Anda di halaman 1dari 7

1

‫بسمميحرلا نمحرلا هللا‬

‫السالم عليكم ورمحة هللا وبركاته‬

: ‫احلمد هلل رب العاملني والصالة والسالم على سيدان دمحم وعلى آله وأصحابه أمجعني أما بعد‬

NU, AMALIYAH, TRADISI DAN DALIL KEAGAMAAN


A. NU
BAB II
PEDOMAN, AQIDAH DAN ASAS
Pasal 4
Nahdlatul Ulama berpedoman kepada Al Qur’an, As-Sunnah, Al Ijma’, dan Al Qiyas.
Pasal 5
Nahdlatul Ulama beraqidah Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jamaah dalam bidang aqidah
mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi; dalam
bidang fiqh mengikuti salah satu dari Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali); dan
dalam bidang tasawwuf mengikuti madzhab Imam Al Junaid Al Baghdadi dan Abu Hamid Al
Ghazali.
Pasal 6
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, Nahdlatul Ulama berasas kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB IV
TUJUAN DAN USAHA
Pasal 8
(1) Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan/jam’iyyah diniyyah islamiyyah ijtima’iyyah (organisasi
sosial keagamaan Islam) untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan
ketinggian harkat dan martabat manusia.
(2) Tujuan Nadlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal
Jamaah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan
umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta1.
1. Mukaddimah
Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyyah diniyah adalah wadah bagi para ulama dan pengikut-
pengikutnya yang didirikan pada 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M. dengan tujuan untuk
memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan
Ahlussunnah wal Jamaah dan menganut salah satu madzhab empat, masing-masing Abu Anifah An
Nu’man, Imam Malik Bin Anas, Imam Muhammad Bin Idris Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad Bin
Hambal, serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya dalam melakukan
kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan
ketinggian harkat dan martabat manusia.

1
AD ART KEPUTUSAN MUKTAMAR XXXIII NAHDLATUL ULAMA
2

Nahdlatul Ulama dengan demikian merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut
membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas,
terampil, berakhlak mulia, tentram, adil dan sejahtera.
Nahdlatul Ulama mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiyar yang didasari
oleh dasar-dasar faham keagamaan yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama. Inilah yang
kemudian disebut Khittah Nahdlatul Ulama.
2. Pengertian
1. Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama
yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap
proses pengambilan keputusan.
2. Landasan tersebut adalah faham Islam Ahlussunnah Wal Jamaah yang diterapkan menurut kondisi
kemasyarakatan Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
3. Dasar-dasar faham keagamaan NU
1. Nahdlatul Ulama mendasarkan faham keagamaan kepada sumber ajaran agama Islam : Al
Qur’an, As-Sunnah, Al Ijma’ dan Al-Qiyas.
2. Dalam memahami, menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya di atas, Nahdlatul Ulama
mengikuti faham Ahlussunnah Wal Jamaah dan menggunakan jalan pendekatan (Al Madzhab) :
a. Di bidang aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti Ahlussunnah Wal Jamaah yang dipelopori oleh
Imam Abul Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi.
b. Di bidang fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (Al Madzhab) salah satu dari
Madzhab Abu Hanifah An Nu’man, Imam Malik Bin Anas, Imam Muhammad Bin Idris Asy-
Syafi’i dan Imam Ahmad Bin Hambal.
c. Di bidang tasawwuf, mengikuti antara lain Imam Al Junaid Al Baghdadi dan Imam Al
Ghazali serta imam-imam yang lain.
3. Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat
menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Faham keagamaan yang dianut
oleh Nahdlatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai baik yang sudah ada dan menjadi
milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia seperti suku maupun bangsa dan tidak bertujuan
menghapus nilai-nilai tersebut.
4. Sikap kemasyarakatan NU
Dasar-dasar pendirian keagamaan Nahdlatul ulama tersebut menumbuhkan sikap kemasyarakatan
yang bercirikan kepada :
1. Sikap tawassuth dan I’tidal : sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup menjunjung tinggi
keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. Nahdlatul ulama dengan
sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu
bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrem).
2. Sikap tasamuh : sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan,
terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam masalah
kemasyarakatan dan kebudayaan.
3

