Anda di halaman 1dari 14

Oseana, Volume XXXIX, Nomor 3, Tahun 2014 : 7 - 19 ISSN 0216-1877

KARAKTERISTIK UMUM POLEN DAN SPORA SERTAAPLIKASINYA

Oleh

Septriono Hali Nugrobo1)

ABSTRACT

GENERAL CHARACERISTICS OF POLEN GRAINS AND SPORES AND ITS


APPLICATION. Pollen grains and spores are an object which studied in palynology. Pollen is
produced by seed plants which include gymnosperms and angiosperms. Pollen grains are male
reproductive organ of seed plants. Meanwhile, spore isproduced by cryptograms which include
ferns and Mosses. Cryptogram spores being a resting and dispersal phase in gametophyte. In the
study of pol/en grains and spores, the complexity of their structure andpatterning has necessitated
a specific terminology. The main characters of pollen and spores are unit, shape, aperture, and
sculpture. They are an important and valuable information in palynology, so their applications
relates to other knowledge such as geochronology, biostratigraphy, climate change, migration,
flora evolution, stratigraphy, paleoecology, paleoclimatology and archeology.

PENDAHUWAN Acritarch, Rhodofita dan Cyanobakteriay


(Tyson, 1955). Morley (1990) mengungkapkan
Istilah palinologi pertama diperkenal- bahwa berdasarkan klasifikasi mikrofosil, polen,
kan oleh Hyde dan Williams pada tahun 1944, spora dan dinoflagelata merupakan palinomorf
istilah tersebut berasal dari bahasa yunani yaitu asal tumbuhan yang berdinding organik,
paluno yang berarti memercikan dan pale yang sedangkan foraminifera berasal dari bewan yang
berarti debu (sehingga mirip dengan kata dalam berdinding karbonatan dan organik.
bahasa latin pollen) (Anonim, 2014). Menurut Palinologi mempelajari paJinomorfbaik
Moore et al (1991), palinologi merupakan ilmu yang masib hidup (actuopalynology) maupun
yang mempelajari tentang palinomorfyang ada yang sudah dalam bentuk fosil
saat ini maupun yang berbentuk fosil, bersama (paleopa/ynology) (Traverse, 1988; Morley
dengan partikel material organik dan kerogen 1990).Actuopalynologybiasa dipelajari oleh ahli
yang terdapat pada sedimen dan batuan sedimen. biologi yang mengunakan polen modern
Secara umum palinomorf mencakup tiga sub (sekarang) yang berasal dari bunga segar,
kelompok besar yaitu sporomorf (polen, spora sedangkan paleopalynology dipelajari oleh ahli
dan spora jamur); zoomorf (foraminifera test geologi dengan menggunakan fosil polen yang
lining, chitinozoa dan scelodont) serta telah terakumulasi pada sedimen atau batuan
fitoplankton (dynocysts, meroplankton, sedimen.

