Anda di halaman 1dari 15

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN IPB

TUGAS REVIEW JURNAL PENYAKIT PASCAPAENEN PANGAN


Judul dan Busuk buah pascapanen yang disebabkan oleh Pestalotiopsis sp. pada
nama anggur di Korea. Jian Xin Deng & Hyun Kyu Sang & Yong Soo
No. 1
presenter Hwang & Byung Seon Lim & Seung Hun Yu

Resume Latar Belakang:


penelitian Pada tahun 2010, penyakit busuk buah memperhatikan pada Kultivar anggur
'Cheongsoo' di sebuah rumah toko di Daejeon, Korea. Agen penyebab ditentukan
menjadi spesies Pestalotiopsis sebelumnya tidak dijelaskan dalam literatur. Tes
patogenisitas mengaktifkan jamur patogen terhadap buah anggur 'Cheongsoo'. Ini
adalah laporan buah pertama penyakit busuk pada anggur 'Cheongsoo' yang
disebabkan oleh Pestalotiopsis sp. di Korea.

Tujuan:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penyakit busuk buah pada
buah anggur di Korea.

Metodologi:
Buah-buahan yang sakit dari anggur 'Cheongsoo' dikumpulkan dari rumah toko di
Yuseong, Daejeon, Korea. Terinfeksi buah anggur Permukaan disterilkan dengan
natrium hipoklorit (2% klorin tersedia) selama 2 menit dan kemudian diinkubasi
dalam a ruang lembab pada 25 ° C untuk mengisolasi patogen penyebab. Budaya
genus milik jamur Pestalotiopsis diperoleh dari area buah menunjukkan gejala

Hasil:
Dari hasil penelitian penyebab penyakit busuk buah pascapanen buah anggur
disebabkan oleh jamur Pestaliopsis sp. Dimana species yang menyerang terdiri dari
P. crassiuscula P. lambertiae P. longisetula P. photiniae P. menezesiana P. uvicola.
mengisolasi beberapa jamur seperti Botrytis, Alternaria, Pestalotiopsis, Penicillium,
Stemphylium dan Rhizopus dari buah anggur yang membusuk di Jepang. Mereka juga
Menemukan bahwa Pestalotiopsis menezesiana dan P. uvicola memulai penyakit
anggur pascapanen. Kehadiran Pestalotiopsis spp. pada tongkat, jaringan kayu, beri,
bunga, dan daun anggur juga telah ditemukan di Australia (Castillo- Pando et al. 2001;
Sergeeva et al. 2005). Pestalotiopsis dulu salah satu jamur lazim yang diisolasi dari
kanker anggur di Arkansas dan Missouri (Urbez-Torres et al. 2009. Di Korea, P.
uvicola telah menyebabkan penyakit busuk buah anggur (Ryu et al. 1993), tetapi
informasi terbatas tentang morfologi konidial spesies.
Judul dan Identifikasi Jamur Penyebab Penyakit Pascapanen Pada Beberapa
nama Komoditas Bahan Pangan Nova Wahyu Pratiwi, Erwina Juliantari,
No. 2
peneliti Lutfi Khotun Napsiyah. Jurnal Riau Biologia 1 (14): 86-94, Januari
2016.
Resume Latar Belakang :
penelitian Komoditas pangan dapat disimpan untuk jangka panjang setelah waktu pemanenan,
tetapi ada beberapa kendala berupa penurunan kualitas buah yang karena beberapa
penyakit pascapanen yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti jamur, bakteri,
dan virus. Salah satu penyebab penyakit pascapanen adalah kelompok jamur patogen
(Phoulivong et al., 2012). Penyakit pascapanen yang diakibatkan oleh jamur akan
menyebabkan kebusukan pada buah (Al-Najada, 2014). Jamur ini akan menginfeksi
melalui bagian sel yang rusak pada buah, lalu beradaptasi dengan lingkungan dan
akan berkembang selama penyimpanan buah (Paul 1993). Penyakit yang disebabkan
oleh jamur ini menyebabkan adanya bercak cokelat yang membentuk cekungan
kedalam dan mengakibatkan buah tersebut tidak dapat dikonsumsi jika cekungan
tersebut membesar (Indratmi, 2009).

Metode Penelitian:
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya buah pisang (Musa
paradisiaca), cabai (Capsicum annum), pepaya (Caricca papaya), mangga
(Mangifera indica), dan tomat (Lycopersicum esculentum), aquades, gula, agar,
medium Potato Dextrose Agar (PDA), alkohol 70%, antibiotik, serta laktogliserol.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlengkapan yang biasa
digunakan dalam proses isolasi.

