Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan atas ke hadiran Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat rahmat dan kemurahan-Nya, kami masih dapat membuat
tugas Critical Jurnal Review (CJR) ini. Laporan ini akan membahas tentang
Hak Asasi Manusia. Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas CJR mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Melalui laporan ini, penulis berharap
pembaca dapat menjadikan laporan ini sebgai referensi jika hendak mengetahui
lebih lanjut tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Laporan ini mungkin belum sempurna. Tetapi kami bertujuan untuk


menjelaskan atau memaparkan tentang materi yang kami tentang Hak Asasi
Manusia ini sesuai dengan pengetahuan yang kami peroleh dari jurnal. Semoga
semuanya memberi banyak manfaat bagi kita. Bila ada kesalahan tulisan atau
kata-kata yang tidak sesuai dalam laopran ini, kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Medan,16 Mei 2019

Kelompok 4

CRITICAL JOURNAL REVIEW 1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................................. 3
PENGANTAR ................................................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................................ 4
RINGKASAN ARTIKEL ................................................................................................. 4
A. Jurnal I....................................................................................................................... 4
B. Jurnal II ................................................................................................................... 11
BAB III............................................................................................................................. 16
KEUNGGULAN PENELITIAN.................................................................................... 16
A. Elemen penelitian .................................................................................................... 16
B. Origanilasi temuan.................................................................................................. 16
C. Kemukthariran masalah ........................................................................................ 16
D. Kohesi dan koherensi isi penelitian ....................................................................... 16
BAB IV ............................................................................................................................. 17
KELEMAHAN PENELITIAN ...................................................................................... 17
A. Elemen penelitian .................................................................................................... 17
B. Originalitas temuan ................................................................................................ 17
C. Kemuktahiran masalah .......................................................................................... 17
D. Kohesi dan koherensi isi penelitian ....................................................................... 17
BAB V .............................................................................................................................. 18
IMPLIKASI ..................................................................................................................... 18
A. Teori ......................................................................................................................... 18
B. Pembangunan di Indonesia .................................................................................... 18
C. Pembahasan dan analisis ........................................................................................ 18
BAB VI ............................................................................................................................. 19
PENUTUP........................................................................................................................ 19
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 19
B. Saran ........................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 20

CRITICAL JOURNAL REVIEW 2


BAB I

PENGANTAR

Laporan ini ditulis agar dapat dimengerti oleh setiap orang yang akan
mempelajari tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia . Pembahasan penelitian
dalam jurnal ini meliputi semua komponen-komponen yang penting dalam suatu
penelitian terhadap Hak Asasi Manusia, negara demokrasi, serta perundang-
undangan yang mencangkup materi itu sendiri.

Materi pada jurnal ini berasal dari penelitian mengenai Hak Asasi Manusia di
Indonesia. Jurnal yang dapat kita lihat telah memuat tentang hasil dari suatu
penelitian yang telah dilakukan oleh penulis artikel.

CRITICAL JOURNAL REVIEW 3


BAB II

RINGKASAN ARTIKEL
A. Jurnal I

Di mancanegara dan Indonesia khususnya, tercatat banyak kasus pelanggaran


Hak Asasi Manusia (HAM) atau kejahatan atas kemanusiaan, dimana pelakunya
bebas berkeliaran dan bahkan tak terjangkau oleh hukum atau dengan kata lain
perkataan membiarkan tanpa penghukuman oleh negara terhadap pelakunya
impunity.Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang
diduga terlibat dalam kasus pelanggaran berat Hak Asasi Manusia seperti, kejahatan
genosida, kejahatan manusia, dan kejahatan perang tidak diadili merupakan
fenomena hukum politik yang dapat kita saksikan sejak abad yang lalu hingga hari
ini. Studi terhadap positivisme hukum di Indonesia menjadi sangat penting saat ini
di saat bangsa ini sedang dan selalu terus membangun peradabannya ke ranah yang
sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.

