Anda di halaman 1dari 174

Geologi Regional Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat,

Sulawesi Selatan
(Oleh Rab. Sukamto dan Supriatna S. Tahun 1982)

PENDAHULUAN

Pemetaan geologi di Lembar Pangkajene dan


Watampone Bagian Barat. Sulawesi Selatan,
di laksanakan dalam rangka Proyek Pemetaan
Geologi dan interpretasi Foto Udara, Pelita 1,
oleh Subdirektorat Perpetaan, Direktorat
Geologi (sekarang Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi). Semula pemetaan
dilaksanakan secara tinjau dengan tujuan
untuk melengkapi data geologi guna kompilasi
Peta Geologi Regional sekala 1:1000.000 yang
sekarang sudah terbit (Sukamto, 1975).
Pemetaan tinjau dilakukan selama Agustus
dan September 1971 oleh R. Sakamto. H.
Sumadirdja, TS. Suriatmadja. KA. Astadiredja,
dan dibantu oleh S. Hardoprawiro. D. Sudana,
N. Ratman dan E. Titersole
Data geologi tinjau yang dihasilkan pada 1971
kemudian dilengkapi sejumlah lintasan geologi
yang lebih rapat, yang dilakukan dari
September disusun menjadi peta1 geologi
ber sistem Luar Jawa, sekala 1:250.000.
Pemetaan selama dilakukan oleh R Sukamto,
S. Supriatna. A Yasin, Sukardi, dan dibantu
oleh Y. Noya. I. Umar. R. L. Situmorang, A.
Koswara dan Sahardjo. Selama 1978 dan
1979 juga diperoleh data geologi setempat
oleh R. Sukamto dan S. Santosa yang dipakai
untuk memperbaiki beberapa bagian dari peta
geologi ini.
Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian
Barat terletak antara kordiniat 119o 05‘ - 120o
45‘ BT dan 4o – 5o LS; meliputi Daerah Tk. II
Kabupaten
Maros,
Pangkep,
Barru
Watansoppeng, Wajo, Watampone, Sinjai dan
Kotamadya Parepare: semuanya termasuk
Daerah Tk. 1 Propinsi Sulawesi Selatan.
Lembar peta berbatasan dengan Lembar
Majene-Palopo di utara, Lembar Ujung
Pandang, Benteng dan Sinjai di selatan, Selat
Makasar d barat dan, Teluk Bone di timur.

Daerah ini mempunyai penduduk yang relatif


lebih padat daripada bagian lain Sulawesi
Selatan bertempat tinggal di kota kabupaten
dan kecamatan, penduduk terdapat di desa
dan kampung di sepanjang semua jalan
utama yang menuju ke daerah pedalaman.
Sebagian besar penduduk bertani sawan
sehingga membuat daerah ini penghasil padi
yang utama di Sulawesi. Penduduk di
sepanjang pantai kebanyakan nelayan yang di
kota
kebanyakan
berniaga
atau
jadi
karyawan. Kehidupan sosial di daerah ini
mencerminkan
kehidupan
asli
Sulawesi
Selatan. Seperti Bugis, Makassar, dan Bajo.
Penduduk kebanyakan beragama Islam, tetapi
tetapi yang beragama Katoilik dan Protestan
serta yang beragama lain hanya sedikit.
Fisiografi lengan selatan sulawesi yang
berarah utara-selatan mempengaruhi keadaan
iklimnya. Seperti di daerah lndonesia yang
lain, di sini pun ada dun musim, yaitu musim
hujan dan musim kemarau. Di bagian barat
musim berbeda waktunya dengan di bagian
timur.
Musim
hujan
di
bagian barat
berlangsung dari Nopember sampai April, dan
di bagian timur dan Mei sampai Oktober.
Hutan lebat hanya ditemukan di daerah
berdongak tinggi, yaitu di pegunungan
sebelah barat dan timur. Daerah berdongak
rendah sebagian besar daerah pertanian.
Binatang liar sudah jarang ditemui di daerah
ini; yang terlihat hanya ular, kijang, anoang
dan kera.
Daerah pemetaan sangat mudah dicapai.
Hubungan udara yang pada 1971 antara
Jakarta dan Makassar (sekarang Ujung
Pandang) hanya berlagsung beberapa kali
dalam seminggu. sekarang telah berubah jadi
beberapa kali dalam satu hari Lapangan udara
Ujung Pandang, Mandai, terletak di bagian
baratlaut Lembar Ujung Pandang, Benteng
dan Sinjai. Hampir seluruh daerah pemetaan
dapat dengan mudah dicapai dengan mobil.
Semua kota kabupaten dan sebagian dari kota
kecamatan mempunyai hubungan jalan yang
dapar dilalui kendaraan mobil, jalan desa dan
setapak dapat ditemukan hampir di seluruh
daerah ini.
Peta dasar yang dipakai dalam pemetaan ini
adalah peta topografi bersekala 1 :250.000.
AMS Seri T-503, 1965, No SB 50-4 dan 51-1

1
yang juga dipakai sebagai peta dasar
Kompilasi. Untuk lapangan dipakai peta
topografi bersekala 1 : 50.000. Di samping itu
dipakai potret udara yang melingkupi bagian
barat lembar, dan sebagian dari bagian timur.
Potret ini sebagiar besar bersekala 1 : 50.000.
selain yang bersekala 1: 10.000.
Penyelidikan geologi sebelumnya di lembar ini
dilakukan oleh Steiger (1915), t‘Hoen &
Ziegler (1917). Sung (1948). Hooijer (1949)
dan Patty & Wiryosujono (1962); yang terbaru
di lakukan oleh van Leeuwen (1974).
GEOMORFOLOGI
Di
daerah
Lembar
Pangkajene
dan
Watampone Bagian Barat terdapat dua baris
pegunungan yang memanjang hampir sejajar
pada arah utara-barat laut dan terpisahkan
oleh lembah Sungai Walanae. Pegunungan
yang barat menempati hampir setengah luas
daerah, melebar di bagian selatan (50 km)
dan menyempit di bagian utara (22 km).
Puncak tertingginya 1694 m, sedangkan
ketinggian
rata-ratanya
1500
m.
Pembentuknya
sebagian
besar
batuan
gunungapi. Di lereng barat dan di beberapa
tempat di lereng timur terdapat topografi
kras, penceminan adanya batugamping. Di
antara topografi kras di lereng barat terdapat
daerah pebukitan yang dibentuk oleh batuan
Pra-Tersier. Pegunungan ini di baratdaya
dibatasi oleh dataran Pangkaiene-Maros yang
luas sebagai lanjutan dari dataran di
selatannya.
Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit
dan lebih rerdah, dengan puncaknya rata-rata
setinggi 700 m, dan yang tertinggi 787 m.
Juga
pegunungan
ini
sebagian
besar
berbatuan gunungapi. Bagian selatannya
selebar 20 km dan lebih tinggi, tetapi ke utara
meyempit dan merendah, dan akhirnya
menunjam ke bawah batas antara Lembah
Walanae dan dataran Bone. Bagian utara
pegunungan ini bertopografi kras yang
permukaannya sebagian berkerucut. Batasnya
di timurlaut adalah dataran Bone yang sangat
luas, yang menempati hampir sepertiga
bagian timur.
Lembah Walanae yang memisahkan kedua
pegunungan tersebut di bagian utara selebar
35 Km. tetapi di bagian selatan hanya 10 km.
Di tengah tendapat Sungai Walanae yang
mengalir ke utara Bagian selatan berupa
perbukitan rendah dan di bagian utara
terdapat dataran aluvium yang sangat luas
mengelilingi D. Tempe.

STRATIGRAFI

Kelompok batuan tua yang umurnya belum


diketahui terdiri dari batuan ularabasa, batuan
malihan dan batuan melange. Batuannya
terbreksikan dan tergerus dan mendaun, dan
sentuhannya dengan formasi dl sekitarnya
berupa sesar atau ketidselarasan. Penarikhan
radiometri pada sekis yang menghasilkan 111
juta
tanun
Kemungkinan
menunjukkan
peristiwa malihan akhir pada tektonik Zaman
Kapur. Batuan tua ini tertindih tak selaras
oleh endapan flysch Formasi Balangbaru dan
Formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000
m dan berumur Kapur Akhir. Kegiatan magma
sudah mulai pada waktu itu dengan bukti
adanya sisipan lava dalam flysch.
Batuan gunungapi berumur Paleosen (58,563,0 it), dan
diendapkan
dalam lingkungan laut, menindih tak selaras
batuan flysch yang berumur Kapur Akhir.
Batuan sedimen Formasi Malawa yang
sebagian besar dicirikan oleh endapan darat
dengan sisipan batubara, menindih tak selaras
batuan gunangai Paleosen dan batuan flysch
Kapur Akhir. Ke atas Formasi Malawa ini
secara berangsur beralih ke endapan karbonat
Formasi Tonasa yang terbentuk secara
menerus dari Eosen Awal sampai bagian
bawah Miosen Tengah. Tebal Formasi Tonasa
lebih kurang 3000 m, dan melampar cukup
luas
mengalasi batuan gunungapi Miosen
Tengah di barat. Sedimen klastika Formasi
Salo Kalupang yang Eosen sampai Oligosen
bersisipan batugamping dan mengalasi batuan
gunungapi Kalamiseng Miosen Awal di timur.
Sebagian besar pegunungan, baik yang di
barat maupun yang di timur, berbatuan
gunungapi. Di pegunungan yang timur,
batuan itu diduga berumur Miosen Awal
bagian
atas
yang
membentuk
batuan
Gunungapi Kalamiseng Di lereng timur bagian
utara pegunungan yang barat, terdapat
batuan Gunungapi Soppeng yang diduga juga
berumur Miosen Awal. batuan sedimen
berumur Miosen Tengah sampai Pliosen Awal
berselingan dengan batuan gunungapi yang
berumur antara 8,93-9,29 juta tahun. Secara
bersama batuan itu menyusun Formasi Camba
yang tebalnya sekitar 5000 m. Sebagian besar
pegunungan yang barat terbentuk dari
Formasi Camba ini yang menindih tak selaras
Formasi Tonasa.
Selama Miosen akhir sampai Pliosen, di
daerah yang sekarang jadi Lembah Walanae
di endapkan sedimen klastika Formasi
Walanae. Batuan itu tebalnya sekitar 4500 m,
dengan bioherm batugamping koral tumbuh di
beberapa tempat (batugamping Anggota
Taccipi). Formasi, Walanae berhubungan
menjemari dengan bagian atas Formasi

2
Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen
Akhir sampai Pliosen Awal merupakan sumber
bahan bagi Formasi Walanae. Kegiatan
gunungapi yang masih terjadi di beberapa
tempat selama Pliosen, dan menghasilkan
batuan gunungapi Parepare (4,25-4,95 juta
tahan)
dan
Baturape-Cindako,
juga
merupakan sumber bagi formasi itu.
Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah
itu semuanya berkaitan erat dengan kegiatan
gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok,
sill dan retas, bersusunan beraneka dari
basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit.
dan berumur berkisar dari 8.3 sampai 19 ± 2
juta tahun.
Setelah Pliosen Akhir, rupanya tidak terjadi
pengendapan yang berarti di daerah ini, dan
juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan
undak di utara Pangkajene dan di beberapa
tempat di tepi Sungai Walanae, rupanya
terjadi selama Pliosen. Endapan Holosen yang
luas berupa aluvium terdapat di sekitar D.
Tempe,
di dataran Pangkajene-Maros dan di bagian
utara dataran Bone.

Endapan Permukaan

Qpt
ENDAPAN UNDAK: kerikil, pasir dan
lempung,
membentuk
dataran
rendah
bergelombang di sebelah utara Pangkajene.
Terutama berasal dari batua pra-tersier di
sebelah timur Pangkajene. Satuan ini dapat
dibedakan secara morfologi dari endapan
aluvium yang lebih muda. Satuan ini
barangkali
dapat
dinasabahkan
dengan
endapan undak di dekat sungai Walanae yang
mengandung tulang gajah purba yang
berumur
Plistosen;
tidak
terpetakan.
Lempung, pasir dan kerikil yang tidak
terpetakan di daerah tata-sungai Walanae
mungkin termasuk satuan ini.
Qc
TERUMBU KORAL : batugamping
terumbu, dibeberapa tempat di sepanjang
pantai terangkat membentuk singkapan kecil.
Yang dipetakan hanya ditemukan di selatan
Marek. Di dangkalan Spermonde terumbuh
koral muncul ke atas muka laut, melampar
kira-kira 60 km di lepas pantai ke arah barat,
dan kira-kira 50 km di lepas pantai ke arah
timur di bagian selatan Lembar.
Qac
ENDAPAN ALUVIUM, DANAU DAN
PANTAI: lempung, lanau. lumpur pasir dan
kerikil di sepanjang sungai besar, di sekitar
lekuk Danau Tempe, dan di sepanjang pantai.

Endapan pantai setempat mengandung sisa


kerang dan batugamping koral (Qc). Sisipan
lempung laut yang mengandung moluska
(Arca,. Trocbus dan Cypraea) dan buncak besi
terdapat di sekitar Danau Tempe (t‘Hoen &
Ziegler, 1915). Undak sungai yang berumur
Plistosen (tak terpetakan) di Kampung
Sompoh, dekat Sungai Walanae, mengandung
tulang gajah purba yang dikenali sebagai
Archidiscodon celebensis (Hooijer, 1949).

Batuan Sedimen dan Bautan Gunungapi


Kb FORMASI BALANGBARU : sedimen tipe
flysch;
batupasir
berselingan
dengan
batulanau, batulempung dan serpih bersispan
konglomerat, batupasir konglomeratan. tufa
dan Lava; batupasirnya bersusunan grewake
dan arkosa. sebagian tufaan dan gampingan:
5
pada
umumnva
menunjukkan
struktur
turbidit; di beberapa tempat di temukan
konglomerat dengan susunan basal, andesit,
diorit. serpih, tufa terkersikkan, sekis, kuarsa,
dan bersemen batupasir; pada umumnya
padat dan sebagian serpih terkersikkan. Di
bawah mikroskop, batupasir dan batulanau
terlihat mengandung pecahan batuan beku.

metasedimen dan rijang radiolaria. Daerah


baratlaut mengandung banyak batupasir dan
ke arah tenggara, lebih banyak batulempung
dan serpih.
Baru-baru
ini
Labaratorium
Total
CTF
mengenali Globotruncana pada serpih lanauan dari sebelah timur Bantimala, dan
pada grewake dari jalan antara Padaelo
Tanetteriaja yang berumur Kapur Akhir (P.F
Burollet, hubungan tertulis, 1979).
Formasi ini tebalnya sekitar 2000 m; tertindih
tak selaras batuan Formasi Mallawa dan
Batuan
Gunungapi
Terpropilitkan,
dan
menindih tak selaras Kompleks Tektonik
Bantimala.

Km
FORMASI MARADA (van Leeuwen.
1974): sedimen bersifat flysch; perselingan
batupasir, batulanau, arkosa, grewake. serpih
dan konglomerat; bersisipan batupasir dan
batulanau gampingan, tufa. lava dan breksi
yang tersusun oleh basal, andesit dan trakit.
Batupasir dan batulanau berwarna kelabu
muda sampai kehitaman; serpih berwarna
kelabu tua sampai coklat tua: konglomerat
tersusun oleh kerikil andesit dan basal: lava
dan breksi terpropilitkan kuat dengan mineral
sekunder berupa karbonat, silikat, serisit,
klorit dan epidot. Fosil Globotruncana dari

3
batupasir gampingan yang dikenali oleh PT
Shell menunjukkan umur Kapur Akhir dan
diendapkan di lingkungan neritik dalam (T.M.
van Leeuwen, hubungan tertulis. 1978).
Formasi ini tebalnya lebih dari 1000 m.

setebal beberapa sentimeter


lapisan sampai 1,5 m.

Teos
FORMASI
SALO
KALUPANG:
batupasir,
serpih
dan
batulempung.
berselingan dengan konglomerat gunungapi,
breksi dan tufa bersisipan lava, batugamping
dan napal, batulempung. serpih dan batupasir
di beberara tempat tercirikan oleh warna
merah, coklat, kelabu dan hitam; setempat
mengandung fosil moluska dan foraminifera,
terutama di dalam lapisan batugamping dan
napal pada umumnya gampingan. padat dan
sebagian dengan urat kalsit, sebagian
serpihnya sabakan; kebanyakan lapisan
terlipat kuat dengan kemiringan antara 20° 57°.
penampang
di
Salo
Kalupang
memperlihatkan lebih banyak konglomerat di
bagian barat, dengan komponen andesit dan
basal. Di sebelah timur Palatae tersingkap
lebih banyak tufa dan batupasir daripada di
SaLo Kalupang. Di timur Samaenre terdapat
lebih banyak singkapan serpih daripada di
tempat lain; batuannya berwarna coklat
kemerahan dan kelabu berselingan dengan
batugamping berlapis (Teol) dan batupasir.

Research, hubungan tertulis, 1974) dan oleh


Robert H. Tschudy (Don E. Wolcort, USGS,
hubungan tertulis, 1973). Sepuluh buah
contoh dari singkapan B.32 (a-f) dan B.54 (ac, dan RR.10), daerah Tanetteriaja, dan
sebuah dari dekat galian lempung di Tonasa
mengandung fosil mikroflora sbb.: Acritarchs
sp., Anacolosidites sp., Anno daceae sp.
Barringtonia
sp,
Betulaceae
pollen,
Bombacaceae sp., Compositae sp. Cyatbidites
sp., Dicolpopollis cf , D. kalewesis, D.
verrucate, D. smooth, Dinoflagellates sp.,
Florscbuetzia
trilobata,
Gunnera
sp.,
Intratriporopollenites,
Leotriletes
sp.,
Monosulcate
pollen,
Monosulites
sp.,
Myricaceae pollen, Olacacea sp., Palmea
pollen,
Psilamonoletes
sp,.
Retitricolpitesantonii.
Retikutcbensis
(VENKATCHALA
&
KAR.
1968),
Sapotaceoidacpollenites sp., Sterculiaceae sp.,
Syncolporate
pollen,
Tetraporina
sp.,
Tricolpate pollen, Tricolpate verrucate pollen,
Triporate
pollen.
Verrucatosporites
sp.,
Verrustriletesmajor. dan Verrutricolporites sp.
Berdarsarkan fosil tersebut A . Khan dan R.H.
Tschudy memperkirakan umur Paleogen
dengan lingkungan paralas sampai dangkal.

Fosil foraminifera yang dikenali oleh D. Kadar


(hubungan tertulis, 1971 dan 1974). dan
lokasi A.29.b. Tc.239.b dan Tc.239.d yang, di
antaranya Discocyclina javana (VERBEEK),
Nummulites sp. , N. gizehensis FORSKAL. V
pengaronensis (VERBEEK), Heterostegina sp,
Catapsydrax
unicavus
BOLLI-LOEBLICHTAPPAN,
Globorotalia
opima
BOLLI.
Globigerina binaensis KOCH, Gn. tripartita
BOLLI. Gn. tapuriensis BLOW & BANNER, Gn.
venezuelana
HEDBERG,
ganggang
dan
lithothamnium. menunjukkan kisaran umur
Eosen Awal - Oligosen Akhir. Tebal satuan ini
diperkirakan tidak kurang dari 4500 m.

Tem
FORMASI MALAWA: batupasir,
konglomerat, batulanau. batulempung. dan
napal, dengan sisipan lapisan atau lensa
batubara dan batulempung;
Batupasirnya
sebagian
besar
batupasir
kuarsa, ada pula yang arkosa, grewake. dan
tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan
coklat muda; pada umumnya bersifat rapuh,
kurang padat; konglomeratnya sebagian
kompak; batulempung. batugamping dan
napal umumnya mengandung moluska yang
belum diperiksa, dan berwarna kelabu muda
sampai kelabu tua; batubara berupa lensa

dan

berupa

Penelitian palinologi terhadap sisipan batubara


telah dilakukan oleh Asrar Khan (M.E Scrutton, Robertson

Berdasarkan fosil Ostrakoda dari contoh


batuan B.45/e. E. Hazel memperkirakan,
umur Eosen (DL. Wolcort. USGS, hubungan
tertulis. 1973). Fosil Ostracoda yang dikenali
adalah:
Bairdiiac
sp,.
Cytberella
sp,.
Cytberelloidea
sp,.1
Cytberelloidea
sp.2
Cytboropteron
sp.1
Cytboropteron
sp.2,
Kritbinids
sp,.
Loxoconcba
sp,.
Paijenborcbella
sp,.
Pokornyella sp,. Traciryleberis sp,. Dan
xestoberis sp,.Tebal formasi ini tidak kurang
dari
400
m;
tertindih
selaras
oleh
batugamping Temt. dan menindih tak Selaras
batuan sedimen Kb dan batuan gunungapi
Tpv.

Temt FORMAST TONASA : batugamping


koral pejal sebagian terhablurkan. Berwarna
putih dan kelabu muda; batugamping
bioklastika dan kalkarenit. Berwarna putih
coklat muda dan kelabu muda. sebagian
berlapis baik, berselingan dengan napal
globigerina
tufaan;
bagian
bawahnya
mengandung
batugamping
berbitumen,
setempat bersisipan breksi batugamping dan

4
batugamping pasiran; di dekat, Malawa,
daerah Camba terdapat batugamping yang
mengandung glaukonit, dan di beberapa
tempat
di
daerah
Ralla
ditemukan
batugamping yang mengandung banyak
sepaian
sekis
dan
batuan
ultramafik;
batugamping berlapis sebagian mengandung
banyak foraminifera besar, napalnya banyak
mengandung foraminifera kecil dan beberapa
lapisan napal pasiran mengandung banyak
kerang (pelecypoda) dan siput (gastropoda)
besar.
Batugamping
pejal
pada
umumnya
terkekarkan kuat; di daerah Tanetteriaja
terdapat tiga jalur napal yang berselingan
dengan jalur barugamping berlapis.
Fosil dari batuan Formasi Tonasa telah
dikenali oleh D. Kadar (Hubungan tertulis
1971, 1973), Reed & Malicoat (M.W. Konts,
hubungan tertulis, 1972), Purnamaningsih
(hubungan tertulis, 1973, 1974), dan oleh
Sudiyono (hubungan tertulis, : 1973). Contoh
batuan yang dianalisa dari lokasi: A.46,
A.112, B.28.b. B.29. B30. B.33, P.58, B. 129,
C.8, C51, D.30, Ta.72, Ta.79. Ta.81, Ta.90.
Ta.131, Ta.134.d, Ta.186.a. Ta.452, Ta.506.
Tb.2. Tc.65.a. Tc.94, Tc.100, Tc.134, Td.6,
Td.20. Td.63, Td.70. Td.101, Td.112, Td.116,
Te.121, Te.216.a, Ti.1, Ti.3, dan Ti.9. Fosil
yang dikenali termasuk: Dictyoconus sp.,
Asterocydina sp., An. matanzensis COLE,
Biplanispira sp., Discocyclina sp., Nummulites
sp., N. atacicus LEYMERIE. N. pangaronensis
(VERBEEK), Fasciolites sp., F. oblonga
D‘ORBIGNY, Alveolinella sp., Orbitolites sp.,
Pellatispira sp., P. madaraszi HANTKEN, P.
orbitoidae PROVALE. P. provaleae YABE,
Spiroclypeus sp., S. tidoenganensis VAN DER
VLERK. S. verinicularis TAN, Globorotalia sp.,
Gl. centralis CUSHMAN & BERMUDEZ, Gl,
mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl. obesa
BOLLI,
Gl
preamenardii
CUSHMAN
&
STAINFORTH.
Gl.
siakensis
(LE
ROY),
Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS),
Gn. dehiscens (CHAPMAN-PARR COLLINS)
Hantkenina
alabamensis
CUSHMAN,
Heterostegina sp., H. bornensis VAN DER
VLERK,
Austrotrillina
bowcbini
(SCHLUMBERGER), Lepidocyclina sp.,

L. cf. Omphalus TAN, L. Ephippioides JONES,


L,
sumatrensis
(BRADY),
L.
parva
OPPENOORTH, Iniogypsina sp., Globigerina
sp.,
G.
venezuelana
HEDBERG,
Globigerinoides sp., Gd. altiaperturus BOLLI,
Gd. immaturus LE ROY, Gd. Subquadratus
BRONNI- MANN, Gd. trilobus (REUSS),
Orbulina bilobata (D‘ORBIGNY). O. suturalis
BRONNIMANN,
O.
universa
D‘ORBIGNY,

Opercuna
sp.,
Amphistegina
sp.
dan
Cycloclypeus
sp.
Gabungan
fosil
ini
menunjukkan kisaran umur dari Eosen Awal
(Ta.2) sampai Miosen Tengah (Tf), dan
lingkungan neritik dangkal hingga dalam dan
laguna. Tambahan pulah ditemukan fosil-fosil
foraminifera yang lain. ganggang, koral dan
moluska dalam formasi ini.
Tebal formasi ini diperkirakan tidak kurang
dari 3000 m; menindih selaras batuan
Formasi Malawa, dan tertindih tak selaras
batuan Formasi Camba; diterobos oleh sill,
retas, ban stok batuan beku yang bensusunan
basal, trakit, dan diorit.

Tmc
FORMASI CAMBA : batuan sedimen
laut berselingan dengan batuan gunungapi;
batupasir tufaan berselingan dengan tufa,
batupasir,
batulanau
dan
batulempung;
bersisipan
dengan
napal,
batugamping
konglomerat dan breksi gunungapi, dan
setempat
dengan
batubara,
berwarna
beraneka, putih , coklat, merah, kuning,
kelabu muda sampai kehitaman: umumnya
mengeras kuat dan sebagian kurang padat;
berlapisan dengan tebal antara 4 cm dan 100
cm. Tufanya berbutir halus hingga lapili; tufa
lempungan berwarna, merah mengandung
banyak mineral biotit; konglomerat dan
breksinya terutama berkomponen andesit dan
basal dengan ukuran antan 2 cm dan 40 cm;
batugamping
pasiran
dan
batupasir
gampingan mengandung pecahan koral dan
moluska: batulempung gampingan kelabu tua
dan napal mengandung foram kecil dan
moluska; sisipan batubara setebal 40 cm
ditemukan
di S. Maros. Pada umumnya
berlapis
baik,
terlipat
lemah
dengan
kemiringan sampai 30°.
Fosil dari Formasi Camba telah dikenali oleh
D. Kadar (hubungan tertulis. 1971, 1973,
1974). A.F Malicoat (M.W. Kontz, hubungan
tertulis, 1972), dan oleh Purnamaningsih
(hubungan tertulis, 1974), dari contoh
batuan: B.27, B.73, B.134. C.43, C.44. Ta.57.
Ta.153. Ta.243. Ta.275, Ta.276, Tc.48.
Tc.416. Td.46, Td.182. Td.332, dan Ti.15.
Fosil-fosil
yang
dikenali
termasuk:
Lepidocyclina
cf.
borneensis
PROVALE.
Lephippioides
JONES
&
CHAPMAN.
L.
sumatrensis
(BRADY)
Iniogypsina
sp.,
Globigerina
venezuelana
HEDBERG
,
Globorotalia baroemoenensis LEROY. Gl.
mayeri CUSHMAN & ELISOR, Gl menardii
(DORBIGNY. Gl lenguaensis BOLLI. Gl. lobata
BERMUDEZ.
G.l
obesa
BOLLI,
Gl.
peripheroacuta BLOW &

5
BANNER. Gl. praemenardii CUSHMANN &
STAINFORTH.
Gl.
siakensis
(LEROY)
Globoqudrina altispira (CUSHMAN JARVIS,, Gn
dehiscens
(CHAPMAN
PARR-COLLINS)
Globerinaoides
immaturus
LEROY.
Gd.
obliquas BOLLI, Gd. Sacculifer (BRADY, Gd.
Subquadratus BRONNIMANN. Gd. Trilobus
(REUSS), Orbulina universa D‘ORBIGNY,
Biorbulina bilobata (D‘ORBIGNY), Operculina
sp.,
Cycloclypeus
sp.,
Hastigerina
Praesiphonifera BLOW, Sphaeroidinellopsis
seminulina
(SCEWAGER),
Sp.
kochi
(CAUDRIE), dan Sp. subdehiscens BLOW.
Gabungan fosil ini menunjukkan umur
berkisar dari Miosen Tengah sampai Miosen
Akhir (N.9—N.15), dan lingkungan neritik.
Lagi pula ditemukan fosil-fosil foraminifera
yang lain, ganggang dan koral dalam formasi
ini. Kemungkinan sebagian dari Formasi
Camba diendapkan dekat daerah pantai.
Secara setempat ditemukan pula
fosil
berumur Pliosen Awal, seperti yang di sebelah
utara Ujung Pandang.
Satuan ini tebalnya sekitar 5000 m, menindih
tak selaras batugamping dari Formasi Tonasa
(Temt) dan batuan dari Formasi Malawa
(Tem), mendatar berangsur berubah jadi
bagian bawah dari pada Formasi Walanae
(Tmpw); diterobos oleh retas, Sil dan stok
bersusunan basal piroksen, andesit dan diorit.
Tmcv, Anggota Batuan Gunungapi; batuan
gunungapi bersisipan batuan sedimen laut;
breksi
gunungapi,
lava,
konglomerat
gunungapi, dan tufa berbutir halus hingga
lapili; bersisipan batupasir tufaan, batupasir
gampingan, batulempung mengandung sisa
tumbuhan,
batugamping
dan
napal.
Batuannya bersusunan andesit dan basal;
umumnya sedikit terpropilitkan, sebagian
terkersikkan, amigdaloidal dan berlubanglubang diterobos oleh retas, sill dan stok
bersusunan basal dan diorit; berwarna kelabu
muda, kelabu tua dan coklat.
Pemeriksaan petrografi menunjukkan fonolit
nefelin, porfiri sienit nefelin, diabas hipersten,
tufa batuan basa andesit, andesit, andesit
trakit dan basal leusit
(Subroto dan
Saefuddin, hubungan tertulis, 1972): dan
tefrit leusit basanit leusit, leusitit dan dasit
(von Steiger, 1913).
Penarikan Kalium Argon pada batuan basal
dari lokasi 7 menghasilkan 17,7 juta tahun
(Indonesia Gulf Oil, hubungan tertulis, 1972),
dasit dan andesit dari lokasi 1 dan 2 masingmasing menghasilkan umur 8,93 dan 9,29
juta tahun (ET.D. Obradovich, hubungan
tertulis, 1974), dan basal dari Birru

menghasilkan 6,2 juta tahun (T.M. vaan


Leeuwen,
hubungan
tertulis,
1978).
Beberapa lapisan batupasir dan batugamping
pasiran mengandung moluska dan sepaian
koral. Sisipan tufa
gampingan,
batupasir
tufa
gampingan,
batupasir
gampingan,
batupasir lempungan, napal dan batugamping
mengandung fosil foraminifera.

Fosil yang dikenali oleh Sudiyono dan


Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1973,
1974) dari lokasi Td.7 dan Td.338 adalah
Globigerina
venezuelana
(HEDBERG),
Globorotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl.
menardii (D‘ORBIGNY), Gl. siakensis (LEROY).
Gl. acostaensis BLOW, Gl. Cf. dutertrei,
Globoquadrin.a
altispira
(CUSHMAN
&
JARVIS), Globigerinoides extremus BOLLI. Gd
immaturus LEROY, Gd. obliqus BOLLI. Gd.
ruber (D‘ORBIGNY) Gd. sacculifer (BRADY),
Gd.
trilobus
(REUSS),
Hastigerina
aequilateralis
(BRADY),
dan
Sphaerodinellopsis
subdehiscens
(BLOW).
Baik gabungan fosil maupun data radiometri
menunjukkan jangka umur Miosen Tengah Miosen Akhir.
Batuannya sebagian besar diendapkan dalam
lingkungan
laut
neritik
sebagai
fasies
gunungapi Formasi Camba, menindih tak
selaras batugamping Formasi Tonasa dan
batuan Formasi Malawa; sebagian terbentuk
dalam lingkungan darat, setempat breksi
gunungapi mengandung sepaian batugamping
seperti yang ditemukan di S. Paremba; tebal
diperkirakan tidak kurang dari 4000 m.
Tmca : Basal di sekatar G. Gatarang yang
dikelilingi
tebing
melingkar
menyerupai
kaldera, dan juga di beberapa tempat yang
lain, tercirikan oleh limpahan kandungan
leusit.
Tmcl, Anggota Batugamping, batugamping,
batugamping tufaan, batugamping pasiran,
setempat dengan sisipan tufa; sebagian
kalkarenit, pejal dan sarang, berbutir halus
sampat
kasar;
putih,
kelabu,
kelabu
kecoklatan, coklat muda dan coklat; sebagian
mengandung
glaukonit:
fosil
terutama
foraminifera, dan sedikit moluska dan koral.
Fosil yang dikenali oleh D. Radar (hubungan
tertulis, 1973) dan contoh batuan Ta.37,
Ta.52, Ta.58.a, Td.104 dan Td.105, adalah:
Lepidocyclina sp., L. cf) omphalus TAN, L.
sumtrensis (BRADY), B. Verbeeki (NEWTON &
HOLLAND), Mogypsina sp., M. thecidaeforinis
(RUTTEN), M. cf. cupulaeforinis (ZUFFARDICOMERCY), Globorotalia sp., Gl. Mayeri
CUSHMANN
&
ELLISOR,
Gl.
lobata

6
BERMUDEZ, Gl. praemenardii CUSHMANN &
STAINFORTH. Gl praescitula BLOW, Gl.
siakensis (LEROY), Globorotaloides variabilis
BOLLI, Globoquadrina altispira (CUSHMAN &
JARVIS), Gn. globosa BOLLI, Globigerinoides
sp., Gd. immaturus LEROY. Gd. sacculifer
(BRADY) Gd. subquadratus BRONNIMANN,
Biorbulina bilobata (D‘ORBIGNY), Orbulina
suturalis
BRONNIHANN,
O.
universa
D‘ORBIGNY, Hastigerina siphonifera
(D‘ORBIGNY),
Sphaeroidinellopsis
kochi
(GAUDRIE), Sp. Seminulina (SGHWAGER),
Operculina sp., Amphistegina sp., Cyclocypeus
sp., dan ganggang. Gabungan fosil tersebut
menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf; N.9 N. 13).