Hasil dan pembahasan:


Dari hasil identifikasi ditemukan :
Colletotrichum capsici
Jamur Colletotrichum capsici pada cabai. C.capsici merupakan jenis jamur penyebab
penyakit antraknosa yang menyerang cabai yang sangat merugikan. Penyakit
antraknosa dapat menyerang cabai sejak dalam persemaian, biasanya menyerang pada
bagian biji, batang, daun, dan terutama pada buah. Penyakit antraknosa dapat
menyerang cabai segar yang disimpan 1-2 hari, sebelum dipasarkan gejala serangan
penyakit antraknosa dapat terlihat hal ini juga didukung dengan kelembapan tempat
penyimpanan cabai yang cukup tinggi.
Rhizoctonia solani
Jamur Rhizoctonia solani ditemukan pada buah pisang dan tomat. Ciri-ciri buah
pisang dan tomat yang terinfeksi jamur R.solani yaitu munculnya bercak-bercak
warna coklat sampai hitam pada permukaan buah dengan ukuran kecil sampai besar
dan agak cekung kedalam dari permukaan buah tersebut. Jamur ini akan
menyebabkan buah menjadi cepat busuk karena teksturnya menjadi lunak
sehingga akhirnya mengurangi hasil dan kualitas panen (Abdel, 2010).

Amerosporium sp.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, jamur Amerosporium sp. ditemukan pada
buah pepaya. Penampang makroskopis dari jamur Amerosporium sp. yaitu dengan
picnidia banyak, seta yang Panjang dan terlihat pada sampel berwarna hitam, antara
picnidia satu dengan yang lainya saling berdekatan. Gejala terinfeksi jamur
Amerosporium sp. ini yaitu munculnya bercak berwarna hitam dipermukaan kulit
buah berukuran kecil dan cekung kedalam. Penampakan jamur Amerosporium sp. ini
terlihat memiliki ukuran bercak yang besar dengan tekstur yang lunak dan basah.

Pythium sp.
Jamur Phytium sp. ditemukan pada komoditas buah pisang. Penampakan yang khas
tampak pada buah pisang yang terserang jamur ini adalah terdapat benang-benang
halus yang merupakan massa hifa pada permukaan kulit buah pisang. Phytium sp.
yang menyerang buah pisang, timbul adanya bercakbercak hitam yang cekung
kedalam berwarna coklat kebasahan pada permukaan kulit buah, dan dalam jangka
waktu yang cukup singkat buah tersebut menajdi busuk.

Phomoposis sp.
Jamur Phomopsis sp. ini hanya ditemukan pada komoditas tomat. Adapun gejala
terserangnya jamur ini pada tomat adalah adanya bercak-bercak bulat cekung
kedalam. Pada buah terdapat bercak coklat yang besar, melekuk, dan akhirnya
menyebar seluruh bagian buah. Kemudian pusat bercak menjadi kelabu dan
mempunyai banyak bintik-bintik berwarna hitam yang merupakan piknidium dari
jamur. Bagian yang busuk menjadi lunak, berlendir dan busuk berwarna hitam dan
kering.

Prevalensi dan kejadian penyakit pascapanen blueberry di California


Judul dan .C.L. Xiao dan S. Saito.
nama USDA - Layanan Penelitian Pertanian, Pusat Ilmu Pengetahuan No. 3
peneliti Pertanian Lembah San Joaquin, 9611 S. Riverbend Ave,
Parlier, CA, USA.
Resume Latar Belakang :
penelitian Pada Secara historis, Central Valley of California tidak dikenal untuk produksi
blueberry karena cuaca musim dingin yang ringan di wilayah tersebut. Namun,
pembentukan baru-baru ini kultivar blueberry highbush selatan rendah-dingin di iklim
hangat California telah secara signifikan meningkatkan luas areal produksi blueberry
di California tengah, yang sekarang menjadi daerah produksi blueberry highbush
selatan utama di Amerika Serikat (Jimenez et al., 2005) . Sebagian besar blueberry
yang ditanam di California ditujukan untuk pasar segar, dengan nilai produksi 2014
sebesar $ 119 juta (USDA-National Agricultural Statistics Service, 2016). Karena
produksi terus tumbuh, industri blueberry memiliki kebutuhan untuk memperpanjang
masa penyimpanan blueberry untuk memperpanjang periode pemasaran dan
meningkatkan ekspor. Namun, buah blueberry highbush rentan terhadap busuk buah
yang disebabkan oleh berbagai patogen jamur di lapangan dan setelah panen. Umur
penyimpanan potensial buah blueberry adalah 35 hingga 40 hari (Beaudry et al., 1992;
Hruschka dan Kushman, 1963).