Positivisme telah melahirkan hukum dalam sketsa matematika, menyelesaikan


hukum yang terjadi di masyarakat berdasar apa yang tertulis dalam undang-undang,
mengkristal di posisi binernya lalu pembaca harus memahami di keadaan itu dan
tidak dibolehkan untuk berpikir lain. Sementara para hakim memutus perkara
dengan teks tersebut atas persoalan hukum yang dihadapi. Keadilan dipelihara oleh
peraturan hukum, menegakkan kebebasan manusia fundamental, sama dan tidak
dapat dicabut hak yang setiap manusia terlahir adalah kondisi penting kita. Untuk
Mencapai ini untuk mempromosikan dan melindungi kepentingan sipil, politik,
ekonomi, hak asasi manusia sosial dan budaya setiap wanita, pria dan anak. Seperti
halnya di Indonesia, hakim memutus perkara mengutamakan hukum tertulis
sebagai sumber utamanya, kelompok-kelompok hakim yang berpikir demikian
dapat digolongkan sebagai aliran konservatif. Produk hukum sendiri akan
menghasilkan formalistik dimana kepastian hukum menjadi ikon kebenaran.

Keadilan adalah keadilan yang terdefinisi atas apa yang tertulis dan menutup
diri atas keadilan yang selama ini tidak termaktub dalam suatu teks
perundangundangan. Teori ini mengidentikkan hukum dengan undang-undang,
yaitu tidak ada hukum di luar undang-undang dan satu-satunya hukum adalah

CRITICAL JOURNAL REVIEW 4


undangundang. Pemikiran Hukum Progresif muncul karena ketidakpuasan dan
keprihatinan terhadap kinerja dan kualitas penegakan hukum yang ada dalam
masyarakat.

Hukum Progresif adalah hukum pro keadilan dan pro rakyat , artinya dalam
berhukum para pelaku hukum dituntut mengedepankan kejujuran, empati,
kepedulian kepada rakyat dan ketulusan dalam penegakan hukum. Pembentukan
hukum dan konstruksi hukum sangat diperlukan untuk dapat memberikan rasa
nyaman terhadap masyarakat sebagai akses untuk keadilan. Pembentukan hukum
tidak lepas dari putusan-putusan hakim (judge made law) yang terkait dengan
penegakan hukum, sedangkan penegakan hukum pada hakikatnya adalah
merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum ide-ide hukum
menjadi kenyataan.11 Penegakan hukum konvensional tidak selalu dapat
mewujudkan nilai keadilan masyarakat, maka perlu ada kontruksi penegakan
hukum progresif yang dapat mewujudkan nilai keadilan yang berorientasi pada
kesejahteraan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Ide penegakan
hukum progresif lahir dari ketidakpuasan pada praktik ajaran ilmu hukum positif di
Indonesia. Hukum progresif digagas sebagai solusi dari kegagalan penerapan
hukum positif dan rasa keprihatinan terhadap kualitas penegakan hukum di
Indonesia terutama sejak terjadinya reformasi pada pertengahan tahun 1998.
Hukum tidak hadir untuk dirinya sendiri sebagaimana yang digagas oleh hukum
positif, melainkan untuk manusia dalam rangka mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia. Progresivisme tidak ingin menjadikan hukum sebagai
teknologi yang tidak bernurani, melakukan suatu institusi yang bermoral
kemanusiaan.

Penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak sekedar menurut


kata-kata hitam-putih perundangan, melainkan menurut semangat dan makna lebih
dalam dari undang-undang atau hukum. Penerapan hukum progresif, mengarahkan
hukum yang dihasilkan oleh proses legislasi , yang cenderung elitis, untuk
mengarah pada kepentingan keadilan dan kesejahteraan rakyat banyak pintu masuk
bagi penerapan hukum progresif dalam praktik pengadilan di Indonesia, secara
formal telah diberikan oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman bertugas

CRITICAL JOURNAL REVIEW 5


untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hukum progresif berbeda dengan hukum
positif. Progresifisme hukum mengajarkan bahwa hukum bukan raja, tetapi alat
untuk menjabarkan dasar kemanusiaan yang berfungsi memberikan rahmat kepada
dunia dan manusia. Asumsi yang mendasari progresifisme hukum adalah pertama
hukum ada untuk manusia dan tidak untuk dirinya sendiri, kedua hukum selalu
berada pada status law in the making dan tidak bersifat final, ketiga hukum adalah
institusi yang bermoral kemanusiaan. Berdasar asumsi-asumsi di atas maka kriteria
hukum progresif adalah:

1) Mempunyai tujuan besar berupa kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.


2) Memuat kandungan moral kemanusiaan yang sangat kuat.
3) Hukum progresif adalah hukum yang membebaskan dimensi yang amat luas
yang tidak hanya bergerak pada ranah praktik melainkan juga teori.
4) Bersifat kritis dan fungsional.