3. Sikap tawazun : sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyertakan khidmah kepada Allah SWT,
khidmah kepada sesama manusia serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan
masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
4. Amar Ma’ruf Nahi Munkar : selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik,
berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama; serta menolak dan mencegah semua hal yang
dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan2.
B. Amaliyyah
Amaliyyah : sesuatu yang bersifat amal. Amal yaitu : setiap perbuatan yang timbul dari
makhluk bernyawa disertai dengan kesengajaan (memiliki tujuan). Amal bisa berupa amal yang
baik dan amal yang buruk3. Amal juga diartikan dengan memunculkan suatu perbuatan baik berupa
ucapan ataupun perbuatan dengan anggota tubuh atau hati4.
Dalam pandangan syari’at amal perbuatan manusia terkelompok secara garis besar pada lima
hukum pokok yaitu : wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Dalam sub hukumnya
terkelompok menjadi :
a) Wajib : wajib ‘ain (individual) dan wajib kifayah (kolektif).
b) Sunnah : sunnah ‘ain (individual), sunnah kifayah (kolektif), sunnah muakkadah (sunnah yang
dikuatkan pelaksanaannya), dan sunnah ghoiru muakkadah.
c) Mubah : kondisional, bisa menjadi wajib, sunnah, makruh ataupun haram.
d) Makruh : makruh tanzih dan makruh tahrim.
e) Haram : dosa besar dan dosa kecil.
f) Ditambah dengan al awla (hal yang lebih utama) dan khilaful awla (kurang utama) atau
fadhilah dan afdhol (hal yang merupakan keutamaan).
Qoshdu atau ghorod (tujuan amal) bisa berupa : ghorodh dinniy (tujuan bersifat keagamaan) dan
dunyawi (tujuan bersifat duniawi) atau muthlaq (tidak diketahui tujuannya).
Pertanyaan :
Apa saja amaliyah NU ?
Selamatan, ngarwah, sedekahan, tahlilan, yasinan, sholawatan, istighotsah, ngupati, keba, puputan,
haul, pengajian, puji-pujian, berjanjenan, tirakatan, riyadhohan, ijazahan, tabarrukan, tawassulan,
tafaulan, muludan, ziarah, tasyakuran, sorogan, bandungan, pegon, ngasahi, suluk, tawajjuhan,
wiridan, dzikiran, manaqiban, kopiahan, sarungan, syuran, rotiban, hiziban, syiiran, hadrohan,
semakan, ngaji, khataman, muharroman, santunan, tadarusan dan lain-lain.
Sudahkah kita mengetahui hukum dan dasar hukumnya (dalilnya) ?
Apakah amaliyah itu merupakan amaliyah yang kita terima secara turun temurun ?
Apakah amaliyah itu berbeda antara satu kelompok dengan lainnya ? atau satu daerah dengan
lainnya ?
Apakah kita mengetahui tujuan amaliyah tersebut ?

2
Naskah Khittah Nahdlatul Ulama.
3
Al Mufradat Fii Gharib Al Qur’an, 785.
.‫ والعمل يستعمل يف األعمال الصاحلة والشيئة‬...‫ كل فعل يكون من احليوان بقصد فهو أخص من الفعل‬: ‫العمل‬
4
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, juz 30. Hal. 332
‫ فيثاب على الطاعات‬,‫ وختتلف األعمال الىت يعملها العبد ابختالف متعلقها من عبادات ومعامالت‬...‫ ىو إحداث أمر قوال كان أو فعال ابجلارحة أو القلب‬: ‫العمل‬
.‫ويعاقب على ادلعاصي إال أن يشملو هللا بعفوه‬
4