Tujuan:
Untuk menentukan apa saja penyakit pascapanen utama yang memengaruhi blueberry
di wilayah tersebut pada suhu simpan yang berbeda.

Metode Penelitian :
Buah blueberry dikumpulkan pada saat panen dari 42 (27 konvensional dan 15
organik) dan 62 lot petani (49 konvensional dan 13 organik) masing-masing pada
tahun 2013 dan 2014; disimpan pada 0-2 ° C selama 5 minggu; dan kemudian
dievaluasi untuk keberadaan busuk buah. Agen penyebab busuk diisolasi dari buah
busuk dan diidentifikasi.

Hasil dan Pembahasan:


Insidensi pembusukan bervariasi di antara lahan petani, mulai dari 23 hingga 74%
pada 2013 dan dari 3 hingga 71% pada 2014 (Tabel 1). Rata-rata, 43,5 dan 25,1% dari
buah konvensional dan 45,8 dan 22,3% dari buah organik membusuk setelah 5
minggu penyimpanan dingin pada 2013 dan 2014, masing-masing. Tidak diketahui
mengapa rata-rata insiden peluruhan pada tahun 2013 lebih tinggi dari pada tahun
2013, tetapi perbedaan cuaca mungkin berkontribusi terhadap perbedaan dalam
insiden peluruhan antara dua tahun. Satu atau lebih dari satu jamur diisolasi dari
masing-masing buah membusuk. Rata-rata, Botrytis spp., Cladosporium spp.,
Alternaria spp., Aureobasidium pullulans, Rhizopus spp. (terutama R. stolonifer), dan
Penicillium spp. diisolasi dari 21-46, 6-13, 25-38, 12-29, 2-26 dan 2-8% dari buah
busuk sampel dari petani konvensional , masing-masing; dan dari 20-73, 5-18, 11-46,
7-19, 5-25, dan 3-4% buah busuk yang diambil sampelnya masing-masing dari petani
organik.
Judul dan Identifikasi Cendawan Penyebab Penyakit Pascapanen pada
nama Beberapa Buah di Yogyakarta. Ani Widiastuti*, Ovianne Hapsari
No. 4
peneliti Ningtyas, Achmadi Priyatmojo. Jurnal Fitipatologi Indonesia, ISSN :
0215-7950. Volume 11, nomoor 3, Juni 2015.
Resume Latar Belakang:
penelitian Produk pascapanen merupakan produk yang mudah rusak. Kehilangan pascapanen
pada buah dan sayuran cukup tinggi, sekitar 10–40%, bergantung pada komoditas dan
teknologi yang digunakan untuk pengemasan. Pembusukan buah dan sayuran yang
dipanen di negara maju akibat penanganan pascapanen diperkirakan mencapai 20–
25%. Kerugian pascapanen di negara-negara berkembang sering kali tinggi karena
penyimpanan dan fasilitas transportasi yang kurang memadai. Pengemasan yang
kurang baik dapat menimbulkan kontaminasi. Kebanyakan patogen yang menyerang
hasil pertanian dalam simpanan menginfeksi di lapangan pada fase prapanen.
Komoditas pascapanen membawa banyak spora pada waktu dipanen. Pemanenan
menyebabkan terjadinya luka pada buah atau sayuran sehingga spora cendawan dapat
dengan mudah masuk dan berkembang di dalamnya selama penyimpanan. Kerugian
terbesar pada sayuran dan buah-buahan yang disimpan ialah serangan mikrob yang
mengakibatkan pembusukan.

Tujuan:
Penelitian ini bertujuan menentukan genus cendawan penyebab busuk pada buah
pascapanen, yang dapat digunakan untuk mengetahui patogen penting pada
komoditas pascapanen saat ini dan dasar pengelolaan sebagai langkah lanjutan.

Metodologi:
Metode yang digunakan ialah pengambilan sampel, isolasi spora tunggal, pengamatan
morfologi, dan inokulasi. Setiap sampel buah busuk yang ditemukan kemudian
dibawa ke Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan Klinik, Fakultas Pertanian UGM.
Buah yang bergejala penyakit diisolasi pada medium agar-agar dekstrosa kentang
(ADK) dan dibuat biakan murni dari spora tunggalnya.