I) Pusat Penelitian Laut Dalam, LIPI - Ambon

7
SEJARAH PALINOLOGI meridionalis menjadi 2 subzona (Rahardjo,
2014). Peneliti-peneliti Indonesia mulai
Sejarab palinologi di duma diawali mempelajari polen Tersier dan Kuarter pada
dengan penemuan mikroskop pada Abad XVII tahun 1985.Tahun 1991, Morleymenyempuma-
oleh van Leuwenhoek (Rahardjo, 2014). Pada kan zonasi palinologinya menjadi 6 zona dan
tabun 1665, Grew melakukan pengamatan tabun 1994 zonasi palinologi, foraminifera dan
partikel-partikel kecil yang terkandung dalam nannofossil untuk sedimen Tersier di Indonesia
anthera bunga (kepala sari), di samping itu yang dilakukan melalui kerjasama antara
Malphigi juga melakukan penelitiao terkait Perguruan Tinggi (ITB & UGM), Lembaga
struktur dinding polen. Sprengel (1812) meneliti Penelitian (P3G, PPPGL, Lemigas) melalui Riset
cara penyebaran polen terutama oleh angin dan Unggulan Terpadu (RUT) dan didukung data
serangga. Tabun 1837 Geppert, Ehrenberg, pem boran dari Pertam ina dan beberapa
Benni-Kidston dan Potonie untuk pertamakali perusabaan minyak.
menemukan dan mempelajari fosil polen,
sedangkan Frueh mempelajari pol len dari ASAL USUL POLEN DAN SPORA
sedimen rawa pada tahun 1885. Ana lisa statistik
untuk menghitung polen tertentu dilakukan Polen atau serbuk sari merupakan
Weber (1896), sedangkan Lagerheim (1905) bagian bunga yang berupa kantung berisi
menggunakan statistik untuk menghitung gametofit jantan pada tumbuhan berbunga
seluruh polen dalam sedimen. Von Post (1916) Anthophyta baik Gymnospermae (Pinophyla)
mulai membuat diagram pollen dan maupun Angiospermae (Magnoliophyta)
interpretasinya untuk lingkungan pengendapan. (Puspaningrum, 2008), sedangkan spora
Polen mulai digunakan untuk mempelajari biasanya dihasilkan tumbuhan non vaskuler
sedimen kuarter di Scandinavia dan untuk seperti alga, jamur, lumut serta tumbuhan
eksplorasi batubara di tahun 1930. Pada tahun vaskuler tingkat rendah lain yaitu tumbuhan
1944, istiJah "Palynology" mulai diperkenalkan lumut (Bryophyta) dan paku tPteridophytai
oleh Hyde dan William. Tahun 1950 hingga (Suedy, 2012). Adapun contob bentuk polen dan
sekarang polen dipakai untuk eksplorasi m inyak spora dapat dilihat pada gambar l.
bwni dan digunakan untuk herbagai disiplin iImu. Polen dan spora berasal dari tumbuhan
Perkembangan studi palinologi di Indonesia yang hidup pada suatu lingkungan tertentu,
dimulai sejak tahun 1933 oleh Polak rnelalui sehingga dapat digunakan untuk merekonstruksi
penelitian sedimen gambut berumur Resen di flora dan vegetasi yang berada disekelilingnya
Jawadan Sumatera (Rahardjo, 20 14).Tabun 1968 (Suedy, 2012). Bukti palinologi (palinomorf)
Germeraad, Hoping dan Muller meneliti sedimen merepresentasikan sebaran penyusun vegetasi
Tersier di daerab tropis termasuk Indonesia dan beserta kondisi lingkungan nya. Flenley (1979)
membagi polen Tersier menjadi 3 zona yaitu zona dan Morley (1990) menyatakan bahwa dengan
Florschuetzia trilobata, zona Florschuetzia diketahui tipe polen dan spora selanjutnya dapat
levipoli dan zona Florschuetzia meridionalis. dirunut dan diketahui takson tum buhan
Penelitian pollen pada sedimen Kuarter dilakukan penghasil. Penggunaan bukti palinologi berupa
oleh Flenley (1973) dan Morley (1976). Pada fosil polen dan spora merupakan cara yang
tahun 1977, Morley memulai melakukan tepat, karena dapatmengungkap latar belakang
penelitian fosil polen pad a endapan sedimen perubahan vegetasi dan lingkungan suatu
Tersier dan mencoba menyusun zonasi pollen daerah pada satu periode waktu tertentu (Suedy,
di Indonesia yaitu mem bagi zona Florschuetzia 2012).

8
Gambar 1. A. Polen Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) yang merupakan kelompok
tumbuhan Angiospermae; B. Spora Suplir (Adiantum trapeziforme) yang termasuk
kelompok tumbuhan paku (Nugrobo, 2014).