C. TRADISI
Taqlid
Tradisi dalam sebagian penggunaannya sebagai tarjamah dari taqolid yang berakar dari kata
taqlid. Taqlid diartikan dengan mengikutinya seseorang terhadap orang lain dalam apa yang
dilakukan dan diucapkan dengan mengi’tikadi kebenarannya dalam hal itu dengan tanpa berfikir
(nadzor) dan menganalisa dalil. Seakan-akan orang yang mengikuti itu menjadikan ucapan atau
perbuatan orang yang diikutinya itu sebagai kalung di lehernya5. Dengan kata lain : taqlid adalah :
melakukan sesuatu secara turun temurun mengikuti apa yang telah ada yang menjadi sumber6.
Al ‘Urf (nilai-nilai baik yang diterima masyarakat)
Al ‘urf (nilai-nilai kebaikan) yaitu : sesuatu yang dipegang dan ditetapkan oleh hati nurani
dengan persaksian akal dan diterima oleh perwatakan yang murni. Al ‘urf termasuk hujjah dan
lebih mudah difahami7.
Al ‘Urf makna harfiahnya yaitu segala nilai kebaikan yang dikenal hati manusia dan ia cocok
dengannya, kebalikannya adalah an nukr. Sedangkan menurut istilah yaitu segala hal yang telah
diterima hati dengan persaksian akal dan penerimaan tabiat. Dari beberapa sudut pandang, Al ‘Urf
terbagi menjadi8 :
1. Ucapan dan Perbuatan : penggunaan kata atau perbuatan untuk menunjukkan makna tertentu
yang hanya dilakukan oleh sekelompok orang.
2. Khusus dan Umum : penggunaan kata atau perbuatan yang diketahui secara khusus oleh
kalangan tertentu atau yang bersifat umum.
3. Shahih (benar) dan Fasid (rusak) :
‘Urf yang shahih adalah adat isitadat dan segala yang berlaku secara umum di masyarakat yang
tidak bertentangan dengan nash syar’i, tidak menghilangkan mashlahat dan menjadikan
mafsadah.
‘Urf yang fasid adalah yang bertentangan dengan sebagian dalil-dalil syara’ atau sebagian
kaidah-kaidahnya.
4. Tsabit (tetap) dan al mutabaddil (berganti) :
‘Urf yang tetap : yaitu segala yang tidak akan mengalami perubahan sepanjang waktu dan di
manapun juga serta dalam kondisi dan keadaan bagaimanapun juga, karena hal itu sesuai
dengan fitrah dan watak manusia seperti makan, minum, dan lainnya, dan juga ‘urf syar’i yaitu
segala yang telah ditetapkan syari’at.
‘Urf yang bisa berganti : yaitu segala sesuatu yang bisa berbeda-beda sebab perbedaan masa,
masyarakat, dan keadaan, seperti cara berpakaian.
Tinjauan terhadap ‘urf :
1. ‘Urf yang dikuatkan dengan dalil syar’i.

5
At- Ta’rifat, 63.
.‫ عبارة عن اتباع اإلنسان غريه فيما يقول أو يفعل معتقدا للحقية فيو من غري نظر وأتمل يف الدليل كأن ىذا ادلتبع جعل قول الغري أو فعلو قالدة يف عنقو‬: ‫التقليد‬
6
Al mausu’ah al fiqhiyyah. Juz 13 hal. 154
‫ وكال ادلعنيني مأخوذ من التقليد للمجتهدين ألن‬.‫ ومبعىن التزييف أي صناعة شيئ طبقا لألصل ادلقلد‬,‫ويستعمل التقليد يف العصور ادلتأخرة مبعىن احملاكاة يف الفعل‬
.‫ واألمر التقليدي ما يفعل اتباعا دلا كان قبل ال بناء على فكر الفاعل نفسو وخالفو األمر ادلبتدع‬,‫ادلقلد يفعل مثل فعل ادلقلد دون أن يدرى وجهو‬
7
At ta’rifat. 146
,‫ لكنو أسرع اىل الفهم‬,‫ وىو حجة أيضا‬,‫ ما استقرت النفوس عليو بشهادة العقول وتلقتو الطبائع ابلقبول‬: ‫العرف‬
8
al Mausu’ah al Fiqhiyyah, juz 30 hal. 53 - 57
5

