REFARAT ANES WULAN New
REFARAT ANES WULAN New
OLEH :
Nurfitria Wulandari Diaswara
1054050913
PEMBIMBING:
dr. Zulfikar Tahir, M.kes., Sp.An
2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 10542049513
Makassar,Oktober 2019
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr. Zulfikar Tahir,
M.kes.,Sp.An yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat
berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara umum
dan penulis secara khususnya.
Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat
Wassalamu Alaikum WR.WB.
Makassar, Oktober 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
tentang intervensi kritis dan waktu yang dicapai. Ketika melakukan pengkajian,
pasien harus aman dan dilakukan secara cepat dan tepat dengan mengkaji tingkat
penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan pengelolaan
yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangat
penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. 1
seluruh dunia. Pada penelitian yang dilakukan di Kanada selama 5 tahun, 96,3%
dengan kecelakaan lalu lintas (70%), bunuh diri (10%), jatuh (8%), pembunuhan
(7%), dan lain-lain (5%). Banyak kejadian tersebut yang akhirnya menuju
kedalam kegawatdaruratan.2
sesuai dengan tujuan penilaian awal. Tujuan penilaian awal adalah untuk
4
menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan yang mengancam jiwa
dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi
tindakan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
B. Proses innitial assesment
1. Persiapan
Penanganan penderita berlangsung dalam 2 tahap :
a. Tahap Pra-rumah sakit (Pre-Hospital)
b. Tahap rumah sakit
a. Tahap Pra-rumah sakit
Di Indonesia pelayanan pra-rumah sakit ini merupakan
bagian yang sangat terbelakang dari pelayanan penderita gawat
darurat secara menyeluruh. Hampir semua korban penderita trauma
dibawa oleh ambulans ke rumah sakit. Pelayanan korban trauma
pra-rumah sakit yang membawanya biasanya adalah keluarga
sendiri atau orang yang berbaik hati.
Prinsip utama adalah do not futher harm bahwa tidak
boleh membuat keadaan lebih parah. Keadaan yang ideal dimana “
Unit Gawat Darurat yang datang ke penderita”, dan merupakan
sebaliknya karena itu ambulan yang datang sebaiknya memiliki
perlatan yang lengkap. Petugas atau paramedik yang datang
membantu penderita juga sebaiknya mendapatkan latihan khusus,
karena pada saat menangani penderita mereka harus menguasai
keterampilan khusus yang dapat menyelamatkan nyawa. Sebaiknya
rymah sakit sudah diberitahukan sebelum penderita diangkat dari
tempat kejadian, dan koordinasi yang baik antara dokter di RS
dengan petugas lapangan akan menguntungkan penderita.
7
petugas lapangan.
Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit
sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
Pada fase pra-rumah sakit titik berat diberikan pada
penjagaan airway, kontrol perdarahan dan syok, imobilisasi
penderita dan segera ke rumah sakit terdekat.
Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah
sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian. Mekanisme
kejadian dapat menerangkan jenis dan berat perlukaan.
b. Triase
8
Dua jenis keadaan triase dapat terjadi :
a. Multiple Casualties
Musibah massal dengan jumlah pasien dan beratnya cedera tidak
melampaui kemampuan RS. Dalam keadaan ini pasien dengan
masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani
terlebih dahulu.
b. Mass Casualties
Musibah massal dengan jumlah pasien dan beratnya luka
melampaui kemampuan RS. Dalam keadaan ini yang akan dilayani
terlebih dahulu adalah pasien dengan kemungkinan survival yang
terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga
paling sedikit. 4
Seleksi korban berdasarkan :
• Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
• Dapat mati dalam hitungan jam
• Trauma ringan
• Sudah meninggal
• Menentukan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan
dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa.
Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh
petugas triase untuk mengidentifikasi dan mencatat kondisi dan
tindakan medik terhadap korban.
9
Gambar 1. Triase dan pengelompokan berdasar Tagging
Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin di resusitasi.
Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik
dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-
abdominal, cedera kepala atau maksilo-facial berat, shock atau perdarahan
berat, luka bakar berat).
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien
mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera
abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor
tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka
bakar ringan).
10
cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat
psikologis.4
Cara Pelaksanaan : Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai
dalam 2-5 menit. 5
11
- Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
- Suctioning bila perlu
Breathing (Pernapasan)
Circulation (perdarahan)
12
o Apakah membran mukosa sianosis?
o Apakah nadi lemah dan cepat?
o Apakah ekstrimitas dingin?
o Apakah capillary refill time lama?
A = Awake
V = Verbal response
P = Painful response
U = Unresponsive
- Apakah terdapat cedera kepala?