MORFOLOGI POLEN DAN SPORA karena itu dibutuhkan terminologi khusus


(Puspaningrum, 2008) (Gambar 2). Karakter
Polen maupun spora seeara umum utama dari polen dan spora yang digunakan
dapat dikJasifikasikanberdasar kenampakan fisik untuk determinasi dan identifikasi adalah unit,
atau morfologinya. Polen dan spora memiliki aperture, ukuran dan bentuk, dan omamentasi
struktur, bentuk dan pola yang kompleks, oleb pada eksin (Gambar 7).

.....

.. 99
8u!w,
~'.

-....
DI,tal.,. DIIrI_ ~ '4'IIew

---
Gambar2. Terminologi dan karakter dalam mendeskripsikan polen dan spora (Tschudy & Scott,
1969; Puspaningrum, 2(08).

9
1. Unit PoleD dan Spora
Unit polen dibedakan alas monad, diad, tetrad, dan polyad. Selain itu ada pula polen yang
dilepaskan dari tumbuhan dalam bentuk massulau ataupo/inia. Kapp (1969) dan Moore & Webb
(J978) mengungkapkan bahwa polen tetrad dibedakan ke dalam lima tipe, yaitu: tetrahedral,
tetragonal, rhomboid, decussata, dan tetrad silang (Gambar 3).

Tetrahedral Tetragonal

Linear

Rhombohedral

Decussate

lsobilateral
Gambar 3. Macam-rnacam tipe polen dan spora tetrad (Kapp, 1969; Moore & Webb, 1978)

Suedy(2012)mengungkapkan bahwa butir kecil. Contoh: suku Poaceae (Gramineae).


polen maupun spora mempunyai bentuk, Sifat polen suku Poaceae adalah
ukuran, dan omamentasi eksin tertentu. Dengan monoporate dengan omamentasi (skulptur)
mengetahui, mengidentifikasi dan mengklasifi- psi/ate dan skabrat.
kasikan suatu butir polen dan spora maka dapat b. Eurypalynousfamily: kelompok tumbuhan
diketahui tingkat takson tumbuhan penghasil- yang polennya sangat bervariasi. Contoh:
nya, misalnya tumbuhan Angiospermae yang suku Arecaceae (Palmae). Sifat polen suku
memiliki polen polyad diketahui ada lima suku, Arecaceae adalah: monoco/pate, sebagian
yaitu: Annonaceae, Leguminosae, tanpa apertura, ornamentasi bervariasi dari
Hippocrateaceae (pada Marga Hippoeraea), psi/ale sampai echinate (Kapp, 1969; Moore
Asc/epiadaceae dan Orchidaceae. Secara & Webb, 1978).
umum ada dua golongan tumbuhan berbunga
berdasar sifat polen, yaitu: 2. Ukuran dan bentuk Polen un Spora
a. Stenapalynous family: kelompok tumbuban Bentuk butir polen dapat dideskripsi
yang polennya seragam atau variasi sangat menggunakan kenampakan pada pandangan
pol~ dan pandangan ekuatorial (Gam bar 4).