Konsep hukum progresif yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo bilamana


diartikan secara sederhana berarti “bagaimana” membiarkan hukum tersebut
mengalir untuk menuntaskan tugasnya mengabdi pada manusia dan kemanusiaan.
Adapun pokok-pokok pemikiran model hukum progresif ini dapat diuraikan
sebagai berikut :

1) Hukum menolak tradisi analytical jurisprudence atau rechtsdogmatick dan


berbagi paham dengan aliran seperti legal realism, freirechtslehre,
sosiological jurisprudence, interressenjurisprudenz di Jerman, teori hukum
alam dan critical legal studies.
2) Hukum menolak pendapat, bahwa ketertiban (order), hanya bekerja melalui
institusi-institusi kenegaraan.
3) Hukum progresif ditujukan untuk melindungi rakyat menuju kepada ideal
hukum.
4) Hukum menolak status-quo serta tidak ingin menjadikan hukum sebagai
teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral.
5) Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada
kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia.

CRITICAL JOURNAL REVIEW 6


6) Hukum progresif adalah “hukum yang pro rakyat” dan “ hukum yang pro
keadilan”.
7) Asumsi dasar hukum progresif adalah, bahwa “hukum adalah untuk
manusia”, bukan sebaliknya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka hukum
tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan
lebih besar. Maka setiap kali ada masalah dalam dan dengan hukum,
hukumlah yang ditinjau dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksakan
untuk dimasukkan ke dalam sistem hukum.
8) Hukum bukan merupakan suatu institusi yang absolut dan final melainkan
sangat bergantung pada bagaimana manusia melihat dan menggunakannya.
Manusialah yang merupakan penentu.
9) Hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi (law as a process,
law in the making).

Berdasarkan dari ketentuan KUHAP dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009


maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang masih disangka san belum ada
putusan pengadilan maka dianggap tidak bersalah sampai adanya kekuatan hukum
tetap. Asas praduga tak bersalah secara tersirat juga terdapat dalam didalam
ketentuan Magna Charta 1215 yang dianggap sebagai cikal bakal lahirnya HAM
dilingkup internasional. Menurut Living Stone Half, Pasal 39 dalam Magna Charta
menentukan bahwa:

“Tidak seorangpun boleh dikurung dirampas miliknya, dikucilkan atau diambil


nyawanya, kecuali melalui hukuman yang sah oleh negaranya.”

Hak-hak tersangka dijamin dan dilindungi oleh undang-undang dalam proses


penanganan perkara pidana, hal ini mnunjukan bahwa KUHAP menghormati dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dengan memberikan perlindungan
dan jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (tersangka). Dengan demikian
diperoleh jaminan bahwa tujuan akhir dari KUHAP yakni untuk menegaskan
kebenaran dan keadilan secara konkrit dalam suatu perkara pidana. Perlu disadari
bahwa proses hukum yang adil tidak sekedar menerapkan peraturan perundang-
undangan, namun lebih kepada sikap kita dalam menghargai hak-hak setiap
individu (termasuk tersangka dan terdakwa) sebagaimana terkandung dalam UUD

CRITICAL JOURNAL REVIEW 7


1945 yang menyatakan bahwa “kemerdekaan ialah hak segala bangsa”. Kita pun
harus ingat bahwa diri kita, kita dapat mendisplinkan diri untuk tidak melakukan
pelanggaran hukum, tetapi bukankah kita tidak dapat bebas dari risiko menjadi
seorang “tersangka” kemudian pula “terdakwa?” disinilah letak pentingnya kita
memperjuangkan tegaknya hak- hak tersangka/terdakwa untuk :

 Didengar penjelasannya;
 Didampingi oleh penasihat hukum;
 Dibuktikan kesalahannya oleh penuntut umum;
 Dan dihadapkan pada pengadilan yang adil dan tidak berpihak.

Di dalam KUHAP terdapat 7 (tujuh) asas umum dan 3 (tiga) asas khusus yaitu
sebagai berikut:

a) Asas umum
 Perlakuan yang sama dimuka hukum tanpa diskriminasi apapun;
 Praduga tidak bersalah;
 Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi;
 Hak untuk mendapatkan bantuan hukum;
 Hak kehadiran Terdakwa dimuka pengadilan;
 Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana;
 Peradilan yang terbuka untuk umum.
b) Asas khusus
 Pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan, penggeledahan,
penahanan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan
dilakukan dengan surat perintah tertulis;
 Hak seorang Tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan
pendakwaan terhadapnya;
 Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-
putusannya.

