca
pengertian konflik
BAGIAN I
PENDAHULUAN
KERANGKA ISI
Perbedaan Setiap Individu
Perubahan Sosial
Pencegahan Konflik
Transformasi konflik
TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul konflik sosial, diharapkan anda mampu:
(1) menjelaskan konflik, kekerasan dan perdamaian dengan bahasa sendiri.
(2) Mengelompokkan konflik sosial dengan tepat.
(3) Menyebutkan 5 penyebab terjadinya konflik sosial.
(4) Menjelaskan 3 resolusi konflik.
Modul konflik sosial ini berisi 5 bab. Bab 1 membahas tentang pengertian
dan teori konflik, kekerasan, dan perdamaian. Bab 2 membahas tentang jenis-jenis
konflik. Bab 3 membahas tentang faktor penyebab terjadinya konflik sosial. Bab 4
membahas tentang resolusi atau pencegahan konflik sosial. Bab 5 membahas
tentang pihak-pihak yang terkait dalam penyelesaian konflik sosial.
I.I KONFLIK
Menurut Gillin dan
Gillin (1948) konflik
merupakan proses sosial
dimana individu atau
kelompok mencapai tujuan
mereka secara lansung
menantang pihak lain
dengan cara kekerasan dan
ancaman kekerasan, dapat
dikatakan konflik mengacuh pada perjuangan di antara pihak yang bersaing.
Menurut Max Weber (1968) konflik merupakan suatu hubungan sosial yang
dimaknai sebagai keinginan untuk memaksakan kehendaknya pada pihak lain.
Menurut Berstein (1965) mengungkapkan bahwa konflik merupakan suatu
pertentangan atau perbedaan yang tidak dapat dicegah, dimana konflik memiliki
potensi yang memberikan pengaruh positif dan negatif dalam interaksi manusia.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan proses sosial yang
terjadi di masyarakat karena adanya suatu kepentingan atau keinginan, perbedaan
yang timbul dari induvidu atau kelompok tertentu dan bersifat persaingan atau
kompetitif. Misalnya, terdapat perbedaan pendapat antara kelompok satu dan
kelompok lain tetapi keduanya tidak mau mengalah dan sama-sama menjustifikasi
masing-masing argumen. Dalam sebuah forum tersebut telah terjadi konflik kecil
dan juga dapat menjadi konflik besar jika tidak segera diselesaikan.
1.2 KEKERASAN
Kekerasan sejatinya merupakan bentuk lanjutan dari konflik. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kekerasan didefinisikan sebagai perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Menurut Soerjono Soekanto
kekerasan ialah penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau
benda. Sedangkan kekerasan sosial ialah kekerasan sosial yang dilakukan
terhadap orang dan barang karena orang dan barang tersebut termasuk dalam
kategori sosial tertentu. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kekerasan
merupakan tindakan atau perbuatan seseorang atau kelompok yang dapat
1.3 PERDAMAIAN
Perdamaian menunjuk
pada persetujuan
mengakhiri sebuah konflik
atau perang. Damai juga
dapat diartikan sebagai
stuasi yang di dalamnya
terdapat keadaan aman
dan tentram, kelegaan,
sukacita, persahabatan, persekutuan, kerukunan, senang dan sebagainya yang
dianggap baik dan indah dalam hidup manusia bahwa semua manusia ingin hidup
di dalamnya, maka untuk mencapai suasana itu dibutuhkan perencanaan dan
pelaksanaan perdamaian. Oleh karena itu, damai atau perdamaian dapat
dirumuskan sebagai suatu situasi tanpa konflik dan kekerasan yang berdampak
pada rasa aman secara fisik dan tentram secara batin dan jiwa yang dimiliki
manusia.
Memahami perdamian bukan hanya sebagai keadaan tanpa peperangan, hal
tersebut dapat dilihat dengan jalinan hubungan antar individu, kelompok, dan
lembaga yang mau menerima dan menghargai keragaman nilai dan mendorong
perkembangan serta kemajuan potensial manusia secara utuh. Tidak adanya
perang sering disebut dengan perdamaian negative “dingin” dan kontras dengan
perdamaian positif “hangat” yang meliputi semua aspek tentang masyarakat yang
baik, yang kita yakini sendiri: hak-hak universal, kesejahteraan ekonomi,
keseimbangan ekologi dan nilai-nilai pokok lainnya.