10
Gam bar 4. A. Pandangan ekuatorial; B. pandangan polar (Sengbuseh, 2005)

Mor ley (1990) mengklasifikasikan hilang setelah polen atau spora tersebut mati.
pandangan ekuatorial polen dan spora menjadi lntin tersusun dari selulosa dan mcmpunyai
8 bentuk yaitu: circular (oval), rhomboidal, struktur mirip dengan dinding sel tumbuhan
apiculate, constricted oval circular, constricted pada umumnya. Eksin merupakan bagian luar
rectangular, compressed oval, depressed oval, butiran dengan permukaan berupa struktur yang
rectangular (Gambar 5). Pada pandangan polar beraneka rag am yang bersifat tahan terhadap
dapat dibedakan menjadi 13 bentuk: circular, daya destruktif, tekanan, suhu, kondisi asam dan
semi-angular; inter semi-angular, angular, inter oksidasi alarni dalam lapisan batuan, maupun
angular; semi-lobate, inter semi-lobate, lobate, tahan terhadap keadaan anaerob dan oksidasi
inter lobate, hexagonal, inter hexagonal, sub- seJama proses fosilisasi (Faegri & Iversen, 1989).
angular; inter sub-angular (Gambar 5). Lapisan eksin terdiri dan lapisan endeksin (eksin
Polen mempunyai struktur dinding dalam) dan lapisan ekteksin (eksin luar) (Gambar
kompleks yang merefleksikan adaptasi 7). Ekteksin tersusun tiga lapisan yaitu tektum
fungsional dari suatu spesies terhadap habitat, (lapisan terluar), kolumela atau bakula berbentuk
substansi pembentuk dinding serbuk sari ini tiang keeil yang mendukung tektum dan lapisan
disebut sporopolenin. Sporopolenin sangat kaki sebagai lapisan paling dasar. Butiran dengan
stabil dan resisten terhadap berbagai pengaruh tektum yang menutupi seluruh permukaan
lingkungan (Suedy, 20]2). Pada dasarnya but iran disebut tektat, jika tidak mempunyai
struktur dinding polen dan spora mempunyai tektum disebut intektat dan butir yang
dua lapisan dasar (Garnbar 6), yaitu intine (intin) mempunyai tektum hanya menutupi sebagian
dan exine (eksin). Intin atau lapisan tengah keeil permukaan disebut semitektat (Morley,
langsung berhubungan dengan sitoplasma, ]990).
yaitu bagian dalam polen atau spora dan akan

11
POLARYIRr IQUATORIALVlIW

Omc>-O
FUI'IRCIWt: StiAP£:
GI'IllttRlC'ol PROlATe OOIATC
CIACULNl
@@0 ClIIOlJl.AA OVAl.

000 8iMl·ANOULAR
(})(t)(!) "~""MInAI

000 _U"'~ (f»(!)c(!> APICU.ATe

6~6 ANOIAM
IDffiID Cl)MSTltC'T'l!O 011....
I'JItt'J' All

688 1\TI:II-ANOUl.M
[I]mm ea<smcre:>III!CI'_

866 OtlolH..ODATC
@ffim COMPRES6EO OVAL

£~8 IN~IIt·'IM"'LOIIATI.
ffi@m OIiPRIlIS&:O CNI>J..

~~A LODATe
EOl[IjJm AECTANOUIAII

'NTlllol.OeATE
~~~

000 H£lCAOONAI.

000 iNTER-+fEXAOONAL.
IIQI.AqL

G.)
f AiY"'MURIC.'oI. POU.iH

I!ICOH\II!)(

000 lI'III ....NAIl' All


~ PlAN().O()NIIl!)(

066 IN rl>lI·tiU8AAUUIAR
(:::) IJuNc.:AVu..wNVIlJC

Gambar 5. Bentuk polen dan spora (Morley, 1990)

••ncI x~
. I
exine

1':S:.~.,.7.'"intin.
protoplasmic ooniens EQUATORIAL VIEW
8Klernal

Gambar 6. Skema susunan dinding polen (Morley, 1990)

12
A B

-teetum]
,columella
SEXINE

~~~.t_~·,"'nemellldne~
) NEXlhE

Gambar 7. Morfologi eksin dinding polen (Morley, 1990)

Menurut Kapp (l969), Moore & Webb (1978) tingkatan bentuk polen dan spora ditentukan pula
berdasarkan indeks perbandingan perbandingan antara panjang aksis polar (P) dan diameter ekuatorial
(E), atau lndeks PIE (Tabel 1). Berdasarkan ukurannya, secara umum ukuran fosil polen dan spora
bervariasidari sangat kecil « 10 lm) sampai dengan ukuran raksasa (>200 lm), namun yang umum
ditemukan berukuran antara 20-50 lm (Erdtman, 1952).
Tabel 1. Nilai indeks perbandingan diameter polar dan ekuatorial (PIE) polen dan spora (Kapp
1969; Moore& Webb 1978)
IndeksPIE Bentuk
>2,0 per pro/ale
1,33-2,0 pro/ale
0,75-1,33 subspberoidal
O,5-{),75 oblate
<0,5 peroblate

