Anda di halaman 1dari 19

Info

Penjelasan BPOM Terkait Kasus Bedak


Bayi Johnson yang Picu Kanker
Mulanya, Jacqueline Fox rutin menggunakan bedak bayi Johnson &
Johnson untuk membersihkan area kewanitaannya selama 35 tahun.

Rauhanda Riyantama Kamis, 26 Juli 2018 | 10:46 WIB

Ilustrasi bedak bayi Johnson & Johnson. (shutterstock)

Himedik.com - Beberapa waktu lalu masyarakat digemparkan dengan berita salah satu
produk bedak bayi bermerk Johnson & Johnson diduga dapat memicu kanker.
Mulanya, kasus ini menyeruak ketika seorang wanita dari Alabama bernama Jacqueline
Fox meninggal karena kanker ovarium.
Sebelum meninggal, Jacqueline Fox dikabarkan rutin menggunakan bedak bayi Johnson &
Johnson dan produk lainnya yaitu Shower to Shower untuk membersihkan area
kewanitaannya selama 35 tahun. Ia pun didiagnosa mengidap kanker ovarium sejak tiga
tahun terakhir sebelum meninggal pada Oktober 2015, saat usianya 62 tahun.

Atas kasus tersebut, keluarga Jacqueline Fox menggungat Johnson & Johnson ke
pengadilan. Hasilnya, pengadilan negara bagian Missouri memutuskan bersalah pada
Johnson & Johnson karena lalai memberikan peringatan pada konsumen terkait efek
samping produknya yang ternyata berbahaya.

Sebagai hukumannya, Johnson & Johnson harus membayar ganti rugi kepada keluarga
Jacqueline Fox sebesar US$72 juta (Rp 1,08 miliar) yang terdiri dari $10 juta berupa
kerugian langsung dan $62 juta berupa kerugian tidak langsung. Pada saat yang
bersamaan Johnson & Johnson juga sedang menghadapi 1.200 tuntutan hukum atas
pruduk yang dihasilkannya yang dinilai gagal memberikan peringatan pada konsumen.

Baca Juga
 Ayo Bangun Pagi! Ini 6 Alasan Bangun Pagi yang Bermanfaat Buatmu
 Sering Mendengkur? Atasi dengan Cara Ini, Mudah Banget!
 Ketombe Susah Hilang? Pakai Lima Cara Alami Ini, Mudah kok!
 Atasi Infeksi Jamur Pada Kulit dengan 6 Bahan Ini, Dijamin Ampuh!

Rupanya kasus ini bukan yang pertama dihadapi oleh Johnson & Johnson. Pada tahun
2013 pengadilan di South Dakota juga menyatakan bahwa kasus kanker ovarium yang
dialami oleh Deane Berg terkait dengan penggunaan bedak bayi produk perusahaan
tersebut.
Ilustrasi. (shutterstock)

Bahan yang diduga penyebab kanker

Kabarnya ada dua bahan dari produk Johnson & Johnson yang diduga penyebab kanker,
yaitu 1,4-dioxane dan formaldehyde. Kedua bahan ini memang sudah lama dipersoalkan
sejak 2009. Akhirnya pada 2012, Johnson & Johnson menyepakati akan mengeluarkan dua
bahan yang diduga sebagai zat karsinogenik sebagai penyebab kanker pada produk yang
dihasilkan mulai tahun 2015.

Sementara itu, bahan dasar yang umumnya digunakan untuk membuat bedak bayi
adalah talc. Talc merupakan mineral yang didapat dari hasil penambangan, di dalamnya
terkandung zat seperti magnesium, silikon, dan oksigen. Talc juga berfungsi untuk
menyerap uap air dan memberikan rasa nyaman dan segar bagi penggunanya.

Bedak memang memiliki sejarah panjang sebagai salah satu kosmetik yang diduga terkait
dengan kejadian kanker. Sebelum tahun 1970-an bedak seringkali terkontaminasi dengan
asbestos yang diketahui sebagai penyebab kanker. Sejak kejadian tersebut semua bedak
harus bebas dari asbestos.
Sebagai gantinya, digunakan bahan dari pati jagung oleh sebagian besar perusahaan di
AS. Walhasil bahan tersebut aman sehingga tidak pernah dikaitkan dengan kanker.

Terkait kasus yang menimpa Jacqueline Fox, bahwa antara kanker ovarium dengan
penggunaan bedak bayi masih menjadi perdebatan. Karena menurut pakar kesehatan hal
ini masih belum diuji secara ilmiah.

Namun, mereka menduga jika ada partikel bedak yang dapat masuk ke dalam ovarium dan
menyebabkan iritasi serta pembengkakan. Apabila terjadi dalam waktu lama akan
meningkatkan risiko kanker ovarium.

Tanggapan BPOM terkait bedak memicu kanker

Menanggapi kasus tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan
beberapa penjelasan mengenai produk bedak bayi dari Johnson & Johnson yang diduga
menyebabkan kanker. Berikut ulasannya.

1. Bahwa nama produk yang tercantum dalam pemberitaan tersebut adalah Johnson's
Baby Powder Cornstarch with Aloe & Vitamin E dan Johnson's Baby Powder Calming
Lavender & Chamomile.

2. Berdasarkan penelusuran database kosmetik yang ada di BPOM, terdapat sembilan


produk bedak bayi PT Johnson & Johnson dari 75 produk yang ada. Namun, kedua produk
di atas tidak terdapat dalam database notifikasi kosmetik.
Ilustrasi. (shutterstock)

3. Komposisi produk bedak bayi Johnson & Johnson yang ternotifikasi di BPOM umumnya
mengandung talc dengan kadar 98% - 99,84%, sehingga aman untuk digunakan.