Tmpw
FORMAS1 WALANAE : batupasir
berselingan dengan batulanau, tufa, napal,
batulempung. konglomerat dan batugamping:
Sebagian memakas dan sebagian repih;
umumnya berwarna muda, putih keabuan,
kecoklatan dan kelabu muda. Batupasir
berbutir halus sampai kasar, umumnya tufaan
dan gampingan, terdiri terutama dari sepaian
batuan beku dan sebagian mengandung
banyak kuarsa. Komponen batuan gunungapi
jumlahnya bertambah secara berangsur ke
arah barat dan selatan, terdiri dari butiran
abu hingga lapili, tufa kristal, setempat
mengandung banyak batuapung dan biotit.
Konglomerat ditemukan lebih banyak di
bagian selatan dan barat, tersusun terutama
dari kerikil dan kerakal andesit, trakit dan
basal. Ke arah utara dan timur jumlah
karbonat dan klastika bertambah; di sekitar
Tacipi batugamping berkembang jadi anggota
Tacipi;
di
daerah
sekitar
Watampone
ditemukan lebih banyak batugamping pasiran
berlapis yang berselingan dengan napal.
batulempung, batupasir dan tufa.
Fosil foram kecil banyak ditemukan di dalam
napal dan sebagian batugamping; setempat
moluska ditemukan melimpah di
dalam
batupasir, napal dan batugamping; di daerah
selatan setempat ditemukan ada tumbuhan di
dalam batupasir silangsiur dan beberapa lensa
batubara di dalam batulempung; batutahu
ditemukan
di
dalam
batupasir
dekat
Pampanua dan Sengkang, daerah utara.
Fosil foraminifera yang dikenali oleh D. Kadar
(hubungan tertulis, 1973. 1974), oleh
Pumarnaningsih dan M. Karmini (hubungan
tertulis, 1974) dan contoh batuan Ta.150.
Ta.157,
Ta.168.
Ta.192.
Ta.219.
Ta.
24O Ta.389, Tc.296.a, Td.43, dan Te.75,
adalah: Lepidocyclina sp., Katacyclocypeus

sp., Miogypsina sp.. Globigerina bulloides


DORBIGNY, G. nephentes DODD, Globorotalia
obesa BOLLI. Gl. dutertrei (D‘ORBIGNY), Gl.
lobata BERMUDEZ, Gl. Scitula (BRADY), Gl.
acostaensis BLOW. Gl. crassula CUSHMAN &
STEWART, Gl. merotumida BLOW & BANNER
Gl. Tumida (BRADY;, Globoquadrina altispira
(CUSHMAN
&
JARVIS),
Globigerinoides
conglobatus, BRADY. Gd. Extremus BOLLI,
Gd. immaturus LEROY. Gd. ruber (D‘ORBINY)
Gd. sacculifer (BRADY). Gd. obliquus BOLLI,
Gd. trilobus (REUSS). Orbulina universa
D‘ORBIGNY,
Hastigerina
aequilateralis
(BRADY),
Sphaeroidinellopsizs
seminulina
(SCHWACER),
Ep.
subdehiscens
BLOW,
Pulleniatina
obiquiloculata
(PARKER & JONES), Amphistegina sp., dan
Operculina sp. Gabungan fosil tersebut
menunjukkan umur Miosen Tengah - Pliosen
(N.9-N.20). Lagi pula ditemukan fosil-fosil
foraminifera yang lain, moluska, ganggang
dan koral dalam formasi ini.
Satuan batuan ini tersebar luas di sepanjang
lembah S. Walanae, di timur D. Tempe dan
sekitar Watampone; pada umumnya terlipat
lemah, dengan kemiringan lapisan kurang dan
15°, pelipatan kuat terjadi di sepanjang lajur
sesar, dengan kemiringan sampai 60°. Bagian
bawah formasi ini diperkirakan menjemari
dengan Formasi Camba, dan bagian atasnya
menjemari
dengan
Batuan
Gunungapi
Parepare; telal diperkirakan tidak kurang dari
4.500 m.
Tmpt, Anggota Tacipi: batugamping koral
dengan sisipan batugamping berlapis, napal,
batulempung, batupasir, dan tufa: putih,
kelabu
muda,
dan kelabu
kecoklatan;
sebagian sarang dan sebagian pejal. setempat
berstruktur breksi dan konglomerat; setempat
mengandung banyak moluska.
Fosil foram yang dikenali oleh D. Kadar
(hubungan tertulis, 1974), dan lokasi E.755
dan Ta. 157 adalah : Amphistegina sp.,
Operculina sp., Orbulina sp., Rotalia sp., dan
Gastropoda. Satuan ini di banyak tempat
membentuk pebukitan kerucut, dan beberapa
membentuk punggungan yang sejajar dengan
pantai timur, yaitu di barat Watampone; di
lembah S. Walanae, dan di utara Tacipi,
batugamping Anggota Tacipi tarsingkap di
sana-sini di dalam batuan Formasi Walanae;
tebal satuan ini dperkirakan tidak kurang dan
1700 m.

7
Batuan Gunungapi
Tpv
BATUAN
GUNUNGAPI
TERPROPILITKAN : breksi, lava dan tufa. di
bagian atas lebih banyak tufa, sedangkan di
bagian bawah lebih banyak lava: umumnya
bersifat andesit, sebagian trakit dan basal;
bagian atas bersisipan serpih merah dan
batugamping; komponen breksi beraneka,
dari beberapa cm sampai melebihi 50 cm,
terekat tufa yang jumlahnya kurang dari
50%; lava dan breksi berwarna kelabu tua
sampai kelabu kehijauan, sangat terbreksikan
dan terpropilitkan, mengandung banyak
karbonat dan silikat.
Penarikhan Kalium/Argon pada basal dan
timur Bantimala (lokasi 5)- menghasilkan
umur 58,5 juta tahun (J.D. Obradovich,
hubungan tertulis. 1974), dan penarikhan
jejak belah pada tufa dari bagian bawah
Batuan Gunungapi Langi menghasilkan umur
63 + 2 juta tahun (T.M. van Leeuwen.
hubungan tertulis 1978).
Satuan ini tebalnya sekitar 400 m; sebagai
lanjutan dan yang tersingkap di Birru, di
lembar Ujung Pandang, Benteng & Sinjai,
yang oleh van Leeuwen (1974) disebut batuan
Gunungapi Langi; ditindih takselaras oleh
batuan Eosen Formasi Tonasa dan Formasi
Malawa; diterobos oleh batuan granodiorit dan
basal.

Tmkv
BATUAN
GUNUNGAPI
KALAMISENG :
lava dan breksi, dengan
sisipan tufa, batupasir, batulempung dan
napal; kebanyakan bersusunan basal dan
sebagian andesit; kelabu tua hingga kelabu
kehitaman,
umumnya
tansatmata,
kebanyakan
terubah,
amidaloid
dengan
mineral sekunder karbonat dan silikat;
sebagian lavanya menunjukkan struktur
bantal.
Satuan batuan ini tersingkap di sepanjang
daerah pegunungan di timur lembah Walanae,
terpisahkan oleh lajur sesar dari batuan
sedimen dan karbonat yang berumur Eosen di
bagian baratnya diterobos oleh retas dan stok
basal, ansdesit dan diorit.
Satuan batuan ini berumur lebih muda dari
batugamping Eosen dan lebih tua dari Formasi
Camba Miosen Tengah, mungkin Miosen
Bawah; dan tebalnya tidak kurang dari 4.250
m.

Tmsv BATUAN GUNUNGAPI SOPPENG :


breksi gunungapi dan lava, dengan sisipan
tufa berbutir pasir sampai lapili, dan
batulempung; di bagian utara lebih banyak
tufa dan breksi, sedangkan di bagian selatan
lebih banyak lavanya; sebagian bersusunan
basal piroksen dan sebagian basal leusit,
kandungan leusitnya makin banyak ke arah
selatan: sebagian lavanya berstuktur bantal
dan
sebagian
terbreksikan;
breksinya
berkomponen antara 5 cm - 50 cm; warnanya
kebanyakan kelabu tua sampai kelabu
kehijauan.
Batuan gunungapi ini pada umumnya terubah
sangat kuat, amigdaloid dengan mineral
sekunder berupa urat karbonat dan silikat;
diterobos oleh retas (0,5 m - 1 m) dan sil
trakit dan andesit, dengan arah umum retas
timurlaut-baratdaya.
Satuan
ini
ditaksir
setebal 4.000 m,
menindih takselaras
batugamping Formasi Tonasa dan ditindih;
selaras batuan Formasi Camba; diperkirakan
berumur Miosen Bawah.
Tpbv
BATUAN GUNUNGAPI BATURAPE
CINDAKO : lava dan breksi, dengan sisipan
sedikit tufa dan konglomerat; bersusunan
basal, sebagian besar ponfiri dengan fenokris
piroksen sampai 1 cm panjangnya, dan
sebagian tansatmata; kelabu tua kehijauan
hingga hitam; lava sebagian berkekar
meniang dan sebagian berkekar lapis; pada
umumnva breksi berkomponen kasar, 15 cm 60 cm, terutama basal dan sedikit andesit,
terekat oleh tufa,
Dasit pasir sampai lapili, mengandung
banyak sepaian piroksen. Satuan batuan ini
tebalnya tidak kurang dari 1250 m di lembar
Ujungpandang, Benteng & Sinjai setelah
selatan daerah lembar ini menindih takselaras
batuan gunungapi Formasi Camba (Tmcv);
mungkin berumur Pliosen Akhir

Tppv SATUAN GUNUNGAPI PAREPARE :


tufa, berbutir halus sampai lapili, breksi dan
konglomerat gunungapi , setempat dengan
sisipan lava dan batupasir tufaan: terutama
bersusunan trakit dan andesit, pemeriksaan
petrografi
menunjukan
andesit
trakit,
beberapa lapisan tufa mengandung banyak
biotit; umumnya memakas lemah dan
sebagian repih; berwarna putih keabuan
hingga kelabu; setempat terlihat lapisan
silang-siur dan sisa tumbuhan. Sebagian dari
batuan, gunungapi ini di daerah timur terdiri
terutama dari lava (Tppl), bersusunan trakit,
mengandung banyak biotit. Satuan ini ditaksir
setebal 500 m, menindih batuan Formasi

8
Camba dan kemungkinan menjemari dengan
bagian atas Formasi Walanae. Umurnya
Pliosen, berdasarkan penarikhan radiometri
pada trakit dan tufa dari timurlaut Parepare
(Lembar
Majene-Palopo),
yang
masingmasing menghasilkan 4,25 dan 4,95 juta
tahun (J.D. Obradovich, hubungan tertulis,
1974)

Di sekitar Bantimala dan Tanetteriaja trakit


menerobos batugamping Formasi Tonasa, dan
di
utara
Soppeng
menerobos
batuan
gunungapi Soppeng (Tmsv).

Batuan Terobosan

Penarikhan Kalium/Argon trakit; dari barat


Bantimala (lokasi 3 dan 4 menghasilkan :
pada felspar 8,3 juta tahun, dan pada biotit
10.9 juta tahun (Indonesia Gulf Oil, hubungan
tertulis. 1972).

gd GRANODIORIT : terobosan granodiorit,


berwarna kelabu muda, dengan miksoskop
batuannya terlihat mengandung felspar.
kuarsa,
biotit,
sedikit
piroksen
dan
horenblenda, dengan mineral ikutan zirkon,
apatit dan magnetit; mengandung senolit
bersusunan diorit dan diterobos oleh aplit;
beberapa bagian yang bersusunan diorit
terkaolinkan.

b BASAL : terobosan basal berupa sil, stok


dan retas, kebanyakan bertekstur porfir
dengan fenokris piroksen kasar
mencapai
ukuran lebih dari 1 cm, dan sebagian putih
tansatmata; berwarna kelabu tua kehitaman
sampai kehijauan, sabagian dicirikan oleh
srtuktur kekar meniang bersegi enam,
beberapa di antaranya bertekstur gabro.

Batuan terobosan ini terdapat dibagian


tenggara Lembar, tersingkap luas di sekitar
Birru, di lembar Ujungpandang, Benteng &
Sinjai. menerobros batuan Formasi Marada
(Km) dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan
(Tpv), tetapi tidak ada santuhan dengan
batugamping Formasi Tonasa Temt).
Penarikhan jejak belah percontoh granodiorit
menghasilkan umur 19 + 2 juta tahun, dan
memberikan dugaan batuan terobosan ini
ditempatkan selama Miosen (T.M. van
Leeuwen, hubungan tertulis. 1978).

d DIORIT – GRANODIORIT : terobosan


diorit dan granodiorit, terutama berupa stok
dan sebagian berupa retas, kebanyakan
bertekstur porfir, berwarna kelabu muda
sampai kelabu. Diorit yang tersingkap di
sebelah utara Bantimala dan di sebelah timur
Birru menerobos batu pasir
Formasi
Balangbaru dan batuan
ultramafik; terobosan yang terjadi di sekitar
Camba sebagian terdiri dari granodiorit porfir,
dengan banyak fenokris berupa biotit dan
amfibol, dan menerobos batugamping Formasi
Tonasa dan batuan Formasi Camba.
Penarikhan Kalium/Argon granodiorit dari
timur
Camba
(lokasi
8)
pada
biotit
menghasiikan
9.03
juta
tahun
(J.D.
Obradovich, hubungan tertulis 1974).

t TRAKIT: terobosan trakit berupa stok, sil


dan retas; bertekstur porfir kasar dengan
fenokris sanidin sampai 3 cm panjangnya;
berwarna putih keabuan sampai kelabu muda.

Terobosan basal di sekitar Tonasa membentuk


sil di dalam batugamping Formasi Tonasa dan
terobosan yang terjadi di sekitar Malawa
kebanyakan membentuk retas dalam batuan
Formasi Malawa.
Penarikhan Kalium/Argon pada batuan basal
dari lokasi 7, di timur Tonasa 1, menunjukkan
umur 17,7 juta tahun (Indonesia Gulf Oil,
hubungan tertulis. 1972).

Kompleks Tektonika Bantimala

Ub
BATUAN ULTRABASA : peridotit,
sebagian besar terserpentinkan, berwarna
hijau
tua
sampai
hijau
kehitaman;
kebanyakan terbreksikan dan tergerus melalui
sesai naik ke arah baratdaya; pada bagian
yang pejal terlihat struktur berlapis, dan di
beberapa tempat mengandung buncak dan
lensa kromit; satuan ini tebalnya tidak kurang
dan 2500 m, dan mempunyai sentuhan sesar
dengan satuan batuan di sekitarnya.

s BATUAN MALIHAN : sebagian besar sekis


dan sedikit genes; secara megaskopik terlihat
mineral di antaranya
glaukofan,
garnet,
epidot,
mika dan klorit; di bawah mikroskop t‘Hoent &
Ziegler (1915) dan Subroto & Saefudin
(hubungan tertuis. 1972) mengenali sekis
glaukofan, eklogit, sekis garnet, sekis amfibol,
sekis kiorit, sekis muskovit, sekis muskovittremoilit-aktinolit, sekis muskovit-
aktinolit,
genes albit-ortoklas, dan genes kuarsafelspar; eklogit tidak ditemukan berupa

9
singkanan,
melainkan
berupa
sejumlah
bongkah besar di daerah batuan malihan; di
lokasi Te. 149.a sekisnya mengandung grafit;,
berwarna kelabu, hijau, coklat dan biru.
Baruan malihan ini umumnya berpendaunan
miring
ke
arah
timurlaut,
sebagian
terbreksikan, dan tersesarkan naik ke arah
baratdaya. Satuan ini tebalnya tidak kurang
dari 2000 m dan bersentuhan sesar dengan
satuan batuan di sekitarnya. Penarikhan
Kalium/Argon pada sekis di timur Bantimala
(lokasi 5) menghasilkan umur 111 juta tahun
(J.D. Obradovich. hubungan tertulis, 1974).

m KOMPLEK MELANGE : batuan campur


aduk secara tektonik terdiri dari grewake,
breksi, kongomerat, batupasir; terkersikkan,
serpih kelabu, serpih merah, rijang radiolaria
merah, batusabak, sekis, ultramafik, basal,
diorit dan lempung; himpunan batuan ini
mendaun, kebanyakan miring ke arah
timurlaut dan tersesarkan naik ke arah
baratdaya; satuan ini tebalnya tidak kurang
dari 1750 m, dan mempunyai sentuhan sesar
dengan satuan batuan di sekitarnya.

TEKTONIKA
Batuan tua yang masih dapat diketahui
kedudukan stratigrafi dan tektonikanya adalah
sedimen flych Formasi Balangbaru dan
Formasi
Marada; bagian bawah takselaras menindih
satuan yang lebih tua, dan bagian atasnya
ditindih takselaras oleh batuan yang lebih
muda. Batuan yang lebih tua merupakan
masa yang terimbrikasi melalui sejumlah
sesar
sungkup,
terbreksikan,
tergerus,
terdaunkan dan sebagian tercampur menjadi
melange. Oleh karena itu komplek batuan ini
dinamakan Komplek Tektonik Bantimala.
Berdasarkan himpunan batuannya diduga
Formasi Balangbaru dan Formasi Marada itu
merupakan endapan lereng di dalam sistem
busur-palung pada zaman Kapur Akhir. Gejala
ini menunjukkan, bahwa melange di Daerah
Bantimala terjadi sebelum Kapur Akhir.
Kegiatan gunungapi bawah laut dimulai pada
Kala Paleosen, yang hasil erupsinya terlihat di
timur Bantimala dan di daerah Birru (lembar
Ujungpandang, Benteng & Sinjai). Pada Kala
Eosen Awal, rupanya daerah di barat berupa
tepi
daratan yang dicirikan oleh endapan darat
serta batubara di dalam Formasi Malawa;
sedangkan di daerah timur, berupa cekungan

laut dangkal tempat pengendapan batuan


klastika bersisipan karbonat Formasi Salo
Kalupang. Pengendapan Formasi Malawa
kemungkinan hanya berlangsung selama awal
Eosen, sedangkan Formasi Salo Kalupang
berlangsung sampai Oligosen Akhir.
Di barat diendapkan batuan karbonat yang
sangat tebal dan luas sejak Eosen Akhir
sampai Miosen Awal. Gejala ini menandakan
bahwa selama waktu itu terjadi paparan laut
dangkal yang luas, yang berangsur-angsur
menurun
sejalan
dengan
adanya
pengendapan. Proses tektonik di bagian barat
ini
berlangsung
sampai
Miosen
Awal,
sedangkan
di
bagian
timur
kegiatan
gunungapi sudah mulai lagi selama Miosen
Awal, yang diwakili oleh Batuan Gunungapi
Kalamiseng dan Soppeng (Tmkv dan Tmsv).
Akhir kegiatan ganungapi Miosen Awal itu
diikuti oleh tektonik yang menyebabkan
terjadinya permulaan terban Walanae yang
kemudian
menjadi
cekungan
tempat
pembentukan Formasi Walanae. Peristiwa ini
kemungkinan besar berlangsung sejak awal
Miosen Tengah, dan menurun perlahan
selama sedimentasi sampai Kala Pliosen.
Menurunnya Terban Walanae dibatasi oleh
dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae
yang seluruhnya nampak hingga sekarang di
sebelah timur, dan sesar Soppeng yang hanya
tersingkap tidak menerus di sebelah barat.
Selama terbentuknya terban Walanae, di
timur kegiatan gunungapi terjadi hanya di
bagian selatan sedangkan di barat terjadi
kegiatan gunungapi yang hampir merata dari
selatan ke utara, berlangsung dari Miosen
Tengah sampai Pliosen. Bentuk kerucut
gunungapi masih dapat diamati di daerah
sebelah barat ini, di antaranya Puncak Maros
dan G. Tondongkarambu. Suatu tebing
melingkar mengelilingi G. Benrong, di utara G.
Tondongkarambu, mungkn. merupakan sisa
suatu kaldera.
Sesar utama yang berarah utara-baratlaut
terjadi sejak Miosen Tengah, dan tumbuh
sampai setelah Pliosen. Pelipatan besar yang
berarah hampir sejajar dengan sesar utama
diperkirakan terbentuk sehubungan dengan
adanya, tekanan mendatar berarah kira-kira
timut-barat pada waktu sebelum akhir
Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula
adanya
sesar
sungkup
lokal
yang
menyesarkan batuan pra-kapur Akhir di
Daerah Bantimala yang kemudian tertekan
melawati batua tersier.
Penyesaran yang relarif lebih kecil di bagian
timur Lembar Walanae dan di bagian barat

10
pegunungan barat yang berarah
baratlaut tenggara
dan merencong, kemungkinan
besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan
sepanjang sesar besar.

DAFTAR REFERENSI/REFERENCES
Hooijer, DA. 1949. Plistocene vertebrates
from
Celebes.
IV
Archideskodon
celebensit nov. Spec.; Zool. Meded. ,
DeelXX, No. 14, Leiden 1949.

SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI


Gejala mineralisasi yang didapatkan di daerah
Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian
Barat ialah sebagai berikut:
Sebuah urat kuarsa yang mengandung sulfida
tembaga dan malakit tersingkap pada
sentuhan retas diorit di dalam batuan klastika
Teos kira-kira 30 km sebelah timurlaut
Camba. Hasil analisis oleh Direktorat Geologi
(197)
memperlihatkan
kandungan
Cu,
11,19% dan Zn 1,58%. Ketul mangan dengan
kandungan MnO2, 20,39% yang berserakan di
dekat sentuhan antara batugamping Temt dan
batuan gunungapi Tpv di daerah Birru,
menurut hasil penelitian PT Riotinto Bethlehen
Indonesia (1974) ternyata tudung besi
petunjuk mineral logam dasar.
Kromit ditemukan dalam batuan ultrabasa di
timur Barru dan di timurlaut Pangkajene,
terutama pada bagian yang berlapis berupa
lensa atau buncak. Tanah palapukannya
mengandung apungan kromit. Analisis kimia
apungan kromit dari baratlaut Tanetteriaja
memperlihatkan kadar Cr2O3, 24.70% dan Fe,
13.47%.
Di
beberapa
tempat
kromit
ditambang oleh perusahaan daerah.
Batugamping Formasi Tonasa dan lempung.
Formasi Malawa digali di tenggara dan di
timur laut Pangkajene, sebagian bahan dasar
bagi pabrik semen Tonasa I dan Tonasa II.
Batuan terobosan basal, trakit, diorit dan
granodiorit yang ditemukan di beberapa
tempat baik sebagai bahan bangunan fondasi.

Patty, E.J. and S. Wiryosujono, 1962. The raw


materials for cement plant in the Tonasa
- Baloci area on South Sulawesi; unpubl.
rept GSI, No. 20/do.
Steiger,
von
H.,
1915.
Petrografische
beschrijying van eenege gesteenten uit
de onderafdeeling Pangkadjene en het
landscap Tanette v/h Govt. Celebes dan
Onderhorighede; jaarb. Mijnw. Verh.,
pp. 171-227.
Sukamto. R, 1975. Geologic map of
Indonesia, Sheet VIII Ujungpandang,
scale 1 : 1,000.000; Geological Survey
of Indonesia.
Sung,

G.L.,
1948.
Samenvatting
van
belangrijkere geologische gegevens over
Celebes; GL. A. Raport No. 22575;
unpubl. rent. PERTAMINA.

t‘Hoent, C. and K. Ziegler, 1917. Verslag


ovede resultaten van geologisch Mijnbouwkundige verkenningen in Z.W.
Celebes; jaarb. Mijnw. Verb. II, pp. 235363.
van Leeuwen, T.M., 1974 . The geology of
Birru area, South Sulawesi; PT Riotinto
Bethlehem Indonesia, unpubl. rept.

Keterangan dan Peta Geologi Lembar


Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai, Sulawesi

Lapisan batubara ditemukan di beberapa


tempat di dalam Formasi Malawa. Beberapa di
antaranya telah ditambang selama dan
sebelum perang dunia kedua. Eksplorasi
minyak dan gas telah dilakukan oleh Gulf Oil
Indonesian sejak tahun 1967 baik di daerah
pantai maupun di lepas pantai. Tes pemboran
di Singkang telah membuktikan adanya
gasbumi di daerah itu.
Mataair panas dan mineral ditemukan di
beberapa
tempat,
yang
di
antaranya
mencapai temperatur 40o C. Analisis kimia air
mineral percontoh dari utara Tanettariaja
menunjukkan susunan utama dalam mg/liter:
Ca2+, 206,5; CO2 bebas, 238,1; HCO3, 697,8;
dan Cl, 116,0.

(Oleh Rab. Sukamto dan Supriatna S.


Tahun 1982)
PENDAHULUAN

Pemetaan geologi daerah Lembar Ujung


Pandang. Benteng dan Sinjai, Sulawesi
Selatan, dilaksanakan dalam rangka Proyek
Pemetaan Geologi dan interpretasi Foto
Udara. Pelita I, oleh Subdirektorat Perpetaan,
Direktorat Geologi (skarang Pusat Penelitian
dan
Pengembangan
Geologi).
Semula

11
pemetaan dilaksanakan secara tinjau dengan
tujuan untuk melengkapi data geologi di
daerah selatan garis 5° LS (termasuk Lembar
Pangkajene dan Watampone
Bagian Barat)
guna kompilasi Peta Geologi Regional sekala 1
:1.000.000, yang sekarang sudah terbit
(Sukamto 1975) Pemetaan tinjau dilakukan
selama Agustus dan September 1971 oleh R.
Sukamto H. Sumadirdja. T.S Suria Admadja.
K.A Astadiredja, dan dibantu oleh S.
Hardjprawiro. D. Sudana N. Ratman dan E.
Titersole.
Data geologi tinjau yang dihasilkan pada 1971
Kemudian dilengkapi dengan berbagai lintasan
geologi yang lebih rapat yang dilakukan
selama April sampai dengan Juli 1974,
dan Agustus sampai dengan Nopember 1974.
Hasilnya disusun menjadi peta geologi
bersistem luar Jawa sekala 1 : 250.000.
Pemetaan selama 1974 dilakukan oleh R.
Sukamto,. S. Supriatna. I. Umar, A. Koswara
dan dibantu oleh Sanardjo.
Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai
dibatasi oleh kordinat: 119o -120° 30‘ BT dan
5o – 6o LS. Untuk mudahnya seluruh Pulau
Salayar yang memanjang sampai 6° 30‘ LS
dimasukkan ke dalam lembar ini. Oleh karena
itu lembar ini sebenarnya di selatan dibatasi
oleh lintang 6° 35‘.
Daerah ini meliputi Daerah Tk II Kabupaten
Maros, Sungguminasa, Takalar. Jeneponto,
Benteng, Bulukumba, Sinjai dan Salayar;
termasuk Daerah Tk. I Propinsi Sulawesi
Selatan. Lembar peta berbatasan dengan
Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian
Barat di utara Selat Makassar di barat, Teluk
Bone di timur dan Laut Flores di selatan.
Penduduk di daerah lembar ini relatif. padat
daripada daerah lain di
Sulawesi. Kebanyakan penduduk betempat
tinggal
di
kota-kota
Kabupaten
dan
Kecamatan. Yang tersebar di sepanjang
pesisir, dan juga di desa-desa yang besar di
pedalaman. Sebagian besar penduduknya
bertani sawah dan ladang, dan ada pula yang
bekerja sebagai nelayan. Penduduk di kotakota. sebagian berniaga dan sebagian
karyawan. Kehidupan sosiai di daerah ini
mencerminkan kebudayaan asli Sulawesi
Selatan yang diantaranya Bugis, Makassar,
Bajo,
dll.
Kebanyakan
masyarakatnya
beragama islam ada pula beragama; Katolik
dan protestan sedikit yang beragama lain.
Fisiografi lengan selatan Sulawesi yang
membentang dengan arah utara-selatan
mempengaruhi keadaan iklim di daerah ini.

Seperti di daerah Indonesia yang lain di


daerah ini pun ada dua musim, yaitu musim
kemarau dan musim hujan. Musim di daerah
di bagian barat berbeda waktunya dengan
daerah bagian timur. Musim hujan di bagian
barat biasanya berlangsung dan Nopember
s/d April, dan di bagian timur biasanya
berlangsung dari Mei s/d Oktober.
Hutan lebat hanya ditemukan di daerah
dongak yang tinggi, yaitu di sekitar G.
Lompobatang dan G. Cindako. Daerah
berdongak rendah sebagian besar berupa
daeah pertanian. Binatang hutan sudah jarang
ditemui di daerah ini, yang terlihat hanya ular,
kijang, anoang dan kera.
Daerah pemetaan umumnya mudah dicapai.
Perhubungan udara yang pada tahun 1971
hanya ada penenbangan dan Jakarta ke
Makassar
(sekarang
Ujung
Pandang)
beberapa kali dalam seminggu, sekarang
telah berubah menjadi beberapa kali dalam
satu hari. Lapangan Udara Mandai terletak di
bagian baratlaut lembar peta. di antara Ujung
Pandang dan Maros. Dari Mandai atau dan
Ujung Pandang hampir seluruh daerah
pemetaan dapat dicapai dengan kendaraan
mobil. Semua kota Kabupaten dan sebagian
dari
kota-kota
Kecamatan
mempunyai
hubungan jalan yang dapat dilalui oleh
kendaraan mobil. Jalan-jalan desa dan
setapak dapat datemukan hampir di seluruh
daerah
ini.
Pulau
Salayar
sekarang
mempunyai hubungan laut teratur dengan
Bulukumba di daratan Sulawesi, dan barubaru ini juga hubungan udara yang disebut
perintis.
Peta dasar yang dipakai dalam pemetaan ini
adalah peta topografi bersekala 1 : 250.000,
AMS seri T-503, 1962, SB 50-5 dan SB 51-5 ±
9. Peta sekala ini dipakai sebagai peta dasar
kompilasi. Di lapangan dipakai pula peta
topografi bersekala 1 : 100.000. Di samping
itu dipakai pula potret udara yang melengkapi
sebagian besar daerah, dengan sekala
sebagian besar 1:50.000, dan
beberapa bersekala 1:10:000. Hanya 2
daerah sempit yang memanjang utaraselatan. satu melewati bagian timur Puncak G.
Lompobatang dan yang lain melewati Sinjai
yang tidak terlingkupi potret udara.
Laporan penyelidikan geologi sebelumnya
yang
dipakai
sebagai
referensi
dalam
penusunan peta Lembar Ujung Pandang.
Benteng dan Sinjai ini adalah yang disusun
t‗Hoen dan Ziegler (1915), Korte (1924),
Sung (1942), Purbo-Hadiwidjoyo (1970) dan
van Leeuwen (1974).

12
GEOMORFOLOGI
Bentuk morfologi yang menonjol di daerah
lembar
ini
adalah
kerucut
gunungapi
Lompobatang. yang menjulang mencapai
ketinggian 2876 m di atas muka laut. Kerucut
gunungapi
dari
kejauhan
masih
memperlihatkan
bentuk
aslinya.
dan
menempati lebih kurang 1/3 daerah lembar.
Pada potret udara terlihat dengan jelas
adanya beberapa kerucut parasit, yang
kelihatannya
lebih
muda
dan
kerucut
induknya bersebaran di sepanjang jalur utaraselatan melewati puncak G. Lompobatang.
Kerucut gunungapi Lompobatang ini tersusun
oleh batuan gunungapi berumur Plistosen.
Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih
sempit sebarannya terdapat di sebelah barat
dan sebelah utara G. Lompobatang. Di
sebelah barat terdapat G. Baturape, mencapai
ketinggian 1124 m dan di sebelah utara
terdapat G. Cindako, mencapai ketinggian
1500 m. Kedua bentuk kerucut tererosi ini
disusun oleh bawan gunungapi berumur
Pliosen.
Di bagian utara lembar tendapat 2 daerah
yang tercirikan oleh topografi kras yang di
bentuk oleh batugamping Formasi Tonasa.
Kedua daerah bertopografi kras ini dipisahkan
oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan
gunungapi berumur Miosen sampai Pliosen.
Daerah sebelah barat G. Cindako dan sebelah
utara
G.
Baturape
merupakan
daerah
berbukit. kasar di bagian timur dan halus di
bagian
barat.
Bagian
timur
mencapai
ketinggian. kina-kira 500 m, sedangkan
bagian barat kurang, dan 50 m di atas muka
laut dan hampir merupakan suatu datanan.
Bentuk morfologi ini disusun oleh batuan
klastika gunungapi berumur Miosen. Bukitbukit memanjang yang tersebar di daerah ini
mengarah ke G. Cindako dan G. Baturape
berupa retas-retas basal.
Pesisir barat merupakan daratan rendah yang
sebagian besar terdiri dari daerah rawa dan
daerah pasang-surut. Beberapa sungai besar
membentuk daerah banjir di dataran ini.
Bagian timurnya terdapat buki

bukit terisolir yang tersusun oleh batuan


klastika gunungapi berumur Miosen dan
Pliosen. Pesisir baratdaya ditempati oleh
morfologi berbukit memanjang rendah dengan
arah umum kirar-kira baratlaut-tenggara.
Pantainya berliku - liku membentuk beberapa

teluk, yang mudah dibedakan dari pantai di


daerah lain pada lembar ini. Daerah ini
disusun oleh batuan karbonat dari Formasi
Tonasa.
Secara fisiografi pesisir timur merupakan
penghubung antara Lembah Walanae di utara,
dan Pulau Salayar di selatan. Di bagian utara,
daerah berbukit rendah dari Lembah Walanae
menjadi lebih sempit dibanding yang di
(Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian
Barat) dan menerus di sepanjang pesisir timur
Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai
ini. Pegunungan sebelah timur dan Lembar
Pangkajene dan Watampone Bagian Barat
berakhir di bagian utara pesisir timur lembar
ini.
Bagian selatan pesisir timur membentuk suatu
tanjung yang ditempati sebagian besar oleh
daerah berbukit kerucut dan sedikit topografi
kras.
Bentuk
morfologi
semacam
ini
ditemukan pula di bagian baratlaut P. Salayar.
Teras pantai dapat diamati di daerah ini
sejumlah antara 3 dan 5 buah. Bentuk
morfologi ini disusun oleh batugamping
berumur Miosen Akhir-Pliosen.
Pulau Salayar mempunyai bentuk memanjang
utara-selatan,
yang
secara
fisiografi
merupakan lanjutan dari pegunungan sebelah
timur di Lembar Pangkajene dan Watampone
Bagian
Barat.
Bagian
timur
rata-rata
berdongak lebih tinggi dengan puncak
tertinggi 608 m, dan bagian barat lebih
rendah. Pantai timur rata-rata terjal dan
pantai barat landai secara garis besar
membentuk morfologi lereng-miring ke anah
barat.
STRATIGRAFI
Tatanan Stratigrafi
Satuan batuan tertua yang telah diketahui
umurnya adalah batuan sedimen flysch Kapur
Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada
(Km) Batuan malihan (s) belum diketahui
umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda
dari pada Formasi Marada; yang jelas
diterobos oleh granodiorit yang diduga
berumur Miosen (19 ± 2 juta tahun).
Hubungan Formasi Marada dengan satuan
batuan yang lebih muda, yaitu Formasi Salo
Kalupang
dan
Batuan
Gunungapi
Terpropilitkan tidak begitu jelas, kemungkinan
tak selaras.
Formasi
Salo
Kalupang
(Teos)
yang
diperkirakan berumur Eosen Awal -Oligosen
Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan

13
setara dalam umur
Formasi

dengan bagian

bawah

Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi


di sebelah timur Lembah Walanae dan
Formasi Tonasa terjadi di sebelah baratnya.
Satuan batuan berumun Eosen Akhir sampai
Miosen Tengah menindih takselaras batuan
yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah
singkapannya, diperkirakan batuan karbonat
yang dipetakan sebagai Formasi Tonasa
(Temt) tenjadi pada daerah yang luas di
lembah ini. Formasi Tonasa ini diendapkan
sejak Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen
Tengah, menghasilkan endapan karbonat
yang tebalnya tidak kurang dan 1750 m. Pada
kala Miosen Awal rupanya terjadi endapan
batuan gunungapi di daerah timur yang
menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng
(Tmkv).
Satuan batuan berumur Miosen Tengah
sampai Pliosen menyusun Formasi Camba
(Tmc) yang tebalnya mencapai 4.250 m dan
menindih tak selaras batuan-batuan yang
lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan
sedimen laut berselingan dengan klastika
gunungapi, yang menyamping beralih menjadi
dominan batuan gunungapi (Tmcv). Batuan
sedimen laut berasosiasi dengan karbonat
mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai
Pliosen di cekungan Walanae, daerah timur,
dan menyusun Formasi Walanae (Tmpw)
dan
25
Anggota Salayar (Tmps).
Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi
secara setempat, dan menyusun Batuan
Gunungapi Baturape - Cindako (Tpbv). Satuan
batuan gunungapi yang termuda adalah yang
menyusun Batuan Gunungapi Lompobatang
(Qlv), berumur Plistosen. Sedimen termuda
lainnya adalah endapan aluvium dan pantai
(Qac).

Perian Satuan Peta

Endapan Permukaan
Qac
ENDAPAN ALUVIUM, RAWA DAN
PANTAI: kerikil. pasir, lempung, lumpur dan
batugamping koral.
Terbentuk dalam lingkungan sungai, rawa,
pantai dan delta. Di sekitar Bantaeng,
Bulukumba
dan
S.
Berang
endapan
aluviumnya terutama terdiri dari rombakan
batuan gunungapi G. Lompobatang: di

dataran pantai barat terdapat endapan rawa


yang sangat luas.