Dalam kaca mata aliran hukum positif, tiada hukum lain kecuali perintah
penguasa atau inti aliran hukum positif ini menyatakan bahwa norma hukum adalah
sah apabila ia ditetapkan oleh lembaga atau otoritas yang berwenang dan didasarkan

CRITICAL JOURNAL REVIEW 8


pada aturan yang lebih tinggi, bukan digantungkan pada nilai moral. Norma hukum
yang ditetapkan itu tidak lain adalah Undang-undang. Undang- Undang adalah
sumber hukum, di luar Undang-undang bukan hukum. Teori hukum positif
mengakui adanya norma hukum yang bertentangan dengan nilai moral, tetapi hal
ini tidak mengurangi keabsahan norma hukm tersebut.

Secara normatif, hal yang cukup menggembirakan dalam perlindungan HAM


di Indonesia adalah diterbitkannya UU No. 39/1999 tentang HAM dan UU No.
26/2000 tentang Pengadilan HAM. Menurut Penjelasan Umum UU No. 39/1999,
posisi hukum UU tersebut “adalah merupakan payung dari seluruh peraturan
perundang-undangan tentang HAM. Oleh karena itu, pelanggaran baik langsung
maupun tidak langsung atas HAM dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. UU No.
39/1999 secara rinci mengatur tentang: hak untuk hidup dan hak untuk tidak
dihilangkan paksa dan/atau tidak dihilangkan nyawa, hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak
mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak
atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak
wanita, hak anak, dan hak atas kebebasan beragama. Semua hak itu terumus dalam
Bab III di bawah judul HAM dan Kebebasan Dasar Manusia (Pasal 9 - Pasal 66).

Pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia telah ada sejak di sahkannya


Pancasila sebagai dasar pedoman negara Indonesia, meskipun secara tersirat. Baik
yang menyangkut mengenai hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa,
maupun hubungan manusia dengan manusia. Hal ini terkandung dalam nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila yang terdapat pada pancasila. Dalam Undang-
Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hah Asasi Manusia, pengaturan mengenai Hak
Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada deklarasi Hak Asasi Manusia
Perserikatan Bangsa Bangsa. Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi Perserikatan
Bangsa Bangsa tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional lain
yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia. Materi Undang- Undang ini tentu
saja harus disesuaikan dengan kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan
hukum nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

CRITICAL JOURNAL REVIEW 9


Karena itu, dasar negara yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang
keputusan dan pilihan bapak-bapak pendiri negara (the founding father), wajib
menjadi pegangan setiap pemerintahan di dalam mengisi kemerdekaan, khususnya
yang terkait dengan hak asasi manusia. Hal itu terbukti dengan pengakuan beberapa
hak mendasar tersebut dalam UUD 1945 yang menjadi landasan konstitusional
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, meski UUD itu disusun dalam
waktu yang singkat, dari tanggal 29 Mei sampai dengan 16 Juli (Pide, 1999: 63).
Hak-hak tersebut diantaranya adalah hak atas kedudukan yang sama di depan
hukum dan pemerintah, hak untuk menganut agama dan menjalankan ajaran
agama/kepercayaannya, hak untuk mengemukakan pendapat, hak untuk berserikat
dan berkumpul, hak untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak, dan
lain-lain. Di situlah jantung dan nafas perjuangan bangsa, disitulah politik hukum
dan pilihan hukum yang tidak dapat ditawar-tawar oleh siapa pun dan pemerintah
dari kelompok/partai manapun juga, yaitu membangun demokrasi dan penegakan
hukum,vinito.

Kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu perbuatan yang dilaksanakan sebagai


bagian dari serangan yang meluas ataupun sistematik yang diketahuinya bahwa
akibat serangan itu ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa
pembunuhan, pemusnahan, pembudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk
secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik secara sewenang-
wenang, penyiksaan, pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, sterilisasi paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara, penganiayaan terhadap kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis
kelamin maupun alasan lain yang telah diakui secara Universal sebagai hal yang
dilarang oleh hukum internasional, penghilangan orang secara paksa dan kejahatan
apartheid. Dari berbagai kasus pelanggaran

Hak Asasi Manusia berat yang terjadi telah mendorong munculnya suatu usulan
untuk membantu pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc untuk kasus-kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia berat di Aceh. Permintaan Dewan Perwakilan
Rakyat mengajukan usulan kepada Presiden Republik Indonesia untuk membentuk

CRITICAL JOURNAL REVIEW 10


pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc telah disampaikan oleh Menteri Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia.