BAB 2
BENTUK-BENTUK KONFLIK
Konflik dapat dibilang gejala sosial yang sering terjadi di masyarakat. Ada
yang konflik kecil seperti anatar individu sampai konflik besar yang terjadi antar
negara. Hal tersebut menjadikan konflik ke beberapa golongan. Bentuk-bentuk
konflik di masyarakat dibedakan menjadi beberapa bentuk yaitu, secara umum,
berdasarkan sifat pelaku yang terkait, dan berdasarkan posisi pelaku yang terkait,
dan berdasarkan dengan bentuk.
3. konflik ras
Konflik yang terjadi di antara kelompok ras yang berbeda karena adanya
kepentingan dan kebudayaan yang saling berbenturan sehingga menimbulkan
perselisihan. Contoh, konflik antara orang-orang kulit hitam dengan kulit putih
akibat diskriminasi ras di Amerika Serikat dan Afrika Selatan.
4. konflik agama
Konflik agama merupakan suatu perselisihan yang terjadi antar agama, baik
dalam agama itu sendiri atau perselisihan agama satu dengan agama lain. Contoh
konflik antar agama,tahun 1996, 5 gereja dibakar oleh 10,000 massa di Situbondo
karena adanya konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman. Contoh konflik
dalam agama, perbedaan pendapat antara FPI dan Muhammadiyah.
5. konflik politik
Konflik politik merupakan perselisihan yang terjadi akibat adanya
kepentingan atau tujuan politis yang berbeda antara seseorang atau kelompok. Hal
tersebut dapat dilihat dari perbedaan pandangan antarpartai politik karena
perbedaan ideologi, asas perjuangan, dan kepentingan politik masing-masing.
Contoh yang mudah dilihat adalah konflik antara pendukung partai yang berbeda
menjelang pemilu atau pilkada.
6. konflik internasional
konflik internasional ini melibatkan beberapa kelompok negara karena
perbedaan kepentingan masing-masing negara. Tingkat kepentingan masing-
masing negara yang kadang tidak sesuai dengan ideologi negara atau hukum yang
berlaku dalam suatu negara menmbulkan perselisiha atau konflik bahkan sampai
terjadi peperangan yang sangat merugikan. Konflik semacam ini sangat terlihat
seperti, antara Korea Utara dengan Korea Selatan, ISIS dan negara-negara yang
diterornya, dan sebagainya.
2. Konflik Horizontal
Konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi diantara individu
ataupun kelompok yang memiliki kedudukan yang hampir atau bahkan sama.
Contoh konflik horizontal ini biasanya konflik yang terjadi pada anggota-
anggota di dalam sebuah organisasi.
3. Konflik Diagonal
Konflik diagonal merupakan konflik yang muncul karena adanya
pengalokasian sumber daya yang tidak adil pada semua organisasi yang
akhirnya menyebabkan terjadinya pertentangan yang cukup ekstrim. Contoh
konflik diagonal misalnya saja konflik GAM yang terjadi di Nangroe Aceh
Darussalam.
2. Konflik Tertutup
Konflik tertutup merupakan konflik yang terjadi dan hanya diketahui oleh
beberapa pihak saja, yaitu individu atau kelompok yang terlibat dalam konflik
tersebut. Contohnya saja konflik yang terjadi di dalam keluarga, tentu saja
pihak lain di luar keluarga tersebut tidak mengetahui hal tersebut.
2. Konflik Nonrealistis
Merupakan konflik yang didasarkan pada sebuah kebutuhan yang
digunakan untuk meredakan ketegangan, setidaknya dari salah satu pihak yang
berkaitan. Contoh dari konflik non realistis ini adalah penggunaan jasa ilmu-
ilmu gaib yang digunakan untuk membalas dendam terhadap perilaku orang
lain terhadap kita.