Hasil:
Cendawan penyebab busuk buah yang berhasil diidentifikasi didapatkan dari buah
alpokat, anggur, apel, belimbing, mangga, nanas, pepaya, pir, pisang, dan sawo (Tabel
1). Hasil inokulasi menunjukkan bahwa cendawan-cendawan tersebut menghasilkan
gejala yang serupa dengan gejala awal. Terdapat 10 jenis buah yang diamati memiliki
gejala busuk dan ditemukan 6 genus cendawan penyebab busuk kering buah
pascapanen, yaitu Pestalotia sp., Aspergillus sp., Alternaria sp., Lasiodiplodia sp.,
Fusarium sp., dan Colletotrichum sp.
Keterangan : Gejala busuk buah yang ditemukan di lapangan pada buah: a, Alpokat; b,
Anggur; c, Belimbing; d, Mangga; e, Nanas; f, Pepaya; g, Pisang; h, Pir; i, Sawo.

Judul dan Intensitas Serangan Jamur Penyebab Penyakit Umbi Kentang


nama (Solanum Tuberosum L.) Varietas Granola Dan Atlantik Pada
No. 5
peneliti Beberapa Perlakuan Media Simpan Di Gudang Penyimpanan. Nia
Suryaningsih1, Irwan Muthahanas2 Dan Ni Made Laksmi Ernawatii.
Resume Latar Belakang:
penelitian Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura yang saat ini
menjadi bahan pangan alternatif sebagai sumber karbohidrat selain padi, gandum dan
jagung (Idawati, 2012). Di daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) produksi tanaman
kentang mengalami penurunan hanya didapat dari dataran tinggi Lombok Timur (BPS
NTB, 2014). Kendala utama penurunan produksi kentang di Nusa Tenggara Barat
(NTB) adalah ketersediaan bibit yang sehat. Tersedianya bibit yang sehat dipengaruhi
oleh cara menyimpannya di gudang (Gunawan, 2006). Kerusakan umbi selama
penyimpanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tumpukan umbi selama
penyimpanan, suhu penyimpanan dan sirkulasi udara (Jufri et al., 2015). Hasil
penelitian Jufri et al. (2015) mengatakan bahwa kerusakan umbi di gudang
penyimpanan disebabkan oleh penyakit busuk kering (Fusarium spp.), penyakit

Tujuan:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui intensitas serangan jamur penyebab
penyakit umbi kentang (Solanum tuberosum L.) varietas Granola dan Atlantik pada
beberapa perlakuan media simpan di gudang penyimpanan.

Metodologi:
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Mataram. Faktor varietas terdiri dari 2 (dua) aras : kentang varietas Atlantik (D1) dan
kentang varietas Granola (D2). Umbi kentang varietas Granola dan Atlantik
didapatkan dari petani kentang di Sembalun sebanyak 1.050 umbi kentang (525
varietas Granola dan 525 varietas Atlantik). Penyimpanan umbi kentang dilakukan
dengan cara dimasukkan ke dalam karung masingmasing 35 umbi dengan berat
±0,700 kg.

Hasil:
Fusarium sp. merupakan jamur yang paling banyak menginfeksi umbi kentang. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Jufri et al. (2015) yang mengatakan bahwa jamur
patogen yang menyebabkan kerusakan umbi di Gudang penyimpanan yaitu Fusarium
sp. Selain jamur Fusarium sp. yang menginfeksi umbi kentang juga ditemukan tiga
macam jamur patogen lainnya. Jamur tersebut antara lain Phytophtora sp., Penicillium
sp., dan Alternaria sp.. Ketiga jamur tersebut berasal dari pertanaman kentang. Jamur
tersebut diduga telah terdisposisi dipermukaan umbi kentang pada saat di lapangan,
yang pada akhirnya terbawa oleh umbi yang disimpan. Pada saat di simpan jamur
tersebut akan mengalami perkembangan dan akan terus menginfeksi umbi kentang
apabila faktor lingkungan mendukung. Deskripsi masing-masing jamur yang
ditemukan diuraikan sebagai berikut:

