Anda di halaman 1dari 29

I.

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta-peta
sekaligus mencangkup studinya sebagai dokumen-dokumen ilmiah dan hasil karya seni.
Kartografi merupakan sebuah teknik pembuatan peta yang secara mendasar berhubungan
dengan memperkecil keruangan pada suatu daerah yang luas di permukaan bumi atau benda
luar angkasa yang di sajikan dalam bentuk yang mudah di pahami sehingga dapat di gunakan
untuk kepentingan komunikasi bagi khalayak ramai
Kaidah kartografis diterapkan dalam desain dan produksi peta dengan tujuan tercapainya
efektivitas penggunaan. Efektivitas ini semakin dibutuhkan jika penggunaan peta tersebut
terkait dengan persoalan hukum. Penggunaan yang tidak efektif berakibat juga pada tidak
tepatnya sasaran peta.
Garis pantai adalah batas air laut saat waktu pasang tertinggi telah sampai kedarat. Abrasi
dan akresi merupakan contoh masalah serius degradasi pantai yang diakibatkan oleh angina,
hujan, arus, dan gelombang, serta akibat aktivitas manusia. Aktivitas manusia seperti
pembukaan lahan, penambangan pasir laut dan penambangan terumbu karang di beberapa
lokasi telah memberikan kontribusi penting terhadap perubahan garis pantai. Dengan adanya
peta perubahan garis pantai maka informasi terkait perubahannya per tahun dapat diketahui,
sehingga manusia akan lebih sadar terhadap dampaknya dan dapat lebih menjaga lingkungan.
Oleh karena itu pentingnya praktikum pembuatan peta perubahan garis pantai ini maka
dibuatlah laporan tentang kartografi dan perubahan garis pantai ini.

1. 2. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat menganalisa perubahan garis pantai
2. Mahasiswa dapat membuat peta digital

1. 3. Manfaat Praktikum
1. Mahasiswa dapat membuat peta perubahan garis pantai.
2. Mahasiswa mendapatkan ilmu lebih lanjut dalam pemetaan dengan QGIS.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pantai
Pantai dalam Bahasa Indonesia adalah batas antara darat dan laut, yang dapat berwujud
batas yang tegas, misalnya pada pantai yang mempunyai tebing terjal, atau mempunyai batas
yang tidak tegas misalnya pantai yang berujud pesisir atau dataran pantai. Pantai adalah zona
antara tepian perairan laut pada pasang rendah sampai ke batas efektif pengaruh gelombang ke
arah daratan. Sedangkan garis pantai adalah garis dimana daratan dan air bertemu yang
posisinya berubah-ubah sesuai dengan kondisi muka air akibat pasang surut (Eryani, 2015).
Pantai merupakan bagian wilayah pesisir yang bersifat dinamis, artinya ruang pantai
(bentuk dan lokasi) berubah dengan cepat sebagai respon terhadap proses alam dan aktivitas
manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi dinamisnya lingkungan pantai diantaranya adalah
iklim (temperatur, hujan), hidro-oseanografi (gelombang, arus, pasang surut), pasokan sedimen
(sungai, erosi pantai), perubahan muka air laut (tektonik, pemanasan global) dan aktivitas
manusia seperti reklamasi pantai dan penambangan pasir (Solihuddin, 2011).

2.2. Perubahan Garis Pantai


Perubahan garis pantai ditentukan oleh banyaknya sedimen yang keluar dan masuk di
tiap ruas pantai. Jika sedimen yang masuk lebih tinggi dari yang keluar, maka pantai akan
mengalami sedimentasi sebaliknya, dan bila sedimen yang masuk lebih kecil dari yang keluar,
maka pantai akan mengalami erosi. Perubahan profil garis pantai ini disebabkan oleh angkutan
sedimen tegak lurus pantai dan transport sepanjang pantai. Transport sedimen yang
dipertimbangkan adalah transpor sedimen sepanjang pantai (Hariyadi, 2011).
Garis pantai merupakan lingkungan yang dinamis dan morfologinya dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti kenaikan muka air laut, pasang surut, gelombang, dan arus. Faktor
manusia juga terkadang mempengaruhi garis pantai. Perubahan garis pantai secara umum
disebabkan oleh dua faktor, yaitu modifikasi oleh manusia dan kenaikan muka air laut
(Geurhaneu dan Susantoro, 2016).