3. Jumlab dan bentukapertura


Apertura merupakan salah satu karakter polen yang penting. Apertura adalah suatu area tipis
pada eksin yang berhubungan dengan perkecambahan polen (Suedy, 2012). Bentuk butir polen juga
terkait erat dengan tipe aperturanya, contohnya butir serbuk sari dengan tipe apertura tricolpate
akan cenderung berbentuk bulat hingga bulat telur, sedangkan pada polen yang aperturanya
monosulkat akan cenderung berbentuk seperti perabu (Tabel 2). Apertura polen dibedakan menjadi
dua tipe, yaitu celah memanjang disebut colpuslcolpi dan berbentuk bulat disebut porus/pori, serta
dengan beberapa variasi apertura antara bentuk co/pus dan porus (Tabe12, Gambar 8).

Tabe12. Tipe-tipe apertura polen dan ciri-cirinya (Kapp, 1969; Moore & Webb, 1978)
T'

13
o
T~
P.V. T~
E.V.

GOO@~
SlIFhaIiOpOI.
I!.V.
~
~
PttiodpOl_ &yI1OOfpmM ~
~
E.V.

Gambar 8. K1asifikasi polen berdasarkan apertura (Tschudy & Scott, 1969)

Pada tumbuhan Pteridophyta maupun Bryophyta, spora tidak memiliki apertura, namun
mempunyai suatu area tipis yang menyerupai apertura pada spora adaJah bekas luka tetrad disebut
laesura yang tampak seperti garis pada sisi luar. Ada 3 (tiga) bentuk yaitu alete, monolete dan trilete
(Gamlm9}

Gambar 9. Klasifikasi spora berdasarkan jumlah laesura.


a. alete, b. monoiete, c. trilete

14
4. Bentuk dan ornamenwi pada eksin. eksin yang timbul karena adanya
Tipe ornamentasi eksin polen disusun keanekaragaman bentuk morfologi dari tektum.
berdasar ukuran, bentuk, dan susunan unsur Beberapa bentuk omamentasiantara lain psilate,
ornamentasi. Ornamentasi merupakan bentuk verrucate, scabrate, perforate, foveolate,
eksternal eksin tanpa menunjukkan susunan gemmate, clavate, echinate, regulate,
eksin bagian dalam. Menurut Faegri & Iversen reticulate,baculate,dan striate (Tabel 3 dan
(1989),ornamentasi termasuk dalam komponen Gamber 10).

Tabel3. Tipeornamentasi eksin polen dan ciri-cirinya (Faegri & Iversen, 1989)
Onwneutasi Ciri-Ciri
Psi/ate Seluruh permukaan halus. rata dan licin tidak berelief
Per/orate Permukaan berlubanz denzan uJruran lubana < Iurn
Foveolate Pennukaan berlubang dengan uJruran lubeng > lum
Scab rate Unsur omamentasi isodiarnetriklbintik ukuran < lum
Verrucate Unsur omamentasi isodiarnetriklbintik ukuran > I urn
Gemmate Unsur omamentasi isodiametrikltonjolan berkerutl seperti
lingkaran ukuran > Ium
Clavate Unsur omamentasi seperti tangkai dengan dasar menyempit
dan ukuran tinggi lebih besar daripada lebamya
Pilate Unsur omamentasi seperti clavate tetapi bagian apikalnya
menggembung
Echinate Unsur ornamentasi berbentuk seoeni duri
Rugulate Unsur omamentasi rnemanjang horizontal dengan pola tidak
beraturan
Striate Unsur ornamentasi memanjang horizontal dengan susunan
seiaiar antara satu dengan lainnya
Reticulate Unsur omamentasi rnembentuk pola seoerti iala
Baculate Unsur omamentasi berbentuk silinder tinui dan ramping