1. Alternaria sp.
Alternaria sp. merupakan salah satu jamur yang menginfeksi pada pertanaman
kentang. Gejala yang ditimbulkan oleh jamur Alternaria sp. Gejala jamur yang terlihat
pada umbi kentang yang masih utuh adalah berupa bercak pada kulit umbi berwarna
cokelat tua, bentuknya tidak teratur, lama kelamaan bercak tersebut akan menyebar
ke seluruh bagian umbi.
2. Fusarium sp.
Jamur Fusarium sp. akan menginfeksi umbi kentang di penyimpanan apabila umbi
mengalami luka akibat penanganan pada saat panen, pascapanen sampai penyimpanan
(Selman et al., 2008). Gejala yang diakibatkan oleh Fusarium sp. pada umbi kentang
yang masih utuh adalah terdapat bercak-bercak kering berlekuk, berwarna cokelat tua,
bentuknya utuh, dan lama-kelamaan bercaknya akan menyebar

3.Phytophthora sp.
Phytophthora sp. merupakan salah satu jamur yang menginfeksi pada pertanaman
kentang. Gejala jamur Phytophthora sp. yang terlihat pada umbi kentang yang masih
utuh adalah terdapat bercak yang mengendap, permukaan umbi yang berkerut,
berwarna lebih tua dari kulit umbinya.
4. Penicillium sp.
Penicillium sp. merupakan salah satu jamur yang menginfeksi pada pertanaman
kentang. Gejala Penicillium sp. yang terlihat pada umbi kentang yang masih utuh yaitu
terdapat bercak yang berlekuk, berwarna cokelat. Apabila umbi dipotong daging umbi
yang terinfeksi jamur Penicillium sp. terdapat gumpalan miselia berwarna putih yang
menyelimuti daging umbi kentang.

Judul dan Investigasi Penyakit Busuk Ujung Lancip Buah Salak pada Rantai
nama Pasok. Jamaludin, Lilik Pujantoro Eko Nugroho,dan Emmy
No. 6
peneliti Darmawati. Jurnal keteknikan pertanian, vol 6 No. 2 2018.

Resume Latar Belakang:


penelitian Salak pondoh merupakan tanaman hortikultura asli Indonesia yang telah
diprioritaskan sebagai komoditi ekspor dan konsumsi dalam negeri cukup tinggi.
Menurut Dirjen Hortikultura, Kementerian Pertanian (2018), produksi buah salak
nasional pada tahun 2016 sebesar 702 345 ton dan meningkat pada tahun 2017
menjadi 739 202 ton. Namun volume ekspor tahun 2017 baru sebesar 966 ton dengan
tujuan ekspor Cina, Malaysia, dan Saudi Arabia. Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, khususnya Kabupaten Sleman merupakan salah satu sentra produksi
buah salak pondoh terbesar di Indonesia. Kerusakan buah salak pondoh yang paling
umum terjadi adalah busuk pada ujung/sisi lancip buah disebabkan oleh
mikroorganisme. Penyebutan bagian ujung lancip buah salak pondoh oleh masyarakat
sejatinya adalah pangkal buah yang menempel pada tandan. Busuk ujung lancip buah
salak pondoh berakibat pada perubahan aroma, rasa, dan tekstur. Aroma yang tidak
sedap, tekstur lunak, serta penampilan yang tidak menarik dapat menurunkan nilai
jual produk bahkan terjadi penolakan pasar. Pada tingkat pasar, penyakit busuk buah
salak ditandai dengan gejala cendawan putih pada permukaan buah yang disebabkan
oleh Chalaropsis sp. (Pratomo et al. 2009).

Tujuan:
Tujuan penelitian ini ialah mengkaji pola rantai pasok salak pondoh, jenis
mikroorganisme penyebab penyakit busuk ujung lancip buah salak, dan besarnya
tingkat kehilangan pascapanen yang disebabkannya

Metodologi:
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei untuk memperoleh pola rantai
pasok salak pondoh dan tingkat kehilangan pascapanen. Survei (wawancara dan
observasi) dilakukan di setiap pelaku rantai pasok di sentra produksi salak pondoh,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Pengamatan laboratorium untuk mengidentifikasi
mikroorganisme penyebab penyakit dilakukan dengan metode isolasi spora tunggal
pada PDA dan pengamatan morfologi cendawan.