Batuan Sedimen dan Batuan Gunungapi


Km
FORMASI MARADA (TM. VAN
LEEUWEN, 1974): batuan sedimen bersifat
flysch: perselingan. batupasir, batulanau,
arkose. Grewake, serpih dan konglomerat;
berisipan batupasir dan batulanau gampingan.
tufa, lava dan breksi yang bersusunan basal.
andesit dan trakit.
Batupasir dan batulanau berwarna kelabu
muda sampai kehitaman; serpih berwarna
kelabu tua sampa coklat tua; konglomerat
tersusun oleh andesit dan basal; lava dan
breksi terpropilitkan kuat dengan mineral
sekunder berupa karbonat, silikat, serisit.
klorit dan epidot.
Fosil globotruncana, dari batupasir gampingan
yang dikenal oleh PT Shell menunjukKan umur
Kapur Akhir, dan diendapkan di lingkungan
neritik dalam (T.M. van Leeuwen, hubungan
tertulis, 1975 . Formasi ini diduga tebalnya
tidak kurang dari 1000 m.
Teos
FORMASI
SALO
KALUPANG:
batupasir,
serpih
dan
batulempung
berselingan. dengan konglomerat gunungapi,
breksi dan tufa. bersisipan lava. batugamping
dan
napal:
batulempung.
serpih
dan
batupasirnya di beberapa tempat dicirikan
oleh warna merah, coklat, kelabu dan hitam;
setempat mengandung fosil moluska dan
foraminifera di dalam sisipan batugamping
dan napal; pada umumnya gampingan, padat,
dan sebagian dengan urat kalsit, sebagian
dari
serpihnya
sabakan;
kebanyakan
lapisannya terlipat kuat dengan kemiringan
antara 20o - 75o.
Fosil dari Formasi Salo Kalupang yang dikenali
oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1974) pada
contoh batuan Td. 140, terdiri dari:
Asterocyclina matanzensis COLE, Discocyclina
dispansa (SOWERBY), D. javana (VERBEEK),
Nummulites
sp.,
Pellatispira
madaraszi
(HANTKEN), Heterostegina saipanensis COLE,
. dan Globigerina sp. Gabungan fosil ini
menunjukkan umur Eosen Akhir (Tb). Formasi
Salo Kalupang yang tersingkap di daerah
Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian
Barat mengandung fosil yang berumur Eosen
Awal sampai Oligosen Akhir. Formasi ini
tebalnya tidak kurang dari 1500 m, sebagai
lanjutan dari daerah lembar Pangkajene dan
Watampone Bagian Barat sebelah utaranya ;
ditindih tak selaras oleh batuan dari Formasi

14
Walanae dan dibatasi oleh sesar dan batuan
gunungapi Tmkv.

Temt
FORMASl TONASA: batugamping,
sebagian berlapis dan sebagian Pejal; koral,
bioklastika, dan kalkarenit. dengan sisipan
napal globigerina.
Batugamping kaya foram besar, batugamping
pasiran,
setempat
dengan
moluska:
kebanyakan putih dan
kelabu
muda.
sebagian kelabu
tua dan coklat. Perlapisan baik setebal antara
10 cm dan 30 cm, terlipat lemah dengan
kemiringan lapisan rata-rata kurang dari 25o;
di daerah Jeneponto banugamping berlapis
berselingan dengan napal globigerina.
Fosil dari Formasi Tonasa dikenal: oleh D.
Kadar (hubungan tertulis. 1973, 1974, 1975;.
dan oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis,
1974). Contoh-contoh yang dianalisa fosilnya
adalah: La.8, La.35, Lb.1, Lb.49, Lb83, Lc.44,
Lc.97, Lc. 114, Td.37, Td.161, dan Td.167.
Fosil
fosil
yang
dikenali
termasuk:
Discocyclina
sp.,
Nummuliites
sp.
.
Heterostegina
sp..
Flosculineilla
sp.,
Spirochypues sp., S. Orbitoides DOUVILLE,
Lepidocyclina sp., L. ephippiodes JONES &
CHAPMAN. L. verbeeki NEWTON & HOLLAND,
L. cf. Sumatrensis JONES & CHAPMAN,
Miogypsina sp., Globigerina sp, Gn. triprtita
COCH, Globoquadrina altispira (CUSHMAN &
JARVIS), Amphistegina sp.,Cycloclypeus sp..
dan Operculina sp. Gabungan fosil tersebut
menunjukkan umur berkisar dari Eosen
sampai Miosen Tengah (Ta - Tf). dan
lingkungan pengendapan neritik dangkal
sampai dalam dan sebagian laguna.
Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1750
m, tak selaras menindih batuan Gunungapi
Terpropilitkan (Tpv) dan ditindih oleh Formasi
Camba (Tmc); di beberapa tempat diterobos
oleh retas, sil dan stok bersusunan basal dan
diorit; berkembang baik di sekitar Tonasa di
daerah Lembar Pangkajene dan Watampone
Bagian Barat, sebelah utaranya.

Tmc
FORMASI CAMBA : batuan sedimen
laut berselingan dengan batuan gunungapi,
batupasir tufaan benselingan dengan tufa
batupasir dan batulempung ; bersisipan napal,
batugamping , konglomerat dan breksi
gunungapi. dan batubara.

Warna beraneka dari putih, coklat, merah.


kelabu muda sampai kehitaman umumnya
mengeras kuat; berlapis-lapis dengan tebal
antara 4 cm dan 100 cm. Tufa berbutir halus
hingga lapili; tufa lempungan berwarna merah
mengandung
banyak
mineral
biotit;
konglomenat
dan
breksinya
terutama
27
berkomponen andesit dan basal dengan
ukuran antara 2 cm dan 30 cm; batugamping
pasiran mengandung koral dan moluska;
batulempung
kelabu
tua
dan
napal
mengandung fosil foram kecil; sisipan
batubara setebal 40 cm ditemukan di S.
Maros.
Fosil dari Formasi Camba yang dikenal oleh D.
Kadar (hubungan tertulis 1974, 1975) dan
Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975).
pada contoh batuan La.3. L.a.24, La.125, dan
La.448/4, terdiri dari: Globorotalia mayeri
CUSHMAN & ELLISOR,. Gl. praefoksi BLOW &
MANNER, Gl. siakensis (LEROY), Flosculinella
bontangensis (RUTTEN).
Globigerina
venezuelana
HEDBERG,.
Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARWS).
Orbulina universa D‘ORBIGNY, O. suturalis
BROWNIMANN
Cellantbus
cratuculatus
FICHTEL & MOLL, dan Elphidium advenum
(CUSHMAN)
Gabungan
fosil
tersebut
menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf). Lagi
pula ditemukan fosil foraminifera jenis yang
lain, ostrakoda dan moluska dalam Formasi
ini. Kemungkinan Formasi Camba di daerah ini
berumur sama dengan yang di Lembar
Pangkajene dan Watampone Bagian Barat,
yaitu Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.
Formasi ini adalah lanjutan dari Formasi
Camba yang terletak di Lembar Pangkajene
dan Bagian Barat Watampone sebelah
utaranya
kira-kira
4.250
m
tebalnya,
diterobos oleh retas basal piroksen setebal
antara ½ - 30 m, dan membentuk bukit-bukit
memanjang Lapisan batupasir kompak (10 75 cm) dengan sisipan batupasir tufa (1 - 2
cm) dan konglomerat berkomponen basal dan
andesit, yang tersingkap di P. Salayar
diperkirakan termasuk satuan Tmc.
Tmcv Batuan Gunungapi Formasi Camba:
breksi gunungapi, lava konglomerat dan tufa
berbutir halus hingga lapili bersisipan batuan
sedimen laut berupa barupasir tufaan,
batupasir gampingan dan batulempung yang
mengandung
sisa
tumbuhan.
Bagian
bawahnya lebih banyak mengandung breksi
gunungapi dari lava yang berkomposisi
andesit
ban
basal;
konglomerat
juga
berkomponen andesit dan basal dengan
ukuran 3 - 50 cm; tufa berlapis baik, terdiri
dari tufa litik, tufa kristal dan tufa vitrik.
Bagian
atasnya
mengandung
ignimbrit

15
bersifat trakit dan tefrit leusit; ignimbrit
berstruktur kekar meniang, berwarna kelabu
kecoklatan dan coklat tua, tefrit leusit
berstruktur
aliran
dengan
permukaan
berkerak roti, berwarna hitam. Satuan Tmcv
ini termasuk yang dipetakan oleh T.M. van
Leeuwen (hubungan tertulis, 1978) sebagai
Batuan Gunungapi Sopo, Batuan Gunungapi
Pamusureng dan Baruan Gunungapi Lemo.
Breksi gunungapi yang tersingkap di P.
Salayar mungkin termasuk formasi ini;
breksinya
sangat
kompak,
sebagian
gampingan; berkomponen basal amfibol,
basal piroksen dan andesit (0,5 — 30 cm),
bermassa dasar tufa yang mengandung biotit
dan piroksen.
Fosil yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan
rertulis, 1971) dari lokasi A.75 dan A.76.b
termasuk: Amphistegina sp., Globigerinides,
Operculina sp., Orbulina universa D‘ORBIGNY,
Rotaila sp., dan Gastropoda. Penarikhan jejak
belah dan contoh ignimbrit menghasilkan
umur 13 ± 2 juta tahun dan K-Ar dan contoh
lava menghasilkan umur 6,2 juta tahun (TM.
van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). Data
paleontologi dan radiometri tersebut
menunjukkan umur Miosen Tengah sampai
Miosen Akhir.
Satuan ini mempunyai tebal sekitar 2.500 m
dan merupakan fasies gunungapi dari pada
Formasi Camba yang berkembang baik di
daerah sebelah utaranva Lembar Pangkajene
dan Watampone Bagian Barat); lapisannya
kebanyakan
terlipat
lemah,
dengan
kemiringan kurang dari 20o; menindih tak
selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt)
dan batuan yang lebih tua.
Tmpw FORMASI WALANAE : penselingan
batupasir, konglomerat, dan tufa. dngan
sisipan
batulanau,
batulempung,
batugamping, napal dan lignit;
Batupasir berbutir sedang sampai kasar,
umumnya gampingan dan agak kompak,
berkomposisi sebagian andesit dan sebagian
lainnya banyak mengandung kuarsa; tufanya
benkisar dari tufa breksi, tufa lapili dan tufa
kristal yang banyak mengandung biotit;
konglomerat berkomponen andesit, trakit dan
basal, dengan ukuran ½ - 70 cm. rata-rata 10
cm.
Formasi ini terdapat di bagian timur, sebagai
lanjutan dari lembah S. Walanae di lembar
Pangkajene dan Watampone Bagian Barat
sebelah utaranya. Di daerah urara banyak
mengandung tufa, di bagian tengah banyak
mengandung batupasir, dan di bagian selatan
sampai di P. Salayar batuannya merjemari

dengan
batugamping
Anggota
Salayar
(Tmps); kebanyakan batuannya berlapis baik,
terlipat lemah dengan kemiringan antara 10o
– 20o, dan membentuk perbukitan dengan
ketinggian rata-rata 250 m di atas muka laut;
tebal Formasi ini sekitar 2500 m. Di P. Salayar
Formasi ini terutama terdiri dari lapisanlapisan batupasir tufaan (10 - 65 cm)
dengan
sisipan. napal; batupasirnya mengandung
kuarsa, biotit, amfibol dan piroksen.
Fosil dari Formasi Walanae yang dikenali oleh
Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975)
pada contoh batuan La.457 dan La,468, terdiri
dari: Globigerina sp., Globorotalia menardi
(D‘ORBIGN‘Y),
Gl.
tumida
(BRADY).
Globoquadrina
altispira
(CUTSHMAN
&
JARVIS), Globigerinoides immaturus LEROY,
Gl. obliquus BOLLI dan Orbulina universa
D‘ORBIGNY.
Gabungan
fosil
tersebut
menunjukkan umur berkisar29
dari Miosen Akhir
sampai Pliosen, (N18 – N20). Lagi pula
ditemukan jenis foraminifera yang lain,
ganggang, dan koral dalam Formasi ini.

Tmps Anggota Salayar Formasi Walanae:


batugamping pejal, batugamping koral dan
kalkarenit, dengan sisipan napal dan batupasir
gampingan; umumnya putih,
bagian
coklat
dan
mengandung moluska.

merah;

setempat
Di sebelah timur Bulukumba dan di P. Salayar
terlihat batugampmg ini relatif lebih muda dan
pada batupasir Formasi Walanae, tetapi di
beberapa tempat terlihat adanya hubungan
menjemari. Fosil dari Anggota Salayar yang di
kenali
oleh
Purnamaningsih
(hubungan
tertulis, 1975) pada contoh batuan La.437,
La.438
dan
La.479,
terdiri
dari:
Globigerinanaphentes
TODD,
Globorotalia
acostaensis
BLOW,
Gl.
dutertrei
(D’ORBIGNY),Gl.
margaritae
BOLLI
&
BERMUDEZ, Gl. menardii (D‘ORBIGNY), GL
scitaes (BRADY), Gl. tumiida (BRADY),
Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS),
Gn. Dehiscens (CHAPMANN-PARRCOLLINS),
Globigerinoides
extremus
BOLLI
&
BERMUDEZ, Gd. immaturus LEROY, Gd.
obliquus BOLLI, Gd. ruber: (D‘ORBIGNY), Gd.
sacculifer (BRADY), Gd. trilobus (REUSS),
Biorbulina bilobata (D‘ORBIGNY), Orbulina
universa
(D‘ORBIGNY),
Hasdgerina
aequiiateralis (BRADY), Pulleniatina primalis
BANNER
&
BLOW,
Sphaeroidinellopsis
seminulina SCHWAGER dan Sp. subdehiscens
BLOW. Gabungan fosil tersebut menunjukkan
umur berkisar dan Miosen Akhir sampai
Pliosen Awal (N16-N19).

16
Tebal satuan diperkirakan sekitar 2000 m. Di
Kp. Ara dan di ujung utara P. Salayar
ditemukan
undak-undak
pantai
pada
batugamping; paling sedikit ada 3 atau 4
undak pantai. Daerah batugamping ini
membentuk
pebukitan
rendah
dengan
ketinggian rata-rata 150 m, dan yang paling
tinggi 400 m di P. Salayar.

Batuan Gunungapi
Tpv
BATUAN GUNUNGAPI
PILITKAN : breksi, lava dan tufa.

TERPRO

Mengandung lebih banyak tufa di bagian


atasnya dan lebih banyak lava di bagian
bawahnya, kebanyakan bersifat andesit dan
sebagian trakit; bersisipan serpih dan
batugamping di bagian atasnya; koponen
breksi beraneka ukuran dari beberapa cm
sampai lebih dan 50 cm, tersemen oleh tufa
yang kurang dan 50%; lava dan breksi
berwarna
kelabu
tua
sampai
kelabu
kehijauan,
sangat
terbreksikan
dan
terpropilitkan,
mengandung
bank-bank
karbonat dan silikat.
Satuan ini tebalnya sekitar 400 m, ditindih tak
selaras oleh batugamping Eosen Formasi
Tonasa, dan diterobos oleh batuan granodiorit
(gd); disebut Batuan Gunungapi Langi oleh
van Leeuwen (1974). Penarikhan jejak belah
sebuah contoh tufa dari bagian bawah satuan
menghasilkan umur - 63 juta tahun atau
Paleosen
(T.M.van Leeuwen, hubungan
tertulis, 1978).

Tmkv BATUAN GUNUNGAPI KALIMISENG


: lava dan breksi, dengan sisipan tufa;
batupasir, batulempung dan napal.
Kebanyakan bensusunan basal dan sebagian
andesit, kelabu tua hingga kelabu kehijauan,
umumnya tansatmata, kebanyakan terubah.
amigdaloidal
dengan
mineral
sekunder
karbonat dan silikat; sebagian lavanya
menunjukkan struktur bantal.
Satuan batuan ini tersingkap di sapanjang
daerah pegunungan sebelah timur Lembah
Walanae. sebagai lanjutan dan Tmkv yang
tersingkap bagus di daerah sebelah utaranya
(Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian
Barat); terpisahkan oleh jalur sesar dari
batuan sedimen dan karbonat Formasi Salo
Kalupang (Eosen — Oligosen) di bagian
baratnya; diterobos oleh retas dan stok

bensusunan basal, andesit dan diorit. Satuan


batuan ini diperkirakan beramur Miosen Awal;
tebal satuan di lembar Pangkajene dan
Watampone Bagian Barat tidak kurang dari
4250 m.
Tpbv
BATUAN GUNUNGAPI BATURAPE
CINDAKO : lava dan breksi, dengan sisipan
sedikit tufa dan konglomerat.
Bersusunan basal, sebagian besar porfiri
dengan fenokris piroksen besar-besar sampai
1 cm dan sebagian kecil tansatmata, kelabu
tua kehijauan hingga hitam warnanya; lava
sebagian berkekar maniang dan sebagian
berkekar lapis, pada umumnya breksi
berkomponen kasar, dari 15 cm sampai 60
cm, terutama basal dan sedikit andesit,
dengan semen tufa berbutir kasar sampai
lapili, banyak mengandung pecahan piroksen.
Komplek terobosan diorit berupa stok dan
retas di Baturape dan Cindako diperkirakan
merupakan bekas pusat erupsi (Tpbc); batuan
di sekitarnya terubah kuat, amigdaloidal
dengan mineral sekunder zeolit dan kalsit:
mineral galena di Baturape kemungkinan
berhubungan dengan terobosan diorit ini;
daerah
sekitar
Baturape
dan
Cindako
batuannya didominasi oleh lava Tpbl. Satuan
ini tidak kurang dari 1250 m tebalnya dan
berdasarkan posisi stratigrafinya kira-kira
berumur Pliosen Akhir.
Qlv
BATUAN
GUNUNGAPI
LOMPOBATANG : aglomerat, lava. breksi,
endapan lahar dan tufa.
Membentuk kerucut gunungapi strato dengan
puncak tertinggi 2950 m di atas muka laut;
batuannya sebagian besar berkomposisi
andesit dan sebagian basal, lavanya ada yang
berlubang - lubang seperti yang disebelah
barat Sinjai dan ada yang berlapis; lava yang
terdapat kira-kira 2½ km sebelah utara
Bantaeng berstruktur bantal; setempat breksi
dan tufanya mengandung banyak biotit.
Bentuk morfologi tubuh gunungapi masih jelas
dapat dilihat pada potret udara: (Qlvc) adalah
pusat erupsi yang memperlihatkan bentuk
kubah
lava;
bentuk
kerucut
parasit
memperlihatkan paling sedikit ada 2 perioda
kegiatan erupsi, yaitu Qlvpl dan Qlvp2. Di
daerah sekitar pusat erupsi batuannya
terutama terdiri dari lava dan aglomerat
(Qlv), dan di daerah yang agak jauh terdiri
terutama dan breksi, endapan lahar dan tufa
(Qlvb). Berdasarkan posisi stratigrafinya
diperkirakan batuan gunungapi ini berumur
Plistosen.

17
Batuan Terobosan
gd GRANODIORIT : terobosan granodiorit,
batuannya berwarna kelabu muda, di bawah
mikroskop terlihat adanya felspar, kuarsa,
biotit, sedikit piroksen dan hornblende,
dengan mineral pengiring zirkon, apatit dan
magnetit; mengandung senolit bersifat diorit,
diterobos retas aplit, sebagian yang lebih
bersifat diorit mengalami kaolinisasi.
Batuan terobosan ini tersingkap di sekitar
Birru, menerobos batuan dari Formasi Marada
(Km) dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan
(Tpv), tetapi tidak ada kontak dengan
batugamping
Formasi
Tonasa
(Temt).
Penarikan jelak belah dari contoh granodiorit
yang menghasilkan umur 19 ± 2 juta tahun
memberikan dugaan bahwa penerobosan
batuan ini berlagsung di Kala Miosen Awal
(T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978).

d
DIORIT: terobosan diorit, kebanyakan
berupa stok dan sebagian retas atau sill;
Singkapannya ditemukan di sebelah timur
Maros, menenobos batugamping Formasi
Tonasa (Temt); umumnya berwarna kelabu,
bertekstur porfiri, dengan fenokris amfibol dan
biotit, sebagian berkekar meniang.
Penarikhan Kalium Argon pada biotit dan aplit
(lokasi 2) dan diorit (lokasi 3) menunjukkan
umur masing- masing 9.21 dan 7,74 juta
tahun atau Miosen. Akhir. (J.D. Obradovich
hubungan tertulis. 1974).
t/a
TRAKIT DAN ANDESIT : terobosan
trakit dan andesit berupa retas dan stok.
Trakit berwarna putih, bertekstur porfiri
dengan fenokris sanidin sampai sepanjang 1
cm; andesit berwarna kelabu tua, bertekstur
porfiri dengan fenokris amfibol dan biotit.
Batuan ini tersingkap di daerah sebelah
baratdaya Sinjai, dan menerobos batuan
gunungapi Formasi Camba (Tmcv).
BASAL : terobosan basal berupa retas, sill
dan stok, bertekstur porfir dengan fenokris
piroksen kasar mencapai ukuran lebih dan 1
cm, berwarna kelabu tua kehitaman dan
kehijauan; sebagian dicirikan oleh struktur
kekar meniang, beberapa di antaranya
mempunyai tekstur gabro. Terobosan basal di
sekitar Jene Berang berupa kelompok retas
yang mempunyai arah kira- kira radier
memusat ke Baturape dan Cindako ;
sedangkan yang di sebelah utara Jeneponto
berupa stok.
Semua terobosan basal menerobos batuan
dan Formasi Camba (Tmc). Penarikan

Kalium/Argon pada batuan basal dari lokasi 1


dan 4, dan gabro dari lokasi 5 menunjukkan
umur masing-masing 7,5. 6,99 dan 7,36 juta
tahun, atau Miosen Akhir (Indonesia Gulf Oil
Co.,
hubungan
tertulis,
1972;
J.D.
Obradovich, hubungan tertulis, 1974). lni
menandakan
bahwa
kemungkinan
besar
penerobosan
basal
berlangsung sejak Miosen Akhir sampai
Pliosen Akhir.

Batuan Malihan

s BATUAN MALIHAN KONTAK : batutanduk


yang berkomposisi mineral-mineral antofilit.
kordiorit, epidot, garnet, kuarsa, felspar,
muskovit dan karbonat.
Berwarna kelabu kehiauan sampai hijau tua,
tersingkap daerah yang sempit (±2 km2),
pada kontak dengan granodiorit (gd) dan
dibatasi oleh sesar dari batuan gunungapi
Tmcv. Batutanduk ini mengandung banyak
lensa magnetit.

TEKTONIKA
Batuan tertua yang tersingkap di daerah ini
adalah sedimen flysch Formasi Marada,
berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya
memberikan petunjuk suatu endapan lereng
bawah
laut,
ketika
Kegiatan
magma
berkembang menjadi suatu gunungapi pada
waktu
kira-kira
63
juta
tahun,
dan
menghasilkan
Batuan
Gunungapi
Terpropilitkan.
Lembah Walanae di lembar Pangkajene dan
Watampone Bagian Barat sebelah utaranya
menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng
dan Sinjai, melalui Sinjai di pesisir timur
Lembah ini memisahkan batuan berumur
Eosen. yaitu sedimen klastika Formasi Salo
Kalupang di sebelah timur dan sedimen
karbonat Formasi Tonasa di sebelah baratnya.
Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah
barat Lembah Walanae menapakan suatu
paparan laut dangkal, dan daerah sebelah
timurnya
merupaKan
suatu
cekungan
sedimentasi dekat daratan.
Paparan laut dangkal Eosen meluas hampir ke
seluruh daerah lembar peta, yang buktinya
ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di
sebelah barat Birru, sebelah timur Maros dan
di
sekitar
Takalar.
Endapan
paparan
berkembang selama Eosen sampai Miosen
Tengah. Sedimentasi klastika di sebelah timur

18
Lembah Walanae rupanya berhenti pada Akhir
Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi
yang menghasilkan Formasi Kalamiseng.

Baturape-Cindako
(Tpbv),
yang
oleh
perusahaan setempat telah ditambang sejak
sebelum Perang Dunia ke-II.

Akhir dari pada kegiatan gunungapi Eosen


Awal diikuti oleh tektonik yang menyebabkan
terjadinya pemulaan terban Walanae. yang
kemudian menjadi cekungan di mana Formasi
Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan
besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah
dan menurun perlahan selama sedimentasi
sampai kala Pliosen.

Batugamping dari Formasi Tonasa yang


berlimpah memberikan cadangan bahan
galian
industri
yang
cukup
besar.
Batugamping
ini
telah digunakan sebagai bahan baku untuk
Pabrik Semen Tonasa yang terletak di
Pangkajene di sudut baratdaya lembar
Pangkajene dan Watampone Bagian Barat.
Batuan beku berupa terobosan dan lava
(basal, trakit, andesit, diorit, granodorit) yang
ditemukan di berbagai tempat baik sebagai
bahan bangunan fondasi.

Menurunnya cekungan Walanae dibarengi oleh


kegiatan gunungapi yang terjadi secara luas
di sebelah baratnya dan mungkin secara lokal
di sebelah timurnya. Peristiwa ini terjadi
selama Miosen Tengah sampai Pliosen.
Semula gunungapinya terjadi di bawah muka
laut, dan kemungkinan sebagian muncul di
permukaan pada kala Pliosen. Kegiatan
gunungapi
selama
Miosen
meghasilkan
Formasi
Camba,
dan
selama
Pliosen
menghasilkan Batuan Gunungapi BaturapeCindako.
Kelompok retas basal berbentuk radier
memusat ke G. Cindako dan G. Baturape,
terjadinya mungkin berhubungan dengan
gerakan mengkubah pada kala Pliosen.
Kegiatan gunungapi di daerah ini masih
berlangsung sampai dengan kala Plistosen,
meghasilkan Batuan Gunungapi Lompobatang.
Berhentinya kegiatan magma pada akhir
Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang
menghasilkan
sesar-sesar
en
echelon
(merencong) yang melalui G. Lompobatang
berarah utara-selatan. Sesar-sesar en echelon
mungkin sebagai akibat dari suatu gerakan
mendatar dekstral dari pada batuan alas di
bawah Lembah Walanae. Sejak kala Pliosen
pesisir- barat ujung lengan Sulawesi Selatan
ini merupakan dataran stabil, yang pada kala
Holosen hanya terjadi endapan aluvium dari
rawa-rawa.

SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI


Gejala mineralisasi didapatkan di daerah
Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai.
Gosan mangan ditemukan
berserakan
di
atas tanah lapukan dari Batuan Gunungapi
Terpropilitkan (Tpv), dekat sentuhan dengan
terobosan granodiorit (gd). Hasil penyelidikan
yang diiakukan oleh PT Riotinto Bethlehen
Indonesia menunjukkan bahwa gosan mangan
itu berasal dari prospek endapan bijih logam
dasar (van Leeuwen, 1974). Endapan timbal
terjadi di daerah pinggiran komplek terobosan
diorit
(Tpbc)
pada
Batuan
Gunungapi

Mataair panas dan mineral ditemukan di


beberapa tempat. Beberapa airpanas di
sebelah baratdaya dan selatan Sinjai, di
antaranya ada yang bersuhu sampai 40oC
(Purbo-Hadiwidjoyo, 1970). Eksplorasi minyak
dan gasbumi dilakukan oleh Gulf Oil Indonesia
sejak 1967 di beberapa tempat di darat dan di
lepas pantai. Pemboran uji telah dilakukan
baik di pantai maupun di lepas pantai.

ACUAN
Korte, P.. 2924. Geologische verkenning in
Saleier; unpubl. rept. GSI
Purbo-Hadiwidioyo
1970,
Tentang
pemeriksaan gerakan tanah di Kp.
Salohe, Kabupaten Sinjai, Sulawesi
Selatan unpubl. rept GSI, IS/Gth/165,
Sukamto, K., 1975, Geologic Map of
Indonesia, sheet VIII Ujung Pandang,
scale 1,000,000; Geological Survey of
Indonesia.
t‘Hoen, C. & K. Ziegler, 1917, Verslag over he
resultaten van geologisch-mijnhouvkundige verkenninger in Z.W. Celebesc
jaarb. Mijnw. Verb. II, pp. 235—361,
van Leeuwen. TM., 1974, The geology of Birru
area, South Sulawesi PT Riotinto
Eethlehem Indonesia, unpubl. rept.

Geologi Lembar Majene dan Bagian


Barat Lembar Palopo, Sulawesi
(Oleh : Djuri, Sudjatmiko, S. Bachri dan Sukido, 1998)
Edisi Kedua

19
PENDAHULUAN
Peta dasar dibuat oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, berdasarkan peta
dari U.S. Army Map Service, seri T-503,
Lembar SA 50-16 dan SA 51-13, 1965.
Peta geologi dibuat berdasarkan pemetaan
pada tahun 1912 oleh Sudjatmiko, Djuri, Budi
Santoso, Memed dan Yop Yusuf, serta
kompilasi oleh S. Bachri pada tahun 1997.
Edisi pertama
Sudjatmiko

(1974),

oleh

Djuri

batugamping dan napal. Formasi Riu berumur


Miosen Awal - Miosen Tengah, tertindih
takselaras oleh Formasi Sekala (Tmps) dan
Batuan Gunungapi Talaya (Tmtv). Formasi
Sekala terdiri dari grewake, batupasir hijau,
napal dan batugamping bersisipan tuf dan
lava bersusunan andesit-basal; berumur
Miosen Tengah - Pliosen; berhubungan menjemari dengan Batuan Gunungapi Talaya.
Batuan Gunungapi Talaya terdiri dari breksi,
lava dan tuf yang bersusunan andesit-basal
dan mempunyai Anggota Tuf Beropa (Tmb).
Batuan Gununapi Talaya menjemari dengan
Batuan Gunungapi Adang (Tma) yang
terutama bersusunan leusit basal.

dan
Pemerian Satuan

Edisi kedua (1997), digambar dan dicetak


ulang dengan beberapa perbaikan oleh :

Qa ALUVIUM : Lempung lanau, pasir, dan


kerikil

S. Bachri dan Sukido


Disunting oleh D. Sukarna, N Ratman dan
(and) T.C. Amil

Qpbt
TUF BARUPU : Tuf, putih hingga
kelabu
muda,
mengandung
biotit
dan
batuapung, bersusunan dasit; setempat
dijumpai breksi, batuapung Umurnya diduga
Plistosen dan tebalnya sekitar 300 m. Nama
satuan ini pertamakali digunakan oleh
Abendanon (1915).
Tatanan Stratigrafi
Daerah Lembar Majene dan Bagian Barat
Lembar Palopo terbentuk oleh beraneka
macam batuan seperti, batuan sedimen,
malihan, gunungapi dan terobosan. Umurnya
berkisar dari Mesozoikum sampai Kuarter.
Satuan tertua di Lembar ini adalah Batuan
Malihan (TR w) yang terdiri dari sekis, genes,
filit dan batusabak. Satuan ini mungkin dapat
disamakan dengan Kompleks Wana di Lembar
Pasangkayu yang diduga berumur lebih tua
dan Kapur dan tertindih takselaras oleh
Formasi Latimojong (Kls). Formasi tersusun
oleh filit, kuarsit, batulempung malih dan
pualam, berumur Kapur.
Satuan berikutnya adalah Formasi Toraja
(Tet)
terdiri
dari
batupasir
kuarsa,
konglomerat kuarsa, kuarsit, serpih dan
batulempung yang umumnya berwarna merah
alau ungu. Formasi ini mempunyai Anggota
Rantepao
(Tetr)
yang
terdiri
dari
batugamping numulit berumur
Eosen Tengah Eosen Akhir. Formasi Toraja
menindih takselaras Formasi Latimojong, dan
tertindih takselaras oleh Batuan Gunungapi
Lamasi (Toml) yang terdiri dari batuan
gunungapi,
sedimen
gunungapi
dan
batugamping yang berumur Oligo-Miosen atau
Oligosen Akhir - Miosen Awal. Batuan
gunungapi
ini
mempunyai
Anggota
Batugamping (Tomc), tertindih selaras oleh
Formasi
Riu
(Tmr)
yang
terdiri
dari

Qphs
ENDAPAN ANTAR GUNUNG :
Konglomerat mengandung komponen granit,
batupasir tufaan, batulanau dan serpih,
setempat
mengandung
fosil
moluaka;
termampatkan lemah.

Qpps
NAPAL PAMBAUANG : Napal tufa,
serpih napalan meagandung nodul, batupasir
tufaan,
dan
lensa-lensa
konglomerat;
mengandung
fosil
foraminifera
yang
menunjukkan umur Plistosen. Tebal satuan
sekitar 300 m, dan kemungkinan terendapkan
di lingkungan laut dangkal.

Tmpi
BATUAN TEROBOSAN : Umumnya
batuan beku bersusunan asam sampai
menengah seperti granit, granodiorit, diorit,
senit, monzonit kuarsa den riolit; setempat
dijumpai gabro di G. Pangi. Singkapan
terbeser di daerah G. Paroreang yang
menerus sampai daerah G. Gandadiwata di
Lembar Mamuju (Ratman dan Atmawinata,
1993). Umumya diduga Pliosen karena
menerobos Batuan Gunungapi Walimbong
yang berumur Mio-Pliosen, serta berdasarkan
kesebandingan dengan granit di Lembar
Pasangkayu yang berumur 3,35 juta tahun
(Sukamto, I975a)

20
39

Tppv BATUAN GUMINGAPI PAREPARE :


Breksi gunungapi berkomponen trakit dan
andesit;
batuapung,
batupasir
tufaan,
konglomerat dan breksi tufaan; diterobos
oleh, retas-retas trakit-andesit. Umur satuan
adalah
Pliosen
berdasarkan
penarikhan
radiometri pada trakit dan tufa di Parepare
yang menghasilkan umur 4,25 dan 4,95 juta
tahun (S.D. Obradovich, dalam Sukamto,
1982).

Tppl
ANGGOTA
LAVA
BATUAN
GUNUNGAPI PAREPARE : Lava trakit,
kelabu muda hingga putih, berkekar-tiang.

Tmpm FORMASI MAPI : Batupasir tufan,


batulanau,
batulempung,
batugamping
pasiran
dan
kanglomerat.
Berdasarkan
kandungan fosil foraminiferanya umur formasi
ini Miosen Tengah - Pliosen. Formasi ini
tersingkap di daerah S. Mapi, tebalnya sekitar
100 m.