B. Jurnal II

Diantara sekian banyak aspek kehidupan yang paling menonjol dan harus
dihadapi setiap negara demokrasi adalah isu tentang Hak-hak Asasi Manusia. Isu
tentang Hak Asasi Manusia (HAM) terutama terarah pada tingkat komitmen
negara-negara dalam mengimplementasikan hak-hak dasar manusia dalam
kehidupan sosial politik negara dan bangsa bersangkutan. Komitmen itu paling
tidak terlihat dari aspek kebijakan- kebijakan pemerintah yang terwujud dalam
pranata-pranata kemasyarakatan, baik pranata hukum (Konstitusi beserta
penjabarannya dalam perundang-undangan nasional) maupun pranata-pranata
kelembagaan pendukungnya, termasuk dalam hal ini perlindungan HAM Peran
serta masyarakat dan mekanisme bekerjanya pranata- pranata tersebut dalam
mewujudkan tuntutan HAM di dalam kehidupan sosial-politik negara
bersangkutan, sesuai dengan kesepakatan dan standar baku masyarakat
internasional yang tertuang dalam instrumen-instrumen internasional.

Indonesia sebagai satu negara demokrasi mau tidak mau dihadapkan juga pada
isu-isu yang muncul akibat modernisasi dan globalisasi itu, seperti isu tentang
bagaimana perlindungan HAM dan peran serta masyarakat dalam penegakan HAM
di Indonesia. Dampak modernisasi dan globalisasi ini bagi Indonesia memunculkan
wajahnya yang khas Indonesia. Mengapa demikian? Keunikan tersebut muncul
karena karakteristik struktur masyarakat Indonesia, masyarakat yang sangat
majemuk dan sangat heterogen sudah barang tentu akan membuahkan
keanekaragaman pengakomodasian modernisasi, dan globalisasi. Satu sisi, masih
dapat ditemui kelompok-kelompok masyarakat yang agraris tradisional atau
mungkin agraris modern, ada pula kelompok masyarakat yang sudah berada dalam
taraf kehidupan industrial, namun ada pula masyarakat yang sudah berada dalam
kehidupan modern dan global, Masyarakat Prismatik. Kondisi masyarakat
demikian sudah barang tentu pada satu sisi akan dihadapkan pada situasi kehidupan
yang relatif "rentan" terhadap berbagai masalah yang muncul dan bersumber pada
arus modernisasi dan globalisasi, dan pada sisi lain, menampilkan wajah kehidupan

CRITICAL JOURNAL REVIEW 11


hukum (sistem dan penegakan hukumnya) yang “canggung” menghadapi tuntutan
modernisasi dan globalisasi itu. Perbenturan (kalau boleh dikatakan demikian)
antara nilai-nilai kehidupan agraris tradisional dengan nilai-nilai kehidupan
modernisasi dan globalisasi serta kecanggungan "sikap" penegakan hukum dalam
menghadapi situasi itu, tentunya akan menampakkan permasalahan hukum dan
kemasyarakatan yang khas di Indonesia. Oleh sebab itu Kebutuhan akan perlunya
Penegakan HAM di Indonesia, mendorong dilakukannya pemahaman tentang
bagaimana perlindungan HAM dan Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
HAM dalam Negara Demokrasi khususnya di Indonesia.

Demokrasi dan HAM dua hal yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan.
Didalam Negara yang menganut asas Demokrasi kedudukan rakyat sangat penting,
sebab didalam negara tersebut rakyatlah yang memegang kedaulatan kepentingan
dan hak asasi rakyat diakui dan dilindungi oleh negara, yaitu dengan kata lain
negara melindungi Hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusinya, atau
kedaulatan adalah kekuasaan yang penuh dan langgeng ada pada masyarakat. Di
dalam negara Demokrasi suatu negara dianggap milik masyarakat karena secara
formal negara itu didirikan dengan perjanjian masyarakat.