Hasil:
Mikroorganisme Penyebab Penyakit Busuk Ujung Lancip Buah Salak terdapat 5 jenis
cendawan yaitu Thielaviopsis paradoxa (De Seynes) Hohnel, Mycelia sterilia,
Rhizopus stolonifer (Ehrenberg) Vuillemin, Mucor sp., dan Colletotrichum
gloeosporioides section.akan tetapi Mikroorganisme penyebab utama busuk ujung
lancip buah salak pondoh pada rantai pasok adalah cendawan T. paradoxa dengan
temuan sebanyak 58.4% dari total isolat. Ciri-ciri cendawan T. paradoxa, miselium
berwarna hitam pada media PDA, tekstur hifa halus padat seperti permadani (ambal),
dan pertumbuhan koloninya cepat. T. paradoxa memproduksi dua tipe spora aseksual
yaitu endokonidium dan klamidospora. Cendawan C. gloeosporioides memiliki warna
koloni putih cerah, hifa seperti kapas menggunung, pertumbuhan sangat lambat.
Konidia C. gloeosporioides berbentuk bulat panjang dengan bagian ujung membulat,
berwarna hialin, bersel satu, tidak bersekat, dan jorong memanjang

Judul dan Thielaviopsis paradoxa, Thielaviopsis basicola (Membusuk Hitam,


nama Membusuk Root Hitam). I.G.N. Hewajulige1 and R.L.C. No. 7
presenter Wijesundera2
Resume Latar Belakang:
penelitian Peningkatan produksi dan distribusi pertanian yang signifikan produk ke pasar lokal,
nasional dan internasional telah tercapai melalui perkembangan pertanian modern
yang diperkenalkan dalam beberapa dekade terakhir. Meskipun terdapat peningkatan
produksi ini, kerugian pascapanen yang tinggi dari komoditas hortikultura lazim
karena praktik penanganan pascapanen yang tidak tepat dan pembusukan pascapanen
melalui penyakit yang disebabkan oleh beberapa jamur dan juga bakteri termasuk
Thielaviopsis paradoxa (De Seynes) Hohn dan Thielaviopsis basicola (Berk dan
Broome) Ferraris, yang termasuk dalam kategori ini untuk keluarga
Ceratocystidaceae. Kedua jamur ini merupakan patogen tanaman di Indonesia alam
dan menyebabkan penyakit pada tanaman agronomis, pohon buah-buahan, dan pohon
kayu dan juga di beberapa tanaman hias daun. Rangkaian inang dari T. Paradoxa
termasuk tanaman yang penting secara ekonomi seperti nanas, kelapa, tebu, kurma,
pisang, sorgum, kakao, ubi jalar dan jagung. Jamur T. basicola menginfeksi berbagai
tanaman rumah kaca, tanaman hias herba dan beberapa tanaman sayuran dan ladang
yang penting, termasuk wortel, kacang, tembakau dan kacang

Hasil:
Penyakit busuk hitam nanas dimulai di lapangan ketika organisme penyebab
memasuki buah melalui gagang bunga potong atau luka dan luka lainnya seperti
kerusakan memar atau melalui lubang alami pada cangkang. Biasanya, infeksi terjadi
8-12 jam setelah luka (Cho et al., 1977). Suhu tinggi dan kelembaban relatif lazim di
iklim tropis di mana nanas yang tumbuh dominan memperburuk perkembangan
penyakit. Keparahan Penyakit ini tergantung pada beberapa faktor pascapanen seperti
tingkat luka atau memar selama panen dan pengepakan, tingkat inokulasi pada buah
dan penyimpanan selama transportasi dan pemasaran (Swroop Kumar, 2007). Infeksi
wortel oleh T. basicola mungkin terkait dengan inokulum awal kepadatan di lapangan
dan kontaminasi silang terutama selama hydrocooling (Punja et al., 1992; Weber dan
Tribe, 2004). Eshel et al. (2009) menemukan bahwa luka jaringan yang disebabkan
oleh menyikat wortel pasca panen meningkatkan insiden penyakit, sedangkan
menghindari proses sikat menghilangkan perkembangan penyakit selama
penyimpanan dan masa simpan setelah penyimpanan dibandingkan dengan wortel
yang tidak disikat.

Judul dan Potensi Ekstrak Kangkung (Ipomea Aquatica Forsk.) Sebagai


nama Biofungisida Untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Buah No. 8
peneliti Fusarium Pada Buah Tomat. Eva Marhaenis.
Resume Latar Belakang:
penelitian Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang potensial untuk
dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan potensi ekspor
yang besar. Rata-rata produksi tomat di Indonesia dalam 5 tahun terakhir (2005 –
2009) mencapai 698.254,6 ton/tahun dengan rata-rata produktivitas 12 ton/ha. Nilai
ini masih jauh di bawah rata-rata produktivitas tomat di Amerika Serikat yang
mencapai 65,5 ton/ha (BPS 2009). Namun demikian, menurut Cahyono (2008)
banyak kendala yang dihadapi dalam upaya mendukung peningkatan produksi serta
mutu hasil produk untuk memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor komoditas tomat,
antara lain kurang tersedianya bibit bermutu tinggi, besarnya biaya produksi
disebabkan penggunaan pestisida dan pupuk yang berlebihan, dan gangguan
organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Organisme pengganggu tumbuhan tomat
ada yang menyerang saat masih ditanam, dan ada juga yang menyerang saat buah
sudah dipanen/pascapanen. Penyakit-penyakit yang biasa menyerang tanaman tomat
di antaranya penyakit layu Fusarium dan busuk buah Fusarium yang disebabkan oleh
cendawan Fusarium sp.