Tpw FORMASI WALANAE : Konglametat,


sedikit batupasir glaokonit dan serpih;
mengandung
kokuina,
moluska
dan
foraminifera yang menunjukkan umur Pliosen,
sedang lingkungan pengendapannya darat
hingga laut dangkal. Ke arah Selatan, di
Lembar Pangkajene dan Watampone bagian
barat (Sukamto. 1982), batupasir semakin
menguasai
dan
berselingan
dengan
batulanau, tuf, napal, konglomerat dan
batugamping. Batugamping di Tacipi disebut
Anggota Tacipi. Tebal formasi tidak kurang
dari 1700 m.
Tpl ANGGOTA BATUGAMPING FORMASI
WALANAE : Batugamping terumbu, tebalnya
kurang dari 100 m, dijumpai menumpangi
atau sebagai lensa pada bagian atas Batuan
Gunungapi
Walimbong
(Tmpv).
umurya
sekitar
Mio-Pliosen.
dengan
lingkungan
pengendapan laut dangkal. Batuan serupa dan
seumur di Lembar Pangkajene dan bagian
barat Watampone (Sukamto, 1982) disebut
Anggota Tacipi Formasi Walanae, di Lembar
Enrekang (Sukido. 1997) disebut Formasi
Tacipi.
Tmpv BATUAN GUNUNGAPI WALIMBONG
: Lava berausunsn basal sampai andesit,
sebagian lava bantal; breksi andesit piroksin,
breksi andsit trakit; mengandung feldspatoid
di beberspa tempat; diendapkan di lingkungan
laut. diduga berumur Mio-Pliosen karena
menjemari dengan Formasi Sekala yang

berumur Miosen Tengah - Pliosen; tebalnya


ratusan meter.
Tmm
FORMASI MANDAR : Batupasair,
batulanau
dan
serpih,
berlapis
baik,
mengandung
lensa
lignit,
mengandung
foraminifera berumur
Miosen
Akhir, tebal mencapai 400 m, mungkin
diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai
deltaik; di Lembar Mamuju formasi ini
dikuasai oleh napal dan batugamping dengan
sisipan tuf, batupasir dan konglomerat, serta
disebut Formasi Mamuju (Ratman dan
Atmawinata, 1993).
Tmps
FORMASI SEKALA : Batupasir,
konglomerat, serpih, tuf, sisipan lava andesit

basalan,;
mengandung
foraminifera
berumur Miosen Tengah – Pliosen dengan
lingkungan
pengendapan
laut
dangkal;
tebalnya sekitar 500 m. Di Lembar Mamuju
(Ratman dan Atmawinata, 1993) formasi ini
juga disusun oleh batupasir hijau, napal dan
lava bantal, dan sebagian batuan bercirikan
endapan turbidit.
Tomd
FORMASI DATE : Napal diselingi
batulanau
gampingan
dan
batupasir
gampingan; tebal endapan mencapai 500 1000
m;
kandungan
foraminifera
menunjukkan umur Oligosen Tengah - Miosen
Tengah dengan lingkungan pengendapan laut
dangkal. Di Lembar Mamuju (Ratman dan
Atmawinata. 1993) formasi ini disebut
Formasi Rio.
Tomm FORMASI MAKALE : Batugamping
terumbu, terbentuk di laut dangkal. Umurnya
diduga Miosen Awal - Miosen Tengah.
Tms
PORMASI SALOWAJO : Napal dan
batugamping
yang
tersisip,
setempat
mengandung batupasir gampingan berwarna
abu-abu biru sampai hitam, konglomerat dan
breksi, Foraminifera umurnya berjangka dari
Miosen Awal hingga Miosen Tengah termuda.
Tml
FORMASI LOKA : Batuan epiklastik
gunungapi terdiri dari batupasir andesitan
batulanau, konglomeerat dan breksi. Berlapis
hingga masif terutama sebagai endapan darat
hingga delta dan laut dangkal. Fosil
foraminifera menunjukkan umur Miosen
Tengah - Miosen Akhir. Tebalnya mencapai
ratusan meter.
Tolv BATUAN GUNUNGAPI LAMASI : Lava
andesit, basal, breksi gunungapi, batupasir

21
dan
batulanau;
setempat
mengandung
feldspatoid;
umumnya
terkloritkan
dan
terkersikan; umurnya diduga Oligosen karena
menindih Formasi Toraja (Tets) yang berumur
Eosen, sedang Formasi Toraja menurut
Simandjuntak, drr. (1991) berumur Paleosen.
Tebal satuan tidak kurang dari 500 m.
Tets
FORMAS1 TORAJA : Serpih coklat
kemerahan,
serpih
napalan
kelabu,
batugamping, batupasir kuarsa, konglomerat,
batugamping, dan setempat batubara. Tebal
formasi diduga tidak kurang dan 1000 m.
Fosil foraminifera besar pada batugamping
menunjukkan umur Eosen - Miosen (Budiman,
1981. dalam Simandjuntak, drr., 1993).
Sedang lingkungan pengendapannya laut
dangkal. Formasi ini menindih tidak selaras
Formasi Latimojong dan ditindih tidak selaras
oleh Batuan Gunungapi Lamasi.
Tetl ANGGOTA BATUGAMPING FORMASI
TORAJA : Batugamping kelabu hingga putih,
bebeepa lensa-lensa besar, mengandung
numulites berumur Eosen dengan lingkungan
pengendapan laut dangkal, tebalnya sekitar
500 m; di Lembar Mamuju disebut Anggota
Rantepao Formasi Toraja (Ratman dan
Atmawinata, 1993).
Kls FORMASI LATIMOJONG : Secara umum
formasi ini mengalami pemalihan lemah sedang; terdiri atas serpih, filit, rijang,
marmer, kuarsit dan breksi terkersikkan;
diterobos oleh batuan beku menengah sampai
basa; di Lembar Mamuju (Ratman dan
Atmawinata,
1993)
juga
dijumpai
batulempung
mengandung
fosil
Globotruncana berumur Kapur Akhir, dengan
lingkungan pengendapan laut dalam. Tabal
formasi lebih dari 1000 m.
TEKTONIKA DAN STRUKTUR
Lembar Majene dan bagian barat Palopo
terletak di Mendala Geologi Sulawesi Barat
(Sukamto, 1975 b, lihat gambar). Mendala ini
dicirikan oleh batuan sedimen laut dalam
berumur Kapur - Paleogen yang kemudian
berkembang menjadi batuan gunungapi
bawah laut dan akhirnya gunungapi darat di
akhir Tersier. Batuan terobosan granitan
berumur Miosen-Pliosen juga mencirikan
mendale ini. Sejarah tektoniknya dapat
diuraikan mulai dari jaman Kapur, yaitu, saat
Mendala Geologi Sulawesi Timur bergerak ke
barat mengikuti gerakan tunjaman landai ke
barat di bagian timur Mendala Gaologi
Sulawesi Barat. Penunjaman ini berlangsug
hingga Miosen Tengah, saat kedua mendala

tersebut bersatu. Pada akhir Miosen - Tengah


sampai Pliosen terjadi pengendapan sedimen
molasa secara tak selaras di atas seluruh
mendala geologi di Sulawesi, serta terjadi
terobosan batuan granitan di Mendala Geologi
Sulawesi Barat, Pada Plio-Pliosen seluruh
daerah
Sulawesi
tercenangga.
Didaerah
pemetaan, percenanggaan ini diduga telah
mengakibatkan terbentuknya lipatan dengan
sumbu berarah baratlaut - tenggara, serta
sesar naik dengan bidang sesar miring ke
timur. Setelah itu seluruh daerah Sulawesi
terangkat dan membentuk bentangalam
seperti sekarang ini.
SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI
Secara setempat, yaitu di daerah utara G.
Gandang dijumpai mineralisasi tembaga,
timbal, seng dan besi, yaitu pada batuan
gunungapi dan pada batuan terobosan.
Karena sebaran batuan gununapi cukup luas,
disertai penerobosan batuan granitoid yang
cukap luas pula, maka kemungkinan di daerah
ini mempunyai potensi mineral logam yang
tinggi. Adanya alterasi seperti kloritisasi dan
silisifikasi pada Batuan Gunungapi Lamasi
juga
merupakan
petunjuk
adanya
mineralisasi. Berbagai macam batuan beku
terobosan yang ada menpunyai potensi
sangat
besar
untuk
keperluan
bahan
bangunan. Adapun sumber energi yang ada
adalah batubara yang tersingkap dibeberapa
tempat pada Formasi Toraja.

DAFTAR ACUAN

Abendanon, E.C., 1915. Geologische en


geographische
doorkruisingen
van
Midden-Celebes (1909-1910): Leiden,
E.J. Brill, v.I, 451 p
Ratman, N. Dan S. Atmawinata, 1993. Geologi
Lembar Mamuju, Sulawesi, Sekala 1 :
250.000.
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Geologi.
Reyzer.
E.C.,
1915.
Geologische
aanteekeningen
betreffende
de
Zuidelijke Toraja Landen, verzameld uit
de Verslagen der mijnbouwkundige
onder-zoekingen In Midden Celebes:
Jaarboek v.h Mijnwezen in Nederlandsch
Oost-Indie, 1918, Weltevreden (now
Jatinegara), Gov”t. Printing Office p,
154 – 209. pl.14

22
Simandjuntak, TO, E. Rusmana, Surono dan
Supandjono, 250.000. Penelitian dan
Pengembangan, Geologi.
Sukamto, R., 1915 a. Geologic Map of
Sulawesi Sheet VIII Ujung Pandang
Scale 1:1000.000 Geological Survey of
Indonesia.
------1975 b. The Structure of Sulawesi in the
light of plate tectonics, Proc. Reg, on
the Geol, and Min Resources of
Southeast Asia. Jakarta: Indonesian
Association of Geologist.
------R., 1982. Geologi Lembar Pangkajene
dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi.

Sukido, D. Satria dan S Koesoemadinata,


1997, Peta geologi Lembar Enrekang
Sulawesi,
skala
1
:
43100.000,
Puslitbang Geologi.

Geologi Lembar Mamuju,


Sulawesi
Geology of the Mamuju Quadrangle
, Sulawesi
Oleh (By):
N. Ratman dan (and) S. Atmawinata

Geologi dipetakan pada 1985 oleh:


Geology mapped in 1985 by:
N. Ratman dan (and) S. Atmawinata

Ditelaah dan disunting oleh:


Reviewed and edited by:
T.O. Simandjuntak, S. Gafoer & K.
Sukamto

DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN


ENERGI
DIREKTORAT JENDERAL GEOLOGI DAN
SUMBERDAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN GEOLOGI
DEPARTMENT OF MINES AND ENERGY
DIRECTORATE GENERAL OF GEOLOGY
AND MINERAL RESOURCES
GEOLOGICAL RESEARCH AND
DEVELOPMENT CENTRE 1993

PENDAHULUAN
Pemetaan geologi bersistim Lembar Mamuju,
sekala I : 250.000 dilakukan dalam rangka
pelaksanaan Pelita IV tahun kedua, Proyek
Pemetaan Geologi dan Interpretasi foto citra
di lingkungan Puslitbang Geologi.
Pekerjaan lapangan berlangsung selama 4
bulan yang dibagi dalam dua tahap. Yang
pertama dari Juni sampai Juli 1985 dan kedua
dan Oktober sampai November 1985.
Proyek yang sama pada 1972 telah dilakukan
pemctaan geologi tinjau di Lembar ini dan
hasilnya berupa laporan terbuka (Apandi drr.,
1982). Lembar Mamuju dibatasi oleh kordinat
118°30‘ - 1200 BT dan 2° - 3° LS, yang luas
daratannya 11.305 km2. Di utara batasnya
adalah Lembar Pasangkayu; di umur Lembar
Malili; di selatan Lembar Majene dan di barat
Selat Makassar. Secara kepamongprajaan,
Lembar ini termasuk dalam Kabupaten
Mamuju, Kabupaten Majene, Kabupaten
Polmas (Polewali-Mamasa), Kabupaten Tator
(Tana Toraja) dan Kabupaten Luwu, Propinsi
Sulawesi Selatan (Gb. 2). Sebagaimana
daerah lainnya di Indonesia.

GEOMORFOLOGI

Lembar Mamuju sebagian besar berupa


pegunungan, hanya sebagian kecil berupa
pebukitan menggelombang
dan dataran
rendah. Topografi kras terdapat sempit di
sekitar Rantepao, di bagian tenggara Lembar
(Gb. 4). Daerah pegunungan Morfologi ini
menempati hampir dua pertiga luas daerah
yang dipetakan yaitu di bagian tengah, utara,
timurlaut dan selatan. Daerah ini umumnya
berlereng terjal dan curam, puncak bukitnya
berkisar dari 800 sampai 3.000 m. Puncak
tertinggi adalah Bulu Gandadiwata ( 3.074
m) dan Bulu Potali ( 3.008 m). Halaan
tertentu tidak terdapat pada sebaran gunung
tersebut, akibatnya pola aliran berkembang
tidak mengikuti aliran tertentu, melainkan
menyesuaikan
dengan
keadaan
tanah
bawahnya. Di banyak tempat terdapat air
terjun, yang menunjukkan ciri kemudaan
daerah. Ciri lain berupa lembah yang sempit
dan curam. Di sekitar Barupu dan Panggala,
terdapat suatu morfologi , yang berpola
saliran memancar. Lereng bukit umumnya
terjal dan membentuk ngarai, dindingnya
digali
untuk
pemakaman.
Di
daerah
pegunungan terdapat sedikit topografi krast
dan dataran aluvium sempit, yaitu di sekitar
Rantepao. Gua alamiah pada batugamping di
23
daerah ini digunakan penduduk
sebagai lokasi pemakaman.

setempat

Daerah pebukitan meng-gelombang


Morfologi ini terdapat di bagian baratdaya
Lembar, yaitu daerah antara Teluk Lebani dan
Teluk Mamuju. Tinggi pebukitan berkisar dan
500 sampai 600 mdpl atas muka laut. Daerah
ini berpola aliran meranting.
Daerah dataran rendah
Dataran rendah menempati bagianbarat
Lembar, yaitu sepanjang pantai mulai dan
Kaluku sampai Babana (daerah S. Budongbudong). Umumnya berpolah aliran meranting
(dendritik) dan beberapa sungal bermeander.
Tataan Stratigrafi
Daerah Lembar Mamuju terbentuk oleh
beraneka macam batuan seperti, batuan
sedimen, malihan, gunungapi dan terobosan.
Umurnya berkisar dan Mesozoikum sampai
Kuarter.
Satuan tertua di Lembar ini adalah Batuan
Malihan (TR w) yang terdiri dari sekis, genes,
filit dan batusabak. Satuan ini mungkin dapat
disamakan dengan Kompleks Wana di Lembar
Pasangkayu yang diduga berumur lebih tua
dan Kapur dan tertindih takselaras oleh
Formasi Latimojong (Kls). Formasi tersusun
oleh filit, kuarsit, batulempung malih dan
pualam, berumur Kapur.
Satuan berikutnya adalah Formasi Toraja
(Tet)
terdiri
dari
batupasir
kuarsa,
konglomerat kuarsa, kuarsit, serpih dan
batulempung yang umumnya berwarna merah
atau ungu. Formasi ini mempunyai Anggota
Rantepao (Tetr) yang terdiri dari batugamping
numulit berumur Eosen Tengah Eosen Akhir.
Formasi Toraja menindih takselaras Formasi
Latimojong, dan tertindih takselaras oleh
Batuan Gunungapi Lamasi (Toml) yang terdiri
dari batuan gunungapi, sedimen gunungapi
dan batugamping yang berumur Oligo-Miosen
atau Oligosen Akhir - Miosen Awal. Batuan
gunungapi
ini
mempunyai
Anggota
Batugamping (Tomc), tertindi selaras oleh
Formasi
Riu
(Tmr)
yang
terdiri
dari
batugamping dan napal. Formasi Riu berumur
Miosen Awal - Miosen Tengah, tertindih
takselaras oleh Formasi Sekala (Tmps) dan
Batuan Gunungapi Talaya (Tmtv). Formasi
Sekala terdiri dari grewake, batupasir hijau,
napal dan batugamping bersisipan tuf dan
lava bersusunan andesit-basal; berumur
Miosen Tengah - Pliosen; berhubungan
menjemari dengan Batuan Gunungapi Talaya.

Batuan Gunungapi Talaya terdiri dari breksi,


lava dan tuf yang bersusunan andesit-basal
dan mempunyai Anggota Tuf Beropa (Tmb).
Batuan Gununapi Talaya menjemari dengan
Batuan Gunungapi Adang (Tma) yang
terutama bersusunan leusit basal.

Batuan
Gunungapi
Adang
berhubungan
menjemari dengan Formasi Mamuju (Tmm)
yang berumur Miosen Akhir. Formasi Mamuju
terdiri atas napal, batupasir gampingan, napal
tufan dan batugamping pasiran bersisipan tuf
Formasi ini mempunyai Anggota Tapalang
(Tmmt) yang terdiri dari batugamping koral,
batugamping biokiastika dan napal yang
banyak
mengandung
moluska.
Formasi
Lariang terdiri dari batupasir gampingan dan
mikaan, batulempung, bersisipan kalkarenit,
konglomerat dan tuf; umumya Miosen AkhirPliosen Awal.
Di bagian tenggara Lembar, tersingkap Tuf
Barupu (Qbt) yang terdiri dari tuf, tuf lapili
dan lava, yang umumnya bersusunan dasit,
dan diduga berumur Plistosen. Sedangkan di
bagian baratlaut tersingkap Formasi Budongbudong (Qb) yang terdiri dari
konglomerat,
batupasir, batulempung; dan batugamping
koral (Ql).
Endapan termuda di Lembar ini adalah
endapan kipas aluvium (Qt) dan aluvium (Qa)
yang terdiri dari endapan-endapan sungai,
pantai dan antar gunung.

Perian satuan peta

ENDAPAN PERMUKAAN
Qf
ENDAPAN KIPAS ALUVIUM ; Breksi,
batupasir sedang-kasar, lempung danpasir.
Satuan ini umumnya terdapat pada lereng
bukit yang berbatuan gunungapi dan batuan
beku
(andesit,
basal
dan
granit)
Singkapannya terdapat di bagian tenggara
Lembar di daerah Tandung dan Litke.
Komponen batuan umumnya ber bentuk
menyudut tanggung-menyudut, berukuran
pasir-bongkah, terpilah buruk. Breksi dan
batupasirnya
berlapis
buruk,
dengan
massadasar pasir lempungan; kurang mampat
sampai lepas. Satuan ini diduga berumur
Plistosen sampai Holosen

24
Qa
ALUVIUM ; Bongkah, kerakal, kerikil,
pasir, lanau, lempung dan lumpur; setempat
mengandung sisa-sisa tumbuhan.
Satuan ini terhampar luas di daerah muara
sungai besar, yaitu S. Budong budong S.
Lumu, S. Karama, dan S. Kaluku serta
terdapat di sepanjang pantai. Tebalnya
berkisar antara I dan 5 m. Satuan ini
menindih takselaras satuan yang ada di
bawahnya. Umumya adalah Holosen Setempat
berupa endapan antar gunung yang
terdiri
dari breksi,
konglomerat batupasir, batulempung
belum padat, dan sisa tumbuhan.

yang

BATUAN SEDIMEN
Kls FORMASI LATIMOJONG : batusabak,
kuarsit,
filit,
batupasir
kuarsa
malih,
batulanau malih dan pualam; setempat
batulempung gampingan.
Batusabak,
berwarna
kelabu
kehitaman
sampai hitam, berlapis baik dengan tebal dan
2 cm sampai 10 cm; mampat; setempat
mengandung urat kuarsa. Kuarsit, berwarna
putih kehijauan; berlapis baik dengan tebal 1
sampai 3 cm; mampat. Filit, berwarna merah
kecoklatan perdaunan searah dengan bidang
perlapisan. Batupasir kuarsa malih dan
batulempung malih, umumnya berwarna putih
kelabu sampai kecoklatan; berlapis baik
dengan tebal dan beberapa cm sampai 25 cm;
terutama tersusun dan kuarsa dan lempung;
perdaunan searah dengan bidang perlapisan.
Pualam, berwarna putih kelabu, berbutir halus
dan mampat. Batuan ini hanya tersingkap di
daerah hulu S.
Mariri sebelah timur
Galumpang.
Batulempung gampingan, berwarna kelabu
muda, cukup keras; berlapis dengan tebal dan
beberapa cm sampai 20 cm. Batuan ini
mengandung fosil Globotruncana formicata
formicata
PLUMMER,
Gbobotruncana
stuartiformis DOLBIER, Globotruncana sp.
Kumpulan fosil ini menunjukkan umur Kapur
Akhir dengan lingkungan pengendapan laut
dalam (Purnamaningsih, hubungan tertulis,
1985). Satuan ini diterobos oleh Granit
Mamasa dan Granit Kambuno, tertindih
takselaras oleh Formasi Toraja dan batuan
yang lebih muda lainnya.
Sebarannya terdapat di bagian tengah,
selatan dan timurlaut Lembar, serta sedikit di
bagian timur. Di bagian timurlaut, menerus ke
Lembar Pasangkayu di utara, dan ke Lembar

Malili di timur. Tebalnya lebih dan 1.000 m.


Singkapan batusabak di S. Karataun daerah
Galumpang banyak mengandung urat kuarsa
yang disertai cebakan bijih sulfida tembaga,
besi, seng dan sedikit emas. Tebal unit kuarsa
beraneka dan beberapa cm sampai 50 cm.
49 pertama kali
Nama Formasi Latimojong
digunakan oleh Brouwer (1934) dengan lokasi
tipenya di Pegunungan Latimojong, Lembar
Majene. (Djuri dan Sudjatmiko, 1979).

Tet
FORMASI TORAJA
perselingan
batupasir kuarsa, serpih dan batulanau, ber
sisipa konglomerat kuarsa, batulempung
karbonat,
batugamping,
napal,
batupasir hijau, batupasir gampingan dan
batubara, setempat dengan
lapisan tipis resin dalam batulempung.
Umumnya berlapis baik, dengan tebal lapisan
berkisar dan beberapa cm sampai lebih dari 1
m. Setempat berstruktur perarian sejajar,
lapisan bersusun dan silang-siur.
Satuan ini umumnya terlipat, setempat
mempunyai kemiringan hampir tegak. Secara
keseluruhan, satuan ini mempunyai warna
yang khas yaitu merah kecoklatan sampai
ungu,
dan
beberapa
berwarna
kelabu
kehitaman. Batupasir kuarsa, berwarna putihkelabu muda, coklat kemerahan sampai
ungu;
berukuran sedang sampai kasar; terpilah
baik, butiran membundar tanggung sampai
membundar benar; terdiri dari 90% - 95%
kuarsa dan sisanya adalah kepingan mineral
rutil dan zirkon; berperekat kuarsa halus.
Konglomerat kuarsa, berwarna putih kelabu;
sangat pejal; ukuran butir dari 5 mm sampai
3
cm,
membundar
tanggung
sampai
membundar baik, terpilah baik, beberapa
lapisan membentuk lapisan bersusun dengan
tebal berkisar dan 2 cm sampai 15 cm.
Komponen utamanya terdiri dari kuarsa dan
sedikit batuan sedimen malih, dengan perekat
atau massa dasar pasir kuarsa.
Serpih, berwarna kelabu kecoklatan; pasiran;
mudah hancur; berlapis baik dengan tebal dan
2 cm sampai 1 m, setempat bersisipan
batugamping kelabu yang keras setebal 1
sampai 5 cm dan tak berfosil.
Batubara umumnya terdapat sebagai sisipan
dalam batupasir kuarsa, tebalnya 40 - 75 cm,
tersingkap di utara Tamalea dan sebelah barat
Galumpang. Batulanau, berwarna kelabu
muda sampai kelabu tua; mudah hancur;
agak gampingan; berlapis baik dengan tebal

25
dari 2 cm sampai 15 cm; yang lapuk berwarna
merah kecoklatan. Batuan ini disisipi oleh
lapisan tipis napal, berwarna putih; cukup
keras; tak berfosil. Umumnya terdapat pada
bagian bawah formasi.

tergeruskan sehingga fosil numulit tampak


mengkilat dan menjadi terpipihkan searah
bidang lapisan. Batugamping terhablur ulang,
berwarna putih kelabu sampai coklat terang;
sebagian berlapis; setempat berkepingan.

Batulempung karbonan, berwarna kelabu tua


sampai coklat kemerahan; agak lunak dan
mengandung sedikit kerikil batuan sedimen
malih yang membundar tanggung. Batuan ini
setempat disisipi lapisan tipis (2 cm) resin. Di
daerah sentuhan dengan tubuh granit, batuan
ini menjadi sangat keras.

Selain Nummulit sp., batuan ini mengandung


pula fosil Discocyclina sp., Pelatispira sp.,
Ascocyclina
sp.,
Quinqueloculina
sp.,
Asterocyclina sp., ekinoid, koral dan ganggang
yang menunjukkan umur Eosen dengan
lingkungan pengendapannya laut dangkal
(Purnamaningsih, hubungan tertulis, 1985).

Batugamping bioklastika, berwarna putih


kehijauan sampai kelabu; pejal; berlapis baik
dengan tebal 2 sampai 10 cm; terdapat
sebagai sisipan; lapukannya berwarna merah.
Fosil yang ditemukan dalam batugamping
bioklastika
adalah
Pelatispira
orbitoides
PROVALE, Amphistegina sp., Fabiania sp.,
Discocyclina
sp.,
Asterocyclina
sp.,
Nummulites sp., Globorotalia
gulbrooki
BOLLI dan

Batugamping numulit ini sebagian berupa


lensa di dalam Formasi Toraja. Anggota
Rantepao dan Formasi Toraja tertindih
takselaras oleh satuan batuan gunungapi
Oligosen-Miosen
dan
diduga
menindih
takselaras Formasi Latimojong. Satuan ini
tersingkap di bagian Tenggara Lembar, yaitu
di daerah Rantepao, dan sedikit di bagian
tengah Lembar, yaitu di dekat Galumpang.
Tebalnya ± 500 m. Satuan ini pertama kali
dikenal sebagai satuan Batugamping Formasi
Toraja (Djuri dan Sudjatmiko, 1974). Nama
Anggota Rantepao adalah nama baru yang
diusulkan, lokasi tipenya terdapat di sekitar
Rantepao

Operculina
sp.
Kumpulan
fosil
ini
menunjukkan umur Eosen Tengah-Eosen
Akhir (Sudiyono, hubungan tertulis, 1985).
Lingkungan pengendapannya adalah laut
dangkal sampai darat.
Formasi ini tersebar di sudut tenggara
Lembar, yaitu di daerah Rantepao dan di
bagian tengah Lembar, yaitu di daerah S. Hau
dan S. Karataun. Tebalnya diperkirakan lebih
dari 1.000 m. Formasi ini mempunyai Anggota
Rantepao yang berhubungan menjemari.
Formasi Toraja diduga menindih takselaras
Formasi Latimojong dan tertindih takselaras
oleh satuan batuan gunungapi Oligosen Miosen.
Satuan ini pertama kali dikenal sebagai
Formasi Serpih Tembaga (de Koning Knif,
1914). Nama Formasi Tonja dimunculkan oleh
Djuri dan Sudjatmiko (1974) yang dibagi atas
dua bagian yaitu batuan sedimen (serpih,
batugamping,
batupasir
kuarsa,
dan
konglomerat
kuarsa)
dan
batugamping.
Dalam laporan ini batugampingnya disebut
Anggota Rantepao. Nama Formasi ini berasal
dari daerah Toraja yang merupakan lokasi
tipenya.
Tetr
ANGGOTA RANTEPAO, FORMASI
TORAJA
:
batugamping
numulit
dan
batugamping
terhablur
ulang,
sebagian
51
tergerus.
Batugamping numulit, berwarna putih sampai
coklat
muda
berlapis
baik,
setempat

Tomc ANGGOTA BATUGAMPING, BATUAN


GUNUNGAPI LAMASI; batugamping dan
napal.
Batugamping,
berwarna
putih;
pejal;
terhablur ulang; miskin fosil; sebagian berupa
terumbu. Napal, berwarna kelabu kecoklatan;
berlapis baik dengan tebal dari beberapa cm
sampai 25 cm. Satuan ini di banyak tempat
merupakan lensa di dalam Batuan Gunungapi
Lamasi (Toml). Napal ini mengandung fosil
Globigerina angulisuturalis BOLLI Catapsydrax
dissimilis
CUSHMAN
dan
BERMUDEZ,
Globorotalia
cf
G.
seakensis
LEROY,
Globorotaloides suteri BOLLI, dan Globigerina
cf, G. selli BORzETU. Kumpulan fosil ini
menunjukkan umur Oligosen Akhir-Miosen
Awal (P-2 1) atau bagian bawah N4,
diendapkan dalam lingkungan litoral sampai
neritik (Purnamaningsih, hubungan tertulis,
1985).
Satuan ini tersingkap baik, terutama di daerah
aliran S. Lamasi sebelah utara Rantepao,
berhubungan menjemari dengan seri batuan
gunungapi Oligosen Miosen (Tomc). Tebalnya
diduga 100 m.
Tmr FORMASI RIU; napal, batugamping,
serpih,
batupasir
gampingan
bersisipan
batulempung dan tuf.

26
Napal, berwarna putih sampai coklat muda
dan kelabu; tebal dan beberapa cm sampai 1
m; berlapis baik dengan lapisan hampir
mendatar
agak
keras;
dan
banyak
mengandung fosil.
Batugamping pasiran, berwarna putih sampai
coklat muda; sebagian berlapis; setempat
terhablurkan; beberapa berupa terumbu.
Serpih, berwarna kelabu; tebal lapisan
mencapai 1 m lebih; bersisipan batugamping
pasiran setebal 5 cm sampai 20 cm.
Batupasir
gampingan,
berwarna
kelabu
kecoklatan agak keras sampai lunak; berlapis
baik dengan tebal dari beberapa cm sampai
15
cm;
biasanya
berselingan
dengan
batulempung, bersisipan batugamping pasiran
dan tuf.
Batulempung dan tuf, berwarna putih coklat
agak lunak; umumnya merupakan sisipan
tipis di dalam batugamping pasiran dan sedikit
dalam serpih. Formasi ini mengandung fosil,
di antaranya adalah: Lepidocyclina martini
SCHLUMBERGER, Lepidocyclina omphalus TAN
SIN HOK, Mioqypsina sp., dan Heterostegina
sp., yang menunjukkan umur Miosen AwalMiosen
Tengah
dan
berlingkungan
pengendapan laut dangkal (Purnamaningsih,
hubungan
tertulis,
1985).
Sebarannya
terutama di sekitar Rantepao dan menerus ke
Lembar Majene dan Palopo di bagian selatan
dan timur.
Formasi ini tertindih takselaras oleh Formasi
Sekala. Satuan ini diduga menindih selaras
Batuan Gunungapi Lamasi dan menindih
takselaras
Formasi
Toraja.
Tebalnya
diperkirakan 500 m - 700 m.
Nama Formasi ini adalah nama baru yang
diusulkan dan singkapan terbaik terdapat di S.
Riu. Satuan ini di Lembar Majene dan bagian
barat Palopo disebut satuan napal (Djuri dan
Sudjatmiko, 1974).

Tmps FORMASI SEKALA : batupasir hijau,


grewake, napal, batulempung. batupasir
mikaan, tuf, serpih dan batupasir gampingan.
dengan sisipan breksi, lava dan konglomerat.
Umumya berlapis baik, setempat berstruktur
perlapisan bersusun. Batupasir hijau, tufan;
keras; berlapis dengan tebal dan 10 cm
sampai
1
m,
berselingan
dengan
batulempung, berwarna coklat kehitaman;
keras, dan tuf berwarna coklat muda.

Grewake, berwarna kelabu kehijauan berlapis


baik dengan tebal dan 25 cm sampai lebih dan
1 m; berbutir sedang sampai kasar; setempat
konglomeratan dan membentuk perlapisan
bersusun dan “slump’. Komponennya terdiri
dari mika, felspar, hornblenda dan sedikit
53
kuarsa.
Batulempung, berwarna coklat merah; keras;
tufaan; belapis baik dengan tebal dari
beberapa cm sampai 20 cm. batuan ini
berselang- seling dengan graiwake berbutir
halus sampai sedang, batulempung lunak dan
serpih. Batupasir mikaan, berwarna kelabu;
keras; tufaan; berlapis dengan tebal 10 cm15 cm.
Napal, berwarna putih; agak keras; berlapis
dengan tebal mencapai 25 cm. Batuan ini
setempat berselingan dengan tuf halus dan
lunak. Serpihnya, berwarna hitam sampai
ungu dan agak lunak.
Batupasir gampingan, berwarna kelabu;
mengandung fosil foraminifera; berstruktur
perarian sejajar; bersisipan tuf, breksi
gunungapi, tuf pasiran dan konglomerat. Di
dalam konglomerat tendapat komponen
batugamping foram yang berumur Eosen.
Breksi gunungapi, berkomponen andesitbasal; berukuran dari kerikil sampai bongkah
menyudut
sampai
menyudut
tanggung;
bermassa dasar tuf pasiran.
Lava, bersusunan andesit-basal; berstruktur
bantal; berongga (amigdaloid) dan terisi
kalsit, beberapa termineralkan dengan pirit.
Lava dan breksi tersebut berupa trakitandesit; porfirit; hypokristalin, tersusun
oleh
plagioklas, piroksen, felspar,
gelas
dan
bijih. Beberapa
berupa trakit-basal; bertekstur porfirit; trakit;
kristalnya
berbentuk
euhedral-anhedral;
berukuran sedang sampai halus; tersusun
oleh plagioklas, klinopiroksen, biotit, felspar
dan gelas. Felspar piroksen sebagian besar
terubah menjadi serisit dan kiorit.
Napal
dan
batugamping
pasirannya
mengandung
fosil
Orbulina
universa
D‗ORBIGNY,
Globigerina
venezuelana
HEDBERG, Globigerinoides immaturus LEROY,
Globoguadrina altispira CUSHMAN & JARVIS,
Globorotalia
menardii
D‗ORBIGY,
Globigerinoides
trilobus
REUSS,
Sphaeroidinellopsis
subdehiscens
BLOW,
Globoguadrina
sp.,
Bulimina
sp.,
dan
Nodosaria sp. Kumpulan fosil ini menunjukkan
umur
Miosen
Tengah
Pliosen
dan

27
berlingkungan
pengendapan
“inner-outer
sublitoral”
(Purnamaningsih,
hubungan
tertulis, 1985). Dengan adanya struktur
perlapisan bersusun dan “slump’, mungkin
sebagian dan formasi ini diendapkan dalam
keadaan arus pekat (turbidit).
Formasi ini tersebar di bagian tenggara
Lembar, yaitu di sebelah barat Rantepao, dan
di bagian tengah Lembar. Menindih takselaras
Formasi Riu, berhubungan menjemari dengan
Batuan Gunungapi Talaya. Tebal satuan
diperkirakan 1.000 m. Nama formasi ini
adalah nama baru yang diusulkan, diambil
dari nama S. Sekala yang merupakan tempat
singkapan terbaik. Ke arah timur di Lembar
Malili, formasi ini disebut Tuf Rampi
(Simandjuntak drr., 1991).

Tmm FORMASI MAMUJU : napal, kalkarenit


dan batugamping koral bersisipan tuf dan
batupasir, setempat dijumpai konglomerat di
bagian bawah.
Napal, berwarna putih sampai kelabu; berlapis
baik dengan tebal dan beberapa cm sampai
20 cm; agak keras; setempat tufan banyak
mengandung globigerina dan sedikit cangkang
moluska.
Kalkarenit, berwarna putih sampai kelabu;
berlapis baik dengan tebal 10 cm sampai 50
cm; agak keras; banyak mengandung
globigerina. Batugamping koral, tak berlapis;
berongga; biasanya membentuk bukit kecilkecil yang menonjol dan lebih terjal
dibandingkan dengan daerah sekitarnya.
Tuf berwarna putih kecoktatan lunak; terlapis
tipis (1 - 5 cm); merupakan sisipan di dalam
kalkarenit dan napal; setempat berselangseling. Batupasir halus dan batulempung,
mikaan; tufan; agak keras sampai lunak;
umumnya terdapat sebagai sisipan di dalam
kalkarenit, sedikit dalam napal.
Konglomerat,
lapuk,
berwarna
hitam;
komponen berukuran kerikil sampai kerakal
dengan bentuk membundar tanggung sampai
membundar baik.
Batuan ini hanya tersingkap di satu tempat,
yaitu di tepi jalan Mamuju - Tapalang dan
terletak di bawah kalkarenit, diperkirakan
menjemari dengan tuf leusit (Tma).
Fosil yang dapat dikenali, baik dari napal
maupun batugamping pasirannya adalah
Orbulina universa D‘ORBIGNY, Globorotalia
menardii
D
‗ORBIGNY,
Globigerinoides

immaturus LEROY, Globigerinoides lobulus


REUSS, Globigerina venezuelana HEDBERG,
Globigerinoides
sicanus
DE
STEPHANI,
Orbulina
suturalis
BRONIMAN,
Sphaeroidinellopsis seminulina SCHWAGNER
dan fosil bentosnya adalah Dentalina sp., dan
Planulina sp. Kumpulan fosil plangton tersebut
menunjukkan
umur
Miosen
Akhir
dan
diendapkan pada lingkungan inner - outer
sublitoral
(Sudiyono,
hubungan
tertulis,
1985).
Formasi ini tersebar di sekitar Mamuju dan
Tapalang di bagian baratdaya Lembar,
berhubungan menjemari dengan Batuan
Gunungapi Adang Tebalnya ± 500 m. Formasi
ini mempunyai Anggota Tapalang (Tmmt).
Nama formasi ini adalah nama baru yang
diusulkan, singkapan terbaiknya terletak di
sebelah baratdaya Mamuju.
Tmmt ANGGOTA TAPALANG, FORMASI
MAMUJU
;
batugamping
terumbu
mengandung
moluska
melimpah,
batugamping kepingan dan napal; sebagian
55
berlapis.
Batugamping terumbu, berwarna kelabu
sampai coklat; mengandung moluska dan
koral. Batugamping kepingan, berwarna
kelabu kecoklatan; berlapis baik dengan tebal
30- 100 cm; terdiri dari koral dan cangkang
moluska. Sedangkan napal, berwarna coklat;
berlapis baik; mengandung foraminifera kecil
dan cangkang moluska.
Anggota ini tersingkap di sekitar Tapalang dan
berhubungan menjemari dengan batuan
leusit-basal dari Batuan Gunungapi Adang.
Tebalnya ± 50 m. Berdasarkan kedudukannya
yang menjemari dengan Formasi Mamuju,
maka anggota ini diduga berumur Miosen
Atas.
Satuan ini merupakan nama anggota baru
yang diusulkan, diambil dari nama daerah
Tapalang yang merupakan tempat singkapan
terbaik.
Tmpl
FORMASI
LARIANG
batupasir
gampingan, mikaan, batulempung bersisipan
kalkarenit, konglomerat dan tuf.
Batupasir gampingan, mikaan, berwarna
kelabu; berbutir sedang - kasar, mampat;
setempat konglomeratan. Batuan ini berlapis
baik, dengan tebal dan beberapa cm sampai
10 cm.
Batulempung, berwarna
tipis
sampai
masif;

kelabu;

berlapis

28
56

menunjukkan struktur silang-siur. Kalkarenit,


berwarna kelabu; tak berlapis; sebagian
terhablurkan; banyak mengandung fosil
foraminifera, gastropoda dan braciopoda,
setempat berupa terumbu koral.
Konglomerat, berwarna coklat kemerahan;
aneka bahan; berlapis baik dan berselangseling dengan batupasir setebal 2 cm sampai
6 cm; komponen berukuran 2 cm sampai 4
cm, terdiri dari batuan sedimen, basal,
andesit, granit, genes dan sekis, berbentuk
membundar tanggung sampai membundar
yang direkat oleh batupasir kuarsa yang juga
sebagai massadasar.
Tuf, berwarna putih kelabu; mengandung
biotit dan kuarsa; mudah hancur; merupakan
sisipan dalam batupasir gampingan dan
batulempung. Batupasir gampingan dan
kalkarenit, mengandung fosil, antara lain
Globigerinoides
ruber
D‘ORBIGNY,
Globigeinoides triloba REUSS, Globorotalia
menardii
D‘ORBIGNY,
Globigerinoides
elongatus D ‗ORBIGNY, Pulleniatina primalis
BLOW dan BANNER, Gloguadrina altispira
CUSHMAN dan JARVIS, Sphaeroidinellopsis
seminulina
SCHWAGER,
Globigerinoides
obliguus BOLLI, Globigerinoides immaturus
LEROY, Globigerina venezuelana HEDBERG,
Globorotalia acostaensis BLOW, Globorotalia
cf. Globorotalia margaritae BOLLI dan
BERMUDEZ, Frazilus sp., Neoeponides sp.,
Siphogenerina
sp.
(terdapat
melimpah,
Cancris sp., Ammonia sp., Hastigerina
siphonfera D‘ORBIGNY, Orbulina universa
D‘ORBIGNY dan Bullimina sp. Kumpulan fosil
plangton ini menunjukkan umur Miosen AkhirPliosen
Awal
dan
terendapkan
dalam
lingkungan laut dangkal (Sudiyono, hubungan
tertulis, 1985). Formasi ini tersebar di bagian
baratlaut Lembar yaitu di bagian tengah aliran
S. Lumu dan S. Budong-budong, menerus ke
utara ke Lembar Pasangkayu. Satuan ini
menindih
takselaras
Batuan
Gunungapi
Adang. Batuan Gunungapi Talaya, dan Batuan
Malihan; tertindih takselaras oleh Formasi
Budong - Budong dan endapan Kuarter. Tebal
satuan ini ± 500 m.
Nama formasi ini adalah nama baru yang
diusulkan, berasal dan nama S. Lariang di
Lembar Pasangkayu yang merupakan daerah
lokasi tipenya (Sukido, drr., dalam persiapan,
1987).