2. ‘Urf yang ditiadakan dengan dalil syar’i, seperti kebanyakan tradisi Jahiliyyah.
3. ‘Urf yang tidak ada dalil yang menetapkannya juga tidak ada dalil yang meniadakannya. ‘Urf
ini termasuk wilayah pemikiran para ahli fiqih.
Al ‘Urf kemudian menjadi Al ma’ruf (kebaikan) : nama yang mengumpulkan semua yang
diketahui sebagai kebaikan berupa ketaatan kepada Allah SWT, taqorrub kepada-Nya, berbuat
baik kepada sesama manusia, dan setiap hal yang dianjurkan syara’, dan segala sesuatu yang
dilarang syara’ adalah kebalikannya. Intinya : setiap perbuatan yang mengandung nilai kebaikan
maka ia akan teruji di masyarakat (yang masih murni) : apapun yang diinkari mereka maka itu
tidak baik dan apapun yang diterima mereka maka itu baik9. An Nukr kemudian menjadi Al
Munkar.
Adat
Adat yaitu : sesuatu yang selalu berjalan di suatu masyarakat berdasar atas persaksian akal,
dan mereka selalu mengulanginya secara berkala10. Adat termasuk hal yang telah tertanam dalam
hati masyarakat dan diterima oleh mereka dengan baik, artinya tabi’at mereka yang masih murni
menerimanya setelah hal itu berjalan berulang-ulang11.
Adat yang berlaku di suatu kelompok memiliki kedudukan yang penting dalam syari’at, baik
yang tadinya bersumber dari syari’at atau yang tidak. Hampir semua permasalahan dalam fiqh yang
mempertimbangkan adat dalam beberapa sub hukumnya12.
Adat, dilihat dari asal usulnya, terkelompok menjadi dua : pertama : adat syar’iyyah dan
kedua adat istiadat masyarakat (yang tidak berdasar syara’). Adat syar’iyyah adalah adat yang telah
ditetapkan syara’ atau ditiadakan, ini yang masuk kategori hukum syara’. Sedangkan adat istiadat
masyarakat yang tidak ada ketetapan syara’ dan juga peniadaannya, maka terkadang bisa menjadi
tetap dan terkadang bisa berganti, kedudukannya akan bisa menjadi sebab musabbab yang
berdampak hukum, terkadang adat itu bisa berganti dari baik menjadi buruk atau sebaliknya sesuai
dengan kondisi dan keadaan masyarakat13.

9
Al kasyif ‘an Haqo’iqis sunan 10 : 3259
‫ وىو من الصفات‬,‫ وكل ما ندب اليو الشرع وىىن عنو من احملسنات وادلقبحات‬,‫ادلعروف اسم جامع لكل ما عرف من طاعة هللا والتقرب اليو واإلحسان اىل الناس‬
.‫ وادلعروف النصفة وحسن الصحبة مع األىل وغريىم من الناس وادلنكر ضد ذلك مجيعو‬,‫الغالبة أس أمر معروف بني الناس إذا راوه ال ينكرونو‬
10
At-ta’rifat, 146
.‫وكذا العادة وىي ما استمر الناس عليو على حكم العقول وعادوا اليو مرة بعد أخرى‬
11
al mausu’ah al fiqhiyyah, juz 29 hal. 215
‫ أبهنا تكرار الشيء وعوده مرة بعد أخرى‬: ‫ وعرفها بعضهم‬.‫ األمور ادلتكررة من غري عالقة عقلية‬: ‫العادة مأخوذة من العود أو ادلعاودة مبعىن التكرار وىي يف اللغة‬
.‫ ويف اإلصطالح عبارة عما استقر يف النفوس من األمور ادلتكررة ادلقبولة عند الطبائع السليمة‬.‫تكرارا كثريا خيرج عن كونو واقع ا بطريق الصدقة واإلتفاق‬
12
al mausu’ah al fiqhiyyah, juz 29 hal. 216
...‫ العوائد اجلارية ضرورية اإلعتبار شرعا سواء كانت شرعية يف أصلها أو غري شرعية‬: ‫وقال الشاطيب‬
.‫وقلما يوجد ابب من أبواب الفقو ليس للعادة مدخل يف أحكامو‬
13
al mausu’ah al fiqhiyyah, juz 29, hal. 217 – 218
.‫ تنقسم العادة اىل أقسام ابعتبارات خمتلفة‬: ‫أقسام العادة‬
.‫ عادة شرعية وعادة جارية بني اخلالئق‬: ‫فباعتبار مصدرىا تنقسم اىل‬
‫ ىي‬: ‫ والثانية‬.‫ ىي الىت أقرىا الشارع أو نفاىا أي أن يكون الشارع أمر هبا إجيااب أو نداب أو هنى عنها حترميا أو كراىية أو أذن فيها فعال أو تركا‬: ‫فالعادة الشرعية‬
.‫العادة اجلارية بني اخلالئق مبا ليس يف نفيو وال اثباتو دااي شرعي‬
‫ أمر الشارع هبا‬: ‫ كس ائر األمور الشرعية كاألمر إبزالة النجاسات والطهارة للصالة وسرت العورة وما أشبو ذلك من العوائد اجلارية بني الناس‬,‫ اثبتة أبدا‬: ‫فالعادة الشرعية‬
‫ فهي من األمور الداخلة حتت أحكام الشرع فال تبديل ذلا وإن اختلفت آراء ادلكلفني فيها فال ينقلب احلسن منها قبيحا لألمر بو وال القبيح حسنا‬,‫أو هنى عنها‬
.‫ إذ لو صح ضلك لكان نسخا لألحكام ادلستقرة ادلستمرة والنسخ بعد موت النيب ملسو هيلع هللا ىلص ابطل‬,‫ إن كشف العورة ليس بعيب األن وال قبيح‬: ‫للنهي عنو حىت يقال مثال‬
6