Tujuan:
Penelitian bertujuan menguji keefektifan ekstrak kangkung sebagai biofungisida
untuk mengendalikan penyakit busuk buah Fusarium pada tomat.

Metode penelitian:
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Buah tomat berasal dari pasar,
sedangkan tanaman kangkung diperoleh dari petani kangkung di wilayah Ranca
Bungur, Kabupaten Bogor. Pengujian ekstrak kangkung dilakukan dengan metode in
vitro dalam laboratorium dan in vivo, yaitu pengaplikasiannya pada buah tomat.

Hasil:
Daya hambat ekstrak batang kangkung terhadap pertumbuhan Fusarium sp. secara in
vitro berkisar antara 3,40% dan 8,67% , sedangkan daya hambat ekstrak daun
mencapai 13,74% - 45,55%. Apabila dibandingkan antara aplikasi ekstrak batang
dengan ekstrak daun, dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak daun lebih efektif
dalam menghambat pertumbuhan Fusarium sp. daripada ekstrak batang kangkung.
Perlakuan ekstrak daun kangkung pada konsentrasi 20% menunjukkan daya hambat
yang paling tinggi, yaitu sebesar 45,5%. Dengan demikian, ekstrak daun kangkung
konsentrasi 20% (D4) paling efektif dalam menekan pertumbuhan Fusarium sp.
Dalam uji in vitro ekstrak kangkung konsentrasi 20% dapat menekan pertumbuhan
koloni Fusarium sp. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kangkung konsentrasi
20% mempunyai potensi sebagai biofungisida untuk mengendalikan pertumbuhan
Fusarium sp. Dalam pengujian in vivo ekstrak daun kangkung konsentari 20% mampu
menunjukkan daya hambat dan masa inkubasi yang lebih lama bila dibandingkan
dengan kontrol negatif.
Judul dan Kontrol Biologis Pascapanen Buah Jeruk . Carla A. Nunes, Teresa
nama Manso dan M Emília Lima-Costa. Tree and Forestry Science and
No. 9
peneliti Biotechnology 3 (Special Issue 2), 116-126 2009. Global Science
Books
Resume Latar Belakang:
penelitian Kerugian ekonomi akibat kerusakan pascapanen sangat penting di seluruh dunia, dan
fungisida adalah cara utama untuk mengendalikan kerugian ini. Kekhawatiran publik
dalam keamanan pangan dan peningkatan populasi yang resisten terhadap patogen
telah meningkatkan minat untuk mengembangkan fungisida alternatif untuk
mengendalikan penyakit buah pascapanen. Penelitian dalam pengendalian biologis
menggunakan mikroorganisme antagonis telah dikembangkan sebagai alternatif
keamanan pangan yang penting. Biokontrol produk pascapanen memiliki keuntungan
berada dalam lingkungan yang terkendali yang dapat dimanipulasi untuk mendukung
agen biokontrol. Sebenarnya sudah ada di pasaran tiga biofungida untuk
mengendalikan penyakit pascapanen buah, termasuk buah jeruk. Sangat mungkin
bahwa beberapa produk lagi akan memasuki pasar dalam waktu dekat, sebagai hasil
dari program penelitian pengendalian biologis di seluruh dunia.

Tujuan:
Untuk mengetahui pengendalian penyakit pada buah jeruk pasca panen secara hayati.

Hasil:
Pengendalian secara Biologi yang diterapkan adalah menerapkan Antibiosis,
Persaingan untuk mendapatkan nutrisi dan / atau ruang, Parasitisme dan produksi
enzim litik serta Menginduksi resistensi pada buah dengan senyawa mudah menguap.