Qb
FORMASI BUDONG - BUDONG:
konglomerat dan batupasir, bersisipan tipis
batugamping koral dan batulempung.

Konglomerat, berwarna coklat kelabu; aneka


bahan; mampat; sebagian mudah lepas;
berlapis baik, dengan tebal lapisan dan
beberapa cm sampai 35 cm.
Komponen utamanya adalah leusit, dasit,
granit, dan diorit; berbentuk membundar
tanggung sampai membundar, tertanam
dalam massadasar batupasir berbutir halus
sampai sedang.
Batupasir, berwarna kelabu kecoklatan agak
lunak; berlapis dengan tebal dan beberapa cm
sampai 20 cm; butiran berukuran halus
sampai sedang, terdiri dari kuarsa dan batuan
beku,
dengan
massa
dasar
lempung.
Setempat ditemukan struktur perlapisan
bersusun, dan berselingan dengan grewake.
Batugamping koral, berwarna kecoklatan;
tersusun dan pecahan koral; berlapis tipis (2 5 cm); terdapat sebagai sisipan dalam
konglomerat
dan
batupasir.
Batulempung, berwarna coklat; agak lunak;
berlapis tipis; mengandung sisa tumbuhan.
Batuan ini terdapat sebagai sisipan dalam
batupasir dan konglomerat.
Berdasarkan kedudukan stratigrafinya, dan
masih belum kompak, maka formasi ini
diduga
berumur
Plistosen-Holosen,
dan
berlingkungan pengendapan laut dangkal
sampai darat. Satuan ini tersebar di bagian
baratlaut Lembar, terutama di bagian hilir S.
57
Budong-budong.
Formasi Budong-budong menindih takselaras
Formasi Lariang, Batuan Gunungapi Lamasi,
Batuan Gunungapi Talaya dan Batuan
malihan, dan diduga berhubungan menjemari
dengan batugamping koral. Tebal satuan
seluruhnya ± 200 m. Formasi Budong-budong
adalah nama baru yang diusulkan, berasal
dari
nama
S.
Budong-budong,
yang
merupakan tempat singkapan yang terbaik.

Ql BATUGAMPING KORAL : batugamping


terumbu
dan
batugamping
bioklastika,
setempat
dengan
cangkang
moluska;
berongga.
Batuan ini terutama tersusun dari koral,
ganggang dan sedikit pecahan cangkang
moluska. Sebarannya terutama terdapat di
pantai
baratlaut
Lembar
dan
diduga
menjemari dengan Formasi Budong-budong
yang berumur Plistosen Holosen, Tebal satuan
± 25 m.

29
BATUAN GUNUNGAPI
Toml
BATUAN GUNUNGAPI LAMASI:
aneka tuf, lava dan breksi gunungapi
bensusunan andesit dasit, setempat sisipan
batupasir gampingan dan serpih
Batuan ini umumnya mengandung urat
kuarsa
bermineral
sulfida,terutama pirit,
setempat tembaga; terubah dan terkersikkan;
bersusunan andesit, dasit dan trakit serta
sedikit basal.
Aneka tuf terdiri dari tuf hijau, tuf sela dan tuf
lapili. Tuf hijau, berbutir sangat halus;
berhablur renik; terdiri dari klorit (60%),
felspar (10%), serisit (5%), lempung (15%),
kuarsa (5%) dan bijih (1%). Batuan ini agak
keras sampai lunak; berlapis buruk antara 0,5
- 2 cm sampai tak berlapis. Setempat
berwarna putih kehijauan; keras; terkersikkan
termineralkan, terutama pirit; berkepingan tuf
putih bersifat dasit atau trakit, terdiri dari
mineral kuarsa dan felspar.
Tuf
sela,
berwarna
kuning-kehijauan,
berkepingan dasit dan andesit yang tertanam
dalam massa dasar mineral kuarsa dan
felspar, mengandung sedikit tembaga dan
pirit.
Tuf lapili, berupa tuf dengan pecahan dasit
berukuran 1 - 3 cm, berbentuk menyudut
sampai menyudut tanggung; keras; berlapis
baik.
Lava,
berwarna
kelabu
muda;
pejal;
bersusunan dasit-trakit; umumnya terubah
dan
termineralkan
berupa
pirit.
Lava
bersusunan
dasit,
kristalnya
berbentuk
anhedral sampai euhedral; porfirit; berbutir
kasar sampai halus; tersusun oleh plagioklas
(An20, 20%), kuarsa (15%), biotit (15%),
mikrolit felspar dan gelas (35%), sedikit dan
piroksen. Andesitnya berukuran halus sampai
sedang; pejal; porfirit; hipokristalin; tersusun
oleh fenokris plagioklas (35%), piroksen
(25%), bijih (20%), sedikit kuarsa dan gelas
dengan massa dasar felspar (35%).
Breksi, berwarna putih kelabu; bersusunan
sama dengan lava; komponennya berukuran
dari beberapa cm sampai 5 cm dengan bentuk
menyudut
tanggung
sampai
menyudut
dengan massa dasar tuf. Di beberapa tempat,
batuan ini termineralkan yang tersebar di
dalam komponen maupun massa dasarnya;
setempat mengandung sulfida tembaga.
Batulempung hitam, menyerpih; terdapat
secara setempat, berupa selingan dalam tuf

breksi. Batuan ini biasanya mengandung


sisipan tipis tuf lapili bersusunan andesit.
Satuan batuan ini diterobos58oleh retas diorit,
andesit
dan
Granit
Kambuno,
yang
menyebabkan terjadinya pemineralan dari
pengubahan (pengersikan, pengepidotan, dan
pengkloritan),
terutama
pada
bidang
kontaknya. Pemineralan yang terjadi berupa
bijih “massive”, “fragmental” “stockwark” dan
“network” dan sisin urat. Bijih sulfidanya
adalah sfalerit, pirit, galena dan kalkopirit;
ditemukan di daerah Sangkaropi, Pompangeo
dan Rumanga (semuanya telah
diselidiki
oleh
PT
Aneka Tambang dan tim dari
Direktorat Sumberdaya Mineral. Di Bilolo
ditemukan cebakan barit di atas bijih sulfida
“massive”. Cebakan ini telah diselidiki dan
ditambang
oleh
PT
Aneka
Tambang,
Pemineralan sulfida dan barit akan dibahas
lebih lanjut dalam bab Sumberdaya Mineral
dan Energi. Batuan gunungapi ini mempunyai
Anggota Batugamping, sehingga umurnya
diperkirakan sama dengan anggota tersebut
yaitu Oligosen - Miosen.
Satuan ini tersebar di bagian tengah, utara
dan timur Lembar, menindih takselaras
Formasi Toraja dan tertindih selaras oleh
Formasi
Sekala.
Lokasi tipenya terdapat di S. Lamasi antara
Palopo
dan
Sabang,
Lembar
Malili
(Simandjuntak drr., 1982) dibagian tenggara
Lembar.
Tmrt TUF RAMPI : batupasir tufan dan tuf
kristal.
Batupasir tufan, putih hingga kekuningan,
berbutir halus hingga sedang, terpilah buruk,
mengandung kaca gunungapi, felspar dan
kuarsa. Memperlihatkan perlapisan sejajar
yang disebabkan oleh perubahan warna atas
susunan butiran batuan, dan berlapis dengan
ketebalan
berkisar
antara
10-30
cm.
Umumnya pejal dan telah mengalami ubahan.
Tuf kristal, putih, pejal dan padat, berbutir
halus terdiri dari kristal kuarsa dan feldspar
yang berbentuk anhedral dan lempung
terdapat sebagai hasil dari mineral ubahan.
Tuf kristal ini umumnya terdapat berelingan
dengan
batupasir
tufan
dengan
tebal
lapisannya mencapai 5 m
Batuan ini terdapat di bagian timurlaut
Lembar, menyebar ke arah timur di Lembar
Malili yang diperkirakan berumur OligosenMiosen Awal, dan takselaras menindih
Formasi
Latimojong (Simandjuntak drr., 1991).

30
Tmt
BATUAN GUNUNGAPI TALAYA :
breksi, lava, breksi tuf, tuf lapili, bersisipan
tuff dan batupasir (grewake), rijang, serpih,
napal, setempat batupasir karbonan dan
batubara.
Breksi, lava dan breksi tuf, umumnya
bersusunan andesit sampai basal; setempat
mengandung leusit Batuan ini sebagian besar
telah
terpropilitkan
dan
termineralkan,
sehingga warnanya kelabu kehijauan sampai
hijau; banyak mengandung urat kalsit dan
setempat urat kuarsa
Breksi,
berwarna
kelabu;
komponen
berukuran kerikil sampai bongkah, dengan
bentuk
menyudut
tanggung
sampai
menyudut, tertanam dalam massa dasar tuf
pasiran; mampat; tidak berlapis.
Lava, berwarna kelabu; terkekarkan dengan
sturktur kekar meniang; beberapa berstuktur
bantal;
pejal.
Berdasarkan
penelitian
petrologi, batuan ini umumnya bersusunan
andesit, andesit piroksen, diabas dan basal;
beberapa contoh bersusunan trakit basal,
dasit, andesit horenblenda, andesit biotit dan
basal leusit. Umumnya terhablur penuh,
porfirit, berbutir halus sampai sedang dengan
bentuk anhedral sampai euhedrali; beberapa
bertekstur afanit.
Andesit piroksen tersusun dari plagioklas An
40-50 (40% - 60%), piroksen (10% - 20%),
sedikit lempung, kuarsa, horenblenda, biotit,
bijih dan gelas. Piroksen dan plagioklas,
sebagian telah terubah menjadi kalsit, serisit
dan beberapa epidot. Massadasarnya terdiri
dari mikrolit atau kristal renik felspar dan
sedikit piroksen atau horenblenda, yang
umumnya telah tembah menjadi kalsit dan
beberapa
karbonat.
Beberapa
mineral
menunjukkan retak-retak, yang diisi oleh
kuarsa sekunder. Bijih berwarna hitam,
berbutir halus (0,4 mm), kedap, anhedral,
terdapat menyebar pada massadasar.
Basal dan breksi basal, umumnya terdiri dari
plagioklas (An3o - Ab70), klinopiroksen, olivin,
gelas, mineral gelap dan bijih. Batuan ini
menunjukkan tekstur porfirit, dengan penokris
terdiri dari felspar dan piroksen; umumnya
telah terubah menjadi serisit, klorit dan
epidot.
Tuf
lapili,
berwarna
kelabu
kehijauan
berkepingan andesit. Andesit, berbutir halus
(0,3 mm - 1 mm), anhedral euhedral,
tersusun dan plagioklas (40%), piroksen
(15%), kripto kristalin (20%), kuarsa (2%),
ortoklas (1%), karbonat (5%), klorit (8%),
dan bijih (1%).

Batupasir karbonan, berwarna kelabu tua;


berbutir
halus-sedang;
sebagian
konglomeratan yang banyak mengandung
kepingan batulanau sangat keras; berlapis
dan
menunjukkan
stuktur
silang-siur.
Batubara dengan tebal lebih dari 2 m
ditemukan berselingan dengan batupasir
karbonan.
Batupasir wake sebagai sisipan, berwarna
kelabu kehijauan; berlapis baik dengan tebal
0,5 - 1 m; berstuktur perlapisan bersusun;
setempat ‗slump‘ dan konglomeratan. Batuan
ini biasanya tendapat berselingan dengan lava
atau breksi.
Rijang, merupakan sisipan tipis dalam saluan
ini, berwarna putih kelabu sampai kelabu
kemerahan.
Serpih.
berwarna
kelabu
kecoklatan; getas; berlapis tipis. Napal,
berwarna putih; berlapis tipis (1 - 5 cm);
keras dan mampat. Napal ini mengandung
fosil
ganggang,
pecahan
ekinoid,
Lepidocyclina sp., Miogypsina sp. dan Gypsina
sp., yang mungkin menunjukkan umur Miosen
Awal - Miosen Tengah.
Berdasarkan umur itu dan kedudukan
stratigrafinya
yang
menjemari
dengan
Formasi Sekala, maka dapat disimpulkan
bahwa umur satuan ini berkisar dan Miosen
Tengah
sampai
Pliosen.
Lingkungan
pengendapan satuan ini adalah laut dalam
sampai dangkal dan sebagian darat.
Satuan ini tersebar luas di Lembar Mamuju
dan hampir tersingkap di semua tempat. Di
bagain selatan Lembar, menerus ke Lembar
Majene; ke utara ke Lembar Pasangkayu dan
ke timur ke Lembar Malili dan sebelah barat
Poso. Nama satuan diambil dari nama Gunung
(Bulu) Talaya, di bagian barat Lembar, tempat
ditemukan singkapan yang baik. Tebal satuan
ini ±750 m,
Tmb TUF BEROPA : perselingan tuf dan
batupasir tufan, bersisipan breksi gunungapi
dan batupasir wake.
Tuf, berwarna putih kemerahan sampai
kehijauan;
berbutir
halussedang;
mengandung biotit, felspar dan kuarsa.
Batupasir tufan, berwarna kelabu kecoklatan;
berlapis baik dan pejal.
Batupasir wake, berwarna kelabu kehijauan;
berlapis baik tersusun dari plagioklas, mineral
mafik, kuarsa dan oksida besi, berbutir
sedang sampai kasar.

31
Breksi
gunungapi,
berwarna
kelabu
kekuningan;
pejal;
sebagian
berlapis;
komponen berukuran dan 5 sampa 30 cm
dengan bentuk menyudut tanggung sampai
menyudut. Tersusun oleh kepingan andesit
sampai
basal,
porfirit,
tersusun
dari
plagioklas, horenblenda, piroksen dan gelas
yang tertanam dalam massadasar mikrolit
felspar.

Mamuju; menjemari dengan Formasi Mamuju


dan Anggota Tapalang; dan diduga menjemari
pula dengan Batuan (gunungapi Talaya.
Berdasarkan kedudukan stratigrafi tersebut,
maka umumya diduga sama dengan Formasi
Mamuju, yaitu Miosen Tengah - Miosen Akhir.
Umur ini sama dengan umur leusit yang ada
di Lembar Pangkajene (Silitonga, 1982). Tebal
satuan ± 400 m.

Batupasir wake sebagai sisipan berwarna


kelabu muda, berlapis cukup baik dengan
tebal dan 0,5 sampai 0,75 m.

Qbt TUF BARUPU : tuf, tuf lapili, tuf hablur,


bersusunan dasit dan sedikit breksi lava
bersusunan andesit dan dasit.

Satuan ini diduga merupakan anggota


di
bagian bawah dani Batuan Gunungapi Talaya
sehingga umurnya diduga Miosen Tengah.
Tebalnya ± 500 m. Satuan ini tersingkap di
tengah bagian timur Lembar, terutama di
sekitar desa Belopa; menjemari dengan
Batuan Gunungapi Talaya dan menindih
takselaras Formasi Latimojong.

Tuf, berwarna putih sampai kelabu; agak


mampat, sebagian mudah hancur; setempat
berlapis (10 - 25 cm). Sedangkan tuf hablur,
berwarna patih kelabu; berbutir sedang
sampai kasar; terdapat sebagai sisipan tipis
dalam tuf. Batuan ini umumnya bersusunan
dasit; biotit, sanidin, dan banyak dijumpai
oksida besi.

Tma BATUAN GUNUNGAPI ADANG : tuf


lapili, breksi bersisipan lava, batupasir dan
batulempung tufan.

Breksi lava, berwarna kelabu; mampat keras;


komponen berukuran kerikil sampai bongkah
62
dengan bentuk menyudut tanggung sampai
menyudut; bersusunan andesit.

Tuf lapili, berwarna putih kehijauan; berbutir


kasar; mengandung mineral leusit, berukuran
dan beberapa cm sampai 3 cm, terhablur
sempurna, dengan massadasar tuf halus
bersusunan leusit. Batuan ini berlapis kurang
baik sampai tak berlapis.
Breksi,
berwarna
kelabu;
komponen
berukuran kerikil sampai bongkah, terutama
tersusun oleh basal leusit dan massadasarnya
tuf yang bersusunan leusit. Basal leusit,
berbutir kasar; terhablur sempurna; porfirit,
tersusun dan mineral leusit (50%), piroksen
(5%), gelas dan felspar (40%), mineral kedap
cahaya (5%) dan biotit (1%).

Tuf Barupu diduga berumur Plistosen dan


tebalnya ± 300 m. Sebarannya terdapat di
bagian tenggara Lembar yaitu di daerah
Kawalean, sebelah selatan Bulu Malimongan
dan di sebelah barat Rantepao. Satuan ini
menindih
takselaras
batuan
gunungapi
Oligosen - Miosen.
Penamaan Tuf Barupu pertama kali diberikan
oleh Abendanon (1915), kemudian digunakan
pula oleh Reyzer (1920). Namanya berasal
dan Barupu, nama kampung di setelah barat
Rantepao yang merupakan tempat singkapan
terbaik.
BATUAN TEROBOSAN

Lava basal lausit, porfirit dengan bentuk


mineral subhederal sampai anhedral, terdiri
dari leusit (45%), kalium felspar (20%),
piroksen (10%) dan biotit (8%). Beberapa
contoh batuan menunjukkan struktur trakit.
Batupasir dan batulempung tufaan, berwarna
kelabu muda; terdapat sebagai sisipan dalam
tufa berlapis cukup baik dengan tebal 1 - 5
cm agak keras; mengandung mineral leusit
berbutir halus sedang dan batuapung.
Setempat dalam satuan ini ditemukan batuan
biotit andesit dengan kristal biotit berukuran 2
cm.
Satuan ini tersebar luas di bagian baratdaya
Lembar, yaitu daerah di antara Tapalang dan
Tmpi
BATUAN
granodiorit, riolit.

TEROBOSAN

granit,

Granit, berwarna kelabu, putih kemerahan


sampai kehitaman, berbutir sedang sampai
sangat kasar, terhablur sempurna dengan
bentuk sub-euhedral, beberapa panidiomorfik.
Mineral utamanya terdiri dari kuarsa, kalium
felspar, plagioklas, horenblenda, biotit dan
setempat klorit, apatit dan bijih. Kuarsa dan
felspar
umumnya
tumbuh
bersama
(intergrowth), dan setempat serisitisasi dan
karbonatisasi. Pada beberapa mineral terlihat
retak-retak sebagai akibat pengaruh dari
tekanan. Di beberapa tempat mengandun
emas.

32
Granodiorit, berwarna putih kotor berbintik
hitam hingga kelabu kehitaman, berbutir
sedang-kasar, porfiritik dengan fenokris terdiri
dari plagioklas, horenblenda, kuarsa dan
biotit; sedikit piroksen, bijih; setempat
terlihat klorit, apatit, sirkon dan epidot;
serisit, magnetit dan lempung terdapat
sebagai hasil ubahan.
Riolit, putih kelabu, butir halus-sedang dan
berbentuk sub-anhedral. Mineral penyusun
utarnanya terdiri dari piroksen, biotit dan
plagioklas dengan sedikit kuarsa dan felspar.
Diorit, berwarna kelabu kehitaman sampai
kehijauan, umumnya berbutir sedang-halus,
terhablur sempurna setempat mengandung
butiran kuarsa hingga terbentuk batuan diorit
kuarsa dan terdapat sebagal retas-retas di
beberapa tempat.
Apatit,
umumnya
berbentuk
reta-retas
berwarna kelabu kemerahan, berbutir sangat
kasar dengan mineral felspar dan kuarsa
mencapai ukuran 3 cm. Granit mempunyai
penyebaran yang luas terutama di bagian
selatan Lembar, beberapa tempat di baglan
timur. Batuan ini ada yang menamakan Granit
Mamasa atau Granit Kambuno di Lembar Malili
dan Lembar Poso; Umurnya diperkirakan pada
Miosen Akhir - Pliosen Awal.
Di beberapa tempat, terutama yang terdapat
di bagian selatan Lembar telah mengalami
pelapukan yang cukup kuat, hingga lepas lepas
seperti
pasir
kuarsa.
Penerobosan terhadap Batuan Gunungapi
Lamasi menunjukkan adanya pemineralan
bijih
sulfida
dan
membentuk
cebakan
tembaga,
seperti
yang
terdapat
di
Sangkaropi, Penasuang dan Bilolo di bagian
utara Tana Toraja.
BATUAN MALIHAN

TR w BATUAN MALIHAN : sekis mika, genes


mika, dan sedikit filit serla batusabak.
Sekis mika dan genes mika, berwarna kelabu;
umumnya tersusun oleh biotit, muskovit, dan
kuarsa; berbutir sedang sampai kasar. Batuan
telah
mengalami
deformasi
dan
pada
singkapannya terlihat paling sedikit ada tiga
arah pendaunan.
Filit, berwarna kelabu; tersusun dari lempung,
karbonat dan kuarsa, beberapa granit dan
sedikit hornblende.

Batusabak,
berwarna
kelabu
kehitaman
dengan susunan hampir sama dengan filit.
Satuan ini diduga berumur lebih tua dari pada
umur
Formasi
Latimojong,
berdasarkan
kenyataan bahwa batuannya telah mengalami
beberapa kali pencenanggaan (deformasi)
yang dicirikan oleh adanya lebih dari dua arah
pendaunan, sedangkan Formasi Latimojong
kurang
menunjukkan
arah
pendaunan.
Kenyataan ini membuktikan bahwa Komplek
Wana terbentuk sebelum Kapur dan diduga
Trias, tetapi sebelum Formasi Latimojong
terbentuk. Tebal satuan ini tidak diketahui
dengan pasti, diduga lebih dari 1.000 m.
Satuan ini dapat disebandingkan dengan sekis
glaukofan
atau
Komplek
Pompangeo
(Simandjuntak, drr., 1991) atau Komplek
Wana (Sukido, drr., 1987, dalam persiapan).
Satuan ini tersingkap di daerah Budongbudong, sudut baratlaut Lembar. Singkapan
yang cukup luas terdapat di sebelah utara
Lembar yaitu di Lembar Pasangkayu. Satuan
ini tertindih takselaras oleh Formasi Lariang,
Formasi Budong-budong aluvium.
STRUKTUR DAN TEKTONIKA
Struktur utama di Lembar Mamuju adalah
sesar normal dan sesar naik yang mempunyai
arah
umum
utara
timurlaut-selatan
baratdaya. Beberapa sesar berarah hampir
barat - timur dan utara baratlaut - selatan
tenggara. Struktur lipatan di Lembar ini
berkembang cukup baik.
Daerah Lembar termasuk dalam Mandala
Geologi
Sulawesi
Barat
(Sukamto,
1973a), terutama terdiri dari batuan malihan,
batuan sedimen, batuan gunungapi dan
batuan terobosan bersifat granit.
Di daerah ini paling sedikit telah terjadi empat
kali gejala tektonik. Tektonik awal yang dapat
diamati mungkin terjadi pada Kala Kapur
Tengah yang bersamaan dengan gejala
tektonik di Daerah Sulawesi
baratdaya (Leeuwen, 1981). Gejala ini
mengakibatkan perlipatan, persesaran dan
pemalihan regional derajat rendah pada
Satuan Batuan Malihan.
Pada
Kapur
Akhir
terbentuk
Formasi
Latimojong dalam lingkungan laut dalam,
terutama terbentuk di bagian timur dan
tengah Lembar. Tektonika selanjutnya terjadi
pada Paleosen, yang mengakibatkan satuan
Batuan Malihan terlipat dan termalih lagi serta
Formasi Latimojong termailih regional derajat
rendah.

33
Pada Kala Eosen sampai Oligosen terjadi
genang laut yang membentuk sedimen laut
Formasi Toraja dan Anggota Rantepao. Pada
Kala Oligosen sampai Miosen Awal terjadi lagi
kegiatan tektonik yang disertai dengan
kegiatan gunungapi dalam bentuk busur
kepulauan
gunungapi,
dan
membentuk
Batuan Gunungapi Lamasi, yang di beberapa
tempat terbentuk pula batugamping. Setelah
kegiatan gunungapinya terhenti, pengendapan
batuan karbonat terus berlangsung sampai
awal Miosen Tengah sehingga terbentuk
Formasi Riu.
Pada Kala Miosen Tengah bagian tengah
sampai Awal Miosen Akhir terjadi lagi kegiatan
tektonik yang disertai dengan kegiatan
gunungapi
yang
menghasilkan
Batuan
Gunungapi Talaya, Tuf Beropa dan batuan
sedimen gunungapi Formasi Sekala. Batuan
Gunungapi Talaya bersusunan andesit-basal
yang makin ke arah atas susunannya berubah
menjadi leusit-basal, sehingga terbentuk
Batuan Gunungapi Adang. Di bagian barat,
pada waktu yang bersamaan terendapkan
batuan karbonat Formasi Mamuju dan
batugamping terumbu Anggota Tapalang.
Pada Kala akhir Miosen Tengah, kegiatan
gunungapi tersebut disertai dengan terobosan
batun granit yang menerobos semua satuan
yang lebih tua. Terobosan ini membawa
larutan hidrotermal yang kaya akan bijih
sulfida dan membentuk endapan bijih sulfida
terutama suffida tembaga, seperti di daerah
Sangkaropi, Penasuang dan Bilolo.
Terobosan ini disertai dengan pengangkatan
dan penyesaran, sehingga terbentuk sesar
turun dan sesar naik yang berarah utara
timurlaut
selatan
baratdaya.
Pengangkatan yang terjadi di bagian barat
Lembar mungkin berlangsung sampai Miosen
Akhir yang dilanjutkan dengan penurunan
sehingga terbentuk Formasi Lariang.
Kegiatan tektonik terakhir mungkin terjadi
pada Kala Pliosen, sehingga bagian timur
Lembar terangkat, sedangkan pengangkatan
di bagian barat Lembar disusul oleh
penurunan
yang
menghasilkan
Formasi
Budong-budong dan Batugamping Koral.
Sejak Pliosen Akhir daerah ini diduga sudah
berupa daratan, dan pada Kala Plistosen (?)
terjadi
kegiatan
gunungapi
yang
menghasilkan Tuf Barupu,
Pengangkatan daerah ini masih berlangsung
terus sampai sekarang. dicirikan dengan
tumbuhnya terumbu koral di sepanjang pantai
barat.

SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI


Daerah Lembar Mamuju mengandung bahan
galian
logam
dan
non
logam
serta
sumberdaya
energi
yang
diperkirakan
mempunyai prospek cukup baik.
Bahan galian logam
Bahan galian logam yang ditemukan di daerah
pemetaan adalah emas, perak, tembaga, besi
dan seng; di antaranya berupa kalkopirit,
kalkosit, kovelit, sfalerit, malakit, bornit,
magnetit, galena dan pirit. Cebakannya antara
lain berupa letakan, urat, porfiri, impregnasi
dan kantong-kantong.
Sebarannya terdapat di bagian tengah dan
tenggara Lembar, dekat dengan batuan
terobosan Granit. Batuan terobosan itu sangat
erat hubungannya dengan pemineralan di
daerah ini. Pemineralan terjadi pada batuan
malihan, sedimen, gunungapi dan pluton.
Penelitian mineral logam di daerah ini telah
dilakukan oleh Djumhani dan Pudjowalujo
(1976), Seksi Mineral Vulkanogenik Direktorat
Sumberdaya Mineral (1980) dan Deddi, drr.
(1984).
Djumhani
dan
Pudjowalujo
(1976),
mendapatkan
beberapa
daerah
yang
mengandung mineral logam, yaitu Batuisi Salole, Huna - Lelupa, Paniwangan -
Salipaku
dan Talimbangan - Sangkaropi.
Daerah Batuisi –Salole
Mineral logam yang ditemukan di daerah ini
adalah pirit, kalkopirit, dan kovelit; terdapat
dalam
urat
kuarsa
yang
menerobos
batusabak, berupa urat-urat berisi pirit dan
malakit. Ditemukan juga bongkah diorit yang
mengandung pirit, sfalerit dan kalkopirit.
Genesa
pemineralannya
diduga
metasomatisma kontak dan mungkin pula
impregnasi. Analisa geokimia contoh tanah di
S. Belimbing menghasilkan kadar tembaga
dari 50 sampai 193 ppm dan di S. Belopa dan
60 sampai 426 ppm.
Di daerah ini, Deddi, drr. (1984) menemukan
tembaga dengan kadar 2 sampai 130 ppm,
timbal dengan kadar 11 sampai 46 ppm dan
seng dengan kadar 7 sampai 84 ppm.
Mineralisasi emas terdapat dalam urat-urat
kuarsa halus di S. Taroto anak sungai
Lebutang.

34
Daerah Hune-Lelupa
Pemineralan di daerah ini terjadi pada
rekahan halus batuan pluton dan pada retas
andesit. Mineral yang ditemukan adalah pirit,
kalkopirit dan galena yang terdapat secara
tersebar (porfiri). Analisa geokimia dari
contoh
sedimen
dari
S.
Kasomang
menunjukkan kadar tembaga 24 - 28 ppm,
timbal 6 - 59 ppm, dan seng 30 - 90 ppm.
Analisa contoh tanahnya menunjukkan kadar
tembaga 41 - 477 ppm.
Daerah Paniwangan-Salupaku
Mineral yang ditemukan di Paniwangan adalah
bongkah magnetit; sedangkan di Salapaku
adalah butir-butir halus kalkopirit di dalam
batuan malihan.

Bahan galian non logam


Bahan galian non logam yang terdapat di
daerah ini antara lain adalah batugamping,
granit, andesit, basal, dasit, pasir dan kerikil
yang cukup melimpah. Sebagian bahan galian
ini telah dimanfaatkan untuk bahan bangunan
dan pengeras jalan.
Sumber energi
Sumber energi yang terdapat di daerah mi
adalah batubara dan mataair panas. Batubara
terdapat sebagai sisipan dalam batuan
Formasi Toraja dengan tebal berkisar dan 40
sampai 75 cm. Singkapannya terdapat di 5
km baratdaya Penasuang, 4 km baratlaut
Galumpang dan di daerah Galumpang sendiri,
serta 1,5 km utara Tamalea.

Daerah Talimbangan-Sangkaropi-Bilolo
Mineral
yang
ditemukan
di
daerah
Talimbangan adalah pirit dan kalkopirit yang
terkurung dalam massa dasar magnetit pejal
di dalam batusabak. Selain itu ditemukan juga
urat berisi pirit, kalkopirit, galena dan sfalerit
yang
menerobos
breksi
andesit
dan
granodiorit. Analisa geokimia contoh sedimen
sungai dan S. Talimbangan menunjukkan
kadar tembaga dari 1,4 sampai 836 ppm,
timbal dari 31 sampai 295 ppm dan seng dan
31 sampai 125 ppm.
Di
daerah
Sangkaropi,
mineral
yang
ditemukan adalah pirit, galena, sfalerit,
kalkopirit, bornit dan kovelit. Endapan berupa
kantong-kantong terdapat di dalam breksi
gunungapi. Di daerah ini ditemukan pula uraturat yang mengandung gabungan
galenapirit-kuarsa di dalam batuan granit. Analisa
geokimia contoh tanah, menghasilkan kadar
tembaga 124 - 150 ppm.
Di daerah Bilolo, cebakan tembaga diikuti oleh
barit. Barit ini diusahakan secara kecil-kecilan
oleh PT. Aneka Tambang. Cebakan tembaga
dengan barit sebagai penutupnya diduga
merupakan cebakan bijih tipe Kuroko (Seksi
Mineral Vulkanogenik, 1980, 1981).
Eksplorasi tembaga oleh PT. Aneka Tambang
bekerjasama
dengan
Seksi
Mineral
Vulkanogenik, SDM, di daerah SangkaropiBilolo berlangsung dan 1976 - 1981. Selama
kegiatan pemetaan geologi Lembar Mamuju
ini, kegiatan yang dilakukan PT. Aneka
Tambang, adalah mengusahakan barit secara
kecil-kecilan, sedangkan tembaganya tidak,
mungkin kurang menguntungkan.

Mataair panas di daerah ini terdapat cukup


banyak tersebar di bagian tengah dan timur
Lembar; suhunya berkisar dari 60 sampai 90°
C,
mungkin
dapat
digunakan
sebagai
pembangkit tenaga listrik berkekuatan sekitar
40 mega Watt (Apandi drr., 1982).
Sumber energi lainnya adalah air terjun yang
mungkin
bisa
dimanfaatkan
sebagal
pembangkit tenaga listrik dengan sistem
mikro-hidro. Air terjun ini terdapat di daerah
aliran cabang S. Mamasa di bagian tenggara
Lembar.

Sumberdaya alam lainnya


Di Lembar Mamuju, selain bahan galian logam
dan non logam yang ditemukan, Juga hasil
hutannya
cukup
melimpah
untuk
dimanfaatkan, terutama rotan dan kayu
hitam.
Tana Toraja sebagai obyek pariwisata,
sebarusnya bisa dikembangkan lagi, dengan
dan menjaga kelestarian lingkungan, adat
istiadat dan kebudayaannya yang khas, serta
menyediakan sarana dan prasarana angkutan
dan fasilitas lainnya yang lebih baik.
Daerah lainnya dapat pula dijadikan obyek
pariwisata, mengingat daerah inii mempunyai
keadaan alam dan panorama yang indah
dengan binatang langka yang hanya ada di
Sulawesi, yaita anoa, babirusa, tapir dan
burung maleo. Untuk perlu diadakan suatu
hutan suaka nasional yang dapat dijadikan

35
obyek pariwisata sambil melindungi binatang
tersebut dan kepunahan yang disebabkan
oleh peburuan liar.
Daerah pantai barat, mulai dan Mamuju
selatan sampai Belang- belang di utara cukup
baik untuk tempat hiburan dan pariwisata. Di
daerah lautnya kaya akan berbagai jenis
karang, tumbuhan, dan ikan karang dengan
lingkungan yang masih bersih dan indah.
ACUAN
Abendanon, E.C., 1915, Geologische en
geographische door kruisingen van
Midden Celebes (1905-1910). Leiden,
E.J. Brill, v.1,451 p.
Apandi, T., N. Ratman dan Yusup, 1982,
Laporan Geologi Lembar Mamuju,
Sulawesi, sekala 1: 250.000. Pro.
P.G.I.F., Bid. Geo. Reg. Puslitbang
Geologi.
Brouwer,
HA.,
1934,
Geologische
onderzoekingen op het eiland Celebes,
Verh. Geol. Mynb. Gen. Ned. en Kol.,
Geola Serie Vol. x.
Deddi, T. Sutisna, Sukmana dan Zulkifli,
1984,
Peyelidikan
Pendahuluan
Geologi, Pendulangan dan Geokimia
Daerah Kecamatan Budong-budong,
Kabupaten Mamuju, Sulawesi Selatan.
Seksi Mineral Vulkanogenik, Sub.
Dit.Mift Log. SDM.
De

Koning Knijff. J., 1914, Geologische


gegevens omtrent gedeelten der
afdelingen Loewoe, Parepait en Boni
van het Government Celebes en
Onder
hoorigheden.
Jaarb.
v.h.
Mijnwezen in Nederlandsek Oost indie
1912, Batavia Staatsdrukkerij Deel I,
p.227 -295.