Traverse (1988), dengan teknik lux- dalam identifikasi (Suedy,2012). Pencandraan


obscurit as analysis untuk mengamati tipe ornamentasi eksin dibuat berdasar ukuran,
ornamentasi, yaitu menggunakan perbesaran bentuk, dan susunan unsur ornamentasi. Ciri
mikroskop 90-100 kali, fokus digerakkan turun utama butir polen yang seriog dipakai dan
naik untuk mengetahui ornamentasi serta mempunyai nilai taksooomi adalah ukuran,
morfologi butiran polen dan spora. Struktur bentuk, omamentasi dan apertura (Morley 1990;
dinding polen kbususnya bagian eksin Birks & Birks 2005).
mcrupakan salah satu karakter yang digunakan

15
.. _-
- - ...
•• - .--ft
-=
....... -_ ........
-_a- aO •

lP~-4· e : __ 't.. ~

FoveoIoIe

~ '. _ l
Gemmate

ConoIallalo

Gambar 10. Diagram ornamentasi pada dinding eksin (Tschudy & Scott, 1969)

APLlKASI PALINOLOGI DALAM 3. Resisten terhadap kerusakan baik oleh asam,


DISIPLIN ILMU LAIN kadar garam, suhu dan tekanan lain sehingga
dapattersimpan pada berbagai keadaan,
Palinologi banyak digunakan dalam 4. Dapat diidentifikasi dengan bantuan
aplikasi yang berhubungan dengan disipJin ilmu mikroskop sehingga secara taksonomi dapat
lain, contohnya geokronologi, biostratigrafi, diketahui taksa penghasilnya,
perubahan iklim, migrasi, evolusi flora, stratigra- 5. Berasal dari tumbuhan yang membentuk
fi, paleoekologi, paleoklimatologi dan arkeologi vegetasi suatu area sehingga fosil polen dan
(Suedy, 2012). Fosil polen dan spora merupakan spora dapat digunakan untuk merekontruksi
swnber data palinologi yang sangat penting dan vegetasi baik lokal maupuo regional yang
dapat diterapkan secara luas, karena: berada d isekeliling lingkungan pengendapan
1. Dapat ditemukan melimpah dan terawetkan (Moore & Webb 1978; Morley 1990; Birks &
dalam sedimen sertajumlah dapat dihitung Birks 2005; Traverse 2007).
sehingga menghasilkan suatu spektrum,
2 Berukuran kecil dan melimpah sehiogga Rekaman polen dan spora merupakan
hanya diperlukan sedikit sedimen sebagai proxy untuk perubahan vegetasi di masa lalu
sampel yang memadai, yang dapat dijadikan sebagai indikator variasi