2.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perubahan Garis Pantai


Kawasan pantai merupakan satu kawasan yang sangat dinamik begitu pula dengan garis
pantainya. Perubahan terhadap garis adalah satu proses tanpa henti (terus-menerus) melalui
berbagai proses baik itu proses abrasi maupun proses akresi pantai yang diakibatkan oleh
pergerakan sedimen, arus susur pantai, tindakan ombak dan penggunaan tanah. Perubahan pada
garis pantai yang diakibatkan oleh faktor-faktor tersebut di atas dapat menunjukkan
kecenderungan perubahan garis pantai tersebut terkikis (mengarah ke daratan) atau menjorok
ke laut (bertambah) (Arief et al., 2011).
Abrasi adalah hilangnya daratan di wilayah pesisir dan akresi adalah timbulnya daratan
baru di wilayah pesisir. Fenomena abrasi maupun akresi disebabkan oleh faktor alami dan
manusia. Faktor alami di antaranya adalah arus laut, gelombang, kondisi morfologi/litologi dan
vegetasi yang tumbuh dipantai. Sedangkan faktor yang disebabkan oleh aktivitas manusia
adalah adanya bangunan baru di pantai, perusakan terumbu karang, penebangan atau
penggunaan wilayah sabuk pantai (mangrove) untuk kepentingan lain seperti lokasi budidaya
atau fasilitas lainnya. Garis pantai mengalami pergeseran ke arah laut karena adanya akresi
secara terus-menerus. Akresi menunjukkan adanya pengendapan material-material di sungai
dan laut. Proses pengendapan material yang diangkut oleh air sungai dan laut menyebabkan
terjadinya pendangkalan dan tanah timbul di sepanjang garis pantai (Irwani, 2004).

2.4. Kartografi
Kartografi merupakan kajian dalam cabang ilmu teknik geografi yang mempelajari
tentang representasi permukaan bumi dengan simbol abstrak. Kartografi merupakan penyebab
meluasnya kajian geografi. Kebanyakan ahli geografi mengakui bahwa ketertarikan mereka
pada geografi dimulai ketika mereka terpesona oleh peta di masa kecil mereka. Walaupun
subdisiplin ilmu geografi lain masih tertangung pada peta untuk menampilkan hasil analisisnya,
pembuatan peta itu sendiri masih terlalu abstrak dianggap sebagai ilmu terpisah.pengawetan
serta cara-cara penggunaan peta (Puntodewo et al.,).
Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta-peta
sekaligus mencangkup studinya sebagai dokumen-dokumen ilmiah dan hasil karya seni.
Kartografi merupakan sebuah teknik pembuatan peta yang secara mendasar berhubungan
dengan memperkecil keruangan pada suatu daerah yang luas di permukaan bumi atau benda
luar angkasa yang di sajikan dalam bentuk yang mudah di fahami sehingga dapat di gunakan
untuk kepentingan komunikasi bagi khalayak ramai (Martha, 2009).
2.4.1. Sejarah Kartografi
Kartografi adalah seni dan ilmu pembuatan peta. Peta tertua yang diawetkan pada tablet
tanah liat Babilonia dari sekitar 2300 SM Kartografi itu cukup maju di Yunani kuno. Konsep
Bumi bulat itu terkenal di kalangan filsuf Yunani pada saat Aristoteles (ca. 350 SM) dan telah
diterima oleh semua geografer. Kartografi Yunani dan Romawi mencapai puncak dengan
Claudius Ptolemaeus (Ptolemy, sekitar tahun 85-165). “peta dunia” digambarkan. Dunia Lama
dari sekitar 60 ° N ke 30 ° S garis lintang. Dia menulis karya monumental, Panduan untuk
Geografi (Geographike hyphygesis), yang tetap menjadi referensi otoritatif di geografi dunia
hingga Renaissance. Peta Fra Mauro, sebuah peta Eropa abad pertengahan yang terkenal, dibuat
sekitar tahun 1450 oleh biarawan Venesia Fra Mauro, berupa sebuah peta dunia melingkar yang
digambar di atas perkamen dan ditempatkan dalam bingkai kayu, berdiameter sekitar dua meter
(Prihandito, 1989).
Kartografi, atau pembuatan peta, telah menjadi bagian integral dari sejarah manusia
selama ribuan tahun. Dari lukisan gua sampai peta kuno dari Babilon, Yunani, dan Asia,
melewati Zaman Penjelajahan, dan memasuki abad ke-21, orang menciptakan dan
menggunakan peta sebagai alat penting untuk membantu mereka menentukan, menjelaskan,
dan menavigasi arah mereka di seluruh dunia. Peta mulai sebagai lukisan dua dimensi namun
juga bisa mendukung bentuk tiga dimensi (globe, model) dan disimpan dalam bentuk numerik
murni. Istilah kartografi adalah istilah modern, dipinjamkan ke dalam bahasa Inggris dari
bahasa Perancis cartographie pada tahun 1840-an, berdasarkan Latin Pertengahan carta "peta".
Pemetaan (Kartografi) merupakan ilmu dan seni dalam pembuatan peta. Pertama kali, peta
dibuat oleh bangsa Babilonia berupa lempengan berbentuk tablet dari tanah liat sekitar 2300
S.M. (Puntodewo et al, ).
2.4.2. Kartografi Digital
Pemetaan digital (juga disebut kartografi digital) adalah proses dimana suatu kumpulan
data dikompilasi dan diformat menjadi gambar digital. Fungsi utama dari teknologi ini adalah
untuk menghasilkan peta yang memberikan representasi akurat dari daerah tertentu, merinci
jalan utama dan tempat menarik lainnya. Teknologi ini juga memungkinkan untuk perhitungan
jarak dari satu tempat ke tempat lain (Prihandito, 1989)..
Pemetaan digital (juga disebut kartografi digital) adalah proses dimana suatu kumpulan
data dikompilasi dan diformat menjadi gambar digital. Fungsi utama dari teknologi ini adalah
untuk menghasilkan peta yang memberikan representasi akurat dari daerah tertentu, merinci
jalan utama dan tempat menarik lainnya. Teknologi ini juga memungkinkan untuk perhitungan
jarak dari satu tempat ke tempat lain. Meskipun pemetaan digital dapat ditemukan dalam
berbagai aplikasi komputer, seperti Google Earth, penggunaan utama dari peta ini adalah
dengan Global Positioning System, atau jaringan satelit GPS, yang digunakan dalam sistem
navigasi otomotif standar. Kartografi digital juga merupakan proses penambahan penggunaan
perangkat mesin komputer sebagai alat penolong dalam teknik pemetaan secara konvensional.
Suatu proses yang penting dalam kartografi adalah digitasi. (Suyono, 1992).
2.5. Peta Rupa Bumi Indonesia
Menurut Martha (2009), Peta Rupabumi Indonesia (RBI) adalah peta topografi yang
menampilkan sebagian unsur-unsur alam dan buatan manusia di wilayah NKRI. Menurut
Martha (2009), unsur-unsur kenampakan rupabumi dapat dikelompokkan menjadi 7 tema,
yaitu:
1. Tema 1: Penutup lahan: area tutupan lahan seperti hutan, sawah, pemukiman dan
sebagainya.
2. Tema 2: Hidrografi: meliputi unsur perairan seperti sungai, danau, garis pantai dan
sebagainya.
3. Tema 3: Hipsografi: data ketinggian seperti titik tinggi dan kontur.
4. Tema 4:Bangunan: gedung, rumah dan bangunan perkantoran dan budaya lainnya.
5. Tema 5:Transportasi dan Utilitas: jaringan jalan, kereta api, kabel transmisi dan
jembatan.
6. Tema 6:Batas administrasi: batas negara provinsi, kota/kabupaten, kecamatan dan
desa.
7. Tema 7:Toponim: nama-nama geografi seperti nama pulau, nama selat, nama
gunung dan sebagainya.
Peta rupa bumi Indonesia adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus
untuk wilayah darat. Ketersediaan basis data rupabumi dalam berbagai level skala merupakan
amanat yang dituangkan dalam UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
Berdasarkan PP Nomor 8 Tahun 2013 menyebutkan peta dasar dengan segala karakteristik
ketelitiannya menjadi dasar bagi pembuatan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Salah
satu metode yang dapat digunakan dalam penyediaan basis data rupabumi adalah generalisasi.
Generalisasi peta adalah proses penyederhanaan peta dengan tetap mempertahankan ciri atau
karakteristik utama dari peta tersebut. Area yang dikaji adalah 24 Nomor Lembar Peta (NLP)
skala 1: 50.000 atau setara 1 NLP skala 1: 250.000 yang merepresentasikan dua topografi yang
berbeda yaitu pegunungan dan pantai (Hisanah dan Subiyanto, 2015).
III. MATERI DAN METODE

3. 1. Waktu Dan Tempat


Hari, tanggal : Senin, 16 Oktober 2019
Waktu : 08.00-09.40 WIB
Tempat : Lab. Komputasi, Gedung E Lantai 2,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro, Semarang

3. 2. Materi
1. Digitasi garis pantai
2. Menghitung Panjang garis pantai
3. Digitasi abrasi dan akresi
4. Menghitung abrasi dan akresi
5. Layouting

3.3. Metode
3.3.1. Digitasi Pantai
1. Buka software QGIS
2. Ubah nama project menjadi Nama_NIM_Kelas dengan cara menyimpan project

3. Klik raster lalu pilih georeferencer

4. Klik icon open raster lalu masukan koordinat WGS /UTM zone 50 N
5. Zoom peta ke arah placemark kemudian klik icon add point

6. Klik placemark kemudian masukan nilai east dan south yang sudah dicatat tadi, OK

7. Lakukan hal yang sama pada semua placemark


8. Klik icon generate GDAL kotak transformation type diubah menjadi “projective”
dan ceklis kotak load GPS when done

9. Klik icon start georeferencing hingga tampil nilai toleransi yang nilainya
harus 0-3

10. Klik icon save point as, kemudian close. Peta akan langsung masuk ke QGIS
11. Lakukan hal yang sama pada citra Pulau Derawan 2016

12. Klik icon new shapefile

13. File name disimpan dengan nama “Garis Pantai 2006”, geometry type diubah
menjadi line, additional dimension dipilih WGS85 zone 50N, lalu add field to list
14. Uncheck citra 2016. Klik icon toggle editing lalu klik icon add line feature

digitasi garis pantai

15. Klik kanan pada titik terakhir line kemudian namai dengan “Garpan 16”

16. Double klik pada layer garis pantai 2006. Kemudian ubah warna garisnya, OK
17. Lakukan hal yang sama pada garis pantai 2016

3.3.2. Menghitung Panjang Garis Pantai


1. Klik kanan pada layer garis pantai, lalu pilih open atribute tabel
2. Klik icon open field calculator

3. Ubah output file name menjadi “panjang”, output file type dipilih decimal number
Pada kotak pencarian, ketik “length” lalu pilih yang di “geometry”

4. Panjang garis pantai akan muncul


Lakukan hal yang sama pada garis pantai 2016

3.3.3. Digitasi abrasi dan akresi

1. Klik icon new shapefile

2. File name disimpan dengan judul “Abrasi”, additional dimension dipilih WGS 84
zone 50N, lalu klik add field to list
3. Klik view, lalu pilih toolbar, klik snapping toolbar

4. Klik icon enable snapping lalu klik icon edit advanced configuration Klik

icon enable tracing lalu klik icon toggle editing, kemudian klik icon add polygon
feature¸mulai digitasi

5. Ubah warna polygon menjadi warna yang mudah terlihat


6. Lakukan hal yang sama untuk akresi

3.3.4. Menghitung Luasan Abrasi dan Akresi


1. Klik kanan pada layer abrasi, lalu pilih open atribute tabel

2. Klik icon open field calculator


3. Ubah output file name menjadi “luas area”, output file type dipilih decimal number
Pada kotak pencarian, ketik “$area” lalu pilih yang di “geometry”

4. Luas abrasi keseluruhan polygon akan muncul

Lakukan hal yang sama pada akresi


3.3.5. Layouting
1. Klik Project, pilih new print layout

2. Pada bar, klik icon add new map to the layout


3. Klik icon add new label to the layout, tulis judul dari peta

4. Tambahkan arah mata angin dan scale bar, dan lambang undip
5. Tulis nama dan nim di bawah scale bar

6. Tambahkan legenda peta


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Digitasi Garis Pantai

Gambar 1. Garis Pantai Pulau Derawan Tahun 2006

Gambar 2. Garis Pantai Pulau Derawan Tahun 2016


4.1.2. Panjang garis pantai

Gambar 3. Panjang Garis Pantai Pulau Derawan Tahun 2006

Gambar 4. Panjang Garis Pantai Pulau Derawan Tahun 2016


4.1.3. Digitasi Abrasi

Gambar 5. Hasil Digitasi Abrasi Pulau Derawan

4.1.4. Digitasi Akresi

Gambar 6. Hasil Digitasi Akresi Pulau Derawan


4.1.5. Luas Abresi dan Akresi

Gambar 7. Luasan Area Abrasi Pulau Derawan

Gambar 8. Luasan Area Akresi Pulau Derawan


4.1.6. Layouting

Gambar 9. Hasil Layouting Peta Abresi dan Akresi Pulau Derawan


4.2. Pembahasan
4.2.1. Perubahan Garis Pantai
Pulau Derawan umumnya memiliki morfologi pantai yang cenderung landai. Morfologi
pantai yang landai, apabila terjadi gelombang pasang menyebabkan air masuk ke daratan relatif
lebih jauh sehungga daerah luapan air menjadi sangat luas dan berpengaruh terhadap perubahan
garis pantai. Perubahan garis pantai dapat juga disebabkan oleh perbedaan karakteristik pantai
berupa faktor alam. Selain itu proses abrasi dan akresi juga dapat diperkuat oleh adanya aktifitas
manusia seperti penimbunan pantai atu untuk reklamasi keperluan pemukiman. Akresi juga
dapat terjadi karena adanya upaya manusia untuk mengatasi abrasi. Hasil yang didapat
menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan garis pantai berupa akresi pada pantai Derawan.
Perubahan garis pantai pada pantai Derawan terjadi pada tahun 2006-2016. Perubahan garis
pantai pada pantai Derawan sebesar kurang lebih 2 km.
4.2.2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perubahan Garis Pantai
Perubahan garis pantai Derawan pada bagian Selatannya saja mengalami perubahan
karena terjadinya akresi. Akresi sebesar 175 m Terjadi selama kurun waktu 10 tahun sejak tahun
2006 hingga tahun 2016. Pantai pesisir Kulonprogo memiliki morfologi pantai yang cenderung
landai. Morfologi pantai yang cenderung landai sangat berpotensi mengalami terjadinya abrasi
karena air gelombang pasang dapat meluap luas ke ke daerah daratan. Untuk mencegah adanya
abrasi terjadi, penduduk sekitar pantai Derawan memiliki inisiatif membangun Breakwater di
dekat muara Sungai. Pembangunan Breakwater ini berhasil untuk menanggulangi abrasi,
namun keberadaan muara sungai yang terlindung oleh Breakwater juga menyebabkan
terjadinya pengendapan sedimen pantai. Pengendapan sedimen pantai ini lah yang menjadi
penyebab terjadinya perubahan garis pantai berupa akresi.
4.2.3. Kartografi Digital
Fungsi utama dari kartografi digital ialah menghasilkan gambar yang memberikan
presentasi akurat dari suatu daerah tertentu secara merinci. Pemetaan dilakukan menggunakan
Google Earth Pro dan diproses menggunakan perangkat lunak QGIS. Teknologi ini juga
memungkinkan untuk melakukan perhitungan jarak dari satu titik ke titik lain. Keutamaan
fungsi dari kartografi digital ini dapat dimanfaatkan untuk mempermudah dalam perhitungan
perubahan garis pantai. Kartografi digital dapat digunakan untuk mengetahui perubahan garis
pantai berupa abrasi ataupun akresi dengan perhitungan luas yang akurat. Sehingga untuk
mengatahui perubahan garis pantai di pesisir Kulonprogo, kartografi digital sangat membantu
sehingga didapatkan kesimpulan terjadi perubahan garis pantai berupa akresi di pantai Derawan
dari tahun 2006-2016 disebabkan karena adanya pembangunan Breakwater .
V. PENUTUP

3. 3. Kesimpulan
1. Perubahan garis pantai dapat dianalisa menggunakan QGIS, dan hasil menyatakan
bahwa pada Pantai Derawan selama kurun waktu 10 tahun mengalami perubahan
sejauh 2 km.
2. Pembuatan layout peta dapat dilakukan juga dengan QGIS dan dapat bermanfaat
sebagai informasi perubahan garis pantai.

3. 4. Saran
1. Praktikum kedepannya diharpakan semua data praktikum telah ada dikomputer
sehingga praktikum berjalan dengan lancar.
2. Mahasiswa diharapkan kondusif saat praktikum agar asisten yang sedang
menjelaskan didepan terdengar oleh semuanya.
DAFTAR PUSTAKA

Aryono, Prihandito. 1989. Kartografi. Mitra Gama Widya. Yogyakarta.

Martha, Sukendra, 2009, Peta Kamasurta, Penerbit Nawas; Tangerang.

Narendra, A. P.2018. Media Transformation Model by Digitization: Case Study of Cartography


Material At Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah. Record and Library
Journal, 2(2), 212-224.

Puntodewo, Atie, Sonya Dewi, Jusupta Tarigan, 2003, Sistem Informasi Geografis Untuk
Pengolahan Sumber Daya Alam, Penerbit CIFOR; Bogor.

Suyono, Sosrodarsono. 1992. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. Cetakan Ketiga.
Pradnya Paramita. Jakarta.

Sekeon, N. D., Rindengan, Y. D., & Sengkey, R. 2016. Perancangan SIG Dalam Pembuatan
Profil Desa Se-Kecamatan Kawangkoan. E-JOURNAL TEKNIK ELEKTRO DAN
KOMPUTER, 5(1), 49-59.

Setyaningtyas, B. P. A. S.2017. Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Tahun 2015


Terhadap Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTRK) Kecamatan Klaten Selatan Tahun
2013-2018 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Susanto, A., Subarya, C., & Poniman, A.2016. Kebijakan Satu Peta, Momentum Reformasi
Penyelenggaraan Informasi Geospasial Nasional. In Seminar Nasional Geomatika (pp.
23-34).

Kusumawati, E. D., Handoyo, G., & Hariadi, H.2015. Pemetaan Batimetri Untuk Mendukung
Alur Pelayaran Di Perairan Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Journal of Oceanography,
4(4), 706-712.

Wijayanto, A. W., Saputro, S., & Muslim, M.2017. Pemetaan Batimetri Untuk Perencanaan
Pengerukan Kolam Pelabuhan Benoa, Bali. Journal of Oceanography, 6(1), 313-321.

Agus, S. B., Siregar, V. P., Bengen, D. G., & Hanggono, A.2017. Profil Batimetri Habitat
Pemijahan Ikan Terumbu Hasil Integrasi Data Inderaja Satelit dan Akustik: Studi Kasus
Perairan Sekitar Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Jurnal Teknologi Perikanan dan
Kelautan, 3(1), 45-61.

Adi, A. P., Manik, H. M., & Pujiyati, S.2017.Integrasi Data Multibeam Batimetri Dan Mosaik
Backscatter Untuk Klasifikasi Tipe Sedimen. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan,
7(1), 77-84.

Nurdianti, A. K., Atmodjo, W., & Saputro, S.2016. Studi Batimetri Dan Kondisi Alur Pelayaran
Di Muara Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat. Journal of Oceanography, 5(4), 538-
545.

Indrayani, E., Nitimulyo, K. H., & Hadisusanto, S.2015. Peta batimetri Danau Sentani Papua.
DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 4(3).
Pramono, A. H.2014. Perlawanan atau Pendisiplinan,Sebuah Refleksi Kritis atas Pemetaan
Wilayah Adat. ARSIP DIGITAL, 207.

Ab Rahman, A. S.2015. Laksamana Pīrī Reis dan sumbangannya kepada kartografi Dawlah
ᶜUthmāniyyah/Ahmad Sobrie Haji Ab Rahman and Roziah Sidik@ Mat Sidek.

Sudarma, M.2016. Penguatan Pembelajaran Peta Geopolitik Dalam Pengembangan Nilai


Kebangsaan. Jurnal Geografi Gea, 12(2).

Wijaya, M. S., & Umam, N.2015.Pemodelan Spasiak Perkembangan Fisik Perkotaan


Yogyakarta Menggunakan Model Cellular Automata Dan Regresi Logistek Biner.
Majalah Ilmiah Globe, 17(2), 165-172.

Hisanah, N. N., & Subiyanto, S. (2015). Kajian Teknis Penerapan Generalisasi Peta Rupabumi
Indonesia (Rbi) Dari Skala 1: 50.000 Menjadi Skala 1: 250.000. Jurnal Geodesi Undip,
4(4), 248-256.

Anda mungkin juga menyukai