Tectonics of Eastern Indonesia, GRDC,


Spec. Publ. No. 2, 1981, pp.177-304.
Reyzer, J., 1920, Geologische ann tekeningen
69
betreffende de zuidelijke
TorajaLanden, vetzaineld uit de vuslagen der
mijnbouwkundige onderzoekingen in
Midden Celebes Jaarb. V.h. Mijw. in
Ned. Qast Indie, 1918, p. 154-209,
p1. 14.
Sarasin F. & P. Sarasin, 1901, Entwurf einer
geografische,
geologisehe
Beschreibung der
insel Celebes, Weisbaden. Arsip Perpustakaan
Puslitbang Geologi.
Seksi Mineral Vulkanogenik, 1980, Laporan
penyelidikan geologi dan geokimia
tinjau regional daerah basin S. Lamasi
dan S. Sadari, Kecamatan Sesean dan
Kecamatan Walenrang, Kabupaten
Tana Toraja dan Kabupaten Luwu,
Sulawesi Selatan, Sub. Dit. Eksp. Min.
Log. DSM,
Simandjuntak, TO., B. Rusmana, Surono dan
LB. Supandjono, 1991, Peta Geologi
Bersistem Lembar Malili, Puslitbang
Geologi.
Sukamto, R., 1978, The structure of Sulawesi
in the light of plate tectonics. Proc.
Rag. Conf. Geol. Min. Res. S.E. Asia,
1975, Jakarta.
Sukido, D. Sukarna dan K. Sutisna, 1987,
Peta Geologi Lembar Pasangkayu,
Sulawesi,
sekala
1:
250.000,
Puslitbang Geologi.

Djumhani dan H. Pudjowalujo, 1976, Laporan


5 tahun Peta tahap I, Bagian
Pemetaan dan Penyelidikan Mineral
daerah Sulawesi Selatan Blok 5, 19691979, Direktorat Geologi.
Djuri dan Sudjatmiko, 1979, Peta Geologi
Bersistem, Lembar Majene-Palopo,
Sulawesi Selatan, sekala 1 250.000.
Direktorat Geologi.
Leeuwen Th.M. van, 1981, The Geology of
Southwest Sulawesi with Special
Reference to the Biru Area. In: Bather
Al. & Wiryosujono, S. The Geology and

36
Geologi Lembar Malili, Sulawesi
Geology of the Malili Quadrangle, Sulawesi
0leh (By):
TO. Simandjuntak, E. Rusmana, Surono
dan (and) J. B Supandjono
Geologi dipetakan pada 1979/1980 oleh:
Geology mapped in 1979/1980 by:
TO. Simandjuntak, E. Rusmana, Surono,
J. R Supandjono, A. Koswar, R.L.
Situmorang, T. Turkandi, K. Sutisna, A.
Azis dan (and) M. Endharto
Ditelaah dan disunting oleh
Reviewed and edited by:

Rab. Sukamto dan (and) T. Soeradi


DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN
ENERGI
DIREKTORAT JENDERAL GEOLOGI DAN
SUMBERDAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN GEOLOGI
DEPARTMENT OF MINES AND ENERGY
DIRECTORATE GENERAL OF GEOLOGY
AND MINERAL RESOURCES
GEOLOGICAL RESEARCH AND
DEVELOPMENT CENTRE 1991

PENDAHULUAN

Pemetaan gcologi bersistem Lembar Malili


(2113) dilakukan oleh Bidang Geologi
Regional
(sekarang
Bidang
Pemetaan
Geologi), Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, dalam rangka kegiatan Proyek
Pemetaan Geologi dan Interpretasi Foto
udara, tahun anggaran 1979/1980, PELITA III
tahun ke 1. Tujuannya ialah penyelidikan
geologi serta sumberdaya mineral dan energi
yang akan rnenghasilkan data dasar untuk
menunjang inventarisasi sumberdaya mineral
dan energi wilayah tersebut.
Pekerjaan lapangan berlangsung dalam dua
tahap:
tahap pertama dan Juni sampai Agustus 1979,
dan tahap kedua dan Nopember 1979 sampai
Januari 1980.

Lembar Malili terletak diantara kordinat 120° 121°30‘ BT dan 2°00‘ - 3°00‘ LS, dan
meliputi
daerah seluas 21.000 Km2. Lembar ini di
utara dibatasi oleh Lembar Poso, di timur oleh
Lembar Bungku, di selatan oleh Lembar
Kendari, Teluk Bone dan Lembar Majene, dan
di barat oleh Lembar Mamuju. Bagian selatan
lembar termasuk Kabupaten Luwu, Propinsi
Sulawesi Selatan, sedangkan bagian utara
termasuk Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi
Tengah.
Musim kemarau di daerah ini berlangsung dan
Mei sampai Oktober, dan musim hujan dan
Nopember sampai April. Curah hujan di
bagian selatan antara 2500 - 3000 mm, dan
di bagian utara antara 3500 - 4000 mm per
tahun.
Penduduknya terdiri dari beberapa suku. Suku
Bugis dan Bajo‘e yang menempati daerah
pantai bermata pencarian menangkap ikan
dan berdagang. Suku Mori, Tolaki, Toraja dan
Pamona yang hidup di pedalaman umumnya
bertani dan mencari hasil hutan. Sejak adanya
tambang nikel di Soroako banyak diantara
penduduk asli yang menjadi karyawan
perusahaan. Orang Bugis dan Bajo‘e pada
umumnya beragama Islam; orang Mori dan
Toraja beragama Kristen, sedangkan orang
Tolaki ada yang Islam dan ada yang Kristen.
Daerah yang dipetakan dapat dicapai dan
Ujung Pandang melalui udara, darat dan laut.
Penerbangan perintis Ujung Pandang Soroako berlangsung dua kali seminggu, dan
Ujung Pandang - Masamba sekali seminggu,
menggunakan pesawat kecil Twin otter,
Cessna atau Cassa. Jalan darat dan Ujung
Pandang ke Palopo sudah beraspal dan dapat
dilalui segala jenis kendaraan bermotor pada
setiap musim. Jalan ini merupakan ruas jalan
Trans Sulawesi. Antara kota Malili dan
Soroako terentang jalan raya yang dibangun
dan dikelola oleh PT Inco. Palopo dan Malili
selain jalan darat juga dihubungkan dengan
perahu atau kapal laut.
Peta dasar yang dipakai bersekala 1:250.000,
seri Sc yang berasal dan US Army Service.
Potret Udara yang terscdia hanya meliputi
bagian timur dan tengah daerah pemetaan,
dibuat otch Angkatan Udara Australia. Citra
Landsat meliputi seluruh daerah.
Laporan terdahulu mengenai daerah ini ditulis
oleh Koolhoven (1930), Brouwer (1934),
Loczy (1934), Rulten (1927), Umbgrove
(1935), Hetzel (1936), Bothc (1927), Hopper
(1941), Soeria - Atmadja dkk.(1972),
Sukamto (1975), Achmad (1975) dan
Sophaheluwakan & Suparka (1978). Laporan -

37
laporan
tersebut
terutama
menyangkut
daerah yang berbatuan ultrabasa. Bagian
barat Lembar telah ada peta geologi yang
bersifat kompilasi.

FISIOGRAFI
Secara morfologi daerah ini dapat dibagi atas
4 satuan : Daerah Pegunungan, Daerah
Pebukitan,
Daerah
Kras
dan
Daerah
Pedataran.
Daerah Pegunungan menempati bagian barat
dan tenggara lembar peta. Di bagian barat
terdapat
2
rangkaian
pegunungan:
Pegunungan Tineba dan Pegunungan Koro-Ue
yang memanjang dan baratlaut - tenggara,
dengan ketinggian antara 700-3016 m di atas
permukaan laut dan dibentuk oleh batuan
granit dan malihan. Sedangkan di bagian
tenggara lembar peta terda pat Pegunungan
Verbeek dengan ketinggian antara 800 - 1346
m di atas permukaan laut, dibentuk oleh
batuan ultramafik dan batugamping. Puncakpuncaknya antara lain G. Baliase (3016 m),
G.
Tambake (1838 m), Bulu Nowinokel (1700
m), G. Kaungabu (1760 m), Buhi Taipa (1346
m), Bulu Ladu (1274 m), BuLu Burangga
(1032 m) dan Bulu Lingke (1209 m). Sungaisungai yang mengalir di daerah ini yaitu
S.
Kataena, S. Pincara, S. Rongkong. S. Larona
dan S. Malili merupakan sungai utama. Pola
aliran sungai umumnya dendrit.
Daerah Pebukitan menempati bagian tengah
dan timurtaut lembar peta dengan ketinggian
antara 200 - 700 m di atas permukaan laut
dan merupakan pebukitan yang agak landai
yang terletak di antara daerah pegunungan
dan daerah pedataran. Pebukitan ini dibentuk
oleh
batuan
vulkanik,
ultramafik
dan
batupasir. Puncak-puncak bukit yang terdapat
di daerah ini di antaranya Bulu Tiruan ((630
m), Bulu Tambunana (477 m) dan Bulu Bukila
(645 m).
Sungai-sungai yang bersumber di daerah
pegunungan mengalir melewati daerah ini
terus ke daerah pedataran dan bermuara di
Teluk Bone. Pola alirannya dendrit.
Daerah Kras menempati bagian timurlaut
lembar peta dengan ketinggian antara 800 1700 m dari permukaan laut dan dibentuk
oleh batugamping. Daerah ini dicirikan oleh
adanya dolina, ―Sinkhole‖ dan sungai bawah
permukaan. Puncak yang tinggi di daerah m
di antaranya Butu Wasopute (1768 m) dan
Pegunungan Toruke Empenai (1185 m).
Daerah Pedataran menempati daerah selatan
lembar peta, melampar mulai dan utara

Palopo, Sabbang, Masamba sampai BoneBone. Daerah ini mempunyai ketinggian


hanya beberapa meter di atas permukaan laut
dan dibentuk oleh endapan aluvium. Pada
umumnya merupakan daerah pemukiman dan
pertanian yang baik. Sungai yang mengaliri di
daerah ini diantaranya S. Pampengan, S.
Rongkong dan S. Kebu, menunjukkan proses
berkelok.
Terdapatnya pola aliran subdendrit dengan air
terjun di beberapa tempat, terutama di
daerah pegunungan, aliran sungai yang deras,
serta dengan memperhatikan dataran yang
agak luas di bagian selatan peta dan adanya
perkelokan
sungai
utama,
semuanya
menunjukkan morfologi dewasa.
STRATIGRAFI
Tatanan Stratigrafi
Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan
biostratigrafi, secara regional Lembar Malili
termasuk Mendala Geologi Sulawesi Timur
dan Mendala Geologi Sulawesi Barat, dengan
batas Sesar Palu Koro yang membujur hampir
utara-selatan. Mendala Geologi Sulawesi
Timur dapat dibagi menjadi dua lajur (Telt):
lajur batuah malihan dan lajur ofiolit Sulawesi
Timur yang terdiri dari batuan ultramafik dan
batuan sedimen petagos Mesozoikum.
Mendala Geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh
lajur gunungapi Paleogen dan Neogen, intrusi
Neogen dan sedimen flysch Mesozoikum yang
diendapkan di pinggiran benua (Paparan
Sunda).
Di Mendala Geologi Sulawesi Timur, batuan
tertua adalah batuan ofiolit yang terdiri dari
ultramafik
termasuk
harzburgit,
dunit,
piroksenit, wehrlit dan serpentinit, setempat
batuan mafik termasuk gabro dan basal.
Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi
diperkirakan sama dengan ofiolit di lengan
timur Sulawesi yang berumur Kapur – Awal
Tersier (Simandjuntak, 1986).
Di bagian barat mendala ini terdapat lajur
metamorfik, komplek Pompangeo yang terdiri
dari berbagai jenis sekis hijau di antaranya
sekis mika, sekis hornblenda, sekis glaukofan,
filit, batusabak, batugamping
terdaunkan
atau pualam dan setempat breksi. Umurnya
diduga tidak lebih tua dari Kapur. Di atas
ofiolit diendapkan tak selaras Formasi Matano:
bagian atas berupa batugamping kalsilutit,
rijang radiolaria, argilit dan batulempung
napalan, sedangkan bagian bawah terdiri dari
rijang radiolaria dengan sisipan kalsilutit yang
semakin banyak ke bagian atas. Berdasarkan

38
kandungan fosilnya Formasi ini menunjukkan
umur Kapur.
Pada mendala ini dijumpai pula komplek
bawah bancuh (Melange Wasuponda), terdiri
dari
bongkahan
asing
batuan
mafik,
serpentinit,
pikrik,
rijang,
batugamping
terdaunkan, sekis, amfibolt dan eklogit (?)
berbagai ukuran yang tertanam di dalam
masa dasar lempung merah bersisik.
Batuan tekonika ini tersingkap baik di daerah
Wasuponda serta di daerah Ensa, Koro Mudi
dan Petumbea, diduga terbentuk sebelum
Tersier (Simandjuntak, 1980). Pada Kala
Miosen
Akhir
batuan
sedimen
pasca
orogenesa
Neogen
(Kelompok
Molasa
Sulawesi) diendapkan tak selaras di atas
batuan yang lebih tua. Kelompok ini termasuk
Formasi Tomata yang terdiri dari klastika
halus sampai kasar, dan Formasi Larona yang
umumnya terdiri dari klastika kasar yang
diendapkan dalam lingkungan laut dangkal
sampai
darat.
Pengendapan
ini
terus
berlangsung sampai Kala Pliosen.
Di Mendala Geologi Sulawesi Barat batuan
tentua adalah Formasi Latimojong yang
diduga berumur Kapur Akhir. Batuan ini terdiri
dari deret flysch, perselingan antara argilit,
filit, batusabak dan wake dengan sisipan
rijang radiolaria dan konglomerat. Batuan ini
diduga telah diendapkan di pinggiran benua
Sunda. Tak selaras di atasnya di-endapkan
Formasi Toraja yang terdiri dari serpih,
batugamping, batupasir dan konglomerat.
Umurnya berjangka dari Eosen - Miosen
Tengah (Djuri dan Sudjatmiko, 1974).
Pada Kala Oligosen terjadi kegiatan gunungapi
bawah laut yang menghasilkan lava bantal
dan breksi yang bersusunan basa sampai
menengah. Batuan itu membentuk Batuan
Gunungapi Lamasi. Kegiatan ini berlangsung
terus sampai Kala Miosen Tengah (Batuan
Gunungapi Tineba dan Tufa Rampi), yang
sebagian sudah muncul ke atas permukaan
laut.
Di atasnya secara tak selaras diendapkan
Formasi Bone-bone yang terdiri dari endapan
turbidit dan perselingan antara konglomerat
dan klastika halus. Formasi ini banyak
mengandung
fosil
foram
kecil
yang
menunjukkan umur Miosen Akhir - Pliosen.
Kegiatan gunungapi terjadi lagi pada PlioPlistosen bahkan sampai Holosen yang
menghasilkan lava dan bahan piroklastika
yang bersusunan andesit (Batuan Gunungapi
Masamba).

Terdapat dua bauan terobosan granit yang


berbeda umurnya; yang pertama berumur
Miosen Akhir dan yang kedua Pliosen. Yang
terakhir lamparannya cukup luas di bagian
baratlaut lembar peta. Di daerah Palopo granit
berumur Miosen Akhir menerobos Formasi
Latimojong
dan
Formasi
Toraja
dan
menghasilkan
mineralisasi
hidrotermal.
Batuan termuda di daerah ini adalah aluvium
yang terdiri dari endapan sungai, danau dan
pantai. Sebarannya luas di utara Teluk Bone
dan di selatan Danau Poso.

Perian Satuan Peta


ENDAPAN PERMUKAAN
Ql ENDAPAN DANAU : Lempung, pasir dan
kerikil.
Lempung menunjukkan penlapisan karena
perbedaan
warna
dan
agak
mengeras, tebal lapisan antara beberapa
sampai 100 mm. Pasir dan kerikil, kelabu
hingga hitam, kurang padat, mengandung
banyak
sisa
tumbuhan. Perlapisan cukup baik, dengan
tebal lapisan antara beberapa hingga 20 cm.
Sebaran satuan meliputi daerah di selatan
Danau Poso, sekitar Danau Matano, Danau
Mahalona dan Danau Towuti. Tebal satuan
diperkirakan puluhan meter.
Oal
ALUVIUM : lumpur, lempung, pasir,
76
kerikil dan kerakal.
Satuan ini merupakan endapan sungai, rawa
dan pantai. Sebarannya meliputi dataran di
utara Teluk Bone, Rampi dan Leboni yang
terletak di bagian baratlaut lembar, daerah
Somba Limu di timur Danau Poso, sepanjang
lembah S. Laa di bagian timurlaut lembar,
serta daerah Bungku yang terletak di sebelah
barat Danau Matano.

Mendala Geologi Sulawesi Barat


BATUAN SEDIMEN
Kls FORMASI LATIMOJONG : perselingan
batusabak, filit, wake, kuarsit, batugamping
dan batulanau dengan sisipan konglomerat
dan rijang, umumnya termalih sangat lemah.
Batusabak, hitam sampai kelabu kehitaman
padat dan keras, tebal lapisan an tar 10-20
m.
Filit,
merah
kecoklatan;
belahan

39
berkembang baik dan persekisan
tampak agak keras dan kompak.

sudah

Wake, kelabu kehijauan sampai kelabu;


padat, keras; berukuran sedang; kepingan
(fragmen)
membulat
sampai
membulat
tanggung, terdiri atas rombakan batuan
gunungapi, hornblenda dan felspar; berlapis
baik dengan tebal lapisan sekitar 60 cm.
Perarian sejajar berkembang baik; kontak
atas dan bawah lapisan sangat jelas.
Kuarsit, hijau cerah sampai merah keputihan;
padat, sangat keras; berlapis baik; tebal
lapisan sampai 1 m.
Batugamping, hitam; padat, menghablur dan
sangat keras; berlapis baik dengan tebal
lapisan 30 - 50 cm.
Batulanau, kelabu sampai kelabu kemerahan;
perarian; berbutir halus padat dan keras.
Konglomerat, kelabu; bersifat padat, dengan
komponen andesit dan batupasir, berukuran
2- 5 cm, kemas terbuka, perekat batupasir.
Rijang, putih sampai merah; padat, pejal,
sangat keras; berfosi radiolaria. Fosil untuk
penentuan umur batuan tidak ditemukan,
tetapi Brouwer (1934) di Pegunungan
Latimojong dan Reyzer (1920) di Babakan di
bagian tenggara lembar, menemukan fosil
yang berumur Kapur. Himpunan batuan dan
struktur sedimen memperlihatkan bahwa
Formasi Latimojong adalah endapan flysch
yang diendapkan di pinggiran benua yang
aktif Tanah Sunda (Sundaland). Formasi
Latimojong melampar di pojok baratdaya
daerah penyelidikan, mulai dan Palopo sampai
anak sungai Rongkong. Tebal satuan ini
diperkirakan melebihi 1000 m, di atasnya
tertindih secara tidak selaras oleh Formasi
Toraja dan batuan gunungapi Lamasi. Satuan
ini merupakan kelanjutan dan Formasi
Latimojong di Lembar Majene Palopo (Djuri &
Sudjatmiko, 1974) di tenggara lembar peta.
Tets
FORMASI
TORAJA
:
serpih,
batugamping dan batupasir dengan sisipan
konglomerat.
Serpih, merah tua sampai merah hati; padat
dan keras; perlapisan cukup baik dengan
tebal lapisan antara 5-30 cm; memperlihatkan
―reticulate cleavage‖.
Batugamping,
putih
kekuningan
sampai
kelabu kehitaman; berupa batugamping koral,
padat dan sangat keras, tidak berlapis; tebal
mencapai 50 m.

Batupasir, kelabu kehijauan sampai coklat;


padat, keras, berkomponen kepingan batuan,
kuarsa dan felspar berbutir sedang, membulat
sampai membulat tanggung; berlapis baik,
tebal tiap lapisan antara 3 - 15 cm.
Konglomerat, kelabu kehitaman; padat dan
keras,
berkomponen
kuarsit,
kuarsaan
baturijang; berukuran 0,5-3 cm, membulat
tanggung sampai membulat, terekat oleh
batupasir kasar dan berkemas terbuka
Formasi Toraja didominasi
batugamping dan batupasir

oleh

serpih,

berselingan dengan serpih, dengan sisipan


konglomerat. Fosil foraminifera besar yang
ditemukan dalam batugamping: Muniditcs sp,
Discocyclina Sp, Bordis S Lepidocyclina sp.
Operculina sp, Cydoclypcus sp dan Miogypsina
sp
menunjukkan
umur
Eosen-Miosen
(Budiman, 1981). Satuan ini diendapkan pada
lingkungan dangkal sampai air payau.
Sebarannya
dari
sekitar
desa
Maro,
memanjang ke barat dan selatan melewati
desa Tondon hingga di Lembar Majene yang
berdampingan (Djuri & Sudjatmiko, 1975).
Ketebalan seluruhnya melebihi 1000 m.
Satuan ini menindih secara tidak selaras
Formasi Latimojong dan ditindih secara tidak
selaras oleh satuan batuan gunungapi Lamasi.
BATUAN GUNUNGAPI
Tplv BATUAN GUJNUNGAPI LAMASI: lava,
breksi dan tufa.
Lava, bersusunan andesit sampai basal;
memperlihatkan
struktur
aliran
dan
amigdaloid, padu dan pejal; tebal 1 - 10 m.
Lava andesit berwarna kelabu;.bentekstur
porfirit dengan fenokris plagioklas dan
piroksen serta masa dasar, berbutir halus,
Lava basal berwarna kelabu kehitaman,
bertekstur porfirit dangan fenokris plagioklas,
piroksen dan horenblenda, serta masa dasar
berbutir halus yang terdiri dari mineral
plagioklas dan piroksin. Kedua jenis lava itu
terpropilitkan dan terubah dengan mineral
ubahnya berupa lempung dan kiorit.
Breksi, kelabu sampai kelabu kehitman;
berkomponen batuan andesit, basal dan
batuapung; menyudut sampai menyudut
tanggung berukuran antra 10- 40 cm;
perekatnya tufa halus sampai kasar, Padat
dan keras. Di beberapa tempat mengalami
proses hidrotermal, hingga termineralisasikan
membentuk endapan pirit dan perak.

40
Tufa, putih sampai kelabu; mengandung
mineral hornblenda dan kaca volkanik,
berukuran sampai 0,1 cm. Perlapisan cukup
baik; merupakan perselingan antara tufa
halus dan tufa kasar; tebal tiap lapisan antara
5-45 cm. Tebal seluruh lapisan tufa mencapai
10 m.

dan menjemari dengan Batuan Gunungapi


Tineba.

Batuan gunungapi Lamasi berupa perselingan


lava, breksi dan tufa, dengan lava dan breksi
merupakan batuan penyusun utamanya.
Berdasarkan penarikhan pada batuan basal di
daerah Palopo (Sukamto, 1975) dan korelasi
dengan batuan gunungapi di daerah Biru (van
Leeuwen, 1979) dan daerah Bantimala
(Sukamto, 1982), satuan ini diperkirakan
berumur Paleogen. Batuan gunungapi
ini
merupakan hasil kegiatan gunungapi bawah
laut. Sebarannya mulai dari Palopo, melampar
ke utara sampai Sabbang. Tebal satuan
diperkirakan mencapai 500 m. Satuan ini
menindih secara tak selaras Formasi Toraja
dan Formasi Latimojong.

Lava andesit horenblenda, kelabu berbintik


putih; porfiritik dengan 79
fenokris mineral
plagioklas dan hornblenda; berbutir sedang
masa dasar sangat halus, terdiri dari mineral
felspar, horenblenda, kaca dan lempung.
Horenblenda sebagian terubah menjadi biotit,
sedangkan lempung berupa hasil ubahan
plagioklas; pejal dan padat.

Batuan gunungapi Lamasi dapat dikorelasikan


dengan batuan gunungapi Miosen di Lembar
Majene (Djuri & Sudjatmiko, 1975; Sunarya &
Surawinata, 1980).

Tmrt TUFA RAMPI: Batupasir Tufaan, tufa


ubu dan tufa kristal.
Batupasir tufaan, putih kekuningan; berbutir
halus
sampai
sedang
agak
padat,
mengandung kaca vulkanik, felspar dan
kuarsa. Perlapisan sejajar disebabkan oleh
perubahan warna susunan batuan. Secara
keseluruhan batuan ini berselingan dengan
batupasir tufaan; tebal tiap lapisan antara 10
- 30 cm. Batuan ini umumnya telah
mengalami ubahan.
Tufa kristal, putih; pejal, padat; terdiri dari
kristal anhedron bersusunan felspar, kuarsa
dan lempung. Felspar dan kuarsa berbutir
halus; lempung hasil ubahan felspar. Batuan
telah mengalami ubahan kuat.
Tufa
Rampi
tersusun
terutama
oleh
perselingan batupasir tufaan dengan tufa
yang mengandung lapisan tufa kristal, tebal
sampai 5 m. Batuan ini diterobos oleh batuan
granit berumur Miosen Akhir-Plistosen, dan
karena itu diperkirakan berumur OligosenMiosen Awal; berupa endapan gunungapi
bawah laut. Sebarannya dari barat desa
Rampi di bagian barat laut Lembar Malili
meluas ke arah barat Lembar Mamuju. Tebal
satuan diperkirakan sekitar 600 m. Satuan ini
menindih tidak selaras Formasi Latimojong

Tmtv BATUAN GUNUNGAPI TINEBA: lava


andesit horenblenda, basal, Latit kuarsa dan
breksi.

Lava basal, umumnya mengalami ubahan;


kelabu sampai kehitaman berbintik putih
berbutir halus yang terdiri dari mineral
plagioklas, serisit, stibik, kaca dan lempung.
Lava latit kuarsa, kelabu berbintik putih;
pejal; porfiritik dengan fenokris berbutir
sedang; terdiri atas mineral kuarsa, felspar
kalium, plagioklas dan biotit; masa dasar
berbutir halus, terdiri atas mineral felspar,
biotit, kiorit, lempung dan serisit; felspar
kalium dan plagioklas terubah menjadi
lempung dan serisit; klorit berupa ubahan dan
mineral mafik.
Sebaran ke atas berupa lava andesit
horenblenda; basal terubah dan latit kuarsa
sulit diperikan. Batuan gunungapi Tineba
berupa hasil peleleran batuan gunungapi
bawah laut yang diduga berumur OligosenMiosen Awal, karena satuan ini diterobos
oleh
batuan bersifat granit yang berumur Miosen
Akhir-Plistosen.
Satuan
ini
menempati
tinggian Tineba, terus melampar ke arah
utara daerah Rampi di bagian baratlaut
Lembar
Malili.
Ketebalan
satuan
diperhitungkan dan penampang geologi,
diperkirakan tidak kurang dan 500 m.

QTpmv BATUAN GUNUNGAPI MASAMBA:


batuan piroklastika dan lava.
Batuan piroklastika, merupakan rempah
gunungapi bersusunan andesit dan dasit;
menunjukkan kemas terbuka.
Lava, bersusunan andesit dan basal. Lava
andesit, kclabu; bertekstur porfiritik; berbutir
halus
sampai
menengah;
mengandung
fenokris plagioklas, piroksen dan sedikit
ortoklas,
dengan
masa
dasar
mikrolit
plagioklas, kaca dan lempung.

41
Lava basal, hitam; amigdaloid, afanitik;
berstruktur aliran, mengandung mikrolit
felspar; massa dasar sangat halus dari kaca
dan klorit. Sebagian terubah menjadi mineral
lempung. Batuan ini berongga yang diisi oleh
kalsit
Batuan gunungapi Masamba diperkirakan hasil
kegiatan gunungapi Plio-Plistosen dalam
lingkungan daratan. Penarikhan Kalium/Argon
atas batuan trakit yang terdapat di beberapa
tempat di sepanjang jalur sesar Palu-Koro
menunjukkan
umur
4,25
juta
tahun
(Sukamto, 1975a). Sebaran satuan batuan ini
meliputi daerah di bagian utara Masamba.
Batuan ini menindih tak selaras granit
Kambuno
dan
Formasi
Bone-Bone.
Berdasarkan kesamaan litologi dinasabahkan
dengan batuan Gunungapi (Qtv) yang
terdapat di daerah Lembar Ujung Pandang
(Sukamto, 1975).

BATUAN BEKU/TEROBOSAN
Tmpg
GRANIT
granodiorit.

PALOPO

granit

Granit, putih berbintik hitam kebiruan;


berbutir sedang sampai kasar; berhablur
penuh (holokristalin); umumnya bertekstur
porfiritik. Fenokris terdiri atas ortoklas,
plagioklas, kuarsa, horenblenda dan biotit,
yang tersebar di atas masa dasar kuarsa,
hornblenda, biotit dan mineral lempung.
Umumnya batuan ini masih segar. Ditemukan
berbagai jenis granit, di antaranya mikrolit
horenblenda-biotit, mikrogranit biotit, genesmikrogranit biotit, dan mikro-
leukogranit
(Hartono S, 1980).
Granodiorit, putih berbintik hitam; pejal dan
bertekstur porfiritik dan sedikit fanerik;
berhablur
penuh;
hipidiomorf;
butiran
berukuran sedang. Susunan mineral berupa
fenokris plagioklas dan jenis oligoklas,
ortoklas, kuarsa dan horenblenda, serta masa
dasar epidot, serisit, magnetit, kuarsa dan
mineral ternpung. Bauan ini umumnya
terdapat dalam keadaan segar. Setempat
telah terkekarkan dan menunjukkan kekar
tiang.

dan

Granit, putih koton benbintik hitam; berhablur


penuh; berbudaran sama besar; berbutir
menengah; fanerik dengan mineral utama
kuarsa, ortoklas, plagioklas dan sedikit
horenblenda. Umumnya mengalami
pelapukan, terbreksikan dan terkekarkan.
Granodiorit, putih kehitaman; pejal; fanerik
dan porfiritik; berbutir menengah sampai
kasar fenokris plagioklas dengan masadasar
kuarsa, hornblenda, biotit dan mineral ubahan
kloril.
Mineral
mafik
umumnya
telah
terkloritisasikan. Batuan yang bertekstur
porfiritik tersebut telah terkekarkan dan
terbreksikan.
Di dalam satuan batuan ini kedudukan granit
terhadap granodiorit sulit ditentukan, baik ke
arah atas maupun mendatar. Berdasarkan
hasil penarikhan pada retas granit di daerah
Palopo, batuan itu berumur 8,10 juta tahun
(Sukamto, 1975) atau Akhir Miosen. Satuan
ini menempati daerah pegunungan antara
desa Tojambu dan Tondon, yang terletak di
bagian baratdaya Lembar Malili. Satuan
batuan ini menerobos Formasi Toraja dan
Formasi Latimojong.

Tpkg
GRANIT KAMBUNO : granit dan
granodiorit.

Berdasarkan kesamaan litologi dengan granit


di Lembar Pasangkayu yang hasil penarikhan
granit menunjukkun umur 3,35 juta tahun
(Sukamto, 1975), granit Kambuno diduga
berumur Pliosen. Sebaran sauan ini meliputi
pegunungan di sekitar Bulu Kambuno di
bagian barat Lembar Malili. Di baratlaut desa
Sabbang tampak gejala peruntuhan tektonik
dengan batuan dan Formasi Latimojong di
daerah Rampi satuan ini menerobos satuan
gunungapi Tinemba yang menunjukkan gejala
alterasi dan pemineralan.
Mendala Geologi Sulawesi Timur

BATUAN SEDIMEN
Kml
FORMASI MATANO: batugamping
hablur dan kalsilutit, napal, serpih, dengan
sisipan rijang dan batusabak.
Formasi Matano bagian bawah ditempati oleh
batugamping kalsilutit berlapis dengan lensa
rijang, sedang bagian atas merupakan
perselingan antara batugamping pejal dan
terhablur ulang, napal dan srrpih dengan
lensa batusabak dan rijang.
Batugamping, putih kotor sampaii kelabu;
berupa
endapan
kalsilutit
yang
telah
menghablur ulang dan berbutir halus (lutit);
perlapisán sangat baik dengan ketebalan
lapisan antara 10 - 15 cm; di beberapa
tempat
dolomitan;
di
tempat
lain

42
mengandung
perdaunan.

lensa

rijang

setempat

Napal, kelabu sampai kecoklatan; padat dan


pejal; terlipat kuat; berlapis baik dengan tebal
lapisan sampai 15 cm. Di beberapa tempat
terdapat lensa rijang dan sisipan batusabak.
Serpih, kelabu; pejal dan padat berlapis baik
dengan ketebaan lapisan sampai82 5 cm;
terkadang gampingan atau napalan.
Rijang. kelabu sampai kebiruan dan coklat
kemerahan; pejal dan padat. berupa lensa
atau sisipan dalam batugamping dan napal;
ketebatan sampai 10 cm.
Batusabak, coklat kemerahan; padat dan
setempat gampingan; berupa sisipan dalam
serpih dan napal, ketebalan sampai 10 cm.
Berdasarkan kandungan fosil batugamping,
yaitu Globotruncana sp dan Heterohelix sp,
serta Radiolaria dalam rijang (Budiman,
1980), Formasi Matano diduga berumur Kapur
Atas.
Satuan ini diendapkan dalam lingkungan laut
dalam. Sebaran formasi antara daerah Ulu
Uwoi dan Balu Wasopute, memanjang pada
arah baratdaya-timurlaut dan S. Bantai Hulu
sampai Pegunungan Tometindo. Ketebalan
seluruh lapisan mencapai 550 m. Hubungan
dengan Komplek Ultramafik berupa sesar
naik;
biasanya
berupa
suatu
lajur
termilonitkan atau terserpentinkan yang bisa
mencapai puluhan meter tebalnya. Satuan ini
menindih secara selaras Formasi Lamusa,
serta tertindih secara tidak selaras oleh
Formasi
Tomata
dan
Formasi
Larona.
Koolhoven (1930) menamakan satuan ini
―Lapisan Matano Atas‖.
LAJUR OFIOLIT SULAWESI TIMUR

BATUAN BEKU
MTosu BATUAN ULTRAMAFIK: harzburgit,
lherzolit, wehrlit, websterit, serpentinit dan
dunit.
Harzburgit,
hijau
sampai
kehitaman;
holokristalin, padu dan pejal. Mineralnya halus
sampai kasar, terdiri atas olivin (60%) dan
piroksen
(40%).
Di
beberapa
tempat
menunjukkan
struktur
perdaunan.
Hasil
penghabluran ulang pada mineral piroksen
dan olivin mencirikan batas masing-masing
kristal bergerigi.