Sistem demokrasi untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini pada


hakekatnya berasal dari filosofis bahwa manusia adalah mahluk yang bebas karena
manusia mempunyai hak dan kemampuan untuk mengatur dan menentukan
hidupnya sendiri. Dengan demikian hubungnnya dengan bernegara, demokrasi
mempunyai arti penting bagi masyarakat untuk menentukan adanya jaminan
terhadap penyelenggaraan negara, serta jaminan perlindungan terhadap HAM.
Dalam tahap perkembanganya, demokrasi mengalami berbagai penyesuaian
terhadap situasi dan keadaan. Demokrasi dalam pengertian Yunani dan Athena
Kuno berbeda dengan pengertian demokrasi moderen walaupun mungkin pada
prinsip dasarnya tetap sama. Hakekat demokrasi adalah bahwa kekuasaan ada
ditangan rakyat atau dengan kata lain negara diselenggarakan berdasarkan
kehendak dan kemauan rakyat.

Demikian juga halnya di Indonesia perkembangan demokrasi dan HAM dapat


ditelusuri pengaturannya didalam konstitusinya, Sebelum UUD 1945 yang berlaku

CRITICAL JOURNAL REVIEW 12


sekarang ini, di Indonesia juga pernah berlaku Konstitusi RIS 1949 dan UUS 1950.
Seperti kita ketahui UUD 1945 hanya memuat 5 pasal yang mengatur tentang
HAM, yaitu pasal 27 sampai pasal 31, bila hal ini kita bandingkan dengan kontitusi
RIS 1949 dan UUDS 1950 ternyata kedua konstitusi yang disebut terakhir lebih
maju dalam pengaturan HAM, karena kedua konstitusi itu sudah mengaturnya
secara rinci dalam banyak pasal. Konstitusi RIS 1949 mengatur dalam 35 pasal,
yaitu pasal 7 sampai dengan pasal 41, sedangkan UUDS 1950 mengatur dalam 37
pasal, yaitu pasal 7 sampai dengan pasal 43. Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950
mengatur masalah HAM dengan pasal-pasal yang terperinci, jelas dan tegas. Hal
tersebut tidak terdapat dalam UUD 1945 yang jauh lebih sedikit jumlah pasalnya,
tidak terperinci dan hanya mengatur beberapa persoalan saja.

Setelah amandemen kedua UUD 1945 dan keluarnya Ketetapan MPR RI No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, perkembangan HAM di Indonesia
semakin pesat. Dalam upaya pengembangan HAM di Indonesia, kita selalu
berpegang pada prinsip sebagai berikut:

1) Ratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM hanya dapat dilakukan


sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
2) Hak Asasi Manusia dibatasi oleh hak dan kebebasan orang lain, moral,
keamanan dan ketertiban umum (TAP MPR No. XVII/MPR/1998).

Pasang surut perkembangan HAM di Indonesia dapat ditelusuri dalam


kehidupan bermasyarakat dan bernegara sejak berdirinya republik ini yang dikuasai
oleh beberapa rezim, mulai rezim orde lama, orde baru dan orde reformasi, kuatnya
pengaruh perkembangan HAM di dunia Internasional mendapat respon positip dari
penyelenggara negara di Indonesia ketika pada tahun 1998 MPR menetapkan TAP
No XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang ditindaklanjuti dengan
pembentukan Pengadilan HAM melalui Undand-Undang No 26 tahun 2000.

Untuk melaksanakan amanat ketetapan MPR tersebut diatas, telah dibentuk-


undang- undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pembentukan
undang- undang tersebut merupakan perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia
sebagai Negara yang demokrasi dan juga sebagai anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Disamping hal tersebut pembentukan Undang-undang Hak Asasi Manusia

CRITICAL JOURNAL REVIEW 13


juga mengandung suatu misi pengemban tanggung jawab moral dan hukun dalam
menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang
ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta yang terdapat dalam instrumen
hukum lainnya yang mengatur Hak Asasi Manusia yang telah disahkan atau
diterima oleh negara Republik Indonesia.

Rumusan Hak Asasi Manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia eksplisit


juga telah dicantumkan dalam Undang-undang Dasar 1945. Kemajuan mengenai
perumusan Hak Asasi Manusia tercapai ketika sidang umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1998 telah tercantum dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara dan dengan keluarnya Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang
sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi
untuk menjamin kelangsungan hidup kemerdekaan perkembangan manusia dan
masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh
siapapun. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis
dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara. Perumusan Hak Asasi Manusia pada dasarnya dilandasi
oleh pemahaman suatu bangsa terhadap citra, harkat, dan martabat diri manusia itu
sendiri.