Penyakit pascapanen penting lainnya dari buah jeruk adalah busuk asam yang
disebabkan oleh Geotrichum candidum Link. Penyakit ini kurang penting daripada
yang lain, tetapi tidak boleh diremehkan karena infeksi awal mudah ditumbuhi oleh
jamur lain (Smoot et al. 1983). Insiden kerusakan buah yang disebabkan oleh G.
candidum meningkat setelah musim hujan yang berkepanjangan (Smoot et al. 1983)
dan ketika panen terjadi setelah curah hujan yang melimpah (Tuset 1987). Asam
membusuk terutama penyakit dalam penyimpanan dan dalam perjalanan dan
dilaporkan paling sering pada lemon (Citrus limon (L.) Burm.f), limes (Citrus
aurantifolia (Christm.) Swing) dan grapefruits (Citrus paradise Macf.), Yang sering
disimpan untuk waktu yang lama (Barkai-Goland 2001). Penyakit pascapanen penting
lainnya yang dapat terjadi pada buah jeruk adalah busuk batang yang disebabkan oleh
Phomopsis citri Fawcet atau Alternaria citri Ell & Pierce, busuk cokelat yang
disebabkan oleh Phytophthora spp. dan antraknosa disebabkan oleh Colletotrichum
gloeosporioides (Penz.) Sacc. Mereka, secara umum, infeksi buah belum matang di
pra panen, tetapi terwujud hanya setelah panen.
Judul dan Penyakit Pascapanen Gooseberry India dan
nama Cara Pengendaliannya. Priyamedha Sengupta, Surjit Sen, Khushi
peneliti Mukherjee & Krishnendu Acharya. International Journal of Fruit No. 10
Science ISSN: 1553-8362
Resume Latar Belakang:
penelitian Gooseberry India dapat ditanam di berbagai kondisi tanah - dari lempung berpasir
hingga tanah liat. Tumbuh baik di daerah kering dan semi kering. Petani khususnya
dapat mengambil manfaat dari penanamannya karena gooseberry India dapat tumbuh
dengan baik di tanah marginal juga. Gooseberry India dikenal memiliki sejumlah
manfaat kesehatan. Ini telah sering digunakan dalam sistem pengobatan Ayurveda
dan Unani (Pathak, 2003). Ini memiliki asam askorbat yang sangat tinggi, yaitu,
konten Vitamin C, sekitar 20 kali lebih tinggi dari jeruk (Tarwadi dan Agte, 2007).

Hasil:
Banyak penyakit pascapanen yang disebabkan oleh patogen jamur telah dilaporkan
pada gooseberry India. Penyakit jamur pascapanen dari gooseberry India: (I)
Anthracnose oleh Colletotrichum gloeosporioides. (II) Busuk buah oleh Penicillium
digitatum, (III) Busuk lunak oleh Phomopsis Phyllanthus. (IV) Buah busuk oleh
Aspergillus niger.

Adapun Strategi untuk menangani pascapanen adalah :


Metode Fisik
Dehidrasi adalah teknik tertua dan sangat murah untuk memperpanjang umur simpan
buah dan sayuran (Doymaz, 2007). Mikroba membutuhkan kelembaban yang cukup
untuk tumbuh dan menyebabkan pembusukan. Dehidrasi atau pengeringan adalah
metode menghilangkan kelembaban dari buah-buahan dan sayuran yang pada
gilirannya mencegah pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim, meminimalkan
banyak reaksi degradasi diperantarai uap air (Boyer dan Huff, 2008; Krokida dan
Marinos-Kouris, 2003). Berbagai teknik pengeringan seperti pengeringan udara-
osmo, pengeringan matahari langsung, pengeringan matahari tidak langsung, dan
pengeringan oven digunakan pada masa sekarang untuk menjaga buah dan
memperpanjang umur simpannya.
Metode Kimia
Aplikasi pestisida dan fungisida adalah metode perlindungan tanaman yang biasa
terhadap penyakit menular. Aplikasi beberapa fungisida pra-panen telah
menghasilkan pengurangan kerusakan pasca panen serta peningkatan umur simpan
beberapa tanaman. Mencelupkan buah gooseberry India dengan Carbendazim pada
500 dan 1000 ppm, masing-masing, menunjukkan resistensi maksimum terhadap
Penicillium funiculosum bila dibandingkan dengan perawatan dengan fungisida
sintetik lainnya seperti benomil, tembaga logam, Captan, Mancozeb, dll. (Yadav et
al., 2012).
Metode Biologis
Metode biologis terutama melibatkan pengenalan mikroba antagonis seperti berbagai
jenis jamur dan bakteri dalam mengendalikan beberapa penyakit tanaman. Antagonis
ini memiliki berbagai mode tindakan yang meliputi antibiotik dan / atau persaingan
untuk nutrisi dan ruang (Wisniewski dan Wilson, 1992).

Anda mungkin juga menyukai