Lherzolit, hijau kehitaman; hotokristalin, padu


dan pejal. Mineral penyusunnya ialah olivin
(45%), piroksen (25%), dan sisanya epidot,
yakut, klorit dan bijih dengan mineral
berukuran halus sampai kasar.
Wehrlit, bersifat padu dan pejal; kehitaman;
bertekstur afanitik. Batuan ini tersusun oleh
mineral olivin, serpentin, piroksen dan
iddingsit. Serpentin dan iddingsit berupa
mineral hasil ubahan olivin.
Websterit, hijau kehitaman; holokristalin,
padu dan pejal. Batuan ini terutama tersusun
oleh
mineral
olivin
dan
piroksenkilno
berukuran halus sampai sedang. Juga
ditemukan mineral serpentin, klorit, serisit
dan mineral kedap cahaya. Batuan ini telah
mengalami penggerusan, hingga di beberapa
tempat terdapat pemilonitan dalam ukuran
sangat halus yang memperlihalkan struktur
kataklas.
Serpentinit, kelabu tua sampai kehitaman;
padu dan pejal. Batuannya bentekstur afanitik
dengan susunan mineral antigorit, lempung
dan magnetit. Umumnya memperlihatkan
struktur kekar dan cermin sesar yang
berukuran megaskopis. Dunit, kehitaman;
padu dan pejal, berteksur afanitik. Mineral
penyusunnya ialah olivin, piroksen. plagioklas,
sedikit serpentin dan magnetit; berbutir halus
sampai
sedang.
Mineral
utama
Olivin
berjumlah sekitar 90%: Tampak adanya
penyimpangan dan pelengkugan kembaran
yang dijumpai pada piroksen. mencirikan
adanya gejala deformasi yang dialami oleh
batuan ini. Di beberapa tempat dunit
terserpentinkan kuat yang ditunjukkan dari
struktur sisa seperti jaring dan barik-barik
mineral olivin dan piroksen; serpentin dan
talkum sebagai mineral pengganti.
MTosm BATUAN MAFIK : gabro, diabas.
Gabro, sebagai retas di dalam batuan
ultramafik; kelabu berbintik hitam; bersifat
padu dan pejat. Batuan ini
bertekstur faneritik dengan susunan mineral
plagioklas, olivin, antigorit, serta sedikit
magnetit dan serisit. Tebal retas gabro sampai
2 m.
Diabas, kelabu sampai hitam; pejal dan
bertekstur afanitik atau membutir; hipidiomorf
dengan butiran halus sampai sedang. Mineral
penyusunnya ortoklas atau piroksen, klorit,
lempung, oksida besi, dan sedikit kuarsa.
Plagioklas dan ortoklas urnumnya terubah
menjadi lempung kelabu. Piroksen sebagian
terubah menjadi kiorit dan oksida besi. Klorit

43
berwarna hijau muda; umumnya bercampur
dengan oksida besi, sehingga warnanya
menjadi kekuningan serta sering terdapat
mengisi rongga di antara mineral. Batuan ini
terdapat di dalam Komplek Ultramafik sebagal
bagian daripada ofiolit.
Batuan Ultramafik dan Mafik ini diperkirakan
merupakan batuan tertua di Lembar Malili dan
diduga berumur Kapur. Sebarannya meluas di
sekitar Danau Matano dan Danau Towuti di
timur dan tenggara Lembar peta, meliputi
pegunungan
Verbeek,
Bulu
Salura,
Pegunungan Tometindo, Bulu Bukia, Bulu
Tambuhuna, Bulu Tampara Masapi dan Butu
Lingke.
Satuan
ini
secara
tektonik
bersentuhan dengan batuan Mesozoikum dan
Paleogen, dan secara tak selaras tertindih
batuan sedimen Neogen dan Kuarter.
BATUAN TEKTONIK
MTwm
BANCUH (MELANGE) WASUPONDA:
Terdiri dari bongkahan asing, sekis, genes,
batuan mafik, amfiboilt, diabas malih, batuan
ultramafik (pikrit), batugamping terdaunkan
dan
eklogit;
berukuran
dari
beberpa
sentimeter sampai puluhan meter, bahkan
ratusan meter; terutama dalam masa dasar
lempung
merah
bersisik
yang
sering
menunjuktan perdaunan, s tempat juga masa
dasar serpentinit terdaunkan (pikrit). Satuan
ini diduga merupakan bancuh tektonik
(Simandjuntak, 1980), berdasarkan bentuk
bodin yang menunjukkan kesan penekukan
dan lempung bersisik yang terdaunkan.
Berdasarkan ketiadaan bongkah asing yang
berumur Tersier, diperkirakan satuan ini
terbentuk datam lajur penunjaman Zaman
Kapur.
Ketebalan
sulit
ditentukan;
hubungannya dengan batuan ultramafik dan
Formasi Matano berupa persentuhan tektonik.
Singkapan baik terdapat di daerah Wasuponda
di baratdaya Danau Matano.
MTs BATUAN SERPENTIN: serpentin (pikrit,
dikuasai oleh mineral antigorit, sedikit talkurn,
lempung dan magnetit; hitam kehijauan;
permukaan mengkilap; tergeruskan, dengan
cermin sesar dan kekar yang tak beraturan;
umumnya memperlihatkan persekisan yang
setempat terlipat, dan dapat

dilihat
dengan
mata
bugil.
Talkum
menyerabut, menempati retakan di antara
serpentin; lempung, kelabu, sangat halus,
terdapat secara berkelompok di beberapa
tempat dalam batuan. Magnetit, hitam kedap;
biasanya mengisi retakan dalam batuan.

Batuan serpentin merupakan hasil ubahan


batuan ultramafik yang terbentuk dalam kerak
samudera
pada
Paleozoikum
Akhir
diperkirakan
dialih
mampatkan
pada
Mesozoikum. Singkapan di daerah selatan D.
Poso, dan sebagai bongkahan dalam Bancuh
(Melange)
Wasuponda.
Ketebalan
sulit
diperkirakan,
berdasarkan
penampang
melebihi 1000 m. Hubungan dengan batuan
sekitarnya berupa persentuhan tektonik.

BATUAN MALIHAN
LAJUR METAMORFIC SULAWESI TENGAH
MTpm
KOMPLEK POMPANGEO : sekis,
genes, pualam, serpentinit dan meta kuarsit,
batusabak, filit dan setempat breksi.
Sekis, putih, kuning kecoklatan, kehijauan
kelabu; kurang padat sampai sangat padat
serta memperlihatkan perdaunan. Setempat
menunjukkan struktur chevron, lajur tekuk
(kink banding) dan augen, dan di beberapa
tempat perdaunan terlipat.
Batuan terdiri atas sekis mika, sekis mika
yakut (garnet, sekis klorit-amfibolit dan sekis
klorit-zoisit. amfibolit dan fasies sekis hijauglaukofan-lawsonit.
Tekstur
batuan
heteroblas; terdiri dari mineral lepidoblas dan
granoblas berbutir halus sampai sedang;
kuarsa, muskovit horenblende, klinozoisit,
felspar, yakut (garnet), klorit, serisit; apatit
dan titanit sebagai mineral tambahan.
Genes, kelabu sampai kelabu kehijauan;
bertekstur
heteroblas,
xenomorf
sama
butiran, terdiri dari mineral granoblas berbutir
halus sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri
atas genes kuarsa biotit dan genes pumpelitmuskovit-yakut. Bersifat kurang padat
sampai
padat.
Genes kuarsa-biotit tersusun oleh mineral
kuarsa,
plagioklas
dan
biotit.
Genes
pumpelit-muskovit-yakut,
berbutir
halus sampai sedang setempat ditemukan
blastomilonit yang berupa hancuran felspar,
muskovit dan kuarsa. Batuan terutama terdiri
atas plagioklas, kuarsa, muskovit dan
pumpelit; yakut terdapat dalam bentuk
granoblas.
Pualam (MTmm), kehijauan, kelabu sampai
kelabu gelap, coklat sampai merah coklat, dan
hitam bergaris putih;
sangat
padat
dengan

44
persekisan, tekstur umumnya nematoblas
yang memperlihatkan pengarahan. Persekisan
dalam batuan ini didukung oleh adanya
pengarahan kalsit hablur yaag tergabung
dengan mineral lempung dan mineral kedap
(opak). Batuan terutama tersusun oleh kalsit,
dolomit dan piroksen; mineral lempung dan
mineral bijih dalam bentuk garis. Wolastonit
dan apatit terdapat dalam jumlah sangat
kecil. Plagioklas jenis albit mengalami
penghabluran ulang dengan piroksen.
Serpentinit
(MTsp),
kehijauan
sampai
kehitaman; terdaunkan, menunjukkan kesan
cermin
sesar
yang
mengkilap
pada
permukaannya. Setempat mengandung asbes
dan rodingit. Batuan ini ditemukan dalam
lajur sesar dengan ketebalan kurang dari satu
meter sampai beberapa meter, dan dalam
lajur sesar besar melebihi ratusan meter. Di
beberapa tempat perdaunan yang telah
terlipat (kink banding). Serpentin terdapat di
sebelah utara Masamba, diantara sesar PaluKoro dan sesar naik Masamba.
Kuarsit, putih sampai coklat muda; pejal dan
keras; berbutir (granular), terdiri atas mineral
granoblas, senoblas, dengan butiran dan
halus sampai sedang. Batuan sebagian besar
terdini dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97%.
Oksida
besi bercelah diantara
kuarsa,
jumlahnya sekitar 3%. Batuan ditemukan
sebagai lensa di dalam batuan malihan; tebal
mencapai 10 cm.
Batusabak, kelabu sampai coklat; agak padat
sampai padat, setempat tampak struktur
perlapisan halus (perarian).
Filit, coklat muda sampai coklat tua; padat,
belahan
berkembang
baik,
setempat
terdaunkan; lensa atau pisahan kuarsa
(quartz segregation) berwarna putih sampai
coklat setebal beberapa mm sampai 1 cm.
Breksi aneka bahan, coklat kemerahan;
padat, terkërsikkan dan termalihkan lemah.
Komponen terdiri dari batugamping, rijang
dan argilit; sebagian terdaunkan; berukuran
sampai 15 cm; bentuk menyudut; masa dasar
kalsit. Urat kuarsa dan kalsit memotong
breksi ini secara tidak beraturan.
Secara
umum,
Komplek
Pompangeo
didominasi oleh sekis dan genes. Serpentinit
umumnya ditemukan dalam lajur sesar.
Pualam, kuarsit, batusabak dan filit terdapat
berupa lensa atau perselingan dengan
srkis.Umur satuan ini belum dapat dipastikan,
tetapi diduga tidak lebih tua dari Kapur.

Sebaran satuan batuan ini meliputi daerah


Pegunungan Pompangeo, Koro-Ue dan Bakase
yang terletak di sebelah utara pebukitan
Bone-Bone, serta di utara, barat dan selatan
Danau Poso, di barat desa Mangkutana, dan di
utara Masamba.
Pualam terdapat cukup luas di barat
Mangkutana yang merupakan lereng timur
Pegunungan Bakase, serta dalam lensa-lensa
kecil dengan ketebalan kurang dari satu meter
sampai beberapa meter sering dijumpai dalam
sekis dan genes. Setempat ditemukan
perselingan dengan sekis seperti tersingkap di
Kodina, selatan D. Poso.
Satuan ini tertindih tak selaras oleh Formasi
Tomata dan Formasi Bone-Bone; persentuhan
tektonik berupa sesar-naik dengan batuan
granit di barat dan batuan ofiolit di sebelah
Timurnya.

Mendala Geologi Lajur Banggai-Sula


BATUAN SEDIMEN

KJml FORMASI MASIKU: batusabak, serpih,


filit, batupasir, batugamping dengan buncah
gamping rijangan.
Batusabak, kelabu hingga kelabu tua; berlapis
baik, tebal lapisan sampai 5 cm; padat;
belahan berkembang baik.
Serpih, kelabu kehitaman; padat; berlapis
baik dengan tebal lapisan mencapai 5 cm.
Setempat mengandung lensa tipis batupasir
kelabu, berbutir sedang - kasar; padat. Tebal
lensa mencapai 0,5 cm.
Filit, kelabu gelap; berbutir halus, padat
berlapis baik dengan tebal lapisan mencapai 5
cm; belahan berkembang baik setempat
mengandung urat kuarsa sampai setebal 1
cm.
Batupasir, kelabu kecoklatan; berbutir halus
sampai kasar komponen terdiri dari kuarsa,
mika, felspar dan kepingan batuan; padat;
lapisan cukup baik dengan tebal sampai 10
cm.
Batugamping, putih kotor, kelabu muda
sampai coklat; berbutir halus; berlapis baik
dengan tebal lapisan mencapai 15 cm; di
beberapa tempat mengandung urat-urat
kalsit; setempat mengandung buncah rijang.
45
Rijang, coklat kemerahan; berupa lensa dan
buncah berbentuk lonjong dan memanjang.
Tebal mencapai 5 cm; mengandung fosil
mikro.
Batuan ini terlipat kuat dan tersesarkan;
rekahan dan kekar sangat umum dijumpai.
Fosil penunjuk umur tidak ditemukan. Diduga
Formasi Masiku berumur Jura Akhir-Kapur
Awal dan diendapkan dalam llngkungan laut
dalam.
Satuan ini tersingkap di selatan Kolonodale,
dan meluas ke utara di Lembar Poso. Tebal
satuan sekitar 500 m. Diduga satuan ini
menindih selaras Formasi Tetambahu dan
bersentuhan secara tektonik dengan batuan
ofiolit dan Formasi Matano.
Sedimen Klastika Pasca Orogenesa Neogen
KELOMPOK
MOLASA
SULAWESI
:
Kelompok ini terdiri dari batuan klastika
kasar, termasuk Formasi Tomata, Formasi
Bone-bone dan Formasi Larona.
Tmpt
FORMASI TOMATA : perselingan
serpih, batupasir, batupasir dan konglomerat
dengan sisipan napal dan lignit.
Serpih, kelabu sampai kecoklatan; berlapis
baik dan padat; tebal lapisan sampai 40 cm;
di
beberapa
tempat
gampingan
dan
mengandung konkresi oksida besi berukuran
sampai 10 cm atau berupa lensa setebal 5
cm.
Batupasir, kelabu sampai kuning kecoklatan;
berbutir halus sampai kasar; setempat
kerikilan; terdiri dari rombakan kuarsa,
kuarsit, mika dan rijang perlapisan cukup
baik; tebat tiap lapisan 30 cm; tidak padat
kecuali setempat.
Konglomerat, berkomponen kuarsit, kuarsa,
batugamping
terdaunkan;
terekat
pasir
berlumpur secara kurang padat sampai padat;
membulat
tanggung
sampai
membulat,
dengan ukuran sampai 10 cm; tebal lapisan
sampai 40 cm.
Napat, kelabu; agak padat; berupa sisipan
dalam serpih dan batupasir dengan ketebalan
sampai 10 cm.
Lignit, kehitaman; kurang padat, sebagai
sisipan dalam serpih di bagian atas satuan;
tebal sampai 200 m.

Ke arah atas serpih dan batupasir lebih


dominan dibandingkan dengan konglomerat.
Kandungan fosil dalam batupasir halus:
Globigerinoides
immaturus
LEROY,
Globigerinoides trilobus REUSS, G. ruber
D‘ORBIGNY, G. obliquus BOLLI, Globorotalia
acostacusis BRADY, Globoquadrina altispira
USHMAN & JARVIS, G. dehiscens CHAPMAN,
PARR, COLLINS dan Sphacroidinella seminulia
SCHWAGER, yang menunjukkan umur Miosen
Akhir - Pliosen serta lingkungan pengendapan
laut dangkal dan setempat payau.
Sebaran satuan batuan ini meliputi daerah
lembah S. Kadata di antara desa Sombu Limu
dan Koro Lemo, daerah antara desa Tomata
dan Gontara, serta pebukitan antara Bulu
Ponteoa dan Bulu Paangkombe, di bagian
timurlaut daerah Malili.
Tebal satuan ini sekitar 1000 m. Hubungan
antara Formasi Tomata dan Formasi Larona
mungkin menjemari. Berdasarkan kesamaan
litologi, Formasi Tomata dapat dikorelasikan
dengan molasa Sulawesi Sarasin dan Sarasin
(1901).
Tmpb FORMASI BONE-BONE: Perselingan
antara konglomerat, batupasir, napal dan
lempung tufaan.

Konglomerat, kelabu kecoklatan; kurang


padat hingga padat; pilahan dan kemas
buruk, komponen terutama didominasi oleh
batuan malihan, juga terdapat batuan
gunungapi andesit, batugamping terdaunkan,
kuarsit dan kuarsa. Bentuk komponen
membundar sampai membundar tanggung,
umumnya berukuran sampai 10 cm, tetapi
ada juga yang sampai 30 cm. Perekatnya
batupasir berbutir sedang sampai kasar, di
beberapa
tempat
gampingan;
setempat
perlapisan bersusun dengan bidang lapisan
sulit dikenali. Tebal lapisan berkisar 1 - 6 m.
Lapisan bergabung umum terdapat, sehingga
lapisan menjadi sangat tebal, mencapai
belasan meter.
Batupasir, kelabu sampai kecoklatan; padat
dan keras, kadang - kadang gampingan;
berbutir halus sampai kasar, setempat
kerikilan;
menyudut
tanggung
sampai
membulat tanggung, terpilah baik; kompone
berupa kepingan batuan malihan, gunungapi,
mika, imineral mafik, dan kuarsa membentuk
perselingan dengan napal dan lempung
tufaan; tebal lapisan antara 25 cm - 1 m.
Struktur permukaan erosi, kesan beban. dan
perlapisan bersusun dalam beberapa lapisan

46
batupasir secara berangsur
konglomerat di bawahnya.

beralih

ke

mengandung fosil Gastropoda, setempat jejak


daun; tebal tiap lapisan sampai 10 cm.

Napal, kelabu tua sampai kelabu muda;


kurang padat, berlapis baik dengan ketebalan
tiap lapisan antara 1 - 15 cm.

Tufa, kelabu; berbutir halus dan kompak;


berupa sisipan dalam batupasir, ketebalan
mencapai 10 cm.

Lempung tufaan, kelabu kecoklatan sampai


coklat; kurang padat, berlapis baik; setempat
struktur perarian. Tebal tiap lapisan 1 - 20
cm, tidak jarang sampai 200 mm.

Berdasarkan
kesamaan
litologi
dengan
Formasi Bone-Bone (Tmpb), Formasi Larona
berumur Miosen Akhir-Pliosen. Satuan batuan
ini. diendapkan dalarn lingkungan laut
dangkal sampai darat. Sebarannya meliputi
pebukitan di utara S. Waki sampai desa Lerea,
di bagian selatan Lembar Bungku; tebal
sekitar 1000 m; perlipatan lemah yang
menyebabkan sudut kemiringan
sampai 350.
90
Formasi Laorana dan Formasi Tomata
tertindih secara tidak selaras oleh endapan
danau dan aluvium.

Bagian bawah formasi terutama terdiri dari


perselingan napal, batupasir dan lempung
tufaan, sedangkan bagian atas didominasi
oleh konglomerat dan batupasir sela (litos).
Napal mengandung fosil foraminifera kecil
diantaranya:
Globoquadiin
dehiscens
CHAPMAN, PARR, COLLINS, Globorotalia
acostacizsis BLOW dan G. plesiotumida BLOW
& BANNER, yang
menunjukkan
umur
Miosen
Akhir-Pliosen
(N16-N19).
Satuan
ini
diendapkan pada lingkungan laut dangkal dan
terbuka (neritik). Tersebar di utara Masamba,
Bone-Bone sampai Mangkutana. Ketebalannya
diduga melebihi 750 m; terletak tak selaras di
atas Komplek Malihan Pompangeo.

Tpls
FORMASI LARONA : Konglomerat,
batupasir, batulempung dengari sisipan tufa.
Konglomerat, kelabu sampai kelabu hitam;
komponen
berupa
batuan
ultramafik,
batugamping terdaunkan, kuarsit, rijang
berukuran 10-30 cm, membulat tanggung
sampai membulat; terekat padat oleh
batupasir
kasar
kecoklatan,
setempat
gampingan; pilahan dan kemas kurang baik,
tebal
tiap
lapisan
minimum
25
cm;
memperlihatkan perlapisan bersusun.
Batupasir, kelabu sampai coklat; berbutir
kasar, komponen berupa kepingan batuan,
juga kuarsa dan piroksen; cukup padat;
perlapisan
baik,
di
beberapa
tempat
menunjukkan perlapisan bersusun; tebal tiap
lapisan sampai 20 cm.
Juga terdapat. batupasir hijau, berbutir kasar
dengan komponen hampir seluruhnya terdiri
dari rombakan batuan ultramafik, tebal
lapisan antara 3-10 cm; padat dan berlapis
baik.
Lempung, kelabu; berlapis baik, berupa
sisipan dalam konglomerat atau dalarn
batupasir; padat, setempat gampingan dan

STRUKTUR DAN TEKTONIKA


Struktur
dan
geologi
Lembar
Malili
memperlihatkan ciri Komplek tubrukan dan
pinggiran benua yang aktif.
Berdasarkan
struktur,
himpunan batuan, biostratigrafi dan umur,
daerah ini dapat dibagi menjadi 2 domain
yang sangat berbeda, yakni :
1) alohton: ofiolit dan malihan, dan 2)
autohton: batuan gunungapi dan pluton
Tersier dan pinggiran benua Sundaland, serta
kelompok molasa Sulawesi. Lembar Malili,
sebagaimana halnya daerah Sulawesi bagian
timur, memperlihatkan struktur yang sangat
rumit. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
pergerakan tektonik yang telah berulangkali
terjadi di daerah ini.
Struktur penting di daerah ini adalah sesar
lipatan, selain itu terdapat kekar dan
perdaunan. Secara umum kelurusan sesar
berarah baratlaut-tenggara. Yang terdapat di
daerah ini berupa sesar naik, sesar sungkup,
sesar
geser
dan
sesar
turun,
yang
diperkirakan sudah mulai terbentuk sejak
Mesozoikum.
Beberapa
sesar
utama
tampaknya aktif kembali. Sesar Matano dan
sesar Palu-Koro merupakan sesar utama
berarah baratlaut-tenggara, dan menunjukkan
gerak mengiri. Diduga kedua sesar itu masih
aktif sampai sekarang (Tjia 1973; Ahmad,
1975), keduanya bersatu di bagian baratlaut
Lembar. Diduga pula kedua sesar terscbut
terbentuk sejak Oligosen, dan bersambungan
dengan sesar Sorong sehingga merupakan
satu sistem sesar ―transform‖. Sesar lain yang
lebih kecil berupa tingkat pertama dan/atau
kedua yang terbentuk bersamaan atau setelah

47
sesar utama tersebut. Dengan demikian
sesar-sesar ini dapat dinamakan Sistem Sesar
Matano-Palu-Koro.
Lipatan yang terdapat di daerah ini dapat
digolongkan dalam lipatan lemah, lipatan
tertutup dan lipatan tumpang tindih. Pada
yang pertama kemiringan lapisannya landai
biasanya tidak melebihi 3O° yang dapat
digolongkan dalam jenis lipatan terbuka.
Lipatan ini berkembang dalam batuan yang
berumur Miosen hingga Plistosen; biasanya
sumbu lipatannya bergelombang dan berarah
baratdaya-timurlaut. Pada yang kedua, baik
yang simetris maupun yang tidak, kemiringan
lapisannya antara 500 dan tegak, ada juga
yang terbalik. Lipatan ini biasanya terdapat
dalam batuan sedimen Mesozoikum. Sumbu
lipatan pada umumnya berarah utara-selatan,
mungkin golongan ini terbentuk pada Kala
Oligosen atau lebih tua.
Adapun yang ketiga berkembang dalam
batuan sedimen Mesozoikum, batuan malihan
dan di beberapa tempat dalam serpentin yang
terdaunkan. Lipatan dalam batuan sedimen
Mesozoikum berimpit dan/atau memotong
lipatan terdahulu, sehingga ada sumbu lipatan
pertama (f1) yang berimpit dengan yang
kemudian (f2), di samping f1 terpotong oleh
f2. Lipatan kedua (f2) ini diperkirakan
terbentuk pada Miosen Tengah. Kedua lipatan
ini tampaknya mengalami
deformasi lagi
pada Plio-Plistosen, dan membentuk lipatan
fasa ketiga (f3) dengan sumbu lipatan yang
berarah baratlaut-tenggara, sama dengan
lipatan pada batuan sedimen muda. Jenis
lipatan
ini
dalam
ukuran
megaskopis
berkembang dataran batuan malihan dan
serpentin yang terdaunkan.
Kekar terdapat dalam hampir scmua jenis
batuan
dan
tampaknya
terjadi
dalam
beberapa perioda. Pola dan arah kekar ini
sesuai dengan jenisnya, ac; b atau diagonal.
Perkembangan
tektonik
dan
sejarah
pengendapan batuan sedimcn di daerah ini
tampaknya sangat erat hubungannya dengan
perkembangan Mendala Banggai-Sula yang
sudah terkeratonkan pada akhir Paleozoikum.
Pada Zaman Trias Formasi Tokala diendapkan
di datam paparan tepi lereng benua. Pada
akhir Trias terjadi pemekaran pinggiran benua
yang kemudian disusul pengendapan Formasi
Batebeta secara selaras di atasnya pada awal
Jura.
Pada Zaman Jura Formasi Nanaka diendapkan
secara tidak selaras di atas batuan yang lebih
tua, dalam lingkungan darat hingga laut

dangkal. Di bagian neritik luar diendapkan


Formasi Tetambahu dan Formasi Masiku pada
akhir Jura hingga permulaan Kapur. Ketiga
satuan ini terbentuk di pinggiran benua yang
saat ini menjadi Mendala Banggai-Sula.
Semuanya tersingkap di Lembar Bungku
(Simandjuntak drr., 1981) di sebelah timur
lembar ini.
Pada Zaman Kapur, dibagian lain dalam
cekungan laut dalam di sebelah barat terjadi
pemekaran dasar samudera, dan membentuk
kerak samudera yang sebagian menjadi Lajur
Ofiolit Sulawesi Timur.
Pengendapan bahan-bahan pelagos di atas
kerak samudera ini berlangsung hingga
Zaman Kapur Akhir (Formasi Matano).
Pada Zaman Kapur Akhir, lempeng samudera
yang bergerak ke arah barat menunjam di
bawab pinggiran benua dan/atau di daerah
busur gunungapi. Jalur penunjaman ini
sekarang ditandai oleh batuan bancuh di
Wasuponda
(Simandjuntak,
1980).
Di
92
cekungan rumpang parit busur di pinggiran
yang aktif di sebelah barat, diendapkan
batuan sedimen jenis ―flysch, Formasi
Latimojong pada Kapur Atas. Pengendapan
batuan ini disusul oleh Formasi Toraja pada
Kala Eosen dan kegiatan gunungapi bawah
laut pada Kala Oligosen (Vulkanik Lamasi)
yang berlangsung terus hingga Mioscn
(Volkanik Rampi dan Tineba). Satuan batuan
ini sekarang merupakan bagian dan Mendala
Sulawesi Barat.
Pada Zaman Paleogen pengendapan batuan
karbonat (Formasi Larca) berlangsung dalam
busur laut yang semakin mendangkal, yang
disusul pengendapan Formasi Takaluku pada
Kala Miosca Tengah.
Pada Kala Oligoson, sesar Sorong yang
menerus ke sesar Matano dan Palu-Koro mulai
aktif dalam bentuk sesar transcurrent.
Akibatnya
minikontinen
Banggai-Sula
bergerak ke arah barat dan memisahkan diri
dari benua Australia.
Pada Kala Miosen Tengah bagian timur kerak
samudera
di
Mendala
Sulawesi
Timur
menumpang
tindih
(obducted)
platform
Banggai-Sula yang bergerak ke arah barat.
Dalam pada itu, di bagian barat lajur
penunjaman
dan
busur
luar
tersesarsungkupkan di atas rumpang parit
busur
dan
busur
gunungapi,
dan
mengakibatkan
ketiga
mendala geologi tersebut saling berhimpitan.

48
Pada Akhir Miosen hingga Pliosen, batuan
kiastika halus sampai kasar Kelompok Molasa
Sulawesi
(Formasi
Tomata,
Bone-Bone)
diendapkan dalam lingkungan taut dangkal
dan terbuka dan sebagian berupa endapan
darat yang bersamaan dengan intrusi yang
bersifat granit di bagian barat.

Granit, basal dan andesit terdapat mulai dan


Palopo hingga Sabbang dan Masamba, bisa
dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan
pengeras jalan. Pasir dan kerikil terdapat di
daerah aluvium, sangat halus, di utara Teluk
Bone.
PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH

Pada Kala Plio-Plistosen keseluruhan daerah


mengalami deformasi. Intrusi yang bersifat
granit menerus di Mendala Sulawesi Barat,
yang
dibarengi
oleh
perlipatan
dan
penyesaran bongkah yang mengakibatkan
terbentuknya
berbagai
cekungan
kecil,
dangkal dan sebagian tertutup. Di dalamnya
diendapkan batuan kiastika kasar dan
keseluruhan daerah terangkat. Pada bagian
tertentu, endapan aluvium, danau, sungai dan
pantai berlangsung terus hingga sekarang.
SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI
Bahan galian yang terdapat di daerah yang
dipetakan di antaranya nikel, bijih besi,
kromit, emas, batugamping, granit, basal,
andesit, batubara, pasir dan kerikil Bijih nikel
pada saat ini sedang ditambang oleh PT. Inco
di daerah Soroako. Bijih tersebut biasanya
terdapat dalam endapan laterit berasal dari
batuan ultramalik yang melapuk. Di samping
itu bijih besi yang potensial terdapat pada
bagian atasnya (sebagai penudung) yang
biasanya berupa daerah-daerah datar (PT
Inco, 1972, Sukamto, 1975).
Kromit dijumpai sebagai endapan primer dan
sekunder yang pertama berupa lensa, lapisan
tipis, bentuk pod atau sebagai butiran yang
menyebar dalam batuan ultramafik dan erat
hubungannya dongan harzburgit dan dunit
yang
telah
terserpentinkan
(Sophaheluwakan dan Suparka, 1978). Kromit
sekunder tipe sedimenter terdapat sebagai
komponen dalam konglomerat. Endapan
tersebut terdapat di sekitar Karebe dan S.
Larona, sebelah baratdaya Malili.
Emas tipe sedimenter (placer deposit)
terdapat di S. Lamasi, daerah Palopo,
diusahakan oleh penduduk dengan cara
mendulang.
Batubara dan lignit tidak banyak terdapa,
berupa lensa-lensa dalam Formasi Toraja dan
Formasi Tomata.
Batugamping pejal terdapat di bagian selatan
D. Matano, sebagian sudah dimanfaatkan oleh
PT. Inco untuk bahan bangunan. Pualam
terdapat di daerah pegunungan Balcase.

Untuk
pengembangan
wilayah
yang
menunjukkan prospek baik ialah daerah
dataran rendah yang membentang mulai dan
Palopo sampai daerah Wotu. Di daerah ini
selain sarana angkutan sudah ada, juga
tanahnya cukup subur dan baik sekali untuk
pesawahan, sehingga sangat tepat untuk
pemukiman transmigrasi. Pada saat ini proyek
transmigrasi sudah dilaksanakan di daerah
Bone-bone dan Wotu yang terakhir sudah
dimulai sejek zaman Belanda (1930). Daerah
lain yang sedang dikembangkan ialah daerah
Wowondula
dan
Wasuponda,
yang
sepenuhnya dibiayai dan dikelola oleh PT
Inco.
Di S. Larona pembangkit listrik tenaga air
telah
dibangun
oleh
PT.
Inco
yang
menghasilkan tenaga listrik paling besar di
Sulawesi.
D. Poso, D. Towuti dan D. Matano sangat
untuk
dikembangkan
menjadi
industri
pariwisata disamping untuk perikanan.

DAFFAR PUSTAKA/REFERENCES

Ahmad, W., 1975, Geology along the Matano


Fault Zone, East Sulawesi, Indonesia,
Proc. Regional conference on the
Geology and Mineral Resources of
Southeast Asia, pp. 143- 150.

Bemmelen, R.W.van, 1949, The Geology of


Indonesia, Maninus Nijh off The
Hague.
Brouwer, H.A., 1974, Geological Exploration in
the Island of Celebes: Amsterdam,
Nort, Holland Pith. Co
Djuri and Sudjatmiko, 1974, Geologic Map of
the Majene and Western part of
Palopo Quadrangles, South Sulawesi :
Geol. Survey of Indonesian.
Francken, C. & Jones, D., 1971, Report on a
Photo Geological Study of South

49
Eastern
Sulawesi,
Prepared
by
KLM.:Acrocanofor PT. INCO, Unpub.

of
South
cast
Asia,
Jakarta:
Indonesian Association of Geologists.

Hamilton, Warren, 19Th Preliminary Tectonic


Map of the Indonesian Region: US
Geol. Open file report.

Sophaheluwakan, Jan & Suparka, 1978,


Geologi dan Asosiasi Cebakan Kromit
daerah Malili dan sekitarnya, Sulawesi
Selatan : Laporan Penelitian, LGPN
LIPI.

—--, 1973, Tectonic of the Indonesian Region


: Proc. Regional Conference on the
Geology of Southeast Asia: Geol. Soc.
Malaysia. Bull. No.6.
Hopper,
R.H.,
1941.
A
Geology
Reconnaissance in the East Arm of
Celebes and Island Peleng: Unpub.
rep. May 23, 1947,: Nederlandsche
95
Pacific Petroleum Maatschappij.
Koothoven, W.C.B.,1932, The Geology of the
Malili Field, Central Celebes (Dutch):
JB Mijnw.Ned.Indic. Verh.III.
—, 1923, Report on the Investigation of Nickel
Ore and Chromite in the Lasolo Area
(Subscct.: Kendari) : Arsip Pus. Jaw.
Geologi No. 20/br.
PT International Nickel Indonesia, 1972,
Laterite Deposits in the Southeast Arm
of Sulawesi: Unpub. Rep. Presented at
Regional Conference on the Geology
of Southeast Asia, Kualalumpur,
March 1972.
Sarasin, F, 1901, Entwurf drier Geografische,
Geologischen Beschrcibung der Inset
Celebes: Wiesbaden.
Simandjuntak,
T.O.,
1980,
Wasuponda
Melange PIT lAGI VIII, Jakarta.
-------,1981, Some Sedimentological Aspects
of Mesozoic rocks in Eastern Sulawesi
: PIT IAGI IX, Yogyakarta.

Sunarya,Y.,
Yudawinata,
K.
&
Herman,D,Z.,1980,
Penelitian
Stratigrafi
dan
Studi
Geokimia
Endapan Bijih Tipe Kuroko di daerah
Sangkaropi,
Kecamatan
Sesean,
Tanah Toraja, Sulawesi Selatan : PIT
(AGI IX, Yogyakarta.
Socria Atmadja, R., Golightly, J.P. & Wahju,
BK, 1972, Mafic and Ultramafic Rock
Association in the East Arm of
Sulawesi: Unpub. Rep. Presented at
Reg. Conf on the Geol, of SE Asia,
Kualalumpur, March 1972.
Tjetje Apandi, 1980, Geologic Map of Mamuju
Quadrangle,
Sulawesi,
Scale
1:250.000: Geol. Survey of Indonesia.
Tjia, M.D. & Zakaria, T., 1974, Palu-Koro
Strike Slip Fault Zone, Central
Sulawesi,
Indonesia:
Sains
Malaysiana.
Umbgrove, J.H.F., 1935, Dc Pretertiare
Historic van de Indischen Archipel :
Leidsche GeoL Medal. 7.
Leeuwen, Th.M. van, 1979, The Geology of
Southeast Sulawesi with Special
Reference to the Biru Area: CCOPIOC/SEATAR, Bandung, July 1979.