16
iklim (Rahardjo, 1993; Leyden, 2002; Gajewski, UCAPAN TERIMA KASIH
2002; Viau et al., 2006; Hall, 2009). Rekonstruksi
perubahan iklim masa lalu (seribu tabun terakhir) Terima kasih disarnpaikan kepada
yang beresolusi tinggi menjadi sangat penting Lem baga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)
di akhir dekade ini (Urrutia, 2010). Penelitian Kementrian Keuangan yang telah memberikan
polen tidak hanya sebagai proxy untuk indikator bantuan dana pendidikan untuk melanjutkan
perubahan iklim, tetapi dapat juga digunakan studi di Program Pasca Sarjana Teknik Geologi
untuk menginterpretasikan sejarah perubahan ITB. Ucapan terima kasih disampaikan pula
iklim (Tingley, 2011). Selain itu polen juga kepada Dr. A Tjipto Rahardjo, Dr. Eko YuJianto,
merupakan proxy yang cocok untuk Dr. Sri Widodo Agung Suedy dan Rachmad
merekonstruksi perubahan muka Jaut di Setijadi, MT, yang telah memberikan ilmu
lingkungan tropis (Engelhart, 2007). Studi tentang palinologi serta pihak-pihak yang telah
palinologi tidak hanya menganalisis perubahan bersedia rnemberikan koreksi, kritik, saran dan
vegetasi akibat variasi ikIim dan fluktuasi mnka masukan, sehingga penuJisan makalah ini dapat
laut (sea level) yang terjadi pada periodeKuarter, terselesaikan.
tetapi juga memberikan informasi tentang
perubahan tingkat erosi (Nair, 1966; Birks & DAFrAR PUSfAKA
Birks, 1980; WilJiams et al., 1998; Newby et al.,
Aja)hanar, B., K. Sreedbaran, M. Mohan, J. Paul,
2000, Ajaykumar et ol,20 12).
A. P. Thomas, & P.K.K. Nair, 2012.
Evaluation of The Holocene
Environmental Changes Of The
Berdasarkan asal usulnya, polen Southwest Coast, India: A
merupakan bagian bunga berisi gametofit jantan PalaeopalynologicalApproach. J. Earth
pada tumbuhan berbunga, sedangkan spora Syst. Sci. ]21(4): 1093-1103.
biasanya dihasilkan tumbuhan tumbuhan
Anmim. 2014. PamoIogi. http://idwikipedia.org!
vaskuler tingkat rendah dan non vaskuler. Polen
wiki/palinologi diakses tanggal 3 Maret
dan spora berasal dari twnbuhan yang akan
2014.
membentuk vegetasi pada suatu lingkungan
tertentu, sehingga dapat digunakan untuk Birks, H.lB., & H.H. Birks. 2005. Global Change
merekonstruksi flora dan vegetasi yang berada in the Holocene. Edward Arnold
disekelilingnya. Polen dan spora memiliki Publisher Ltd, Loodm: pp. 107-123.
struktur, bentuk dan pola yang kompleks, oleh
karena itu dibutuhkan terminologi khusus. Engelhart, S.E. 2007. Mangrove pollen of
Beberapa sifat yang dapat digunakan daJam Indonesia and its suitability as a sea-
detenninasi polen dan spora diantaranya adalah level indicator, Durbam theses, Durham
unit, ukuran dan bentuk, jumlah dan bentuk University. Available at Durham E-
apertura, serta bentuk dan omamentasi pada Theses Online: http://etheses.dur.ac.ukl
eksin. Polen dan spora member; gambaran 24211 diakses tanggaJ 3 Maret 2014.
tentang dinamika vegetasi dan lingkungan pada
masa lampau yang berguna untuk Erdtman, G 1952. Morphology and Taxonomy
merekonstruksi kondisi masa larnpau dan Angiospermae: An Introduction 10
Palynology. The Botanica Company
memprediksi koodisi dimasa akan datang rnelalui
pola perubahan maupun dinamika yang terjadi Wather, Massachusetts, USA.
dari masa lalu, sekarang dan akan datang.

