Anda di halaman 1dari 2

Asumsi Perilaku Bermasalah

Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai perilaku
yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih dihubungkan dengan
berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat. Menurut Glasser, bentuk dari perilaku
yang tidak tepat tersebut disebabkan karena ketidak mampuannya dalam memuaskan
kebutuhannya, akibatnya kehilangan ”sentuhan” dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat
sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak
dapat melakukan atas dasar kebenaran, tangguang jawab dan realitas.
Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala abnormalitas,
perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah ”identitas kegagalan”. Identitas kegagalan
ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif,
lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.
Menurut Glasser (1965, hlm.9), basis dari terapi realitas adalah membantu para klien dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencangkup “kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita
sendiri maupun bagi oaring lain”.
Pandangan tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan”
mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa
diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena
individu-individu bisa mengubaha cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun
bisa mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah laku.
Maka jelaslah bahwa terapi realitas yidak berpijak pada filsafat deterministik tentang manusia,
tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri.
Perinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang memilkiki tanggung jawab untuk menerima
konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri. Tampaknya, orang menjadi apa yang
ditetapkannya.

E. Tujuan
Tujuan utama pendekatan konseling ini untuk membantu menghubungkan (connect) atau
menghubungkan ulang (reconnected) klien dengan orang lain yang mereka pilih untuk mendasari
kualitas hidupnya. Di samping itu, konseling realitas juga bertujuan untuk membantu klien belajar
memenuhi kebutuhannya dengan cara yang lebih baik, yang meliputi kebutuhan mencintai dan
dicintai, kekuasaan atau berprestasi, kebebasan atau independensi, serta kebutuhan untuk senang.
Sehingga mereka mampu mengembangkan identitas berhasil. Tujuan konseling realitas adalah
sebagai berikut :
Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan
melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada, sesuai
dengan kemampuan dan keinginannya dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang
dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk mengubahnya sendiri.
Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.
F. Peran Konselor
Tugas dasar konselor adalah melibatkan diri dengan konseli dan kemudian membuatnya untuk
menghadapi kenyataan. Yang antara lain sebagai berikut :
Bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri
secara realistis.
Berperan sebagai moralis.
Motivator. (Menyampaikan dan meyakinkan kepada klien bahwa seburuk apapun suatu kondisi
masih ada harapan)
Sebagai guru. (Mengajarkan klien untuk mengevaluasi perilakunya, misalnya dengan bertanya,
“Apakah perilaku Anda (atau nama) saat ini membantu Anda untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan Anda?)
Memberikan kontrak.
Mengembangkan kondisi fasilitatif dalam konseling dan hubungan baik dengan klien.
G. Deskripsi proses konseling
Langkah-langkah yang ditempuh :
Menciptakan hubungan kerja dengan klien
Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya dan melakukan
transferensi.
Tilikan terhadap masa lalu klien terutama pada masa kanak-kanaknya
Pengembangan reesitensi untuk pemahaman diri
Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.
Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi.
Menutup wawancara konseling
H. Teknik Konseling
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Dalam membantu klien dalam
menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien;
2. Menggunakan humor;
3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun;
4. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan;
5. Bertindak sebagai model dan guru;
6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi;
7. Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk
mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis; dan
8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih
efektif.
Terapi realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum diterima oleh
pendekatan-pendekatan terapi lain. Pempraktek terapi realitas berusaha membangun kerja sama
dengan para klien untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuannya. Teknik-teknik
diagnostik tidak menjadi bagian dari terapi realitas. Teknik-teknik lain yang tidak digunakan
adalah penafsiran, pemahaman, wawancara-wawancara non direktif, sikap diam yang
berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis transferensi dan resistensi, dan analisis mimpi.

Anda mungkin juga menyukai