- Perhatikan pergerakan dari pasien
- Apakah pasien sadar penuh dan responsif?
- Apakah pasien berespon terhadap stimulus nyeri?
- Apakah pupil berdilatasi, konstriksi, bentuknya sama dan berespon
terhadap cahaya?
- Apakah terdapat cedera leher?
- Perhatikan cedera pada tulang belakang.6
13
14
3. Resusitasi
Dilakukuan untuk pengelolaan syok, jalur infus, RL yang dihangatkan.
Meneruskan pengelolaan masalah yang mengancam nyawa yang dikenali
pada saat primary survey. Bertujuan untuk oksigenasi dan ventilasi
Re-evaluasi ABC
A. Airway
Pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nasofaringeal
airway. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada refleks batuk (gag refleks)
dapat dipakai orofaringeal airway
B. Breathing
Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena
faktor mekanik, ada gangguan ventilasi dan atau ada gangguan kesadaran,
dicapai dengan intubasi endotrakheal bail oral maupun nasal. Surgical
airway/krikotiroidotomi dapat dilakukan bila intubasi endotrakheal tidak
memungkinkan karena kontraindikasi atau karena masalah teknis.
C. Circulation
Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang minimal dua IV line.
Kateter IV yang dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya
menggunakan vena pada lengan. Selain itu bisa juga digunakan jalur IV
line yang seperti vena seksi atau vena sentralis. Pada saat memasang
15
kateter IV harus diambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium
rutin serta pemeriksaan kehamilan pada semua penderita wanita berusia
subur.
Pada saat datang penderita diinfus cepat dengan 2-3 liter cairan
kristaloid, sebaiknya Ringer Laktat. Bila tidak ada respon, berikan darah
segulungan atau (type specific). Jangan memberikan infus RL dan transfusi
darah terus menerus untuk terapi syok hipovolemik. Dalam keadaan harus
dilakukan resusitasi operatif untuk menghentikan perdarahan. 7
A. Pasang EKG
1. Monitor EKG dipasang pada semua penderita trauma
2. Disritmia, fibrilasi atrium atau ekstra-sistol dan perubahan segmen ST
dapat disebabkan kontusio jantung
3. Pulseless Electrical Activity mungkin disebabkan tamponade jantung,
tension pneumothoraks dan atau hipovolemia berat
4. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus
dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi
5. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
B. Pasang kateter uretra
1. Kecurigaan adanya ruptur uretra ditandai oleh adanya darah di
orifisium uretra eksterna, hematoma diskrotum dan perineum, pada colok
dubur prostat letak tinggi atau tidak teraba, adanya fraktur pelvis
merupakan kontra indikasi pemasangan kateter uretra.
2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau
BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera
konsultasikan pada bagian bedah.
3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine.
4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi
ginjal dan hemodinamik penderita. Urine normal sekitar 0,5
ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2
ml/kgBB/jam pada bayi.
16
C. Pasang kateter lambung
Digunakan untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi kemungkinan
muntah.
1. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena
bahaya aspirasi bila pasien muntah.
2. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial
yang merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan
orogastric tube.
D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah,
Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan
laboratorium darah.
17
diambil untuk merujuk, perlu komunikasi antar petugas pengirim dan
penugas penerima rujukan. 3
7. Secondary Survey
1. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian
perlukaan.
Jenis perlukaan dapat diramalkan dari mekanisme kejadian perlukaan,
misal trauma tumpul, trauma tajam, perlukaan karena suhu dan bahan
berbahaya. 9
2. Pemeriksaan Fisik
• 13-15, cedera
kepala ringan
18
Pupil • Luka pada mata • Reaksi injury
• Perlukaan mata
• Luka dalam
mulut/gigi
19
dinding toraks • Palpasi gerakan • CT Scan
• Nyeri
punggung hebat
20
Pelvis • Tentukan • Perlukaan IVP
instabilitas perineum,
• CT Scan
pelvis (hanya rektum, vagina
dengan kontras
satu kali)
• Inspeksi
perineum
• Pem.
Rektum/vagina
21
• Defisit neuro- tekan, kompartemen
vascular Krepitasi
• Angiografi
• Pulsasi hilang/
berkurang
• Kompartemen
• Defisit
neurologis
22
10. Terapi Definitif
BAB III
KESIMPULAN
tentang intervensi kritis dan waktu yang dicapai. Ketika melakukan pengkajian,
pasien harus aman dan dilakukan secara cepat dan tepat dengan mengkaji tingkat
23
penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan pengelolaan
yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangat
penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan.
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey
4. Resusitasi
Baik primary survey maupun secondary survey dilakukan berulang-kali agar dapat
24
DAFTAR PUSTAKA
26
27
1