BAB 3
PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK
Konflik tidak muncul begitu saja, tentu ada beberapa faktor yang
menyebabkan hal tersebut terjadi. Konflik merupakan gejala sosial yang biasa
muncul dalam kehidupan masyarakat, baik individu maupun kelompok. Selain
disebabkan oleh perbedaan setiap individu, ada beberapa faktor lain yang
menyababkan terjadinya konflik. Berikut beberapa faktor penyebab terjadinya
konflik:
3.1 Perbedaan Setiap Individu
Perbedaan individu menjadi faktor utama terjadinya konflik. Ego masing-
masing individu tidak dapat ditebak atau pada tingkat yang berbeda-beda, hal
tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik. Tingkat ego individu yang
tidak dapat dikendalikan secara tepat dapat menimbulkan konflik dengan individu
lain. Dimana karakter sesorang dibentuk dalam lingkungan keluarga dan
masyarakar, sedangkan tidak semua masyarakat memiliki kebiasaan, nilai-nilai
dan norma-norma sosial yang sama. Perbedaan yang dimiliki masing-masing orang
atau kelompok dapat memicu terjadinya konflik jika seluruh pihak tidak mencoba
mengerti nilai dan norma satu sama lain. Contoh konflik yang disebabkan oleh
perbedaan setiap individu adalah pertengkaran antar siswa di sekolah, tingkat ego
yang berbeda dan masih dalam kondisi labil dan tidak banyak guru yang paham
tentang karakter masing-masing siswa.
Masyarakat multikultural yang terdiri dari berbagai jenis budaya pasti sering
terjadi pergesekan sistem nilai dan norma sosial antara etnis yang satu dengan
etnis yang lainnya. Adanya fenomena Primodialisme (identitas sebuah golongan
atau kelompok sosial ) dan fenomena Enotsentrisme (menilai budaya lain dengan
dasar budaya sendiri) yang tumbuh pada masing-masing etnis, maka akan tumbuh
pertentangan-pertentangan yang memicu terjadinya konflik sosial. Contoh konflik
yang terjadi kerena latar belakang budaya ialah dalam perekrutan pegawai,
masing-masing pemerintah daerah akan memprioritaskan etnisnya sendiri,
padahal di daerah tersebut masih ada etnis lain.
BAB 4
RESOLUSI KONFLIK
Resolusi konflik merupakan suatu proses analisis dan penyelesaian masalah
yang mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individu dan kelompok, seperti
identitas dan pengakuan, juga perubahan-perubahan institusi yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Berikut merupakan usaha resolusi konflik:
b. Mediasi
Mediasi berasal dari kata mediation yang memiliki arti perantara atau
media. Mediasi dijadikan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan konflik
dengan menggunakan perantara atau orang ketiga yang menjadi penghubung
di antara kedua belah pihak. Perantara berperan sebagai penampung dan
penyampai keluhan serta arpirasi yang dirasakan oleh masing-masing pihak
yang bertikai. Perantara tidak memiliki hak dan kewenangan dalam
menentukan atau mengambil keputusan dalam penyelesaian konflik,
melainkan pihak yang bertikai yang menyelesaikan dan memutuskannya.
Misalnya, dalam menyelesaikan pertikaian anatara Indonesia dengan Timor
Timur, UNTAET berperan sebagai pihak ketiga.
c. Arbitrasi
Arbitrasi berasal dari kata arbitration, dan yang menentukan keputusan
disebut arbiter. Penyelesaian konflik dengan cara ini yaitu melalui pengadilan
yang dipimpin oleh seseorang dan berperan untuk memutuskan. Arbitrasi dapat
berlangsung tidak hanya pada masyarakat yang sudah memiliki lembaga
peradilan secara formal yang disebut adjudication dimana hakim menjadi
arbiter, melaikan dapat juga dilakukan oleh masyarakat informal dengan
pemimpin informal yang berperan sebagai arbiter, atau secnonformal dalam
kegiatan-kegiatan sosial, seperti wasit menjadi arbiter dalam sepak bola.
d. Paksaan
Paksaan atau coercien menjadi salah satu alternatif dalam
menyelesaikan konflik apabila terjadi ketidakseimbangan di antara kedua
belah pihak yang bertikai sehingga pihak yang lemah tidak dapat mengambil
keputusan untuk menyelesaikan pertikaian karena pihak lawan lebih kuat.
Sedangkan konflik tersebut harusterselesaikan karena dapat menimbulkan
dampak negatif bagi salah satu pihak yang bertikai, sehingga untuk
menyelesaikan konflik tersebut pihak yang kuat berperan untuk menentukan
cara penyelesaian baik melalui paksaan secara psikologis maupun secara fisik.