17
Faegri, K., & J. Iversen. 1989. Textbook 0/ Pollen And Water Level Changes At The
Analysis. Hafner Press, New York: 328. Makepeace Cedar Swamp, south-eastern
Massachusetts; Quat. Res. 53: 352--368.
Flenley, J.R 1979. The Equatorial Rain Forest:
a Geological History. Butterworths, Nugroho, S.H. 2014. Katalog Polen dan Spora
London-Boston: pp. 1-28. Segar. Program Pasca Sarjana Teknik
GeoJogi, ITB, Bandung: 2 hlm.
Gajewski, K. 2002. Modem pollen assemblages
in lake sediments from the Canadian Puspaningrum, M.R. 2008. Holocene
Arctic. Arctic, Antarctic, and Alpine Enviromental Change Interpreted Based
Research 34: 26-32. On Pollen Records Of Air Pacah, West
Sumatra. Final Project Report. Biology
Hall, R 2009. The Eurasian SEAsian Margin as Program, School Of Life Sciences And
a Modem Example of an Accretionary Technology, Institut Teknologi Bandung,
Orogen. Di dalam: Cawood PA, Kroner Bandung: 49 p.
A, editor. Earth Accretionary Systems in
Space and Time. The Geol Soc of Iondon Rahardjo,A.T. 1993. Studi Kuarter: Keterpaduan
Spec Pub1318: 351-372. Berbagai Bidang Ilrnu. Buletin Geologi
ITB 23(2): 58-61.
Kapp, R. O. 1969. How to Know Pollen and
Spores. WMc. Brown Company Rahardjo, A.T. 2014. Bahan ajar kuliah
Publisher. Dubuque, Iowa, USA: 249 p. Palinologi. Program Pasca Sarjana
Teknik Geologi, ITB, Bandung: 301p.
Leyden, B. W. 2002. Pollen evidence for
climatic variability and cultural Sengbusch, P.V. 2005. Angiosperm Pollen As
disturbance in the maya lowlands. Seen ina Scanning Electron Microscope.
Ancient Mesoamerica, 13: 85-101. DOl: https:/ls10.Jite.msu.eduires/msu/botonl/
10.1017.S0956536102131099 b_online/e27/6.htm Diakses tanggal
19 Juni 2014
Moore, P. D, & J. A. Webb. 1978. An Illustrated
Guide To Pollen Analysis. The Ronald Suedy, S.W.A. 2012. Paleorekonstruksi
Press Company, New York, USA: 133p. Vegetasi Dan Lingkungan
Menggunakan Fosil Polen Dan Spora
Moore, P. D, 1.A. Webb, & M.E. Collinson. 1991. Pada Formasi Tapak Cekungan
Pollen Analysis. 2 Sub Ed. Blackwell Banyumas Kala Plio-Plistosen. Sekolah
Press, London: 216p. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Morley, R J. 1990. Short Course introduction Bogor: 225 hlm.
To Palynology With Emphasis on Traverse, A. 1988. Paleopalynology. Boston:
Southeast Asia. Fakultas Biologi Department of Geosciences, College of
UNSOED, Purwokerto. Earth and Mineral Science, The
Nair, P. K. K. 1966. Essentials of Palynology, Pennsylvania State University: 600 p.
Asia Publishing House, London: 96 p. Traverse, A. 2007. Paleopalynology. Di dalam:
Newby, P.E, P. Killoram, M.R Waldorf, N. B. Landman NH, Jones DS, editors. Topics
In Geobiology 2nd Edition Vol. 28.
Shuman, RS. Webb, & T. Webb. 2000.
14,000 Years Of Sediment, Vegetation, Springer, The Netherlands.

18
Tschudy, RH, & R.A. Scott. 1969. Aspect oj diatom, chironomid, and pollen
Palynology. John Willey and Sons, USA. assemblages in an Andean lake in Central
Chile, Lake Laja (36°S). Hydrobiologia
Tingley, M. 2011. Post-glacial pollen and charcoal 648: 207-225. 00110.1007/s10750-010-
analysis of a 10,500-yea.r lake sediment 0264-1.
record from Lower Whitshed Lake near
Cordova, Alaska. Formatted'for Journal Viau, A.E., K.Gajewski, M.C. Sawada &P.Fines.
of Ecology 2006. Millennial-scale temperature
variations in North America during the
Tyson, RV. 1995. Sedimentary OrganicMatter: Holocene. Journal of Geophysical
Organic Facies and Palynofacies. Research III: 1-12.
Chapman and Hall, London: 615 p.
Williams, M, D. Dunkerly, de Deckker P, &
Urrutia, R, A. Araneda, L.Torres, F. Cruces, C. J. Chappel. 1998. Quaternary
Vivero, F. Torrejo N, R. Barra, N. Fagel, Environments, 2nd ed, Arnold, London,
& B. Scharf. 2010. Late Holocene 329p.
environmental cbanges inferred from

19
20

Anda mungkin juga menyukai