Partisipasi dan peran masyarakat sangat penting dalam penegakan Hak Asasi
Manusia. Tanpa partisipasi masyarakat dan dukungannya maka penegakan Ham
akan sia-sia. Partisipasi dan peran masyarakat itu juga diatur dalam UU No. 39
Tahun 1999. Peran itu dapat dilakukan oleh perseorangan, kelompok, organisasi
politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga
masyarakat lainnya, semua elemen tersebut mempunyai hak untuk berpartisipasi
dalam perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia (Pasal 100).

Berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 masyarakat baik perseorangan maupun


kelompok juga diberi hak untuk ambil bagian agar berperan dalam menegakkan dan
memajukan Hak Asasi Manusia. Perseorangan atau kelompok masyarakat atau
LSM diberi kesempatan untuk menegakkan dan memajukan sebagaimana tertuang

CRITICAL JOURNAL REVIEW 14


dalam Pasal 100 UU No 39 Tahun 1999. Secara umum dapat diartikan, adanya
kemajuan pesat dibidang hukum di Indonesia, Karena mengikutsertakan
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat lainnya untuk berperan aktif. Dari Pasal
100 tersebut tercermin bahwa pengaruh politik ikut berperan sehingga
bagaimanapun kelak akan tercermin kepentingan atau tuntutan politik. Pasal
tersebut tidak mencantumkan ikutnya lembaga hukum secara khusus walaupun
tetap dianggap terakomodasi pada istilah “organisasi” atau “lembaga
kemasyarakatan” dalam rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan Hak Asasi
Manusia.

Diluar Negeripun banyak lembaga-lembaga masyarakat yang bergerak


didalam bidang penegakan dan pemajuan HAM, antara lain yang terkenal adalah
Amnesty Internasional. Dalam perkembangan sejarah manusia, kelompok-
kelompok manusia juga ikut berkembang karena menyangkut berbagai kepentingan
bersama, baik usaha, sosial, politik, dan lain-lainnya. Perkembangan kelompok
tersebut tidak dapat dihindarkan dan akan terus tumbuh, oleh sebab itu Peran serta
dan partisipasi masyarakat diharapkan mengikuti laju dan tumbuhnya
perkembangan tersebut, agar perlindungan Hak Asasi Manusia dapat ditegakkan
sesuai dengan peraturan Perundangan yang berlaku.

CRITICAL JOURNAL REVIEW 15


BAB III

KEUNGGULAN PENELITIAN

A. Elemen penelitian

Pada jurnal elemen yang ditilti cukup lengkap. Pertama-tama jurnal membahas
apa itu Hak Asasi Manusia. Jurnal juga menjelaskan tentang hubungan Hak Asasi
Manusia dengan Negara demokrasi, pentingnya Hak Asasi Bagi Indonesia. Pada
jurnal juga dibahas tentang perundang-undangan yang mengatur tentang Hak Asasi
Manusia di Indonesia. Jurnal juga membererikan contoh kasus yang pernah ada di
Indonesia, sehingga hasil penelitian cukup memuaskan. Kesimpulan jurnal
dijelaskan bahwa pentingnya Hak Asasi Manusia di Indonesia, serta
ditingkatkannya pengawasan tentang pelanggaran-pelanggaran Has Asasi Manusia
itu sendiri.

B. Origanilasi temuan

Pada jurnal yang telah saya angkat. Penulis memang merumuskan sendiri apa
yang telah dia teliti. Hasil dari penelitian juga menunjukkan bahwa penulis
melakukan penelitian dan menuliskan laporannya berbentuk jurnal ini juga sangat
terlihat hasil pekerjaan sendiri.

C. Kemukthariran masalah

Masalah yang dibahas sangat berguna bagi mahasiswa khususnya bagi yang
ingin memperdalam ilmunya tentang HAM. Masalah yang dibahas juga sangat
penting bagi mahasiswa untuk menanamkan pentingnya menjaga HAM sesama
manusia setanah air. Maka dari itu masalah yang telah diangkat sangat berguna.

D. Kohesi dan koherensi isi penelitian

Hasil penelitian dengan judul yang telah diterbitkan pada artikel ini sagat sesuai.
Isi dan pembahasan juga sangat berhubungan dengan apa yang telah dibahas pada
awal pendahuluan. Isi dari hasil penelitian juga dilengkapi dengan data data yang
sangat menunjang keterkaitan hubungan isi penelitian dengan apa yang telah
dilampirkan pada awal pendahuluan.