Dengan tujuan agar pihak yang lemah mengakhiri petikaian dnegan
mengadakan kepatuhan kepada pihak yang kuat. Misalnya, penyelesaian
konflik ekonomi di Timur Tengah dengan menerapkan embargo ekonomi
karena dipandang dapat menyelesaikan konflik, interaksi antara tuan dan
budak dalam perbudakan karena budak dipandang tidak memiliki hak di
hadapan tuannya.
e. Détente
Détente yang berarti mengendorkan atau mengurangi tegangan. Dalam
penyelesaian suatu konflik, détente bersifat persuasif terhadap kedua belah
pihak yang berselisih. Ketegangan-ketegangan yang timbul akibat konflik
dapat dikurangi melalui cara-cara diplomantis yang dapat memberikan
kemungkinan-kemungkinan kedua belah pihak yang bertikai mempersiapkan
diri untuk mengadakan penyelesaian konflik secara damai. Contoh,
diberlakukannya genjatan senjata dalam kurun waktu tertentu sehingga
masing-masing pihak menghentikan aktivitasnya dalam bertikai. Selama masa
genjatan senjata yang telah ditetapkan tersebut, masing-masing dapat
memikirkan peluang dan cara menyelesaikan konflik dipandang lebih baik dan
menguntungkan. Namun kadang-kadang waktu tersebut digunakan untuk
menghimpun waktu dan memperkuat diri masing-masing sehingga selesainya
détente menjadi lebih kuat.
Menurut John Paul Lederach ada 4 dimensi level yang berbeda untuk melihat dan
menganalisa perubahan akibat konflik, yaitu:
1. Personal.
Perubahan yang diakibatkan konflik dalam tingkat individu, baik mempengaruhi
secara emosional, pengetahuan, perilaku, dan spiritual. Program tranformasi
konflik yang dapat dilakukan secara personal yaitu dengan meminimalkan
dampak destruktif yang ditimbulkan oleh konflik sosial tingkat individual dan
memaksimalkan potensi berkembang yang ada ditingkat individual untuk
menjadi lebih baik. Baik secara fisik, emosional, intelektual, maupun secara
spiritual.
2. Relasional.
Dalam dimensi ini, konflik mempengaruhi relasi social dimana didalamnya
terdapat hubungan antar elemen kekuasaan, kekuatan, saling ketergantungan,
dan cara komunikasi. Transformasi konflik yang dapat dilakukan secara
relasional yaitu dengan cara mencoba untuk mengurai, memperbaiki, dan
mempererat alur-alur komunikasi antar individu yang tadinya terhenti atau
belum berjalan dengan baik, baik secara individu maupun kelompok sehingga
muncul pemahaman yang baik dan benar atas individu yang lain. Mencoba
membangun hubungan antar individu tanpa rasa takut dan prasangka yang
berlebihan, dimana didalamnya didasarkan atas hubungan keterikatan saling
membutuhkan (interdependensi) dan saling membawa harapan antara satu
dan lainnya.
3. Struktural.
Dalam dimensi ini perubahan karena dampak konflik dapat dilihat berkaitan
dengan akar-akar (root causes) konflik dimana akan banyak berhubungan pula
dengan struktur ekonomi, politik, dan social. Program transformasi konflik yang
dapat dilakukan secara struktural antara lain yaitu:
a. Memahami dan mencoba menjawab permasalahan konflik yang menjadi
akar konflik dan mempengaruhi kondisi sosial yang memberikan ruang lebih
besar munculnya konflik yang mengarah kepada kekerasan.
b. Mempromosikan mekanisme penyelesaian konflik yang berprinsip pada anti
kekerasan (non-violence), berkesinambungan, dan bersifat partisipatif.
c. Mengembangkan suatu struktur yang sejalan dengan kebutuhan manusia
akan keadilan dan memaksimalkan partisipasi dari masyarakat dalam
pengambilan keputusan yang membawa dampak terhadap kehidupan
mereka (keadilan secara procedural).
4. Budaya.
Dalam dimensi perubahan akan dilihat dalam prespektif normative, dalam
artian berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat. Konflik
dalam level ini dianggap mempunyai pengaruh yang luat dalam mempengaruhi
nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat dalam memandang konflik, dan
cara-cara penyelesaiannya. Tranformasi konflik yang dapat dilakukan sesuai
dengan budaya ialah yaitu dengan mengidentifikasi/mengenali dan memahami
pola budaya yang ada dalam masyarakat yang memberikan kontribusi besar
pada ekpresi kekerasan dalam menyelesaikan konflik. Mengenali dan
mengembangkan sumber daya dan mekanisme peacebuilding dalam
menyelesaikan permasalahan konflik yang ada, dimana didalamnya merupakan
sebuah dasar budaya untuk merespon dan menangani konflik secara
konstruktif.