Suatu amaliyah yang dilakukan secara berulang-ulang dan diterima secara akal dan juga
tabiat manusia yang masih murni (hatinya selamat dari cacat) disebut sebagai adat. Adat bisa
dikatakan menjadi tradisi ketika dilakukan dengan taqlid tanpa memikirkan dalilnya.
Syi’ar
Taqlid sangat berhubungan dengan syi’ar karena asal usul katanya bersumber dari satu
permasalahan yaitu mengalungi hewan hadiah dan memberi tanda yang membedakannya. Syi’ar
adalah tanda-tanda yang tampak jelas yang menjadi pembeda14 (ciri khas yang menjadi pembeda
antara satu kelompok dengan kelompok yang lain).
Pertanyaan :
Bisakah kita membedakan antara tradisi yang sesuai dengan syara’ dan yang tidak ? Bagaimana
caranya ?
Bisakah kita menangkap nilai-nilai kebaikan dan kemunkaran dalam tradisi dan adat istiadat yang
telah atau sedang ada dalam lingkungan masyarakat kita ?
Adakah tradisi NU yang selama ini berjalan dan menjadi syi’ar NU yang tidak sesuai dengan nilai-
nilai kebaikan umum ?
D. Dalil Keagamaan
Dalil adalah sesuatu yang dijadikan petunjuk untuk sampai pada pengetahuan akan hukum yang
diinginkan dengan nadzor (analisis) yang benar, meskipun hanya sebatas dugaan kuat 15. Dalil yang
dikenal dalam Islam di antaranya :
1. Al Qur’an.
2. As Sunnah
3. Al Ijma’
4. Al Qiyas
5. Al Istihsan
6. Masholih Mursalah
7. Sad Adz-Dzaroi’.
8. Al ‘Urf
9. Ucapan Seorang Sahabat
10. Syariat Umat Sebelum Islam
11. Istishab
12. Ijma’ Ahli Madinah, dan lain-lain.
Yang disepakati semua ulama adalah yang empat di atas : Al Qur’an, As Sunnah, Al Ijma’
dan Al Qiyas.

‫ وادلتبدلة منها ما يكون متبدال من حسن اىل‬.‫ فالثابتة ىي الغرائز اجلبلية كشهوة الطعا م والوقاع والكالم والبطش وأشباه ذلك‬,‫أما الثانية فقد تكون اثبتة وقد تتبدل‬
‫ فإنو خيتلف ابختالف البقاع فهو لذوي ادلروآت قبيح يف بعض البالد وغري قبيح يف بعضها فيختلف احلكم الشرعي ابختالف‬,‫ مثل كشف الرأس‬,‫قبيح وابلعكس‬
‫ ومنها ما خيتلف يف التعبري عن ادلقاصد فتنصرف العبارة‬.‫ذلك فيكون يف بعض البلدان قادحا يف العدال ة مسقطا للمروءة ويف بعضها غري قادح ذلا وال مسقط للمروءة‬
.‫عن معىن اىل معىن عبارة أخرى ومنها ما خيتلف يف األفعال يف ادلعامالت‬
14
Al mausu’ah al fiqhiyyah, juz 26 hal. 100
.‫والشعار عند الفقهاء العالمة الظاىرة ادلميزة‬
15
al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, juz 21 hal. 22
.‫ وقد خيصو بعضهم ابلقطعي‬,‫والدليل ما يتوصل يصحيح النظر فيو اىل العلم مبطلوب خربي ولو ظنا‬
‫ وادلختلف فيو كثري‬.‫ الىت ترجع اليها أدلة الفقو اإلمجالية‬,‫ الكتاب والسنة واإلمجاع والقياس‬: ‫ فادلتفق عليو أربعة‬,‫ متفق عليو وخمتلف فيو‬: ‫األدلة ادلثبتة لألحكام نوعان‬
.‫ اإلستحسان وادلصاحل ادلرسلة وسد الذرائع والعرف وقول الصحايب وشرع من قبلنا واإلستصحاب وإمجاع أىل ادلدينة وغريىا‬: ‫مجعها القرايف يف مقدمة الذخرية منها‬
7