Simandjuntak, T.O., 1986, Sedimentology and


Teetontcs of the Collision Complex in
the East Arm of Sulawesi, Unpub. PhD
thesis RHBNC University of London,
374 pp.
Sukamto, Rab., 1973,
Geologic Map

Reconnaissance

of Palu Area, Central Sulawesi : Gcot. Survey


of Indonesia.
-------1975a, Geologic Map of Indonesia,
Sheet VIII, UjungPandang, Scale
1:1.000.000
Geol.
Survey
of
Indonesia.
-------,1975b, The Structure of Sulawesi in
the light of Plate Tectonics: Proc. Reg.
Conf. on the Geol. and Min. Resources

50
Geologi Lembar Bungku,
Sulawesi
Geology of the Bungku
Quadrangle,Sulawesi
Oleh (By):
T.O. Simandjuntak, E. Rusmana &
J.B. Supandjono
Geologi dipetakan pada 1980 oleh:
Geology mapped in 1980 by:
T.O. Simandjuntak, E. Rusmana &
J.B. Supandjono
Ditelaah dan disunting oleh:
Reviewed and edited by:
M.M. Purbo-Hadiwidjojo dan (and)
R. Sukamto
DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN
ENERGI
DIREKTORAT JENDERAL GEOLOGI DAN
SUMBERDAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN GEOLOGI
DEPARTMENT OF MINES AND ENERGY
DIRECTORATE GENERAL OF GEOLOGY
AND MINERAL RESOURCES
GEOLOGICAL RESEARCH AND
DEVELOPMENT CENTRE
1994

PENDAHULUAN

Pemetaan geologi dan penyelidikan mineral


Lembar Bungku merupakan tindak lanjut
Proyek Pemetaan Geologi dan Interpretasi
Foto Udara (sekarang Proyek Pemetaan
Geologi dan Geofisika), Bidang Geologi
Regional
(sekarang
Bidang
Pemetaan
Geologi),
Puslitbang
Geologi.
Hasilnya
diperlukan untuk menunjang penginventarisan
sumberdaya
mineral
dan
program
pengembangan wilayah dacrah tersebut.
Pekerjaan lapangan dilaksanakan dalam dua
tahap, yang pertama pada Juni-Juli 1979,
tahun anggaran 1979/1980, dan yang kedua

pada
Juni-Juli
1980,
tahun
anggaran
1980/1981. Tahap pertama menyangkut
bagian barat dan tahap kedua bagian timur
Lembar, masing-masing dibatasi pemisah air
Bulu Karoni (Gb. 1).
Lembar Bungku secara geografi dibatasi oleh
121°30‘ - 123°00‘ BT, dan 2°00‘ - 3°00‘ LS,
yang meliputi daerah seluas 4.500 km2.
Bagian selatan berbatasan dengan Lembar
Kendari; barat, Lembar Malili; utara, Lembar
Poso dan Lembar Batui; dan timur, Lembar
Kep. Sula. Peta dasar yang digunakan adalah
peta topografi Lembar Bungku SA 51-10, seri
T 503, buatan U.S. Army Map Service, dengan
sekala 1 : 250.000. Selain itu digunakan pula
potret udara dan citraan satelit yang
melingkupi daerah ini.
Laporan yang ada mengenai daerah ini
berasal dan Dieckmann, (1918), yang meneliti
pemineralan nikel di sekitar Teluk Tomoni
sampai Kolaka dan Kendari. PT. Inco
Indonesia, sejak 1968 Selama beberapa tahun
menyelidiki keadaan geologi daerah ini dalam
rangka pencarian bijih nikel. Sukamto
(1975a), menyusun peta geologi Lembar
Ujungpandang, 1: 1.000.000, yang juga
meliputi daerah Bungku.
Secara
kepamongprajaan
bagian
barat
Lembar ini termasuk Kecamatan Malili,
Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan;
sedangkan
bagian
timurnya
termasuk
Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Poso,
Propinsi Sulawesi Tengah.
Penduduk di daerah pemetaan terdiri dari
suku Pamona, Mori, Bugis dan Bajoe. Suku
Pamona
umumnya
menempati
daerah
pebukitan.
Tempat
tinggal
dan
tanah
pertaniannya selalu berpindah-pindah tempat.
Suku ini terkenal pula senang berburu. Suku
Mori
umumnya
menempati
daerah
pedalaman. Mereka bertani, mendamar,
merotan serta beternak ayam, kambing dan
kerbau. Suku Pamona dan suku Mori
umumnya beragama Kristen. Suku Bugis
umumnya bertempat tinggal di daerah pantai;
mereka berdagang dan mencari ikan. Suku
Bajoe tinggal
di pantai sebagai nelayan. Suku Bugis dan
Bajoe umumnya beragama Islam, Penduduk
di daerah pemetaan sangat jarang, dengan
kepadatan kurang dan 5 jiwa setiap km2.
Musim hujan di daerah ini berlangsung antara
Mei - Oktober, dan musim kemarau antara
Nopember - April. Curah hujan rata-rata
sekitar 3000 mm/tahun.

51
Daerah pegunungan umumnya masih tertutup
hutan
tropika.
Daerah
pebukitan
menggelombang banyak yang tertutup oleh
alang-alang dan semak belukar, akibat
perladangan
yang
berpindah-pindah.
Sedangkan
daerah
pantai
umumnya
ditumbuhi oleh bakau. Ular besar dan kecil,
babi hutan, babi rusa, rusa serta anoa masih
terdapat di daerah ini. Anoa yang. hanya
terdapat di Sulawesi termasuk fauna yang
dilindungi.
Lalulintas udara secara teratur terdapat
antara Ujungpandang dan Soroako serta
Ujungpandang dan Kendari. Selanjutnya
dapat diteruskan dengan kendaraan darat dan
perahu
bermotor
langsung
ke
daerah
pemetaan.

FISIOGRAFI
Morfologi di daerah Lembar Bungku dapat
dibagi menjadi lima satuan, yakni dataran
rendah,
dataran
menengah,
pebukitan
menggelombang, kras dan pegunungan.
Morfologi
dataran
randah
umumnya
mempunyai ketinggian antara 0 dan 50 m di
atas muka laut. Dataran ini menempati
daerah sepanjang pantai timur Lembar,
kecuali pantai dekat desa Todua, Tabo dan
Lalompe. Batuan penyusunnya terdiri atas
endapan sungai, pantai dan rawa.
Morfologi dataran menengah menempati
daerah sekitar Desa Tokolimbu dan Tosea
yang terletak di pantai timur Danau Towuti,
serta daerah yang terletak antara Danau
Mahalona dan Bulu Biniu. Dataran ini tersusun
oleh endapan danau, dan memiliki ketinggian
sekitar 300 mdpl atas muka laut.
Morfologi
pebukitan
menggelombang,
berketinggian antara 100 dan 400 m di atas
muka laut. Pebukitan ini menempati daerah
antara S. Ongkaya dan S. Bulu Mbelu, sebelah
utara Peg. Verbeek, sekitar daerah Lamona,
sekitar daerah Bahu Mahoni, sekitar Kampung
Tabo serta di sekitar Bulu Talowa. Batuan
penyusun pebukitan ini ialah batuan sedimen
dan Formasi Tomata.
Morfologi kras, memiliki ketinggian antara 400
dan 800 m di atas muka laut, dicirikan oleh
adanya pebukitan kasar, sungai bawah tanah
dan dolina. Pebukitan kras meliputi daerah S.
Ongkaya, S. Tetambahu,
antara S. Bahu Mbelu dan S, Wata, antara S.
Ambuno ke arah tenggara sampai sekitar G.

Wahombaja, serta daerah pebukitan selatan


membentang dan Peg. Wawoombu di barat
sampai Peg. Lalompa di timur. Daerah
pebukitan
kras
ditempati
oleh
batuan
karbonat dan Formasi-formasi Tokala, Matano
dan Salodik.
Morfologi Pegunungan, umumnya ditempati
oleh batuan ultramafik, berketinggian lebih
dan 700 m di atas muka laut. Daerah
pegunungan ini menempati lebih dan separoh
daerah Lembar, yakni pegunungan sekitar
punggungan pemisah air Bulu Karoni yang ke
arah baratlaut-tenggara, serta punggungan
pemisah air Wawoombu yang arahnya
baratdaya-timurlaut.
Puncak-puncaknya
antara lain Bulu Lampesu (1068) dan Bulu
Karoni (1422).
Pola aliran sungai umumnya meranting.
Beberapa sungai memiliki pola hampir sejajar,
yaitu S. Bahudopi, S. Bahumahoni dan S.
Wosu. Sungai sungai yang terletak di sebelah
timur punggungan pemisah air Bum Karoni,
mengalir ke amh timur dan bermuara di Teluk
Tolo; yang terletak di sebelah barat
punggungan pemisah air Bulu Karoni dan
Wawoombu mengalir ke arah barat dan
bermuara di Danau Towuti. Sedangkan sungai
yang terletak antara punggungan pemisah air
Wawoombu dan Bulu Karoni mengalir ke arah
selatan dan bermuara di Teluk Tolo dekat
Kendari di luar Lembar Bungku.

STRATIGRAFI
Tatanan Stratigrafi
Satuan batuan di Lembar Bungku dapat
dikelompokkan dan ditempatkan dalam dua
mendala, yaitu Mendala Banggai-Sula dan
Mendala Sulawesi Timur (Sukamto, 1975a).
Mendala Banggai-Sula meliputi Formasi Tokala
(TR Jt) terdiri atas batugamping klastika
dengan sisipan batupasir sela, diduga
berumur Trias - Jura Awal. Formasi Tokala
ditindih secara selaras oleh Formasi Nanaka
(Jn) yang terdiri atas konglomerat, batupasir
kuarsa mikaan, serpih dan lensa batubara
yang diperkirakan berumur Jura Akhir.
Formasi Masiku (KJn) terdiri dari batusabak,
filit, batupasir, batugamping, berumur Jura
Akhir - Kapur Awal. Formasi Salodik (Tems)
diendapkan pada Eosen Akhir - Miosen Awal
terdiri atas kalsilutit, batugamping pasiran
dan batupasir.
Mendala Sulawesi Timur meliputi Kompleks
Ultramafik (Ku) yang sampai saat ini umumya
masih dianggap yang paling tua. Batuannya

52
terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit,
websterlit, serpentinit, dunit dan gabro.
Secara
tektonik
Kompleks
Ultramafik
menindih
satuan
batuan yang berumur
Mesozoikum, baik dari Mendala Banggai-Sula
ataupun Mendala Sulawesi Timur. Formasi
Matano (Km) terdiri atas kalsilutit hablur
bersisipan napal, serpih dan rijang diduga
berumur Kapur Akhir. Formasi Matano secara
tak selaras tertindih oleh Formasi Tomata
(Tmpt) yang terdiri dari atas batupasir,
lempung, tuf, dan konglomerat dengan sisipan
lignit, yang diperkirakan berumur Miosen
Akhir - Pliosen. Di beberapa tempat terdapat
aluvium (Qa) yang menindih secara tak
selaras Formasi Tomata. Aluvium berupa
endapan sungai, pantai rawa dan danau,
terdiri dari atas kerikil, kerakal, pasir lempung
dan sisa tumbuhan. Endapan muda tersebut
diduga berumur Plistosen - Holosen.
Perian Satuan Peta
ENDAPAN PERMUKAAN
Qa
ALUVIUM : lumpur, lempung, pasir,
kerikil, dan kerakal.
Lempung, berwarna coklat muda sampai
coklat tua; kelabu tua sampai kehitaman
berselingan dengan pasir, kerikil dan kerakal.
Sebagian endapan danau agak padat. Tebal
lapisannya beberapa cm sampai puluhan cm.
Pasir, berwarna coklat, berbutir halus sampai
kasar, perlapisan buruk dan tidak padat.
Tebalnya dari beberapa cm sampai puluhan
cm. Setempat membentuk struktur perlapisan
bersusun, mengandung sisa tumbuhan.
Kerikil dan kerakal, bersifat lepas dan kemas
terbuka; komponennya berukuran sampai 5
cm, membulat-tanggung sampai membulat,
terdiri atas kepingan batuan ultramafik,
sedimen
malih,
kuarsit,
batugamping
terdaunkan dan rijang.
Aluvium berupa endapan sungai, rawa, danau
dan pantai; diperkirakan berumur Plistosen Holosen. Sebarannya terdapat di
sepanjang
tepi danau dan pantai timur Lembar Bungku.

BATUAN SEDIMEN
Mendala Banggai- Sula
TRJt FORMASI TOKALA
: perselingan
batugamping klastika, batupasir sela, wake,
serpih, napal dan lempung pasiran dengan
sisipan argilit.

Batugamping klastika, berwarna kelabu muda,


kelabu sampai merah jambu, berbutir halus,
sangat padu, serta memiliki perlapisan yang
baik, dengan kekar yang diisi urat kalsit putih
kotor. Umumnya telah mengalami pelipatan
kuat; tidak jarang ditemukan sinklin dan
antiklin, serta lapisan yang hampir tegak
(melebihi 80o). Setempat terdaunkan.
Batupasir sela, berukuran halus sampai kasar,
berwarna kelabu kehijauan sampai merah
kecoklatan terakat lempung dan oksida besi
lunak, setempat padat, mengandung sedikit
kuarsa, berlapis baik.
Wake, berwarna kelabu kehijauan sampai
kecoklatan, berbutir sedang sampai kasar,
terekat lempung. Perlapisan berkisar dari
tidak jelas sampai baik. Di beberapa tempat
tampak perlapisan bensusun; tebal lapisan
mencapai 50 cm.
Serpih dan napal, berwarna kelabu sampai
kekbu tua, memiliki perlapisan baik, tebal
lapisan antara 10 - 20 cm. Lempung pasiran,
berwarna
kelabu
sampai
kecoklatan,
perlapisan baik, tebal lapisan antara 1 - 10 cm
berselingan dengan batuan yang disebutkan
terdahulu.
Argilit, menunjukkan kesan rijang, berwarna
kelabu,
bebepa
sisipan.
Batugamping, mengandung fosil Halobia,
Amonit dan belemnit yang diperkirakan
berumur Trias - Jura Awal dan lingkungan laut
dangkal (neritik).
Formasi Tokala tersingkap di bagian selatan
dan tenggara Lembar. Sedang nama formasi
berdasarkan pada tempat singkapan yang
baik di G. Tokala, Lembar Batui (Surono, drr.,
1984).
Satuan batuan ini berketebalan melebihi 1000
m, secara selaras tertindih Formasi Nanaka
dan secara tektonik bersentuhan dengan
batuan ultramafik.

Jn
FORMASI NANAKA
: konglomerat,
batupasir mikaan, serpih dan lensa batubam.
Konglomerat,
berkomponen
batuan
gunungapi, granit merah, batuan malihan,
kuarsa, serta sedikit rijang. Komponennya
membulat
tanggung
sampai
membulat
berdiameter sampai 10 cm terekat padu oleh
batupasir kecoklatan; berselingan dengan
batupasir dan serpih tebal lapisan dapat
melebihi satu meter.

53
Batupasir
mikaan,
berwarna
kecoklatan, berbutir halus sampai
setempat kerikilan, berlapis baik
lempung dan oksida besi, padat, tebal
berkisar antara 3 - 30 cm.

merah
kasar,
terekat
lapisan

Serpih, berbutir halus, berwarna kelabu


sampai kecoklatan, berlapis baik, padat, tebal
lapisan mencapai 5 cm.
Batubara, berwarna kelabu tua sam-pai
kehitaman, berupa sisipan atau lensa dalam
serpih ketebalan sampai 30 cm.
Umur satuan batuan ini diperkirakan Jura,
berdasarkan korelasi dengan batuan yang
sama di Lembar Poso. Keterdapatan batubara
menunjukkan
bahwa
lingkungan
pengendapannya darat hingga laut dangkal.
Formasi Nanaka menyebar di daerah selatan
Desa Sawaitole; dibatasi Sesar Matano dan
bersentuhan
tektonik
dengan
batuan
ultramafik.
Tebal seluruh lapisan sulit ditentukan; tetapi
di P. Banggai dan Sula dapat mencapai 2000
m (Sukamto, 1975b).

JKm FORMASI MASIKU : batusabak, serpih,


flit, batupasir, batugamping dengan buncak
rijang.
Batusabak, berwarna kelabu sampai coklat
kehitaman, berlapis baik, padat. Tebal tiap
lapisannya sampai 5 cm.
Serpih, berwarna kelabu kehitaman, berlapis
baik, padat. Tebal tiap lapisannya mencapai 5
cm. Setempat ditemukan lensa tipis dan
sisipan batupasir, berwarna kelabu, berbutir
kasar, padat. Tebal lensa sampai 0,5 cm.

cm. Tebal lapisan batugamping sekitar 15 cm.


Setempat ditemukan buncak rijang.
Rijang,
berwarna
coklat
kemerahan,
mengandung radiolaria, berupa lensa setebal
5
cm,
dan
berupa
buncak
dalam
103
batugamping, membulat-tanggung sampai
membulat; ukurun mencapai 5 cm, perlapisan
cukup baik.
Berdasarkan kandungan fosil Globotruncana
sp di dalam batugamping dan Radiolaria di
dalam rijang, Formasi Masiku diduga berumur
Jura Akhir Kapur Awal, dan lingkungan
pengendapannya laut dalam. Hubungannya
dengan Formasi Nanaka tidak diketahui.
Sebaran satuan ini meliputi daerah hulu S.
Ongkaya dan Peg. Wawoombu di bagian utara
dan baratdaya Lembar.
Singkapan
yang
baik
terdapat dekat
Wawoombo.

Kampung

Masiku

di

Peg.

Tebal satuan sekitar 500 m. Formasi Masiku


tertindih secara selaras oleh Formasi Matano.
Tems
FORMASI SALODIK : kalsilutit,
batugamping pasiran, napal, batupasir dan
rijang.
Kalsilutit, berwarna putih kelabu sampai
kelabu, berbutir halus, padat, perlapisan baik,
dengan tebal tiap lapisan antara 10 dan 30
cm.
Batugamping
pasiran,
berwarna
kelabu
kecoklatan, berbutir halus sampai sedang;
padat; berlapis baik, dengan tebal tiap lapisan
sampai 20 cm.
Napal, berwarna kuning kecoklatan; berlapis
baik, dengan tebal tiap lapisan sampai 15 cm.

Filit, berwarna kelabu tua, berbutir halus,


padat, berlapis baik, perdaunan Sebagai ciri
khusus, setempat berurat kuarsa sampai 1
cm, yang sejajar arah perdaunan; tebal filit
mencapai 5 cm.

Batupasir, berwarna kekuningan sampai


kelabu, berbutir halus, padat, di beberapa
tempat karbonatan; ditemukan bempa sisipan
di dalam batugamping kalsilutit; tebal tiap
lapisan sampai 10 cm.

Batupasir,
berwarna
kelabu
kecoklatan,
berbutir halus sampai kasar, padat, lapisan
cukup baik, ketebalan sampai 10 cm.

Rijang,
berwarna
kecoklatan
sampai
kemerahan; berupa lensa atau sisipan dalam
batugamping kalsilutit; tebal tiap lapisan
sampai 7 cm.

Batugamping, berwarna putih kotor, kelabu


muda sampai coklat kemerahan, berbutir
halus, berlapis baik. Di beberapa tempat
rekahan terisi kalsit, tebal lapisan sampai 1

Berdasarkan kandungan fosil Globorotalia


spp., Globigerina sp., Chilogueinbelina sp.,
Discocyclina spp., Nummulites sp., Operculina
sp.,
Globigerinoides
altiapertura
BOLLI,

54
Globigerinoides
trilobus
(REUSS),
Globigerinoides
immaturus
LE
ROY,
Gbobigerinoides
sacculiferus
(BRADY),
Globigerina
Spp.,
Globorotalia
sp.,
Praeorbulina sp., Lepidocyclina sp., dan
Spiroclypeus sp.; dan napal Gboboquadrina
altispira
(CUSHMAN
&
JARVIS),
Sphaeroidinellopsis seminulina (SCHWAGER),
Gbobigerinoides
immaturus
LE
ROY,
Globigerinoides
altiaperturus
BOLLI,
Globigerinoides trilobus REUSS), Globigerina
binaensis
KOCH,
Gbobigerina
sp.
dan
Globigerinita sp. (Budiman, 1980; hubungan
tertulis), di dalam batugamping kalsilutit,
Formasi Salodik diduga berumur Eosen Akhir Miosen Awal; lingkungan pengendapannya
diperkirakan laut dangkal dan terbuka.
Sebaran satuanbatuan ini terdapat di sebelah
timur Peg. Wawoombu, di bagian selatan
Lembar. Tebalnya sekitar 250 m.

Mendala Sulawesi Timur


Km FORMASI MATANO : kalsilutit, napal,
serpih dan rijang.
Kalsilutit, berbutir halus, berwarna kelabu,
padat dan keras, lapisannya
baik, tebal lapisan berkisar antara 10 - 15 cm.
Napal, berwarna, kelabu, berlapis baik, padat
dan keras. Tebal masing-masing lapisan
mencapai 15 cm. Setempat sisipan rijang
setebal 10 cm.
Serpih, benvama kelabu, berlapis baik, padat.
Tebal tiap lapisannya sampai
5 cm.
Rijang, berupa sisipan dalam batugamping
dan napal. Tebal sisipan sampai 10 cm,
berwarna merah sampai coklat kemerahan.
Berdasarkan kandungan fosil Heterohelix sp.,
dalam batugamping, dan Radiolaria dalam
rijang, Formasi Matano diduga berumur Kapur
Akhir (Budiman, 1980, hubungan tertulis);
berlingkungan pengendapan laut dalam.
Sebaran satuan meliputi daerah antara hulu
S. Ongkaya dan Peg. Verbeek, Peg.
Wawoombu dan Bulu Warungkelewatu, di
bagian utara dan selatan Lembar. Tebalnya
sekitar 550 m. Formasi Matano tertindih
secara selaras oleh Formasi Salodik. Di
beberapa
tempat
persentuhan
tektonik
dengan batuan ultramafik; hubungan dengan
batuan sedimen yang lebih tua tidak jelas.

Koolhoven (1932)
Matano Atas‖.

menyebutnya

―lapisan

Tmpt
FORMASI TOMATA : perselingan
batupasir konglomerat, batulempung dan tuf
dengan sisipan lignit.
Batupasir,
berwarna
kelabu
kuning
kecoklatan, kelabu sampai coklat, berbutir
halus sampai kasar kerikilan, berlapis baik, di
beberapa tempat terdapat lapisan bersusun
tebal lapisan mencapai 30 cm, kurang padat
sampai padat, komponen kepingan batuan,
kuarsa
dan
mineral
hitam;
setempat
gampingan. Juga ditemukan batupasir hijau
berbutir kasar, hampir seluruhnya terdiri dari
batuan ultramafik.
Konglomerat, berkomponen sampai 10 cm,
sesekali 30 cm; membulat- tanggung sampai
membulat; terekat padu oleh batupasir kasar
berwarna kecoklatan; setempat gampingan;
komponen
berupa
batuan
ultramafik,
batugamping terdaunkan, kuarsit, dan rijang.
Pilahan dan kemas umumnya kurang baik.
Tebal lapisan minimum 40 cm; ditemukan
perlapisan bersusun.
Batulempung, bewarna kelabu, kecoklatan
sampai coklat kemerahan; setempat bersifat
gampingan; mengandung fosil moluska.
Setempat ada jejak daun, sering ada
kongkresi oksida besi, berukuran mencapai 10
cm, atau berupa sisipan setebal 3 cm.
Perlapisan kurang baik sampai cukup baik,
umumnya kurang padu, kecuali di beberapa
tempat. Tebal tiap lapisan sampai 400 cm.
Tuf, berbutir halus sampai sedang, berwarna
kelabu muda sampai kelabu tua, kurang padu
sampai padu, perlapisan cukup baik, dengan
tebal masing-masing lapisan sampai 15 cm.
Lignit, berwarna kelabu kehitaman; kurang
padat; berupa sisipan dalam batulempung
dengan tebal sampai 200 cm.
Batupasir halus mengandung fosil: Bolivia sp.,
Pullenia sp., Robulus sp., Globigerinoides
trilobus (REUSS), Globigerinoides immaturus
LB ROY, Globigerinoides ruber (D ‗ORB IGNY),
Globigerinoides obliquus BOLLI, Globorotalia
menardil
(D‘ORBIGNY),
Globorotalia
acostaensis BLOW, Globoquadrina altispira
(CUSHMAN & JARVI S), Sphaeroidinella
seminulina
SCHWAGER,
Globorotalia
plesiotumida
BLOW
&
BANNER,
dan
Hastigerma
aequilaterabis
(BRADY);
menunjukkan umur Miosen Awal hingga
Pliosen; lingkungan pengendapannya laut
dangkal, setempat payau.

55
Satuan ini di bagian atas lebih dikuasai oleh
batuan klastika kasar, di bagian bawah
dikuasai oleh klastika halus. Sebarannya
meliputi daerah selatan Desa Tanoa, Bahu
Mbelu dan dekat Desa Sawogi, Lamona, Bahu
Mahoni, sepanjang S. Bahodopi, dan daerah
sebelah barat Bulu Warungkelewatu. Tebal
satuan sekitar 1000 m. Ciri litologi satuan
sama dengan Molasa Sulawesi Sarasin dan
Sarasin (1901). Nama Formasi Tomata
berasal dari Desa Tomata (Lembar Malili)
tempat diketemukannya singkapan yang baik.

BATUAN BEKU

Ku KOMPLEKS ULTRAMAFIK : harzburgit,


lherzolit, wehrlit, websterit, serpentinit, dunit,
diabas dan gabro.
Harzburgit, berwana hijau sampai kehitaman,
padat dan pejal setempat ada perhaluan
mineral; tersusun dan mineral halus sampai
kasar, terdiri atas olivin (sekitar 55%), dan
piroksen (sekitar 35%), serta mineral
serpentin sebagai hasil ubahan piroksen dan
olivin (sekitar 10%). Setempat dijumpai
blastomilonit dan porfiroblas dengan megakris
piroksen yang tumbuh dengan massadasar
minolit.
Lherzolit, berwarna hijau kehitaman, pejal dan
padat,
berbutir
sedang
sampai
kasar
hipidiomorf. Di beberapa tempat terdapat
tekstur ofit dan poikilitik. Batuan terutama
terdiri dari mosaik olivin dan piroksen-klino
atau
piroksenorto;
yakut
dan
epidot
merupakan mineral ikutan.
Nampaknya batuan ini telah mengalami gejala
penggerusan
yang
dicirikan
oleh
pelengkungan pada kembaran polisintesis dan
pada mineral piroksen.
Werhlit berwarna kehitaman, pejal dan padat,
berbutir halus sampai kasar, alotriomoif.
Batuan terutama terdiri atas olivin, dan
kadang-kadang piroksen klino. Mineral olivin,
dan
piroksen
hampir
seluruhnya
memperlihatkan
retakan
dalam
jalur
memanjang yang umumnya terisi serpentin
dan talkum, strukturnya menyerupai jala.
Gejala deformasi telah terjadi dalam batuan
ini dengan diperlihatkannya penyimpangan
dan pelengkungan kembaran yang dijumpai
pada mineral piroksen klino. Setempat
mineral olivin selain terubah
jadi
serpentin
dan talkum, juga jadi igningsit
coklat kemerahan.

Websterit, berwarna hijau kehitaman, padat


dan pejal. Terutama tersusun oleh mineral
olivin dan piroksen klino, berukuran halus
sampai
sedang,
serta
hampir
seluruh
kristalnya berbentuk anhedron. Serpentin
hasil ubahan olivin dan piroksen terutama
mengisi
rekahan
kristal
tembah,
dan
membentuk struktur jala. Batuan mengalami
penggerusan, hingga setempat terdapat
pemilonitan dalam ukuran sangat halus dan
memperlihatkan struktur kataklastik. Klorit,
zoisit dan mineral gelap, terdapat terutama
pada lajur milonit, kecuali itu mineral ini
terdapat pula di seluruh bagian batuan.
Serpentinit, berwarna kelabu tua sampai hijau
kehitaman,
pejal
dan
padat.
Mineral
penyusunnya terdiri dari antigont, lempung
dan magnetit, berbutir halus, dengan retakan
tidak teratur, yang umumnya terisi magnetit
hitam kedap. Mineral lempung berwarna
kelabu, sangat halus, berkelompok pada
beberapa tempat. Batuan ini umumnya
memperlihatkan struktur kekar dan cermin
sesar (slickenside) yang dapat dilihat dengan
mata telanjang.
Diabas, berwarna kelabu, kelabu kehijauan
sampai hitam kehijauan, padat dan pejal,
berbutir halus sampai sedang, setempat
hablur penuh. Mineral penyusunnya terdiri
atas plagioklas, ortoklas, piroksen dan bijih,
jenis plagioklasnya labradorit. Di beberapa
tempat batuan terubah kuat.
Dunit, berbutir halus sampai kasar, berwarna
kehijauan,
kelabu
kehijauan
sampai
kehitaman, pejal dan padat. Setempat tampak
porfiroblastik. Susunan mineral terdiri atas
olivin (sekitar 90%), piroksen, plagiokias, dan
bijih; mineral ubahan terdiri dari serpentin,
talkum, dan klorit, masing-masing hasil
ubahan olivin dan piroksen. Di beberapa
tempat batuan terubah kuat; memperlihatkan
struktur sarang, bank-bank, bentuk sisa, dan
bentuk semu dengan
serpentin dan
pengganti.

talkum

sebagai

mineral

Gabro, berbintik hitam, berbutir Sedang


sampai kasar, padat dan pejal. Mineral
penyusunnya terdiri atas plagioklas, dan olivin
jenis plagioklas yakni labradorit-bitaonit.
Sebagian olivin terubah jadi antigorit, dan
bijih, plagioklas jadi serisit. Batuan ini
ditemukan berupa retas menerobos batuan
ulatramafik.
STRUKTUR DAN TEKTONIKA

56
Struktur utama di daerah ini berupa sesar dan
lipatan. Sesar meliputi sesar turun, sesar
geser, sesar naik dan sesar sungkup.
Penyesaran
diduga
berlangsung
sejak
Mesozoikum. Sesar Matano merupakan sesar
utama dengan arah baratlaut-tenggara. Sesar
ini menunjukkan gerakan mengiri, diduga
bersambung dengan Sesar Sorong. Keduanya
merupakan satu sistem sesar jurus yang
mungkin telah terbentuk sejak Oligosen.
Kelanjutannya diperkirakan pada Sesar PaluKoro yang juga menunjukkan gerakan
mengiri
(di luar Lembar Bungku; diperkirakan masih
aktif).
Sesar yang lain di daerah ini lebih kecil dan
merupakan sesar tingkat kedua atau mungkin
tingkat ketiga.
Lipatan yang terdapat di Lembar ini tergolong
lipatan terbuka, tertutup, dan pergentengan.
1. Lipatan terbuka berupa lipatan lemah yang
mengakibatkan kemiringan lapisan tidak
melebihi 35°. Lipatan ini terdapat dalam
batuan yang berumur Miosen hingga
Plistosen. Biasanya sumbu lipatannya
menggelombang dan berarah barat-timur
sampai baratlaut-tenggara.
2. Lipatan tertutup berupa lipatan sedang
sampai
kuat
yang
mengakibatkan
kemiringan lapisan dan 50° sampai tegak.
Setempat, lapisan itu hingga terbalik.
Lipatan ini terdapat dalam batuan
sedimen Mesozoikum, dengan sumbu
lipatan yang umunmya berarah baratlauttenggara. Diduga, lipatan ini terbentuk
pada Oligosen atau lebih tua.
3. Lipatan
pergentengan (superimposed
fold) terdapat dalam satuan batuan
Mesozoikum, pada Mendala Sulawesi
Timur dan Mendala Banggai-Sula. Sumbu
lipatannya berarah baratlaut-tenggara.
Kekar terdapat dalam hampir semua satuan
batuan, tetapi terutama dalam batuan beku
dan batuan sedimen Mesozoikum. Terjadinya
mungkin dalam
beberapa
perioda,
sejalan
dengan perkembangan tektonik di daerah ini.
Sejarah pengendapan batuan sedimen dan
perkembangan tektonik di Lembar Bungku
diduga sangat erat hubungannya dengan
perkembangan Mendala Banggai-Sula yang
sudah terkratonkan pada akhir Paleozoikum.
Pada Zaman Trias, terjadi pengendapan

Formasi Tokala yang berlangsung sampai Jura


Awal.
Kemudian
pada
Jura
Akhir
menyusul
pengendapan Formasi Nanaka secara selaras
di atasnya. Pada Eosen Akhir-Miosen Awal,
Formasi Salodik diendapkan secara tidak
selaras di atasnya; lingkungannya laut
dangkal sampai darat. Ketiga satuan ini
terbentuk di tepian benua yang saat ini
berupa Mendala Banggai - Sula.
Di bagian lain, dalam cekungan laut-dalam di
barat Banggai-Sula, pada Zaman Jura
terendapkan bahan pelagos Formasi Masiku.
Pengendapan ini terus berlangsung hingga
awal Zaman Kapur. Formasi Matano secara
selaras terendapkan di atas Formasi Masiku.
Kedua satuan ini terendapkan di laut dalam.
Pada Zaman Paleogen Akhir pengendapan
batuan karbonat Formasi Salodik berlangsung
dalam busur luar yang semakin mendangkal.
Proses ini berlangsung sampai awal Kala
Miosen.
Pada Kala Oligosen, Sesar Sorong yang
menerus ke Sesar Matano dan Palu-Koro
mulai
aktif
dalam
bentuk
sesarjurus
mendatar, sehingga benua mini Banggai-Sula
bergerak ke arah barat dan memisahkan diri
dan Benua Australia.
Pada Kala Miosen Tengah, bagian timur kerak
samudra
di
Mendala
Sulawesi
Timur
menumpang tindih (obducted) benua mini
Banggai - Sula yang bergerak ke arah barat
lajur
penunjaman
dan
busur
luar
tersungkupkan
(overthrusted)
di
atas
rumpang parit busur gunungapi, yang
mengakibatkan
ketiga
mendala
geologi
tersebut saling berdempetan.
Pada akhir Miosen hingga Pliosen batuan
klastika halus sampai kasar dan bagian bawah
Formasi Tomata mulai terendapkan dalam
lingkungan laut-dangkal dan terbuka.
Pada Kala Pliosen keseluruhan daerah
mengalami orogenesa yang dibarengi oleh
lipatan dan sesar bongkah, mengakibatkan
terbentuknya cekungan kecil dan dangkal.
Batuan klastika kasar dan bagian atas Formasi
Tomata terendapkan di dalamnya, kemudian
seluruh daerah terangkat.
Pada bagian tertentu, endapan aluvium,
danau, sungai dan pantai berlangsung terus
hingga sekarang.
SUMBERDAYA MINERAL

57
Bahan galian yang ditemukan di daerah
Bungku di antaranya nikel, bijih besi, pasir
besi, minyak bumi, batugamping, batuan
beku, pasir dan kerikil.
Bijih nikel sudah dieksplorasi oleh PT. Inco
tetapi tidak dilanjutkan karena secara
ekonomi tidak menguntungkan. Bijih tersebut
biasanya terdapat dalam endapan laterit
berasal dan batuan ultramafik yang melapuk.
Bijih nikel ini biasanya berasosiasi dengan
bijih besi, yang merupakan lapisan penutup
endapan laterit yang biasanya berupa daerah
datar (PT. Inco, 1972; Sukamto, 1 975b).
Pasir besi berupa endapan pantai setebal 1 - 2
m, ditemukan disepanjang pantai mulai dan
Wata sampai Wosu, di bagian timurlaut
Lembar. Endapan tersebut pernah diteliti oleh
PT. Indochrom pada tahun 1978/1979, tetapi
tidak dilanjutkan, mungkin secara ekonomi
kurang menguntungkan.
Rembesan minyak bumi merupakan petunjuk
adanya sumber minyak bumi, yang banyak
dijumpai terutama di sepanjang S. Wosu, di
bagian timurlaut Lembar; diduga berasal dari
satuan batuan sedimen Mendala BanggaiSula. Dengan diketemukannya rembesan
minyak bumi tersebut, diperkirakan daerah
Bungku memiliki potensi penting di masa
mendatang.
Batugamping bersifat pejal, terdapat di
beberapa tempat seperti di Peg. Wawoombu,
dan sekitar Kampung Kuluri di bagian selatan
dan tenggara Lembar. Penduduk setempat
telah memanfaatkan sebagai bahan pengeras
jalan dan secara kecil-kecilan sebagai bahan
bangunan, Singkapan batuan cukup luas dan
tebal, diduga memiliki mutu yang baik,
sehingga
sebagai
bahan
bangunan
batugamping ini memiliki prospek cukup baik.
Batuan beku terdiri atas batuan ultramafik,
gabro dan diorit; terdapat di sekitar D. Towuti
dan bagian tengah Lembar. Batuan ini bersifat
pejal dan padat, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pengeras jalan dan balian
bangunan.

ACUAN

Dieckmann,

W.,
1918,
Over
het
verbeekgebergte in Celebes en
deszelps Ertsafzettingen.
Koolhoven,

W.B.C., 1923, Report on the


investigation of nickel ore and
chromite in the Lasolo area
(subsection : Kendari), Arsip
Pusat Jawatan Geologi, No. 20/br.

--------, 1932, The geology of the Malili field,


Centrul Celebes (Dutch), Jb.
Mijnw. Ned. Indie. Verh. III.
PT.

International Nickel Indonesia, 1972,


Laterite deposits in the Southeast
arm, Sulawesi unpubl. report
presented at Regional Conference
on the Geology of Southeast Asia,
Kuala Lumpur, March, 1972.

Sarasin,

F.
&
P.
Sarasin,
1901,
Enwurfeinergeografische,
geologischen beschreib ung der
Insel Celebes: Wiesbaden.

Sukamto,

R., 1975a, Geologic Map of


Indonesia,
sheet
VIII,
Ujungpandang, scale 1 1.000.000,
Geol. Survey of Indonesia.

--------1975b, The structure of Sulawesi in


light of plate tectonics, Proc. Reg.
conf on the Geol. and Min. Res. of
Southeast Asia, Jakarta 4 - 7
August,
1975
:
Indonesian
Association of Geologists.
Surono,

R.L.
Situmorang
&
T.O.
Simandjuntak,
1984,
Laporun
Geologi Lembar Batui, Sulawesi,
Laporan
terbuka,
Puslitbang
Geologi.

Pasir dan kerikil merupakan bahan baku untuk


pembuatan jalan dan bahan bangunan. Di
daerah ini ditemukan sebagai endapan pantai
yang terletak antara Tanjung Lingkobu dan
Tanjung Lalompa; dan dalam satuan batuan
dan Formasi Tomata, di sekitar Bulu Talowa,
hulu S. Ongkaya dan S. Bahu Mbelu, di bagian
tenggara dan utara Lembar.

58

Anda mungkin juga menyukai