CRITICAL JOURNAL REVIEW 16


BAB IV

KELEMAHAN PENELITIAN

A. Elemen penelitian

Karna jurnal yang saya sangat lumayan bagus dan sanagat terjamin karena
adanya pembahsan lebih sebelum masuk ke penellitian, maka untuk kelemahannya,
mungkin sedikit

B. Originalitas temuan

Penelitian pada jurnal ini memang dilakukan secara pribadi. Namun penelitian
ini terjadi karna adanya penelitian lain yang dilakukan terlebih dahulu oleh orang
lain. Bisa dikatakan penelitian pada jurnal ini terjadi karena adanya inspirasi dari
penelitian yang terdahulu.

C. Kemuktahiran masalah

Karena masalah yang dibahas sngatlah berguna pada penerapannya, maka untuk
kekurangannya mungkin sedikit.

D. Kohesi dan koherensi isi penelitian

Semua yang dimuat pada jurnal sangatlah berhubungan satu sama lain dengan
judul maupun masalah yang dijadikan inti penelitian. Maka dari itu unutuk
kelemahannya mungkin sangatlah kecil dan mungkin tidak ada sama sekali.

CRITICAL JOURNAL REVIEW 17


BAB V

IMPLIKASI

A. Teori

Teori yang dimuat pada jurnal ini sangatlah berdampak positif bagi
pembacanya. Maupun masyarakat biasa atau mahasiswa jurnal ini sangat berguna
untuk referensi pemebelajaran.

B. Pembangunan di Indonesia

Jika semua pembaca yang sudah memahi isi dari materi jurnal ini. maka
diharapkan kesadaran masyarakat di Indonesia akan maju, bertambah dan
berkembang pesat.

C. Pembahasan dan analisis

Jurnal yang dibahas sangatlah berkaitan dengan mata kuliah yang saya ambil.
Penelitian yang dilakukan juga sangatlah menarik. Isi pada jurnal juga saling
berhubungan. Hasil dari penelitian jurnal juga lengkap dengan tabel data yang
mendukung kemuktahirannya. Bahkan menurut saya untuk kekurangan pada jurnal
ini sangatlah kecil dan tipis.

CRITICAL JOURNAL REVIEW 18


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari laporan yang telah saya sampaikan tadi, kita dapat menyimpulkan secara
keseluruhan bahwa jurnal yang dikritik dari segi sajian materi sangatlah baik,
karena setiap materinya ada memberikan penjelasan yang cukup, hasil penelitian
juga jelas, bahasa yang digunakan cukup mudah untuk dipahami oleh pembaca ,
dan yang pasti menambah wawasan baru bagi pembaca. Sedangkan dari segi
kekurangannya mungkin belum ada ataupun sedikit.

B. Saran

Disarankan untuk penulis agar membuat note kecil untuk kata yang sulit
dipahami dari jurnal yang ditulis. Dan diharapkan masyarakat maupun mahasiswa
membaca dan mendalami ini agar mampu dan mahir diterapkan di dunia nyata. Dan
besar harapan kami agar kritikal kami dapat diterima bagi pembaca dan masyarakat
luas.

CRITICAL JOURNAL REVIEW 19


DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali, 2002, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM,
Ghalia Indonesia, Jakarta.

A. Hamid S. Attamimi, 1999, Peranan keputusan Presiden Republik Indonesia


dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Desertasi, UI, Jakarta.

Bazar harahap, 2006, Hak Asasi Manusia Dan hukumnya, Perhimpunan


cendekiawan indefenden Indonesia. Jakarta

Adji, Oemar Seno, 1984, KUHAP Sekarang, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Atmasasmita, Romli, 2012, Teori Hukum Integratif, Yogyakarta: Genta


Publishing.

Esmi, Warassih P., 2005, Lembaga Prana Hukum Sebuah Telaah Sosiologis,
Semarang: Suryandaru Utama.

F.S., Anton, 2004, Wajah Peradilan Kita Kontriksi Sosial Tentang Penyimpangan
Mekanisme Kontrol dan Akuntanilitas Peradilan Pidana, Bandung: PT. Refika
Aditama.

Harahap, M. Yahya, 2000, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP


Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika.

CRITICAL JOURNAL REVIEW 20

Anda mungkin juga menyukai