Hukum terbagi juga menjadi tiga kelompok : hukum syara’, hukum akal, dan hukum adat.
a) Hukum Syara’ : khithob (titah) Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf,
yang terkelompok pada wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram, dan lainnya.
b) Hukum adat : menetapkan adanya hubungan erat antara suatu hal dengan hal lain berdasar pada
kebersaam yang selalu ada antara keduanya dalam indera manusia.
c) Hukum akal : sesuatu yang ditetapkan akal atau ditiadakannya dengan tanpa memandang pada
sisi kontinuitas (perulangan) dan pendasaran.
Dalil terbagi dua : dalil ‘aqli (rasionalitas) dan dalil Naqli yang berupa Al Qur’an, As-Sunnah, dan
Al Ijma’16.
Pertanyaan :
Seberapa banyak kita mengetahui dalil-dalil yang bersumber dari Al Qur’an ? As Sunnah ? Al
Ijma’ ?, atau Al Qiyas ?
Sejauh mana kita mengetahui pokok-pokok pemikiran Asy’Ariyyah dan Maturidiyyah, Madzahibul
Arba’ah, serta Ilmu Tashawwuf ?
Bagaimana menyelaraskannya dengan tradisi dan syi’ar amaliyah NU yang selama ini berjalan ?
E. Kesimpulan
NU telah memiliki model yang telah dipilih dalam memahami Islam seperti yang tercantum dalam
AD ART dan Khittahnya. Amaliyah NU yang kemudian menjadi tradisi dalam kehidupan
masyarakat, baik NU maupun bukan, secara khusus merupakan syi’ar NU yang menjadi ciri khas
yang membedakan warga NU dengan yang lainnya. Amaliyah ini akan senantiasa tetap dikoreksi
dan dikawal dengan dalil-dalil keagamaan yang sesuai dengan pilihan NU dalam memahami Islam.
Generasi sebelum kita telah melakukan segala upaya untuk mengarahkan adat istiadat, kebiasaan
dan amaliyah umat Islam, khususnya warga NU, untuk senantiasa sesuai dengan dalil-dalil
keagamaan. Perbedaan adat istiadat, tradisi dan amaliyah yang bersifat furu’ (fiqhiyyah) yang
merupakan medan ijtihad yang menjadikan adanya perbedaan pendapat (khilafiyyah) adalah hal
yang diakui NU dan NU toleran dengannya.
Saran :
a) Memperkuat amaliyah NU sehingga menjadi tradisi dan syi’ar dengan senantiasa
mengamalkannya sebagai ciri khas warga NU.
b) Mendalami amaliyah NU dengan selalu berupaya mendapatkan dalil-dalilnya sehingga
amaliyah itu selaras dengan syara’.
c) Jangan tergesa-gesa menginkari adat istiadat yang terjadi dan berjalan di masyarakat terutama
di kalangan warga NU sendiri.
d) Berhati-hati dalam melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar terkait dengan adat istiadat suatu
daerah sampai memahami betul-betul praktek dan tujuannya dan menganalisanya dengan dalil-
dalil keagamaan sesuai dengan manhaj (metode) pemahaman NU.
Sekian. Semoga bermanfaat bagi kita semua fiddini wad dunya wal akhiroh, amiin.

‫وهللا أعلم ابلصواب واحلمد هلل رب العادلني وهللا ادلوفق اىل أقوم الطريق والسالم عليكم ورمحة هللا وبركاتو‬

16
Ummul Barohin dan Hasyiyah ad Dasuqi, hal. 148.
Penulis, Haris Hamam, disampaikan pada PKD Ansor 12 Oktober 2019 di SMK Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai