Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH

AKUNTANSI MANAJEMEN
“Informasi Akuntansi Penuh (full accounting information) ”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas:


Mata Kuliah : Akuntansi Manajemen
Dosen Pengajar : Intan Oviantari, S.E.,Ak,M.S.Ak.,CA

Disusun Oleh :
Acep Sutandi 41152020160
Neni Astini 41152020160134

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
FAKULTAS EKONOMI
Jl. Karapitan No.116 Bandung 40261
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini
yang berjudul “ Informasi Akuntansi Penuh “

Tugas ini dibuat dengan mengacu pada sumber tertulis dan juga berbagai sumber
sebagai landasan pemikiran. Kami menyadari bahwa pembuatan tugas ini tidak luput dari
segala kekurangan dan kesempurnaan. Namun kami telah mengusahakan yang terbaik bagi
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin

Bandung, 25 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ ii
BAB I............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
BAB II .......................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 3
2.1 Konsep Informasi Akuntansi Penuh ............................................................................. 3
2.1.1 Definisi Informasi Akuntansi Penuh ................................................................................. 3
2.1.2 Perbedaan Full Accounting Information, Full Cost, dan Full Costing ......................... 4
2.2 MANFAAT INFORMASI AKUNTANSI PENUH ..........................................................10
2.2.1 Pelaporan Keuangan ....................................................................................................... 10
2.2.2 Analisis Kemampuan Menghasilkan Laba (Profitability Analys) ............................... 13
2.2.3 Jawaban atas Pertanyaan "Berapa Biaya yang telah Dikeluarkan untuk
Sesuatu?" .......................................................................................................................................... 20
2.2.4 Penentuan Harga Jual dalam Cost-Type Contract ..................................................... 32
2.2.5 Penyusunan Program ...................................................................................................... 33
2.2.6 Penentuan Harga Jual Normal ....................................................................................... 33
2.2.7 Penentuan Harga Transfer ............................................................................................. 38
2.2.8 Penentuan Harga Jual yang Diatur dengan Peraturan Pemerintah ......................... 38
2.3 REKAYASA INFORMASI AKUNTANSI PENUH ........................................................40
2.3.1 Pembebanan Biaya tidak Langsung untuk Penyediaan ............................................. 42
2.3.4. Pembebanan Biaya tidak Langsung untuk ................................................................... 51
Pengukuran Kinerja Manajer .......................................................................................................... 51
2.3.5. Pembebanan Biaya tidak Langsung untuk ................................................................... 52
Pelaporan Keuangan kepada Pihak Luar..................................................................................... 52

ii
BAB III ....................................................................................................................................................... 54
PENUTUP ................................................................................................................................................. 54
3.1. Kesimpulan ...............................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 56

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kemajuan perekonomian seperti saat ini, perkembangan


perekonomian secara makro dan perekonomian secara mikro memiliki
keterkaitan satu sama lain, batas-batas antar negara semakin transparan begitu
pula dengan hubungan antar bidang ilmu pengetahuan yang semakin erat dan
saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, kebutuhan akan informasi
yang lebih sempurna sangat penting, terlebih lagi dalam bidang ekonomi
khususnya akuntansi manajemen. Dalam hal akuntansi manajemen sebagai tipe
informasi,manfaat yang dapat diambil dari akuntansi manajemen sebagai tipe
informasi adalah konsep dan kegunaan informasi tersebut, salah satunya adalah
informasi akuntansi penuh (full accounting information)

Konsep informasi akuntansi penuh perlu dipahami untuk memperoleh


pengertian yang benar mengenai informasi tersebut sehingga dapat dibedakan
dengan konsep informasi yang lain. Pemahaman konsep informasi akuntansi
penuh merupakan dasar untuk mempelajari pemanfaatan informasi akuntansi
tersebut dan perekayasaannya. Informasi akuntansi penuh mencakup seluruh
informasi aktiva, pendapatan atau biaya (Mulyadi, 2001 : 48). Informasi akuntansi
penuh yang berisi informasi masa lalu bermanfaat untuk pelaporan informasi
keuangan kepada manajemen puncak dan pihak luar perusahaan, analisis
kemampuan menghasilkan laba, pemberian jawaban atas pertanyaan berapa
biaya yang telah dikeluarkan untuk sesuatu, dan penentuan harga jual dalam
cost type contract.

Sedangkan informasi akuntansi penuh yang berisi informasi masa


mendatang bermanfaat untuk penyusunan program,penentuan harga jual normal,
penentuan harga transfer, dan penentuan harga jual berdasarkan peraturan
pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan manajemen,perekayasaan informasi
akuntansi penuh memerlukan identifikasi aktiva, pendapatan, dan biaya
langsung yang bersangkutan dengan obyek informasi tertentu dan pembebanan
secara adil aktiva, pendapatan, dan biaya tidak langsung kepada berbagai obyek
informasi yang bersangkutan. Metode pembebanan yang digunakan, yaitu (a)
pembebanan biaya tidak langsung untuk penyediaan informasi bagi pengambilan
keputusan manajemen, (b) pembebanan biaya tidak langsung untuk pelaporan
keuangan kepada pihak luar perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut dapat
diketahui bahwa informasi akuntansi penuh sebagai salah satu tipe informasi
akuntansi manajemen dengan sebagai permasalahannya seperti konsep manfaat

1
dan rekayasanya sangatlah penting untuk diketahui.setelah mengetahui
konsep,karakteristik dan pengembangan manajemen.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep informasi akuntansi penuh ?
2. Apa manfaat informasi akuntansi penuh ?
3. Bagaimana rekayasa informasi akuntansi penuh ?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui dan memahami konsep informasi akuntansi penuh
2. Untuk mengetahui dan memahami manfaat dari informasi akuntansi penuh
3. Untuk mengetahu dan memahami rekayasa terhadap informasi akuntansi
penuh

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Informasi Akuntansi Penuh


Untuk memahami konsep yang benar mengenai informasi akuntansi
penuh, pertama kali diuraikan definisi informasi akuntansi penuh. Karena
informasi akuntansi penuh (full accounting information) seringkali dianggap sama
dengan full cost dan full costing, maka untuk memperoleh konsep yang jelas
mengenai informasi akuntansi penuh, berikut ini diuraikan beda pengertian full
accounting information, full cost, dan full costing.
2.1.1 Definisi Informasi Akuntansi Penuh

Pembahasan informasi akuntansi penuh selalu bersangkutan dengan


objek informasi (information object atau information objective). Objek informasi
dapat berupa produk, keluarga produk, aktivitas, departemen, divisi, atau
perusahaan sebagai keseluruhan. Informasi akuntansi penuh adalah seluruh
aktiva, seluruh pendapatan yang diperoleh, dan/atau seluruh sumber yang
dikorbankan suatu objek informasi. Dari definisi informasi akuntansi penuh ini
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Unsur yang membentuk informasi akuntansi penuh adalah total aktiva, total
pendapatan, dan/atau total biaya. Jika informasi akuntansi penuh berupa
aktiva maka informasi ini disebut dengan aktiva penuh (full assets). Jika
informasi akuntansi penuh berupa seluruh sumber yang dikorbankan untuk
suatu objek informasi maka informasi ini disebut dengan biaya penuh (full
costs). Jika informasi akuntansi penuh berupa pendapatan maka informasi
ini disebut dengan pendapatannya penuh (full revenues).
2. Informasi akuntansi penuh selalu bersangkutan dengan objek informasi.
Dalam hubungannya dengan objek informasi, informasi akuntansi penuh
merupakan informasi akuntansi langsung yang terjadi dalam objek informasi
tertentu ditambah dengan bagian yang adil informasi akuntansi tidak
langsung yang dibebankan kepada objek informasi. Jika informasi akuntansi
penuh berupa aktiva, aktiva penuh adalah aktiva langsung yang
bersangkutan dengan objek informasi ditambah dengan bagian yang adil

3
aktiva tidak langsung yang menjadi tanggung jawab objek informasi tersebut.
Jika informasi akuntansi penuh berupa biaya, biaya penuh adalah biaya
langsung objek informasi ditambah bagian yang adil biaya tidak langsung
yang menjadi beban objek informasi tersebut. Jika informasi akuntansi penuh
berupa pendapatan, pendapatan penuh adalah pendapatan langsung suatu
objek informasi ditambah dengan bagian yang adil pendapatan tidak
langsung yang menjadi hak objek informasi tersebut.

2.1.2 Perbedaan Full Accounting Information, Full Cost, dan Full Costing

Untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai informasi akuntansi


penuh, berikut ini diuraikan perbedaan pengertian full accounting information, full
cost,dan full costing. Seringkali orang mengira pengertian full accounting
information sama dengan full cost dan pengertian full cost sama dengan full
costing. Ketiga istilah tersebut berbeda satu sama lain.

1. Full accounting information terdiri dari unsur full assets, full revenues,
dan/atau full costs. Full costs merupakan salah satu unsur full accounting
informa-tion.
2. Full cost merupakan total biaya yang bersangkutan dengan objek informasi.
Jika objek informasi berupa produk, full cost merupakan total biaya yang
bersangkutan dengan produk tersebut. Perhitungan full cost suatu produk
dipengaruhi oleh metode penentuan kos produk yang digunakan : full costing
atau variable costing, activity-based costing.
3. Full costing merupakan salah satu metode penentuan kos produk, yang
membebankan seluruh biaya produksi sebagai kos produk, baik biaya
produksi yang berperilaku variabel maupun tetap. Jika perusahaan
menggunakan pendekatan full costing dalam penentuan kos produksinya, full
cost merupakan total biaya produksi (biaya bahan baku + biaya tenaga kerja
langsung + biaya overhead pabrik variabel + biaya overhead pabrik tetap)
ditambah dengan total biaya nonproduksi (biaya administrasi & umum +
biaya pemasaran). Lihat Gambar 2.1 yang memperlihatkan unsur yang
membentuk full cost yang menggunakan pendekatan full costing dalam
penentuan kos produksinya.

4
Full cost dapat pula dihitung dengan menggunakan pendekatan variable
costing dalam perhitungan kos produksinya. Variable costing merupakan salah
satu metode penentuan kos produk, di samping full costing, yang membebankan
hanya biaya produksi yang berperilaku variabel saja kepada produk. Jika
perusahaan menggunakan pendekatan variable costing dalam penentuan kos
produksinya, full cost merupakan total biaya variabel (biaya bahan baku + biaya
tenaga kerja langsung + biaya overhead pabrik variabel + biaya administrasi &
umum variabel + biaya pemasaran variabel) ditambah dengan total biąya tetap
biaya overhead pabrik tetap + biaya administrasi & umum tetap + biaya
pemasaran tetap). Lihat Gambar 2.2 yang memperlihatkan unsur yang
membentuk full cost yang menggunakan pendekatan variable costing dalam
penentuan kos produksinya.

5
Full costing dan variable costing sesungguhnya merupakan metode
penentuan kos sediaan (inventory costing), karena kedua metode tersebut
ditujukan terutama untuk keperluan penilaian sediaan ( inventory valuation) yang
dalam neraca dan dalam perhitungan laba-rugi bagi pihak luar perusahaan.
Karena ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pihak luar, full costing dan variable
cosa ing hanya memfokuskan biaya penuh yang bersangkutan dengan produk,
terbatas pada biaya-biaya yang terjadi dalam fase produksi saja. Biaya-biaya
yang terjadi dalam fase desain dan pengembangan produk serta biaya distribusi
tidak dimasukkan sebagai biaya penuh produk (full cost of product), namun
diperlakukan sebagai biaya periode (period costs). Selain itu, full costing hanya
secara sederhana mengelompokkan biaya menurut fungsi pokok organisasi
perusahaan manufaktur, sehingga biaya dikelompokkan menjadi biaya produksi
(yang terjadi di fungsi produksi) dan biaya nonproduksi (biaya yang terjadi di
fungsi seperti fungsi pemasaran dan fungsi administrasi dan umum). Biaya
produksi merupakan komponen biaya penuh produk, sedangkan biaya
pemasaran dan biaya administrasi dan umum diperlakukan sebagai biaya
periode dalam full costing.

Variable costing memperbaiki informasi biaya penuh produk dengan


mengelompokkan biaya menurut perilaku biaya dalam hubungannya dengan
perubahan volume aktivitas. Namun, karena variable costing bertujuan yang
sama dengan full costing, yaitu ditujukan terutama untuk keperluan penilaian

6
sediaan (inventory valuation) yang dicantumkan dalam neraca dan dalam
perhitungan laba-rugi bagi pihak luar perusahaan, maka perbaikan yang
dilakukan oleh variable costing hanya terbatas pada biaya fase produksi saja.
Variable costing hanya memperhitungkan biaya penuh produk terbatas pada
biaya produksi variabel saja. Biaya produksi tetap diperlakukan sebagai biaya
periode. Selain itu, variabilitas biaya menurut variable costing hanya
dihubungkan dengan aktivitas yang bersangkutan dengan jumlah produk yang
diproduksi (unit-level actvities). Oleh karena itu, jika biaya penuh produk tidak
hanya bervariasi dalam hubungannya dengan jumlah produk yang dihasilkan
(unit-level activities), namun sebagian besar yang lain bervariasi dengan aktivitas
yang bersangkutan dengarn batch produksi (batch-related activities) dan aktivitas
yang bersangkutan dengan produk (product-related activities), maka biaya penuh
produk menurut variable costing tidak menggambarkan secara cermat sumber
daya yang dikorbankan untuk produk.

Activity-based costing pada dasarnya merupakan metode penentuan


kos produk (product costing) yang ditujukan untuk menyajikan informasi kos
produk secara cermat (accurate) bagi kepentingan manajemen, dengan
mengukur secara cermat konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas yang
digunakan untuk nghasilkan produk. Jika full costing dan variable costing
menitikberatkan penentuan kos produk hanya pada fase produksi saja, activity-
based costing menitikberatkan penentuan kos produk di semua fase pembuatan
produk, sejak fase desain dan pengembangan produk, fase produksi, sampai
dengan penyerahan roduk kepada customers. Dengan pendekatan activity-based
costing, aktivitas pembuatan produk dibagi menjadi tiga fase: fase desain dan
pengembangan, fase produksi, dan fase dukungan logistik (logistic supports).
Jika perusahaan menggunakan pendekatan activity-based costing dalam
penentuan kos produknya, full cost of product mencakup total biaya desain dan
pengembangan produk (seperti biaya desain, biaya pengujian produk), biaya
produksi (facility sustaining activity costs + product sustaining activity costs +
batch-related activity costs +unit-level activity costs) ditambah dengan biaya
dukungan logistik (biaya iklan, biaya distribusi + biaya garansi produk). Lihat
Gambar 2.3 yang memperlihatkan unsur yang membentuk full cost yang
menggunakan pendekatan activity-based costing dalam penentuan kos
produknya.

Dari uraian mengenai unsur yang membentuk biaya produk dengan


pendekatan full costing, variable costing, dan activity-based costing, dapat
disajikan ringkasan perkembangan metode penentuan kos produk
(costimmethod) seperti tampak pada Gambar 2.4.

7
Full costing dan variable costing merupakan metode penentuan kos
produk konvensional, yang dirancang berdasarkan kondisi teknologi manufaktur
ada masa lalu. Dengan digunakannya secara luas teknologi informasi dalam
proses pengolahan produk dan dalam pengolahan informasi keuangan, activity-
based costing menjadi alternatif metode penentuan kos produk konvensional.

Perbedaan antara penentuan kos produk konvensional (conventional


product costing) dengan activity-based costing disajikan pada Gambar 2.5,

8
Rincian biaya setiap jenis aktivitas desain, produksi, dan distribusi produk
dalam lingkungan manufaktur maju adalah sebagai berikut:

1. Unit-level activity costs. Biaya ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang
dihasilkan. Biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya energi,
dan biaya angkutan adalah contoh biaya yang termasuk dalam golongan ini.
Biaya ini dibebankan kepada produk berdasarkan jumlah unit produk yang
dihasilkan.
2. Batch-related activity costs. Biaya ini berhubungan dengan jumlah batch
produk yang diproduksi. Setup costs, yang merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk menyiapkan mesin dan ekuipmen sebelum suatu order
produksi diproses, biaya,angkutan bahan baku dalam pabrik, biaya inspeksi,
biaya order pembelian adalah contoh biaya yang termasuk dalam golongan
biaya ini. Besar atau kecilnya biaya ini tergantung dari frekuensi order
produksi yang diolah oleh fungsi produksi. Biaya ini tidak dipengaruhi oleh
jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap order produksi.

3. Product-sustaining activity cost. Biaya ini berhubungan dengan penelitian


dan pengembangan produk tertentu dan biaya-biaya untuk mempertahankan
produk agar tetap dapat dipasarkan. Biaya ini tidak terpengaruh oleh jumlah
unit produk yang diproduksi dan jumlah batch produksi yang dilaksanakan
oleh divisi penijual. Contoh biaya ini adalah biaya desain produk, desain
proses pengolahan produk pengujian produk. Biaya ini dibebankan kepada
produk berdasarkan taksiran jumlah unit produk tertentu yang akan
dihasilkan selama umur produk tersebut (product life cycle).

9
4. Facility-sustaining activity. Biaya ini berhubungan dengan. kegiatan untuk
mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan costs. Biaya depresiasi
dan amortisasi, biaya asuransi, biaya gaji karyawan kunci perusahaan
adalah contoh jenis biaya termasuk dalam golongan facility-sustaining
activity-based costs. Biaya ini dibebankan kepada produk atas dasar taksiran
unit produk yang dihasilkan pada kapasitas normal divisi penjual.

2.2 MANFAAT INFORMASI AKUNTANSI PENUH


Informasi akuntansi penuh bermanfaat bagi manajemen untuk:

1. Pelaporan keuangan.
2. Analisis kemampuan menghasilkan laba (profitability analysis).
3. Jawaban atas pertanyaan "berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk
sesuatu?"
4. Penentuan harga jual dalam cost-type contract.
5. Penentuan harga jual normal.
6. Penentuan harga jual yang diatur dengan peraturan Pemerintah.
7. Penyusunan program.

2.2.1 Pelaporan Keuangan


Pelaporan keuangan dibagi menjadi dua golongan: pelaporan keuangan
kepada pihak luar dan pelaporan keuangan kepada manajemen puncak.
Pelaporan keuangan yang ditujukan kepada pihak luar perusahaan terikat
kepada prinsip akuntansi yang lazim, sedangkan pelaporan keuangan yang
ditujukan kepada manajemen puncak perusahaan tidak selalu terikat pada
prinsip akuntansi yang lazim. Pelaporan keuangan memerlukan informasi
akuntansi penuh yang berupa informasi masa lalu.

Manajemen puncak perusahaan memiliki kewajiban untuk


mempertanggungjawabkan dana yaug diinvestasikan oleh para investor dan
kreditur ke dalam perusahaan yang dikelolanya. Di samping itu, manajemen
puncak berkewajiban pula untuk mempertanggungjawabkan hasil kegiatan
usahanya kepada pemerintah untuk memungkinkan pemerintah memungut pajak
penghasilan atas laba yang diperolch perusahaan. Untuk memenuhi kewajiban
ini manajemen puncak paling tidak setiap tahun harus membuat laporan
keuangan pokok yang neraca dan laporan laba-rugi. Dalam neraca, manajemen
puncak menyajikan aktiva penuh dan berbagai sumber asal aktiva tersebut.
Dalam laporan laba-rugi, manajemen menyajıkan pendapatan penuh dan biaya
penuh ke pemakai luar. Karena informasi akuntansi penuh ditujukan untuk
pelapor keuangan kepada pemakai luar, maka agar dapat diperbandingkan,
informasi akuntansi penuh harus disusun dan disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang lazim. Contoh laporan laba-rugi perusahaan yang disajikan
kepada pihak luar perusahaan, yang berisi informasi akuntansi penuh yang
didasarkan pada prinsip akuntansi yang lazim, disajikan pada Gambar 2.6

10
Dalam laporan laba-rugi pada Gambar 2.6 tersebut, manajemen
menyajikan informasi akuntansi penuh, yang berupa informasi masa lalu, yang
terdiri dari pendapatan penuh dan biaya penuh. Pendapatan penuh yang
disajikan untuk pemakai luar harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim,
yang hanya berisi pendapatan yang diperoleh perusahaan dari penjualan produk
atau jasa kepada pihak luar. Jika antarunit organisasi perusahaan terjadi
penjualan produk atau jasa, pendapatan penuh tidak boleh berisi pendapatan
dari penjualan intern perusahaan tersebut. Biaya penuh yang disajikan untuk
pemakai luar juga harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim. Biaya
produksi yang merupakan pemakai luar unsur biaya penuh harus ditentukan
menurut metode full costing.

Jika pelaporan keuangan ditujukan untuk pemakai intern, prinsip akuntansi


yang lazim tidak selalu digunakan untuk penyusunan laporan keuangan. Dalam
memiliki beberapa divisi yang merupakan pusat investasi rusahaan yang laporan
laba-rugi divisi yang disajikan kepada manajemen pur pendapatan penuh dan
biaya penuh. Pendapatan penuh tersebut terdiri dari pendapatan yang diperoleh
dari transaksi penjualan produk dan jasa kepada pihak luar dan pendapatan yang
diperoleh dari transaksi penjualan produk dan jasa antardivisi. Biaya penuh terdiri
dari biaya langsung divisi ditambah dengan biaya kantor pusat yang dialokasikan
kepada divisi. Biaya produksi yang merupakan unsur biaya penuh tidak harus
dihitung berdasarkan metode full costing, namun dapat didasarkan pada metode
variable costing. Contoh laporan laba-rugi divisi bagi manajemen puncak yang
penentuan kos produksinya menggunakan metode full costing disajikan pada
Gambar 2.7

11
Jika perusahaan menggunakan pendekatan variable costing dalam
penentuan kos produk, laporan laba-rugi yang berisi informasi akuntansi penuh
disajipada Gambar 2.8.

12
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa unsur informasi
akuntansi penuh untuk kepentingan pelaporan kepada pihak luar perusahaan
adalah berbeda dengan unsur informasi akuntansi penuh untuk kepentingan
pelaporan keuangan kepada pihak intern perusahaan. Pelaporan keuangan
untuk pihak luar perusahaan memerlukan informasi akuntansi penuh yang
disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang lazim, sedangkan pelaporan
keuangan untuk pihak intern perusahaan memerlukan informasi akuntansi penuh
yang penyusunannya tidak terikat pada prinsip akuntansi yang lazim.

2.2.2 Analisis Kemampuan Menghasilkan Laba (Profitability Analys)

Analisis kemampuan menghasilkan laba dapat diterapkan dalam berbagai


objek informasi: produk, keluarga produk (product line), aktivitas (activities), atau
unit organisasi. Analisis kemampuan menghasilkan laba ditujukan untuk
mendeteksi penyebab timbulnya laba atau rugi yang dihasilkan oleh suatu objek
informasi dalam periode akuntansi tertentu.
Dalam perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk (product
diversification), manajemen memerlukan informasi akuntansi penuh untuk
memungkinkan manajemen melakukan analisis kemampuan setiap produk dalam
menghasilkan laba (product profitability analysis). Jika analisis kemampuan
menghasilkan laba diterapkan pada produk atau keluarga produk, diperlukan
informasi akuntansi penuh yang berupa pendapatan penuh yang dihasilkan
produk dalam periode tertentu, biaya penuh yang dikorbankan untuk
memproduksi dan memasarkan produk tersebut selama periode yang sama, dan
aktiva penuh yang digunakan untuk memproduksi produk tersebut. Dengan
analisis kemampuan menghasilkan laba menurut produk yang menggunakan
informasi akuntansi penuh tersebut, manajemen dapat memperoleh gambaran
sumber penyebab timbulnya laba atau rugi masing-masing produk atau keluarga
produk dalam periode tertentu.
Contoh 1

Manajer pemasaran PT X memerlukan informasi untuk memahami


kemampuan 3 macam produknya dalam menghasilkan laba. Dari hasil analisis ini
diharapkan manajer tersebut mampu memahami sumber yang menyebabkan
timbulnya laba atau rugi yang dihasilkan oleh setiap produk yang diproduksi dan
dipasarkan oleh perusahaan. Laporan laba-rugi menurut produk T X untuk
tengah tahun pertama tahun 20X2 disajikan pada Gambar 2.9.

13
Dari analisis kemampuan menghasilkan laba menurut produk seperti
terlihat pada Gambar 2.9 tersebut, manajemen akan dapat memperoleh
informasi sumber-sumber penyebab timbulnya laba atau rugi dari tiap-tiap produk
yang diproduksi perusahaan. Pada Gambar 2.8 tersebut, biaya penuh masing-
masing produk digolongkán menurut 4 kelompok aktivitas (activities): aktivitas
mempertahankan fasilitas (facility sustaining activities), aktivitas empertahankan
produk (product sustaining activities), aktivitas yang bersangkutan dengan batch
produk (batch-related activities), dan aktivitas yang bersangkutan dengan unit
yang dihasilkan (unit-level activities), sehingga dengan penyajian biaya seperti
ini, manajemen akan dengan mudah memperoleh informasi konsumsi sumber
daya (resources) oleh setiap aktivitas untuk memproduksi dan memasarkan
produk. Berdasarkan informasi biaya menurut aktivitas ini manajemen berada
dalam posisi dapat mengendalikan berbagai aktivitas pokok perusahaan.

Jika analisis kemampuan menghasilkan laba diterapkan terhadap unit


organisasi tertentu (misalnya pusat laba) dalam suatu perusahaan dan dilakukan
oleh pemakai luar, informasi akuntansi penuli yang disajikan untuk memung
kinkan mereka melakukan analisis tersebut harus disusun menurut prinsip
akuntansi yang lazim. Namun, jika analisis kemampuan menghasilkan laba
dilakukan oleh manajemen puncak perusahaan, informasi akuntansi penuh yang
disajikan tidak terikat kepada prinsip akuntansi yang lazim.

Untuk mengukur kemampuan menghasilkan laba suatu perusahaan atau


suatu pusat laba dalam perusahaan biasanya digunakan alat pengukur:
kembalian investasi (return on investment atau disingkat ROI) atau residual
income (disingkat RI). Kembalian investasi dihitung dengan cara

14
membandingkan laba bersilh dengan aktiva yang digunakan olch pusat laba
tersebut untuk mendapatkan laba tersebut. Dalam hal ini diperlukan informasi
pendapatan penuh dan informasi biaya penuh untuk menghitung laba bersih dan
informasi aktiva penuh pusat laba tersebut, sehingga dapat dihitung besarnya
tarif kembalian investasi dengan rumus berikut ini:

Residual income dihitung dengan mengurangi laba bersih dengan beban


modal (capital charge) seperti terlihat dalam perhitungan berikut ini:

Pendapatan penuh Rpxxx

Biaya penuh xxx -

Laba Bersih Rpxxx

Bahan modal = y% x aktiva penuh xxx -

Residual Income Rpxxx

Contoh 2

Divisi Produk Konsumen merupakan salah satu divisi dari 3 divisi yang
dimiliki oleh PT A. Aktiva penuh divisi tersebut pada tanggal 31 Desember 20X2
adalah Rp4.000.000.000. Beban modal atas investasi dalam aktiva tersebut
sebesar 20%. Pendapatan penuh yang diperoleh divisi tersebut dalam tahun
20X2 adalah Rp3.600.000.000, sedangkan biaya penuh yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut adalah Rp2.400.000.000. Kemampuan Divisi
Produk Konsumen diukur dengan cara menghitung tarif kembalian investasi atau
re-sidual income sebagai berikut:

15
Rp3.600.000.000- Rp2.400.000.000
Tarif kembalian investasi = = 30%
Rp4.000.000

Residual income:

Pendapatan penuh Rp3.600.000.000

Biaya penuh 2.400.000.000 -

Laba Bersih Rp.1.200.000.000

Bahan modal = y% x aktiva penuh 800.000.000 -

Residual Income Rp400.000.000

Penggunaan kembali investasi residual income sebagai alat analisis


kemampuan menghasilkan laba divisi mempengaruhi oleh 4 faktor berikut ini:

1. Konsep laba yang digunakan.


2. Konsep untuk menghitung laba.
3. Komposisi aktiva yang diperhitungkan dalam investment base.
4. Penilaian aktiva.
Jika manajemen puncak akan mengadakan analisis kemampuan
menghasilkan laba divisi yang dihasilkan oleh perusahaan, maka ia memerlukan
alat pengukur kembalian investasi (return on investment) arau residual income.
Dalam perhitungan ukuran kemampuan menghasilkan laba tersebuttimbul
masalah unsur-unsur apa yang diperhitungkan untuk menentukan laba dan
aktiva yang diguna kan untuk menghasilkan laba divisi. Terdapat 4 pengertian
laba yang tersedia untuk mengukur laba divisi berikut ini:

1. Laba kontribusi divisi (division contribution margin).


2. Laba terkendali divisi (division controllable profit).
3. Laba langsung divisi (division direct profit).
4. Laba bersih divisi (division net profit).

Unsur yang digunakan untuk penghitungan tiap-tiap jenis laba tersebut


dapat dilihat pada Gambar 2.10

16
Di antara berbagai konsep laba tersebut, konsep laba bersih divisi adalah
yang cocok digunakan untuk kepentingan pengukuran kemampuan
menghasilkan laba divisi, karena di dalamnya telah diperhitungkan informasi
pendapatan penuh dan informasi biaya penuh, sehingga mencerminkan semua
faktor penentu kemampuan menghasilkan laba divisi.

Dalam perhitungan kembalian investasi sebagai pengukur kemampuan


menghasilkan laba divisi perlu dipilih komponen aktiva yang dimasukkan dalam
investasi. Ada dua kriteria yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pemilihan tersebut: (1) aktiva tersebut digunakan secara langsung untuk mempe
oleh pendapatan divisi, (2) aktiva tersebut di bawah pengendalian manajer divisi.

Atas dasar kriteria tersebut manajemen puncak dapat mengambil


keputusan mengenai komponen aktiva yang dimasukkan sebagai investasi suatu
divisi berikut ini :

1. Kas, piutang dagang, sediaan, dan aktiva tetap yang digunakan langsung
oleh divisi adalah contoh aktiva yang dengan mudah dapat diperhitungkan
sebagai investasi dalam suatu divisi
2. Aktiva divisi yang berasal dari sumber yang tidak memerlukan biaya (inter-est
free) tidak diperhitungkan dalam investment base. Manajer divisi tidak dapat
diukur kinerjanya dari penggunaan aktiva yang tidak memerlukan biaya untuk

17
mendapatkannya. Jika sediaan diperoleh dari pembelian kredit saldo utang
dagang yang tercantum di neraca dikurangkan dari saldo diaan dalam
perhitungan investment base, karena utang dagang merupakan kewajiban
yang tidak berbunga.
3. Divisi tidak dapat dibebani dengan sebagian aktiva kantor pusat, kecuali jika
aktiva kantor pusat tersebut dapat diidentifikasikan secara langsung dengan
kegiatan divisi tersebut.
4. Aktiva divisi yang tidak digunakan secara langsung untuk memperoleh
pendapatan divisi harus dikeluarkan dari perhitungan investasi divisi. Sebagai
contoh adalah investasi dalam bentuk surat berharga, baik untuk jangka
pendek maupun untuk jangka panjang. Aktiva ini merupakan kekayaan divisi
yang ditanamkan dalam perusahaan lain. Oleh karena itu, baik penghasilan
(bunga, dividen) maupun aktivanya sendiri tidak dapat diperhitungkan dalam
penentuan kembali investasi. Konstruksi dalam pelaksanaan juga tidak dapat
diperhitungkan sebagai investasi karena aktiva tersebut belum dapat
mendatangkan pendapatan divisi, begitu juga aktiva tetap yang belum
digunakan dalam kegiatan produktif divisi ( misalnya tanah yang belum
digunakan untuk usaha).
5. Aktiva yang menganggur dalam suatu divisi, namun masih dapat
dimanfaatkan usaha divisi lain, dapat dikeluarkan dari perhitungan investment
base bijakan ini dapat mendorong manajer divisi untuk melepaskan aktiva
yang rendah pemanfaatannya ke divisi lain yang mampu memanfaatkan
aktiva tersebut lebih baik.
Dengan demikian, untuk mengukur kemampuan menghasilkan laba divisi
bagi kepentingan intern perusahaan, unsur dan nilai aktiva yang diperhitungkan
dalam kembalian investasi tidak sama dengan unsur dan nilai aktiva yang
tercantum dalam neraca divisi. Unsur-unsur aktiva yang tidak secara langsung
menghasilkan laba divisi tidak diperhitungkan dalam kembalian investasi.
Sebaliknya untuk aktiva-aktiva yang tidak tercantum dalam neraca divisi, namun
memberikan kontribusi dalam menghasilkan laba divisi (aktiva kantor pusat)
diperhitungkan dalam penghitungan kembalian investasi divisi. Dengan demikian
dalam penghitungan kemampuan menghasilkan laba divisi, informasi aktiva
penuh yang terdiri dari aktiva langsung divisi (yang secara langsung
menghasilkan laba divisi) ditambah bagian yang adil aktiva tidak langsung
(sebagian aktiva kantor pusat yang ikut serta menghasilkan laba divisi)
diperhitungkan sebagai penyebut rumus kembalian investasi divisi.

Contoh 3

Dalam Contoh 3 ini diuraikan pengukuran kemampuan menghasılkan laba


untuk memenuhi kepentingan pemakai luar yang memerlukan informasi
akuntansi penuh yang berbeda komponen dan cara pengukurannya. Misalnya
neraca PT Rimendi 31 Desember 20X1 dan data laba tahun 20X1 disajikan pada
Gambar 2.11.

18
Misalnya manajemen puncak diminta oleh kreditur jangka panjang dan
pemegang saham untuk melaporkan kemampuan menghasilkan laba
perusahaan. Kembalian investasi yang dihasilkan akan memperlihatkan
kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban
pembayaran dividen dan bunga utang jangka panjang. Dari data pada Gambar
2.11, perhitungan kembalian investasi dilakukan dengan lebih dulu
menambahkan biaya bunga utang jangka panjang (sebesar 4% x Rp50.000.000
= Rp2.000.000) kepada laba bersih sebelum pajak. Sebagai hasilnya laba bersih
naik dari Rp10.500.000 menjadi Rp 12.500.000, dan kembalian investasi PT
Rimendi dalam tahun 20X1 adalah sebesar 10,4% [
Rp12.500.000/(Rp150.000.000 - Rp30.000.000)].

Jika misalnya dari hasil usahanva dalam tahun 20X1 PT Rimendi


merencanakan akan membagi dividen sebesar 5% dari modal saham, dari
perhitungan pada Gambar 2.12 dapat diketahui bahwa dari 10,4% kembalian
investasi 5,9% tersedia untuk pengembangan perusahaan.

Para analis keuangan dan para investor umumnya memerlukan informasi


kemampuan menghasilkan laba yang berbeda dengan yang diperlukan oleh
manajemen puncak dan kreditur. Mereka hanya berkepentingan terhadap
kembalian investasi atas modal bersih (return on net capital investment), yaitu
kembalian dari nilai buku aktiva dikurangi dengan total utang.

19
Metode penilaian kemampuan menghasilkan laba ini menitikberatkan
pada perhitungan kembalian investasi yang dihasilkan dari investasi yang
dilakukan oleh pemegang sahamı dalam perusahaan. Dari data pada Gambar
2.9, kembalian investasi PT Rimendi dalam tahun 20X1 adalah sebesar 15%
(Rp10.500.000 : Rp70.000.000).

2.2.3 Jawaban atas Pertanyaan "Berapa Biaya yang telah Dikeluarkan untuk
Sesuatu?"
Manajemen secara rutin memerlukan informası biaya yang telah
dikeluarkan oleh perusahaan untuk suatu objek biaya seperti produk, keluarga
produk, jasa aktivitas, pusat biaya, atau perusahaan secara keseluruhan.
Pertanyaan "Berapabiaya yang telah dikeluarkan untuk sesuatu" dapat dijawab
dengan menyajikan informasi biaya penuh yang bersangkutan dengan objek
biaya.

Biaya penuh yang telah dikeluarkan untuk sesuatu berperan bagi manajemen
dalam:

a. Evaluasi konsumsi sumber daya yang dikorbankan untuk sesuatu.


b. Penyediaan informasi untuk memungkinkan manajemen melihat struktur
biaya perusahaan pesaing yang digunakan untuk menghasilkan produk atau
jasa.
c. Pengambilan keputusan membeli atau membuat sendini.
d. Penentuan harga jual produk atau jasa.
e. Penyediaan kemudahan dalam penghilangan pemborosan dengan
menyediakan informasi biaya untuk aktivitas-bukan-penambah nilai
f. Penyediaan informasi untuk perbaikan tingkat kemampuan produk atau jasa
dalam menghasilkan laba dengan memantau total biaya daur hidup produk
atau jasa.
g. Penyediaan informasi untuk memungkinkan manajemen melakukan
perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan tentang biaya
mutu (quality costs).
h. Cost reimbursement.
i. Inventory costing.

Evaluasi konsumsi sumber daya. Sesuatu dapat berupa produk, jasa,


atau aktivitas. Jika manajemen telah merencanakan sesuatu, misalnya
pembuatan produk, penyerahan jasa, atau pelaksanaan suatu aktivitas, maka
setelah pekerjaan pembuatan produk, penyerahan jasa, dan pelaksanaan
aktivitas tersebut terlaksana, ia memerlukan informasi berapa sumber daya
yang telah dikorbankan untuk pelaksanaan produksi produk, jasa, atau aktivitas
tersebut. Informasi ini diperlukan untuk memungkinkan manajemen melakukan
evaluasi terhadap pelaksanaan rencana yang telah dibuat sebelumnya.

20
Contoh 4

Misalkan Produk X merupakan objek informasi. Untuk menjawab


pertanyaan: "berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk Produk X" informasi
biaya penuh (full cost) yang bersangkutan dengan Produk X, yang dihitung
dengan pendekatan full costing disajikan pada Gambar 2.13

Jika pendekatan variable costing digunakan sebagai dasar untuk


menghitung biaya produk rertentu, biaya penuh (full cost) dihitung seperti
disajikan dalam contoh 5.

Contoh 5

Misalkan Produk Y merupakan objek informasi. Full cost yang


bersangkutan dengan Produk Y, yang dihitung dengan pendekatan variable
costing disajikan pada Gambar 2.14.

Jika pendekatan activity-based costing digunakan sebagai dasar untuk


menghitung biaya produk tertentu, biaya penuh (full cost) dihitung seperti
disajikan dalam Contoh 6.

21
Contoh 6

Misalkan Produk Y merupakan objek informasi. Full cost yang


bersangkutan dengan Produk Y, yang dihitung dengan pendekatan activity-based
costing disajikan pada Gambar 2.15.

Jika objek informasi berupa divisi suatu perusahaan, untuk menjawab


pertanyaan berapa biaya suatu divisi yang dikeluarkan pada masa yang lalu,
informasi biaya penuh yang perlu disajikan meliputi unsur biaya seperti tampak
pada Gambar 2.16.

Struktur biaya perusahaan pesaing. Informasi biaya penuh yang telah


dikeluarkan untuk sesuatu diperlukan oleh manajemen untuk membandingkan
efisiensi produksi sesuatu tersebut dengan efisiensi produksi yang dilaksanakan
oleh produsen lain. Seringkali informasi biaya penuh yang telah dikeluarkan
untuk sesuatu dibutulikan oleh manajemen dalam usaha untuk melihat struktur
biaya perusahaan lain yang melakukan kegiatan yang sama. Tanpa memilıki
informasi biaya penuh yang secara cermat mencerminkan segala aktivitas akan
memproduksi dan memasarkan produknya, manajemen perusahaan menemui
kesulitan di dalam memahami tindakan para pesaingnya. Dengan informasi biaya
penuh yang secara cermat menggambarkan segala aktivitas yang dilakukan
untuk melayani customers, manajemen akan dalam posisi mengendalikan
seluruh aktivitas tersebut berdasarkan informasi biaya biaya yang dimilikinya. Di
lain pihak, berdasarkan informasi biaya penuh yang secara cermat

22
menggambarkan seluruh aktivitas perusahaannya, manajemen dasar untuk
memproyeksikan tindakan-tindakan yang diambil oleh pesaing dipasar.

Pengambilan keputusan membeli atau membuat sendiri. Keputusan


membeli diri yang dilakukan oleh manajemen dipicu oleh penghematan biaya
dengan membuat sendiri (jika sebelumnya perusahaan membeli dari pemasok
luar) atau penghematan biaya dengan membeli dari pemasok luar (jika semula
perusahaan membutuhkan sendiri).

Jika semula perusahaan memproduksi sendiri salah satu komponen


produknya, pertimbangan dalam membeli atau membuat sendiri timbul akibat
adanya informasi penghematan biaya jika komponen produk tersebut dibeli dari
pemasok luar. Untuk dapat mengetahui apakah pembelian komponen produk
dari pemasok luar tersebut akan menimbulkan efisiensi dalam proses produksi,
manajemen memerlukan informasi biaya penuh yang telah dikeluarkan dalam

23
memproduksi sendiri komponen produk tersebut. Jika harga beli komponen
tersebut dari pemasok luar lebih rendah daripada biaya penuh yang telah
dikeluarkan untuk memproduksi komponen produk tersebut, maka penghematan
ini yang memicu pertimbangan membeli atau membuat sendiri.

Jika semula perusahaan membeli salah satu komponen produknya dari


pemasok luar, pertimbangan dalam membeli atau membuat sendiri timbul
akibatadanya informasi penghematan biaya jika komponen produk tersebut
dibuat sendiri oleh perusahaan. Untuk dapat mengetahui apakah rencana
pembelian komponen produk dari pemasok luar tersebut dapat menimbulkan
efisiensi dalam proses produksi, manajemen memerlukan informasi biaya penuh
yang akan dike luarkan jika komponen produk tersebut diproduksi sendiri. Jika
biaya penuh untuk memproduksi komponen produk tersebut lebih rendah dari
harga beli komponen tersebut dari pemasok luar, maka penghematan ini harus
diukur apakah sebanding dengan investasi yang dilakukan untuk fasilitas
produksi tambahan untuk memproduksi komponen produk tersebut.
Pembahasan penggunaan informasi biaya dalam pengambilan keputusan
membeli atau membuat sendiri dibahas lebih mendalam di Bab 3 "Informasi
Akuntansi Diferensial”.

1. Penentuan harga jual produk atau jasa.


Dalam era kompetisi yang semakin tajam, perusahaan-perusahaan
mengubah strategi pemasarannya dengan meletakkan kepuasan customer
sebagai prioritas pertama dalam mengarahkan kegiatan bisnis kepuasan
customers mereka. Perusahaan-perusahan harus mampu menghasilkan produk
atau jasa yang bermutu dengan harga yang rendah untuk dapat tetap bertahan
di pasar. Perusahaan-perusahaan berlomba untuk menghasilkan produk atau
jasa yang bermutu dengan harga yang rendah dengan berpedoman bahwa
customers hanya dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitas-penambah nilai
(value-added activies).Dengan demikian dalam persaingan yang semakin
tajam, manajemen memerlukan informasi biaya yang teliti, yang
memperhitungkan secara cermat sumber daya (resources) yang dikorbankan
untuk aktivitas penambah nilai bagicustomers. Dalam situasi seperti ini, harga
jual harus ditentukan berdasarkan informasi biaya penuh produk atau jasa yang
dihitung secara cermat.

2. Biaya aktivitas-bukan-penambah nilai (non-value-added costs). Dengan


semakin mudahnya customers memperoleh informasi mengenai mutu, harga,
kinerja produk dan jasa yang mereka perlukan, maka customers hanya
rendah produk- produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka, dengan
harga yang terendah diantara harga berbagai produk atau jasa yang
ditawarkan oleh para produsen di pasar. Keadaan ini memaksa para
produsen hanya membebani customer mereka dengan harga produk atau
jasa yang benar-benar wajar. Agar customers terjamin hanya akan dibebani
dengan biaya yang wajar, maka produsen harus melakukan penyempurnaan

24
aktivitas secara berkelanjutan (continual improvement) yang digunakan untuk
menghasilkan produk atau jasa pengumpulan informasi biaya penuh masa
lalu ditunjukkan untuk memberikan kemudahan dalam menghilangkan
berbagai pemborosan terjadi dalam aktivitas untuk menghasilkan produk atau
jasa.
Untuk memungkinkan manajemen melakukan penyempurnaan secara
berkelanjutan terhadap aktivitas pembuatan produk atau penyerahan jasa,
mereka perlu mengidentifikasi aktivitas-penambah dan bukan-penambah nilai
sebagaidasar mereka untuk melakukan pengelolaan aktivitas (activity
management)Pengelolaan aktivitas memerlukan perencanaan penghilangan
dan penguranganaktivitas-bukan penambah nilai dan pemilihan serta
pembagian aktivitaspenambah nilai. Manajemen memerlukan hasil
pelaksanaan rencana pengelola aktivitas berupa biaya aktivitas-penambah
dan bukan-penambah nilai, sehingga mereka memperoleh umpan balik
pengurangan biaya yang diperoleh dari pelaksanaan program pengelolaan
aktivitas. Umpan balik ini bermanfaat untuk ngambilan keputusan stratejik,
seperti penentuan harga jual produk dan keputusan membeli atau membuat
sendiri. Informasi biaya-penambah dan bukan penambah nilai dihasilkan oleh
activity-based responsibility accounting system.Uraian lebih lanjut mengenai
activity-based responsibility accounting system dapatdiikuti lebih lanjut dalam
Bab 4 "Informasi Akuntansi Pertanggungjawaban".
3. Biaya daur hidup produk atau jasa (product life cycle). Umumnya,
akuntansi biaya tradisional hanya menyediakan informasi biaya yang
bersangkutan dengan produk yang diproduksi dalam periode akuntansi
tertentu. Untuk memproduksi produk diperlukan biaya riset dan
pengembangan, biaya tes produksi dan pemasaran, biaya perancangan
kembali bilamana pasar menghendaki perubahan desain, dan biaya-biaya lain
untuk mempertahankan suatu produk agar tetap diperlukan oleh customers.
Biaya-biaya tersebut digolongkan ke dalam kelompok product-sustaining
costs, yang tidak bersangkutan dengan aktivitas produksi dalam periode
akuntansi tertentu. Biaya-biaya tersebut dipengaruhi oleh taksiran jumlah
produk yang akan dihasilkan selama daur hidup produk (product life cycle).
Pengumpulan informasi biaya penuh masa lalu yang berhubungan dengan
produk tertentu selama jangka waktu daur hidup produk akan dapat
memberikan kesempatan kepada manajemen untuk memperbaiki
kemampuan produk dalam menghasilkan laba selama periode tersebut.
Contoh 8

PT X merencanakan akan memasarkan produk baru A dałam tahun anggaran


20X2. Produk tersebut telah didesain dan dikembangkan pada kuartal terakhir
tahun 20X1. Diperkirakan Produk A tersebut akan memiliki daur hidup 2 tahun.
Perhitungan biaya per unit produk dan harga jual per unit produk yang
dianggarkan selama daur hidup produk tersebut disajikan pada Gambar 2.17.

25
Atas dasar data yang disajikan pada Gambar 2.15 tersebut, kemudian dibuat
anggaran pendapatan dan biaya Produk A selama daur hidupnya seperti yang
disajikan pada Gambar 2.18.

Untuk memantau pelaksanaan anggaran biaya produk selama daur hidupnya,


manajemen memerlukan umpan balik berupa laporan kinerja produk selama daur
hidupnya, seperti disajikan pada Gambar 2.19.

26
Biaya mutu (quality costs). Objek informasi dapar berupa mutu produk
ataujasa. Dalam lingkungan persaingan tingkat dunia, produk bermutu (quality
product) merupakan salah satu keunggulan yang diusahakan agar perusahaan
menempati posisi tertentu dalam persaingan tersebut. Dengan demikian,
manajemen memerlukan informasi biaya penuh yang dikaitkan dengan berbagai
aktivitas untuk mempertahankan dan memperbaiki mutu produk atau jasa agar
sesuai dengan mutu yang diharapkan oleh customers. Dalam Bab 1 telah
dijelaskan bahwa JIT manufacturing menuntut dihasilkannya produk yang
memenuhi spesifikasi mutu untuk menjamin kerepatan waktu dan ketepatan
jumlah produk yang diproduksi oleh tahap tertentu proses produksi maupun yang
dihasilkan oleh perusahaan secara keseluruhan.

Mutu adalah ukuran relatif kebaikan suatu produk. Produk bermutu


(quality product) adalah suatu produk yang memenuhi harapan customers.
Umumnya konsep mutu dapat dibagi menjadi dua golongan: mutu desain dan
mutu suaian. Mutu desain (quality of design) merupakan fungsi spesifikasi
produk. Sebagai contoh, mutu kertas HVS 70 gram ditetapkan sebagai berikut:
warna putih, berat per sentimeter persegi, ukuran, ketahanan penyerapan tinta.
Biasanya semakin banyak spesifikasi produk yang dimasukkan ke dalam mutu,
semakin memerlukan biaya produksi yang tinggi, sehingga menyebabkan harga
jual produk yang tinggi.

Mutu kesesuaian (quality of conformance) adalah suatu ukuran seberapa


jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang telah
ditetapkan. Sebagai contoh, produksi bulan April 20X3 menghasilkan kertas HVS
70 gram yang warna putihnya tidak memenuhi derajat keputihan yang telah
ditetapkan dan beratnya per centimeter hanya mencapai 68 gram.

Untuk memungkinkan manajemen melakukan perencanaan, pengendalian


dan pengambilan keputusan tentang mutu produk, manajemen perlu memahami
biaya mutu (quality costs) yang merupakan biaya yang terjadi karena adanya

27
atau kemungkinan adanya mutu produk yang rendah. Jadi, biaya mutu adalah
biaya yang bersangkutan dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan, dan
pencegahan produk cacat.

Biaya mutu dapat dibagi menjadi empat kelompok: biaya pencegahan,


biaya penilaian, biaya kegagalan intern, dan biaya kegagalan ekstern. Karena
ada kemungkinan terjadinya ketidakberesan sesuatu (misalnya mesin rusak,
bahan baku cacat, karyawan kurang terampil) maka perusahaan perlu
mengeluarkan biaya pencegahan dan biaya penilaian. Jika kerusakan telah
benar-benar terjadi sehingga menghasilkan produk cacat, maka perusahaan
akan mengeluarkan biaya kegagalan (misalnya biaya pengerjaan kembali, biaya
garansi, kerugian akibat mesin berhenti).

Biaya pencegahan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mencegah


terjadinya cacat dalam produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
Tujuan dikeluarkannya biaya pencegahan ini adalah untuk menurunkan kuantitas
produk yang tidak memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, sehingga
menurunkan biaya kegagalan. Contoh biaya pencegahan adalah: biaya rekayasa
mutu, program pelatihan mutu, perencanaan mutu, pelaporan mutu, penilaian
pemasok, pemeriksaan mutu (quality audit), gugus kendali mutu (quality circle),
dan penelaahan terhadap desain produk.

Biaya penilaian adalah biaya yang dikeluarkan untuk menentukan apakah


produk dan jasa sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Contoh
biaya penilaian adalah: biaya pengujian bahan baku, biaya inspeksi
pembungkusan, biaya aktivitas pengawasan, product acceptance, dan process
acceptance, verifikasi pemasok, pengujian di lapangan. Product acceptance
adalah pengambilan sampel dari satu batch produk jadi untuk menentukan
apakah produk dalam batch tersebut memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditetapkan Process acceptance adalah pengambilan sampel dari proses produksi
yang sedang berjalan untuk melihat apakah proses produksi berjalan dalam
kendali dan menghasilkan produk yang cacat atau rusak.

Biaya kegagalan dibagi nenjadi dua: biaya kegagalan intern,dan biaya


kegagalan ekstern. Biaya kegagalan intern adalah biaya yang dikeluarkan karena
terjadinya ketidaksesuaian produk dengan spesifikasi mutu yang telah ditetapkan
namun sudah dapat dideteksi sebelum produk dikirim kepada customers. Contoh
biaya kegagalan intern adalah: biaya sisa bahan (scrap), biaya pengerjaan
kembali, biaya mesin berhenti (karena produk rusak), biaya inspeksi kembali,
biaya pengetesan kembali, dan biaya perubahan desain. Biaya kegagalan
ekstern adalah biaya yang dikeluarkan karena terjadinya ketidaksesuaian produk
dengan spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, namun baru dapat dideteksi
setelah produk sampai di tangan customers. Contoh biaya kegagalan ekstern
adalah kerugian penjualan, retur dan rabat penjualan, biaya jaminan, biaya
pengerjaan kembali (rework cost), biaya penanganan keluhan customers. Semua

28
jenis biaya kegagalan ini akan hilang jika tidak terjadi produk cacat atau rusak
dalam proses produksi.

Untuk memungkinkan manajemen melakukan perencanaan,


pengendalian, dan pengambilan keputusan tentang biaya mutu, manajemen
memerlukan laporan biaya mutu secara periodik dan dalam bentuk perbandingan
antar periode akuntansi. Laporan biaya mutu berisi biaya sesungguhnya setiap
kategori biaya mutu yang dihubungkan dalam bentuk persentase dari
pendapatan penjualan. Contoh laporan biaya mutu disajikan pada Gambar 2.24.
Dari laporan tersebut dapat diperoleh informasi mengenai signifikan atau
tidaknya setiap kategori biaya mutu dibandingkan dengan pendapatan penjualan.
Biaya mutu di PT X tersebut menyerap 8,38% dari pendapatan penjualan. Jika
rata-rata biaya mutu dalam industri yang bersangkutan dengan usaha PT X
hanya sebesar 2,5% dari pendapatan penjualan, manajemen memiliki
kesempatan untuk memperbaiki kemampuannya dalam menghasilkan laba
dengan cara menurunkan biaya mutu. perlu disadari oleh manajemen, bahwa
penurunan biaya mutu seharusnya dilakukan dengan perbaikan mutu produk
atau jasa yang dihasilkan. Dengan perbaikan mutu produk atau jasa, biaya
kegagalan intern dan ekstern akan menjadi berkurang, sehingga pengurangan
biaya kegagalan ini akan berakibat pada pengurangan biaya pencegahan dan
biaya penilaian.

Dengan menyajikan informasi mengenai biaya penuh yang berkaitan


denganmutu produk atau jasa, manajemen memiliki kesempatan untuk
menyusun program yang lebih baik dalam perbaikan mutu produk atau jasa yang
dijual kepada customers. Program perbaikan mutu memerlukan perencanaan
yang baik yang dituangkan dalam anggaran biaya mutu (quality cost budget).
Dalam pelaksanaan program perbaikan mutu, manajemen memerlukan umpan
balik berupa laporan biaya mutu yang berisi informasi biaya penuh
sesungguhnya yang berkaitan dengan mutu produk atau jasa dibandingkan
dengan biaya yang dianggarkan.

Laporan biaya mutu ini digunakan untuk memantau etektivitas


pelaksanaan program yang telah ditetapkan. Contoh laporan biaya mutu yang
berisiperbandingan biaya mutu sesungguhnya dengan anggarannya disajikan
pada gambar 2.25.

Cost reimbursement. Informasi jumlah biaya yang telah dikeluarkan


untuk membiayai kegiatan produksi produk tertentu, penyerahan jasa, atau
pelaksanan suatu aktivitas diperlukan oleh manajemen untuk dasar permintaan
penggantian (reimbursement) atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Dalam
cost-type contract misalnya, manajemen memerlukan informasi biaya pes
rertentu untuk dikeluarkan di masa yang lalu untuk produk, jasa, atau aktivitas
tertentu untuk meminta penggantian biaya (cost reimbursement) dari pemilik
proyek.

29
30
31
Inventory costing. Untuk pertanggungjawaban keuangan kepada
investor dan pihak luar perusahaan yang lain, manajemen secara periodik
memerlukan informasi biaya untuk menghitung kos sediaan produk yang masih
dalam proses dan sediaan produk jadi yang masih ada di gudang pada akhir
periode akuntansi. Untuk kepentingan tersebut, akuntansi biaya memecah biaya
ke dalam biaya produksi dan biaya nonproduksi. Biaya nonproduksi dibebankan
langsung sebagai dan dengan demikian dicantumkan sebagai biaya yang
mengurangipendapatan dalam periode terjadinya. Biaya produksi dipecah
menjadi dua : biaya produksi yang melekat dalam produk yang laku dijual dalam
periode akuntansi dan biaya produksi yang melekat dalam sediaan produk yang
belum laku dijual sampai dengan akhir periode akuntansi tersebut. Biaya
produksi yang melekat dalam produk yang telah laku dijual dalam periode
akuntansi dibebankan sebagai biaya (membentuk kos produk yang dijual) dan
dipertemukan dengan pendapatan yang diperoleh dari penjualan dalam periode
akuntansi yang bersangkutan. Biaya produksi yang melekat dalam produk yang
belum laku dijual sampai dengan akhir periode akuntansi tertentu dibebankan
sebagai kos sediaan produk (sediaan produk dalam proses dan sediaan produk
jadi) dan disajikan sebagai unsur aktiva lancar di dalam neraca akhir periode
akuntansi.

2.2.4 Penentuan Harga Jual dalam Cost-Type Contract


Cost-type contract adalah kontrak pembuatan produk atau jasa yang pihak
pembeli setuju untuk membeli produk atau jasa pada harga yang didasarkan
pada total biaya yang sesungguhnya dikeluarkan oleh produsen ditambah
denganlaba yang dihitung sebesar persentase tertentu dari total biaya
sesungguhnya tersebut. Dalam cost-type contract ini, biaya penuh masa lalu
dipakai sebagai dasar penentuan harga jual. Harga jual produk berdasarkan
cost-type contract ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :

Biaya Penuh sesungguhnya Rp.1.000.000

Laba 10% x Rp.1000.000 100.000

Harga yang harus dibayar oleh pembeli Rp.1.100.000

Dalam cost-type contract produsen dijamin akan memperoleh laba sebesar


persentase tertentu dari biaya sesungguhnya yang telah dikeluarkan untuk
penyelesaian proyek. Tentu saja dalam cost-type contract telah disetujui
bersama oleh produsen dan pemilik proyek mengenai unsur biaya yang dapat
diperhitungkan dalam proyek. Dalam kontrak tersebut pemilik proyek memiliki
hak untuk melakukan verifikasi bukti-bukti yang mendukung transaksi terjadinya
biaya.

32
2.2.5 Penyusunan Program
Penyusunan program adalah proses pengambilan keputusan mengenai
program program yang akan dilaksanakan oleh organisasi dan penaksiran jumlah
sumber daya yang akan dialokasikan kepada setiap program tersebut. Program
adalah kegiatan pokok yang telah diputuskan oleh organisasi untuk dilaksanakan
dalam jangka panjang sebagai pelaksanaan strateginya. Dalam perusahaan
yang tujuannya mencari laba, tiap-tiap produk utama merupakan suatu program.
Selain itu, dalam perusahaan tersebut juga dapat dijumpai berbagai program
seperti: program penelitian dan pengembangan produk baru, program pelatihan
karyawan, program hubungan masyarakat, dan lain-lain program. Keputusan
pemilihan berbagai program yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang
dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dan strategi yang telah ditetapkan
sebelumnya.

Pemilihan program yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang


sebagian didasarkan atas informasi akuntansi penuh masa yang akan datang,
yang terdiri dari aktiva penuh, pendapatan penuh, dan/atau biaya penuh.
Misalnya, manajemen puncak menghadapi masalah pemilihan program Produlk
X atau program Produk Y. Untuk memungkinkan pemilihan satu di antara kedua
program tersebut, manajemen puncak perlu membandingkan informasi akuntansi
penuh program Produk X dengan informasi akuntansi penuh program Produk Y.
Jika dari perbandingan tersebut manajemen puncak memilih program ProdukbX,
maka kemudian manajemen mengalokasikan aktiva penuh untuk melaksanakan
program tersebut, memperkirakan pendapatan penuh yang akan diperoleh dari
program Produk X, serta memperkirakan biaya penuh yang akan dikeluarkan
untuk melaksanakan program Produk X tersebut. Informasi akuntansi penuh
yang bermanfaat untuk penyusunan program terdiri dari informasi aktiva penuh,
pendapatan penuh dan / biaya penuh masa yang akan datang, yang
bersangkutan dengan program tertentu perusahaan.

2.2.6 Penentuan Harga Jual Normal


Pada umumnya, biaya tidak menentukan harga jual produk atau jasa.
Harga jual suatu produk terbentuk di pasar sebagai interaksi antara jumlah
permintaan dan penawaran di pasar. Namun manajemen puncak memerlukan
informasi biaya penuh untuk memperhitungkan konsekuensi laba dari setiap
alternatif harga jual yang terbentuk di pasar. Oleh karena itu, dalam keadaan
normal, manajemen puncak harus memperoleh jaminan bahwa harga jual produk
atau jasa yang dijual di pasar dapat menutup biaya penuh untuk menghasilkan
produk atau jasa tersebut dan dapat menghasilkan laba wajar.

Pada prinsipnya harga jual harus dapat menutup biaya penuh ditambah
dengan laba yang wajar. Jika pendekatan full costing digunakan dalam
penentuan kos produk, harga jual produk harus dapat menutup biaya penuh
merupakan jumlah biaya produksi dan biaya nonproduksi, ditambah dengan laba

33
wajar. Jika pendekatan variable costing digunakan dalam penentuan kosbproduk,
harga jual produk harus dapat menutup taksiran biaya penuh, yang merupakan
jumlah biaya variabel (biaya produksi variabel dan biaya nonproduksi variabel)
dan biaya tetap (biaya produksi tetap dan biaya nonproduksi tetap) yang akan
dikeluarkan, ditambah dengan laba wajar. Laba wajar ditentukan sebesar tarif
kembalian investasi yang diharapkan, yang dihitung sebesar persentase tertentu
dari aktiva penuh. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, harga jual suatu
produk atau jasa harus dapat menutup taksiran biaya penuh produk atau jasa
tersebut ditambah dengan laba yang wajar.

Untuk dapat menutup biaya penuh suatu produk atau jasa, penentuan
harga jual dalam keadaan normal memerlukan biaya penuh dan aktiva penuh
masa yang akan datang sebagai dasar. Jika pendekatan full costing digunakan
dalam penentuan kos produk, pada prinsipnya rumus penentuan harga jual
adalah sebagai berikut :

Harga Jual = Biaya produksi + Biaya non produksi = Laba yang diharapkan

Jika rumus tersebut dinyatakan dengan cara lain, harga jual sama dengan
biaya produksi ditambah markup (yang besarnya sama dengan biaya
nonproduksi ditambah dengan laba yang diharapkan). Laba yang diharapkan
ditentukan dalam bentuk persentase dari investasi (aktiva penuh). Untuk
mengikuti logika penetapan harga jual, pada Gambar 2.26 disajikan laporan laba-
rugi suatu perusahaan manufaktur yang menggunakan pendekatan full costing
dalam penentuan kos produk.

34
Dengan pendekatan full costing, harga jual dihitung dengan rumus :

Harga jual = Biaya Produksi + Markup

Biaya nonproduksi + Laba yang diharapkan


Markup =
Biaya produksi

Biaya nonproduksi + (y% x Aktiva Penuh)


Markup =
Biaya produksi

Contoh 9

Untuk menetapkan harga jual produknya dalam tahun anggaran 20X2, PT X


mengumpulkan informasi akuntansi penuh berikut ini:

Taksiran biaya produksi untuk kapasitas produksi per tahun 5.000 unit disajikan
pada Gambar 2.27. Total aktiva menurut neraca awal tahun anggaran adalah
Rp4.800.000 dan laba yang diharapkan dari investasi dalam aktiva tersebut
adalah 25%.

Harga jual produk untuk tahun anggaran 20X2 dihitung sebagai berikut:

Biaya nonproduksi + Laba yang diharapkan


Markup =
Biaya produksi

1.050.000 + (25% x 4.800.000) = 2.250.00 = 50%

1.500.00 4.500.000

Harga jual = Biaya produksi per unit + Markup

= Rp.900 + (50%x Rp.900)

= Rp.1.350 per unit

Bukti bahwa dengan harga jual sebesar Rp1.350 per unit tersebut perusahaan
dapat memperoleh kembalian investasi yang diharapkan dapat dikuti dari
perhitungan yang disajikan pada Gambar 2.28.

Jika pendekatan variable costing digunakan dalam penentuan kos produk, pada
prinsipnya rumus penentuan harga jual adalah sebagai berikut :

Harga jual = Biaya variabel + Biaya tetap + Laba yang diharapkan

35
Jika rumus tersebut dinyatakan dengan cara lain, harga jual sama dengan
biaya variabel ditambah markup (yang besarnya sama dengan biaya tetap
ditambah dengan laba yang diharapkan). Laba yang diharapkan ditentukan
dalam bentuk persentase dari investasi (aktiva penub). Untuk mengikuti logika
penetapan harga jual, pada Gambar 2.29 disajikan laporan laba-rugi suatu

36
perusahaan manufaktur yang menggunakan pendekatan variabel costing dalam
penentuan kos produk.

Dengan pendekatan variable costing, harga jual dihitung dengan rumus :

Contoh 10

Berdasarkan data dalam Contoh 9, perhitungan harga jual per unit


produk,jika perusahaan menggunakan pendekatan variable costing dalam
penentuan kos produksinya dapat diikuti berikut ini:

37
Biaya tetap + Laba yang diharapkan
Markup =
Biaya variabel

1.525.000 + 1.200.000 = 67,7%

4.025.000

Harga Jual = Biaya variabel per unit + Markup

= 805 + (67,7% x 805)

= 1.350 per unit

Bukti bahwa dengan harga jual sebesar Rp1.350 per unit tersebut perusahaan
dapat memperoleh kembalian investasi yang diharapkan dapat dikuti dari
perhitungan yang disajikan pada Gambar 2.30.

Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa penentuan harga jual
dalam keadaan normal memerlukan informasi akuntansi penuh masa yang akan
datang khususnya biaya penuh dan aktiva penuh. Pendekatan full costing dalam
penentuan harga jual normal menggunakan biaya penuh yang terdiri dari biaya
produksi dan biaya nonproduksi. Pendekatan variable costing dalam penentuan
harga jual menggunakan biaya penuh yang terdiri dari biaya variabel dan biaya
tetap. Contoh penentuan harga jual dengan pendekatan activity-based costing
dapat diikuti di Bab 8 "Penggunaan Informasi Akuntansi Penuh dalam Penentuan
Harga Transfer."

2.2.7 Penentuan Harga Transfer


Di dalam perusahaan yang telah membentuk pusat-pusat laba untuk
menghadapi berbagai ragam pasar produk dan jasa yang dihasilkan, transfer
barang dan jasa antarpusat laba menimbulkan masalah penentuan harga
transfer. Ada dua macam pendekatan yang digunakan untuk menentukan harga
transfer: penentuan harga transfer atas dasar biaya (cost-based transfer price)
dan penentuan harga transfer atas dasar harga pasar (market-based transfer
price). Jika penentuan harga transfer didasarkan atas biaya, maka biaya penuh
masa yang akan datang dipakai sebagai dasar untuk menentukan harga produk
atau jasa yang ditransfer oleh pusat laba penjual ke pusat laba pembeli. Bab 8
"Manfaat Informasi Akuntansi Penuh dalam Penentuan Harga Transfer"
menguraikan secara mendalam penggunaan informasi akuntansi penuh dalam
penentuan harga transfer.

2.2.8 Penentuan Harga Jual yang Diatur dengan Peraturan Pemerintah


Produk dan jasa yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat luas seperti listrik, air, telepon dan telegraf, dan pos diatur dengan
peraturan pemerintah. Harga jual produk dan jasa tersebut ditentukan

38
berdasarkan biaya penuh masa yang akan datang ditambah dengan laba yang
diharapkan. Informasi akuntansi penuh yang bermanfaat untuk penetapan harga
jual produk atau yang diatur dengan peraturan pemerintah terdiri dari biaya
penuh masa yang akan datang yang akan dikeluarkan untuk menghasilkan
produk atau jasa dan aktiva penuh yang akan digunakan untuk menghasilkan
produk atau jasa tersebut.

Contoh 11

Misalnya untuk menghasilkan air diperlukan investasi sebesar


Rp2.000.000.000 untuk pembelian mesin dan ekuipmen serta modal kerja.
Taksiran biaya produksi air adalah Rp300 per liter pada volume produksi
50.000.000 liter air per tahun.

Baya nonproduksi (biaya pemasaran dan administrasi dan umum)


diperkirakan sebesar Rp1.100.000.000. Diputuskan laba wajar untuk perusahaan
air tersebut adalah 20% dari investasinya. Harga jual dihitung sebagai berikut:

39
Biaya administrasi & umum + Laba yang
dan biaya pemasaran diharapkan
Presentase markup =
Biaya produksi x Volume produksi
Penuh per unit dalam per unit

Rp.1.100.000.000 + (20%x 2.000.000.000) = 10%

Rp.300 x 50.000.000 unit

Harga Jual air per liter dihitung sebagai berikut :

Biaya produksi per liter Rp300


Markup 10% x Rp300 30

Target harga jual air per liter Rp330

Pada target harga jual tersebut perusahaan air bersih akan memperoleh laba
sebesar Rp400.000.000 per tahun (20% x Rp2.000.000.000) seperti dibuktikan
dengan perhitungan laba pada Gambar 2.31.

Dalam penentuan harga jual tersebut diperlukan informasi akuntansi penuh masa
yang akan datang, yang terdiri dari taksiran biaya penuh (biaya produksi penuh
ditambah dengan taksiran biaya nonproduksi berturut-turut sebesar
Rp15.000.000.000 dan Rp1.100.000.000) dan taksiran aktiva penuh yang
dibutuhkan untuk memproduksi dan menjual produk air (Rp2.000.000.000).

2.3 REKAYASA INFORMASI AKUNTANSI PENUH


Informasi akuntansi penuh dimanfaatkan oleh manajemen untuk
pelaporan keuangan, pengukuran tingkat kemampuan produk atau unit
organisasi dalam menghasilkan laba, penyediaan informasi untuk menjawab
pertanyaan: "Berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk sesuatu?", penentuan
harga jual produk atau jasa (baik dalam cost-type contract, harga jual normal,
maupun harga jual produk dalam perusahaan yang diatur oleh peraturan
pemerintah), dan untuk penyusunan program. Untuk memenuhi berbagai
kebutuhan manajemen tersebut, perekayasaan informasi akuntansi penuh
memerlukan identifikasi aktiva, pendapatan dan biaya langsung yang
bersangkutan dengan objek informasi tertentu dan pembebanan secara adil
aktiva, pendapatan, dan biaya tidak langsung kepada berbagai objek informasi
yang bersangkutan. Aktiva dan pendapatan umumnya mudah diidentifikasikan
kepada objek informasi tertentu, sehingga hanya sedikit aktiva dan pendapatan
tidak langsung yang harus dibebankan secara adil kepada suatu objek informasi.
Tidak demikian dengan biaya. Banyak biaya yang merupakan biaya bergabung
(common costs), yang dalam perekayasaan informasi akuntansi penuh harus
dibagikan secara adil kepada berbagai objek informasi melalui metode
pembebanan tertentu.

40
Perlu diadakan pembedaan istilah alokasi biaya (cost allocation) dengan
pembebanan biaya (cost assignment) dalam perekayasaan informasi biaya
penuh. Alokasi biaya merupakan pembagian biaya tidak langsung kepada
berbagai objek atas suatu dasar alokasi yang lebih bersifat sembarang. Sebagai
contoh dalam alokasi biaya bersama (joint cost allocation), biaya bersama
dialokasikan kepada produk bersama dengan dasar alokasi yang tidak
mencerminkan hubungan sebab akibat antara dasar alokasi dengan biaya. Salah
satu dasar alokasi biaya bersama adalah harga jual relatif, yang menggunakan
anggapan bahwa produk bersama yang memiliki harga jual yang tinggi menyerap
biaya bersama relatif lebih besar dibandingkan dengan produk bersama yang
memiliki harga jual lebih rendah. Padahal, kenyataannya harga jual bukan
merupakan penyebab timbulnya biaya bersama. Dengan demikian, alokasi biaya
bersama menggunakan dasar alokasi yang bersifat sembarang (arbitrary). Dalam
alokasi biaya overhead pabrik juga seringkali dipakai dasar alokasi yang bersifat
sembarang. Sebagai contoh adalah alokasi biaya gudang kepada departemen
produksi yang didasarkan atas biaya bahan baku yang dipakai oleh departemen
produksi. Dasar alokasi ini bersifat sembarang karena biaya gudang yang antara
lain terdiri dari biaya barang gudang, biaya depresiasi gudang, biaya karyawan
gudang, dan biaya administrasi gudang tidak disebabkan oleh pemakaian bahan
baku di departemen produksi. Alokasi biaya biasanya ditujukan untuk
menghasilkan informasi kos sediaan untuk penentuan nilai sediaan (inventory
valuation) bagi kepentingan pelaporan keuangan kepada pihak luar perusahaan.

Pembebanan biaya merupakan pembagian biaya tidak langsung kepada


berbagai objek informasi atas dasar hubungan sebab dan akibat. Untuk dapat
membebankan biaya tidak langsung kepada berbagai objek informasi diperlukan
cost driver, yang merupakan suatu faktor yang menjadi penyebab (pendorong

41
timbulnya) biaya aktivitas tertentu. Sebagai contoh, biaya listrik dibagikan
berdasarkan pemakaian kilowatt hours (kwh), biaya uap dibagikan berdasarkan
pemakaian meter kubik uap, biaya air dibagikan berdasarkan pemakaian liter air.
Dalam hal ini, cost driver (kwh, meter kubik, liter) merupakan penyebab timbulnya
biaya listrik. Semakin besar pemakaian kwh, semakin besar biaya listrik yang
ditimbulkan. Dengan demikian, pembebanan biaya dengan menggunakan cost
driver tersebut akan menghasilkan pembagian biaya yang lebih cermat
menggambarkan konsumsi sumber daya oleh suatu objek informasi, sehingga
mampu menghasilkan informasi biaya penuh yang lebih andal bagi pengambilan
keputusan manajemen (misalnya untuk pengukuran kemampuan produk atau
divisi dalam menghasilkan laba, dan penentuan harga jual). Pembebanan biaya
berdasarkan cost driver dapat digunakan dengan cermat untuk menghitung
bagian yang adil biaya tidak langsung yang dibebankan kepada objek informasi
tertentu.

Metode pembebanan biaya yang digunakan untuk perekayasaan informasi


akuntansi penuh berikut ini:

1. Pembeba biaya tidak langsung untuk penyediaan informasi bagi pengambilan


keputusan manajemen.
2. Pembebanan biaya tidak langsung untuk pelaporan keuangan kepada pihak
luar perusahaan.

2.3.1 Pembebanan Biaya tidak Langsung untuk Penyediaan

A. Informasi bagi Pengambilan Keputusan Manajemen


Dalam perekayasan informasi akuntansi penuh, biaya tidak langsung
dibebankan kepada objek informasi untuk memenuhi kebutuhan manajemen
dalam:

1. Analisis kemampuan produk atau jasa dalam menghasilkan laba dan


penentuan harga jual.
2. Pengukuran kinerja manajer.

Pembebanan biaya tidak langsung untuk perhitungan kemampuan produk


atau jasa dalam menghasilkan laba dan penetapan harga jual. Dalam analisis
kemampuan produk atau jasa dalam menghasilkan laba dan penentuan harga
jual, manajemen memerlukan biaya penuh yang bersangkutan dengan produk
atau jasa. Dalam hubungannya dengan produk atau jasa, biaya penuh terdiri dari
dua golongan biaya: biaya langsung yang bersangkutan dengan produk atau jasa
dan bagian yang adil biaya tidak langsung yang dibebankan kepada produk atau
jasa tersebut. Dengan demikian perckayasaan informasi biaya penuh untuk

42
memenuhi kebutuhan manajemen tersebut memerlukan dasar yang adil untuk
membebankan biaya tidak langsung kepada produk atau jasa.

Pembebanan biaya tidak langsung untuk merekayasa biaya penuh


dilakukan dengan mencari dasar yang adil untuk membebankan biaya tidak
langsung tersebut kepada produk atau jasa. Biaya tidak langsung dalam
hubungannya dengan produk dibagi menjadi dua golongan: biaya produksi tidak
langsung (biaya overhead pabrik) dan biaya nonproduksi tidak langsung (biaya
pemasaranbiaya administrasi dan umum).

Pembebanan biaya overhead pabrik dalam lingkungan manufaktur maju


(advanced manufacturing environment ) memerlukan metode yang jauh lebih
cermat dibandingkan dengan pembebanan biaya tersebut dalam lingkungan
manufaktur tradisional. Seperti telah digambarkan dalam Bab 1, perusahaan-
perusahaan manufaktur yang memasuki persaingan tingkat dunia menerapkan
berbagai sistem manajemen, seperti JIT manufacturing system, total quality
control, cellular manufacturing, computer-integrated manufacturing. Kesemuanya
ini menciptakan lingkungan manufaktur maju yang menghasilkan produk yang
semakin kompleks. Untuk menghadapi lingkungan manufaktur maju, manajemen
memerlukan sistem akuntansi biaya yang lebih cermat mencerminkan konsumsi
berbagai sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan berbagai produk.
Berikut ini digambarkan perbedaan pembebanan biaya overhead pabrik dalam
lingkungan manufaktur tradisional dengan pembebanan biaya yang sama dalam
lingkungan manufaktur maju.

B. Pembebanan biaya overhead pabrik dalam lingkungan manufaktur


tradisional.
Akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik kepada
produk atas dasar kuantitas produk yang diproduksi. Metode pembebanan biaya
overhead pabrik kepada produk ini disebut volume-based systems. Dalam
metode ini biaya overhead pabrik dianggap proporsional dengan jumlah unit
produk yang diproduksi. Akuntansi biaya tradisional yang membebankan biaya
overhead pabrik atas dasar jam tenaga kerja langsung (atau biaya tenaga kerja
langsung) akan menghasilkan informasi biaya produk yang mengandung quantity
distortion, karena biaya dialokasikan secara tidak langsung kepada produk
dengan menggunakan suatu dasar yang tidak secara sempurna proporsional
dengan konsumsi sesungguhnya sumber daya oleh produk. Sebagai contoh,
produk yang menggunakan banyak tenaga kerja langsung dalam proses
produksinya seringkali dibebani biaya terlalu besar (overcosted) jika jam tenaga
kerja langsung digunakan sebagai dasar pembebanan biaya overhead pabrik
kepada produk.

Akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik kepada


produk melalui dua tahap. Tahap pertama, biaya overhead pabrik dikumpulkan
dalam pusat biaya, baik departemen pembantu maupun departemen produksi

43
Dalam tahap pertama ini, biaya overhead departemen pembantu dialokasikan
kepada departemen produksi dengan menggunakan dasar alokasi tertentu.
Tahap kedua, biaya overhead pabrik yang telah melalui agregasi tahap pertama,
dibebankan kepada produk atas dasar jam tenaga kerja langsung, jam mesin
atau biaya tenaga kerja langsung. Karena biaya overhead dibebankan kepada
produk melalui agregasi, bukan berdasarkan konsumsi sumber daya oleh
aktivitas untuk menghasilkan produk, maka akuntansi biaya tradisional
menimbulkan price distortion. Karakteristik pembebanan biaya overhead pabrik
dalam lingkungan manufaktur tradisional adalah sebagai berikut:

1. Pusat biaya yang dibentuk seringkali berupa agregasi berbagai kegiatan


yang tidak homogen sehingga dasar pembebanan yang digunakan untuk
membebankan biaya overhead pabrik tidak mencerminkan konsumsi biaya
over head pabrik tersebut secara cermat oleh produk yang diproduksi
2. Dasar yang digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik
kepadaproduk di pusat biaya produksi hanya yang berkaitan dengan volume
produk (dalam bentuk unit produk yang diproduksi, jam tenaga kerja
langsung atau jam mesin).

Umumnya dua macam cara pembebanan biaya overhead pabrik


digunakan dalam lingkungan manufaktur tradisional: tarif tunggal untuk seluruh
pabrik (plant-wide rate) dan tarif per departemen (departmental rate).

Contoh 12

PT XDS memproduksi dua macam produk F dan K melalui dua depariemen


produksi: Departemen X dan Departemen Y. Data yang dipakai sebagai dasar
perhitungan kos produk disajikan pada Gambar 2.32

44
Perhitungan plant wide rate dalam akuntansi biaya tradisional dilakukan sebagai
berikut :

Plant-wide rate = Rp700.000 + 90.000 = Rp.7,78 per jam mesin.

Dengan menggunakan tarif tersebur dihasilkan perhirungan kos produk seperti


disajikan pada tabel 2.33.

Pembebanan biaya overhead pabrik dengan menggunakan plant wide rate


ini sangat kasar hasilnya, karena konsumsi biaya overhead pabrik setiap produk
di kedua departemen produksi dianggap sama per unitnya, padahal Produk F
mengonsumsi jam mesin di Departemen Y dua kali lebth banyak dibandingkan
dengan jam mesin yang dikonsumsi oleh produk tersebut di Departemen X
Produk K mengkonsumsi setengah jam tenaga kerja langsung Departemen Y
dibandingkan dengan jam tenaga kerja langsung yang dikonsumsi produk

45
tersebut di Departemen X, namun plant-wide rate tidak mampu mencerminkan
perbedaan tersebut.

Perhitungan tarif biaya overhead per departemen memperbaiki pencerminan


konsumsi biaya overhead pabrik dibandingkan dengan plant-wide rate.
Perhitungan tarif biaya overbead pabrik per departemen dilakukan sebagai
berikut (misalnya biaya overhead pabrik Departemen X dibebankan kepada
produk atas dasar jam tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik
Departemen Y dibebankan kepada produk atas dasar jam mesin).

Tarif biaya overhead pabrik Departemen X

Rp345.000 + 110.000 = Rp3,14 per jam tenaga langsung

Tarif biaya overhead pabrik Departemen Y

Rp355.000 + 70.000 = Rp5,07 per jam mesin

Dengan menggunakan tarif tersebut dihasılkan perhitungan kos produk seperti


disajikan pada Gambar 2.33.

Meskipun tarif biaya overhead pabrik per departemen mampu mencerminkan


perbedaan konsumsi produk atas biaya overhead pabrik di setiap departemen
produksi, namun tarif ini pun masih retap tidak mampu mencerminkan perbedaan
konsumsi unsur biaya overhead pabrik di setiap departemen produksi. Produk K

46
yang memerlukan production run 3 kali lebih banyak dibandingkan dengan
production run yang diperlukan untuk memproduksi Produk F, tidak dibebani
biaya persiapan produksi (setup costs) lebih besar, karena tarif biaya overhead
pabrik dibebankan dengan menggunakan angka rata-rata per departemen.
Begitu pula Produk K yang mengonsumsi waktu inspeksi 22% lebih banyak
dibandingkan dengan waktu inspeksi yang dikonsumsi oleh Produk F tidak
dibebani dengan biaya inspeksi lebih banyak

C. Pembebanan biaya overhead pabrik dalam lingkungan manufaktur maju


(ad vanced manufacturing environment). Dibandingkan dengan lingkungan
manufaktur maju, akuntansi biaya overhead pabrik memiliki cacat rancangan
berikut ini:
1. Hanya menggunakan jam tenaga kerja langsung (atau biaya tenaga kerja
langsung) sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari
pusat biaya kepada produk dan jasa.
2. Hanya dasar alokasi yang berkaitan dengan volume yang digunakan untuk
mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk dan
jasa.
3. Pusat biaya terlalu besar dan berisi mesin yang memiliki struktur biaya over
head yang sangat berbeda.

Dalam pabrik yang telah menggunakan banyak peralatan yang


dikendalikan dengan komputer, tenaga kerja langsung menjadi berkurang.
Tenaga kerja yang Ahli di bidang informasi menggantikan peran tenaga kerja
langsung. Ahli informasi banyak digunakan untuk merancang perangkat lunak
untuk menjalankan peralatan yang dikendalikan dengan komputer. Dengan
demikian biaya tenaga kerja dalam perusahaan manufaktur berubah
karakteristiknya dari biaya tunai (cash costs) yang bervariasi dengan perubahan
volume produksi menjadi biaya tetap, yang tidak dipengaruhi oleh perubahan

47
volume produksi dan berupa sunk cost. Dengan demikian, pembebanan biaya
overhead pabrik kepada produk yang menggunakan biaya tenaga kerja langsung
sebagai dasar pembebanan, tidak lagi mencerminkan konsumsi biaya overhead
pabrik oleh produk.

Lingkungan manufaktur maju mengakibatkan diversitas produk yang


dihasilkan oleh perusahaan dan meningkatnya biaya overhead pabrik yang tidak
berkaitan dengan volume produk yang dihasilkan (non-volume-related overhead
costs). Akuntansi biaya tradisional dirancang pada saat biaya overhead pabrik
terdiri sebagian besar biaya yang berkaitan dengan volume (volume-related over-
head costs), sehingga dasar yang dipakai untuk membebankan biaya overhead
pabrik adalah aktivitas yang berkaitan dengan volume yang diproduksi (volume-
related activities), seperti unit produk, jam tenaga kerja langsung, dan jam mesin.
Dalam lingkungan manufaktur maju, persentase non-volume-related costs seperti
biaya persiapan produksi (setup costs), biaya inspeksi, biaya perubahan desain,
biaya penyusunan skedul produksi, adalah tinggi dan seringkali mencapai sekitar
25% dari total biaya produksi. Oleh karena itu, pembebanan non-volume-related
overhead costs memerlukan pemilihan dasar pembebanan yang mencerminkan
konsumsi jenis biaya tersebut oleh produk. Jika persentase nonvolume-related
overhead costs tinggi, sedangkan akuntansi biaya hanya menggunakan volume-
related activity sebagai dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada
produk, maka laporan biaya produksi akan menyajikan informasi kos produk
yang tidak cermat.

Otomatisasi yang dilaksanakan secara meluas di lingkungan manufaktur


maju menyebabkan penggunaan kombinasi mesin konvensional dengan mesin
otomatis dalam departemen produksi. Meskipun mesin-mesin otomatis
mengkonsumsi biaya overhead pabrik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
mesin konvensional, namun mesin otomatis memerlukan biaya tenaga kerja
langsung yang jauh lebih kecil. Jika akuntansi biaya menggunakan tarif biaya
overhead pabrik per departemen untuk membebankan biaya overhead pabrik ke
produk, produk yang diproduksi melalui mesin konvensional akan menerima
pembebanan berlebihan, sedangkan produk yang diproduksi dengan mesin
otomatis akan menerima pembebanan terlalu rendah .

Pembebanan biaya overhead pabrik dalam lingkungan manufaktur maju


juga melalui dua tahap: (1) pengumpulan biaya overhead pabrik dalam cost pool
yang berisi aktivitas yang homogen, (2) pembebanan biaya yang terkumpul
dalam cost pool ke produk yang dihasilkan dengan menggunakan cost driver
Karakteristik pembebanan biaya overhead pabrik dalam lingkungan manufaktur
maju adalah sebagai berikut :

1. Cost pool yang dibentuk harus terdiri aktivitas yang homogen dan dicari cost
driver yang mencerminkan konsumsi biaya yang dikumpulkan dalam cost pool
tersebut oleh cost pool yang lain.

48
2. Dasar yang digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik kepada
produk disebut cost driver yang mencerminkan faktor yang menyebabkan
konsumsi biaya oleh produk.

Umumnya dua tahap pembebanan biaya overhead pabrik yang digunakan dalam
lingkungan manufaktur maju di atas disebut activity based costing.

Contoh 13

Berdasarkan data dalam Contoh 12, Departemen X dan Departemen Y


memiliki empat jenis biaya overhead pabrik yang cost driver-nya sebenarnya.
Biaya persiapan produksi (setup costs) dan biaya inspeksi timbul sebagai akibat
jumlah production run yang dibutuhkan oleh setiap produk yang diproduksi, yang
tidak bersangkutan production run. Biaya tenaga listrik dan biaya kesejahteraan
karyawan timbul sebagai akibat dari jumlah jam mesin. Oleh karena itu, dalam
activity-base costing, di setiap departemen produksi dibentuk cost pool yang
berisi aktivitas yang homogen, dan kemudian dicari cost driver yang mampu
mencerminkan konsumsi biaya overhead pabrik cost pool oleh setiap produk
yang diolah melalui cost pool tersebut. Dalam contoh ini, perlu dibentuk dua cost
pool dalam Departemen X dan Departemen Y, dengan perhitungan tarif biaya
overhead pabrik tiap-tiap cost pool disajikan pada Gambar 2.35.

Dengan menggunakan tarif tersebut dihasilkan perhitungan kos produk seperti


disajikan pada Gmbar 2.36.

49
Jika hasil pembebanan biaya overhead pabrik dengan pendekatan akuntansi
biaya tradisional dengan pendekatan activity-based costing diperdagangkan,
pendekatan terakhir ini menghasilkan biaya produksi yang lebih menggambarkan
konsumsi biaya overhead pabrik oleh produk. Perbandingan biaya produk yang
dihitung dengan dua pendekatan tersebut disajikan pada Gambar 2.37.

Dari perbandingan kos produk yang dihasilkan dari berbagai pendekatan dalam
pembebana biaya overhead pabrik pada Gambar 2.37 tersebut, terlihat plant
wide rate menghasilkan kos produk kedua jenis produk tersebut sama. Hal ini
disebabkan plant-wide rate tidak memperhitungkan perbedaan konsumsi biaya
overhead pabrik oleh setiap jenis prduk dalam kedua departemen produksi.

Produk F yang mengkonsumsi jam mesin di Departement dibandingkan dengan


konsumsi jam mesin di Departemeri X dan Promengkonsumsi jam mesin di
Departemen Y 50% dibandingkan dengan konsumsi jam mesin di Departemen Y,
tidak diperhitungkan dalam pembebanan biaya overhead pabrik dengan plant-
wide rate.

50
Tarif biaya overhead pabrik per departeinen juga menghasilkan kos kedua jenis
produk relatif sama, karena metode pembebanan biaya overhead ini tidak
memperhitungkan perbedaan konsumsi non-volume-related overhead costs
(biaya persiapan produksi, biaya inspeksi, biaya tenaga listrik, dan biaya
kesejahteraan karyawan) setiap jenis produk dalam setiap departemen produksi.
Padahal, dalam lingkungan manufaktur maju, komponen non-volume-related
overhead costs Signifikan jumlahnya dalam total biaya produk,

Activity-based costing mampu mencerminkan perbedaan konsumsi non-volume


related overhead costs oleh setiap jenis produk yang dihasilkan. Oleh karena itu,
terlihat pada Gambar 2.37, kos Produk F dan Produk K berbeda secara signifikan
(Rp7,67 dan Rp6,0), karena kedua jenis produk tersebut mengkonsumsi dalam
jumlah yang berbeda biaya persiapan produksi (Produk K memerlukan 3 kali kali
liipat production run bila dibandingkan dengan Produk F) dan biaya tenaga listrik
dan biaya kesejahteraan karyawan (Produk F memerlukan 5 kali jam mesin di
Departemen X lebih banyak dibandingkan Produk K). Dengan demikian, activty-
based costing mampu memperhitungkan konsumsi sumber daya lebih cermatke
dalam kos produk.

Jika misalnya perusahaan menggunakan informasi kos produk yang dihitung


dengan metode metode plant-wide rate atau tarif per departemen dalam
penentuan harga jual kedua jenis produk tersebut, apa yang akan terjadi? Harga
jual Produk F kan lebih rendah dari harga yang seharusnya dibayar oleh pembeli,
atau jika harga jual telah terbentuk di pasar (misalnya Rp7,0 per unit untuk
Produk F), perusahaan akan mengambil keputusan yang salah dengan
memasuki pasar ya sebenarnya tidak memberikan kemungkinan bagi
perusahaan tersebut untuk mendapatkan laba, karena kos Produk F yang
sebenarnya lebih tinggi dari harga jual yang terbentuk di pasar.

2.3.4. Pembebanan Biaya tidak Langsung untuk


Pengukuran Kinerja Manajer

Jika perekayasan informasi biaya ditujukan untuk pengukuran kinerja manajer,


informasi biaya harus dihubungkan dengan wewenang yang dimiliki oleh manajer

51
yang bersangkutan. Wewenang yang dimiliki manajer tertentu menjadikan dirinya
dalam posisi dapat mengendalikan biaya tersebut. Dengan demikian, biaya yang
mempunyai hubungan erat dengan wewenang manajer tertentu merupakan biaya
terkendalikan bagi manajer tersebut, karena dengan wewenangnya, manajer
tersebut dapat mempengaruhi secara signifikan besarnya biaya tersebut. Biaya
tidak langsung dalam hubungannya dengan wewenang manajer merupakan
biaya yang berada di bawah wewenang pengendalian lebih dari seorang
manajer. Untuk kepentingan pengukuran kinerja manajer, biaya tidak langsung
tersebut perlu dibebankan kepada manajer yang bertanggung jawab untuk
pengendaliannya. Metode pembebanan biaya tidak langsung untuk keperluan
pengukuran kinerja manajer dibahas dalam perekayasaan informasi akuntansi
pertanggungjawaban (Bab 4 Informasi Akuntansi Pertanggungjawaban).

2.3.5. Pembebanan Biaya tidak Langsung untuk


Pelaporan Keuangan kepada Pihak Luar

Pembebanan biaya tidak langsung untuk pelaporan keuangan kepada pihak luar
perusahaan umumnya dilakukan dengan dasar alokasi yang bersifat sembarang.
Oleh karena itu, istilah alokasi biaya lebih tepat digunakan untuk
menggambarkan pembagian biaya tidak langsung kepada berbagai produk untuk
tujuan pelaporan keuangan kepada pihak luar.

Alokasi biaya tidak langsung untuk pelaporan keuangan kepada pihak luar
ditujukan terutama untuk menghasilkan informasi kos sediaan yang sebagai
dasar untuk penilaian sediaan (inventory valuation). Menurut prinsip akuntansi
yang lazim, sediaan harus disajikan dalam neraca berdasarkan prinsip lower of
cost or market. Dengan demikian untuk penyajian nilai sediaan menurut prinsip
akuntansi tersebut, harus ditentukan cost sediaan yang merupakan biaya penuh
(full cost) sediaan yang dihitung berdasarkan pendekatan full costing untuk
penentuan biaya penuh yang bersangkutan dengan sediaan tersebut diperlukan
alokasi biaya pr duksi tidak langsung kepada produk.

Karena menurut prinsip akuntansi yang lazim kos sediaan merupakan hasil
kali kuantitas sediaan dengan biaya produksi per unit, maka untuk menghasilkan
biaya produksi penuh yang bersangkutan dengan sediaan harus diperhitungkan
unsur biaya produksi berikut ini :

a. Biaya bahan baku


b. Biaya tenaga kerja langsung
c. Biaya overhead pabrik.

Biaya overhead pabrik merupakan biaya produksi tidak langsung yang


harus dialokasikan kepada produk atas dasar alokasi tertentu. Di muka telah
disebutkan bahwa alokasi biaya overhead kepada produk dilakukan melalui dua
tahap alokasi Beda alokasi biaya overhead pabrik untuk kepentingan pelaporan

52
keuangan kepada pihak luar dengan pembebanan biaya overhead pabrik untuk
kepentingan manajemen adalah terletak pada kecermatan (accuracy) dasar
pembebanan yang dipakai. Untuk kepentingan pengambilan keputusan
manajemen, pembebanan biaya kepada produk harus dapat menjamin dihasilkan
informasi biaya penuh yang teliti, sehingga manajemen akan memperoleh
informasi biaya tanpa distorsi di dalamnya. Jika manajemen menerima informasi
biaya penuh dari hasil proses alokasi biaya yang menggunakan dasar
sembarang (tanpa dilandasi hubungan sebab akibat), manajemen akan salah
menafsirkan informasi biaya penuh yang diterimanya, sehingga akan
menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusannya.

Dalam perusahaan yang menghasilkan produk bersama, biaya bersama


dialokasikan kepada produk bersama atas dasar alokasi berikut ini:

1. Nilai jual relatif


2. Satuan fisik
3. Rata-rata biaya satuan
4. Rata-rata tertimbang.

Alokasi biaya bersama ini ditujukan untuk pethiringan nilai sediaan bagi
kepentingan pelaporan keuangan kepada pihak iuar. Seperti telah disinggung di
muka, alokasi biaya bersama ini menggunakan dasar alokasi yang bersifat
sembarang, karena dasar alokasi yang dipakai tidak mencerminkan penyebab
timbulnya biaya bersama. Oleh karena itu, alokasi biaya bersama tidak pernah
ditujukan untuk penyediaan informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan
manajemen.

53
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Informasi akuntansi penuh adalah seluruh aktiva yang digunakan, seluruh


pendapatan yang diperoleh, dan/atau seluruh sumber daya yang digunakan
untuk suatu objek inforr asi. Informasi akuntansi penuh yang terdiri dari aktiva
disebut dengan aktiva penuh (ull assets), yang merupakan aktiva yang langsung
digunakan oleh suatu objek informasi ditambah bagian yang adil aktiva tidak
langsung yang dibebankan kepada objek informasi tersebut. Informasi akuntansi
penuh yang terdiri dari pendapatan disebut dengan pendapatan penuh (full
reenues) yang merupakan pendapatan yang langsung didapat oleh suatu objek
informasi ditambah bagian yang adil pendapatan tidak langsung yang
didapatnoleh objek informasi tersebut. Informasi akuntansi penuh yang terdiri dari
biaya disebut dengan biaya penuh (full costs), yang merupakan biaya yang
langsung digunakan oleh suatu objek informasi ditambah bagian yang adil biaya
tidak langsung yang dibebankan kepada objek informasi tersebut. Objek
informasi dapat berupa produk, keluarga produk, departemen, divisi, aktivitas,
atau perusahaan sebagai keseluruhan.

Informasi akuntansi penuh yang berupa informasi masa lalu bermanfaat


untuk pelaporan keuangan, analisis kemampuan menghasilkan laba (profitabilty
analysis), menjawab pertanyaan "berapa biaya sesuatu?", dan penentuan harga
jual dalam cost-type contract. Informasi akuntansi penuh yang berupa informasi
masa yang akan datang bermanfaat untuk penyusunan program, penentuan
harga jual normal, penentuan harga transfer, dan penentuan harga jual yang
diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam pelaporan keuangan, informasi akuntansi penuh masa lalu yang


bermanfaat adalah aktiva penuh, pendapatan penuh, dan biaya penuh. Untuk
menjawab pertanyaan "berapa biaya sesuatu", informasi akuntansi penuh yang
bermanfaat adalah biaya penuh masa lalu. Penentuan harga jual dalam cost-type
contract memerlukan informasi akuntansi penuh berupa biaya penuh masa lalu.

Pertanyaan "Berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk sesuatu" dapat


dijawab dengan menyajikan informasi biaya penuh yang bersangkutan dengan
objek biaya. Biaya penuh yang telah dikeluarkan untuk sesuatu berperan bagi
manajemen dalam: (a) evaluasi konsumsi sumber daya yang dikorbankan untuk
sesuatu, (b) penyediaan informasi untuk memungkinkan manajemen melongok
struktur biaya perusahaan pesaing yang digunakan untuk menghasilkan produk
atau jasa, (c) pengambilan keputusan membeli atau membuat sendiri, (d)
54
penentuan harga jual produk atau jasa, (e) penyediaan kemudahan dalam
penghilangan pemborosan dengan menyediakan informasi biaya untuk aktivitas-
bukan-penambah nilai, (f) penyediaan informasi untuk improvement terhadap
tingkat kemampuan produk atau jasa dalam menghasilkan laba dengan
memantau total biaya daur hidup produk atau jasa, (g) penyediaan informasi
untuk memungkinkan manajemen melakukan perencanaan, pengendalian, dan
pengambilan keputusan tentang biaya mutu (quality costs),(h) cost
reimbursement, (i) inventory costing.

Dalam penyusunan program, manajemen memerlukan informasi akuntansi


penuh masa yang akan datang berupa aktiva penuh, pendapatan penuh, dan
biaya penuh. Dalam penentuan harga jual normal, informasi akuntansi penuh
masa yang akan datang yang bermanfaat adalah aktiva penuh dan biaya penuh.
Biaya penuh yang dipakai sebagai dasar penentuan harga jual normal dapat
dihitung dengan salah satu dari tiga pendekatan: full costing, variable costing
atau activity-based costing Dalam penentuan harga jual yang diatur dengan
peraturan pemerintah, informasi akuntansi penuh masa yang akan datang yang
bermanfaat adalah aktiva penuh dan biaya penuh. Biaya penuh yang dipakai
sebagai dasar penentuan harga jual yang diatur dengan peraturan pemerintah
dihitung dengan menggunakan pendekatan full costing.

55
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/230745277/Makalah-Informasi-Akuntansi-Penuh .23
Februari, diakses pada jam 14:05

Mulyadi, 2001. Akuntansi Manajemen. Jakarta:Selemba Empat , Agustus 2001

56

Anda mungkin juga menyukai