4. Sesuai peraturan Kepala BPOM RI Nomor 18 tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis
Bahan Kosmetika, talc boleh digunakan pada kosmetik jenis serbuk untuk anak-anak. Tidak
ada pembatasan kadar maksimum penggunaan maupun persyaratan lainnya. Namun,
harus mencantumkan peringatan "Jauhkan serbuk dari mulut dan hidung anak-anak".

5. Masyarakat tidak perlu khawatir karena produk bedak bayi Johnson & Johnson yang
ternotifikasi di BPOM tidak mengandung bahan yang dilarang yang dapat memicu kanker.
Dengan penjelasan dari BPOM ini diharapkan masyarakat tidak perlu resah lagi terhadap
pemberitaan di media. Bedak bayi dari Johnson & Johnson aman digunakan oleh
masyarakat Indonesia. Semoga terjawab ya!

Link : https://www.himedik.com/info/2018/07/26/104618/kasus-bedak-bayi-johnson-diduga-memicu-
kanker-dan-penjelasan-bpom

Kronologi Kasus Bedak Johnson and


Johnson yang Dinilai Sebabkan Kanker

Bedak Johnson and Johnson. (Foto: Lucas Jackson/Reuters)


Kekalahan perusahaan produk kesehatan dan kosmetik Johnson and Johnson (J&J)
dalam pengadilan di Missouri, Amerika Serikat, pada Juli 2018 ini merupakan
kekalahan terbesar yang pernah dialami oleh perusahaan tersebut.
Akibat kekalahan ini, J&J harus diharuskan membayar sejumlah uang ganti rugi kepada
22 perempuan di AS yang mengklaim bedak buatan perusahaan itu telah menyebabkan
kanker ovarium pada diri mereka. Total uang yang harus dibayarkan adalah mencapai
Rp 67,6 triliun.
BACA JUGA

Makan Sebelum Tidur Bisa Tingkatkan Risiko Kanker

Serunya Bermain Sepak Bola di Luar Angkasa

Bagaimana Caranya agar Bisa Lari Secepat Muhammad Zohri?

Uniknya, ini bukanlah kali pertama J&J menghadapi tuntutan hukum karena bedaknya
dan bukan pertama kali juga perusahaan asal Amerika Serikat ini kalah di pengadilan
serta harus membayar ganti rugi kepada penuntutnya.
Berikut ini ringkasan kronologi mengenai bedak talk J&J dan kasus hukumnya.
1893
Dr. Frederick Kilmer menemukan Johnson’s Baby Powder untuk pertama kalinya. Baby
powder ini diciptakan untuk mengurangi luka lecet pada bayi saat memakai popok.
Johnson’s Baby Powder pun lepas ke pasaran pada 1894.
1971
Studi yang dilakukan oleh W.J. Henderson dari Tenovus Institute for Cancer Research,
Wales, menjadi studi pertama yang menunjukkan adanya hubungan antara kanker
ovarium dengan talk. Dari 13 subjek penelitian yang semuanya memiliki kanker
ovarium ataupun kanker serviks, pada 10 orang di antaranya ditemukan partikel talk
pada sampel jaringan mereka.
Namun hasil studi tersebut tidak menunjukkan mengapa talk menyebabkan kanker.
Selain itu, ditemukan juga kandungan asbestos pada talk tersebut.
Bedak bayi (Foto: Dok. Thinkstock)

1976
Sejak 1976 kesadaran akan bahaya asbestos yang terkandung pada kosmetik semakin
besar. Karena itu, Food and Drug Administration (FDA) di AS mengeluarkan peraturan
agar talk yang digunakan untuk kosmetik harus terbukti bebas dari asbestos.
2009-2010
FDA melakukan survei terhadap berbagai jenis merek kosmetik, termasuk J&J,
Maybelline, Revlon, Urban Decay, dan banyak lagi. Hasilnya, tidak ada satu pun dari
kosmetik tersebut yang mengandung asbestos.
2013
Untuk pertama kalinya, J&J menghadapi tuntutan dengan tuduhan bedaknya
menyebabkan kanker ovarium. Deane Berg didiagnosis menderita kanker ovarium pada
2006.
Dilansir New York Post, Berg mengaku bukan perokok dan tidak kelebihan berat badan.
Satu-satunya kemungkinan penyebab kanker, menurutnya, adalah kebiasaannya
menggunakan talk di selangkangannya sejak usia 18 tahun. Meskipun hakim dalam
persidangan setuju bahwa bedak J&J menambah risiko kanker pada Berg, Berg tidak
mendapat uang ganti rugi.

Bedak Johnson and Johnson. (Foto: Shannon Stapleton/Reuters)

Februari 2016 – Oktober 2017


Keluarga dari Jacqueline Fox, warga Alabama, AS, menuntut J&J dengan tuduhan
bedaknya menyebabkan kanker ovarium setelah pemakaian selama 35 tahun. Fox
meninggal dunia pada 2015, empat bulan sebelum persidangan. Pihak Fox menang dan
J&J diharuskan membayar 72 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,04 miliar.
Namun pada Oktober 2017, keputusan banding dari pihak J&J keluar dan kali ini, pihak
J&J yang menang. Tak hanya mendapat tuntutan hukum dari keluarga Fox, menurut
trulaw.com, saat ini J&J menghadapi 9.000 tuntutan karena bedak talknya.
6 Juni 2018
J&J menghadapi tuntutan hukum terbesar. Sebanyak 22 orang perempuan menuntut
ganti rugi pada J&J karena dianggap telah menyebabkan kanker ovarium setelah
pemakaian selama puluhan tahun. Pengacara J&J, Peter Bicks, membantah tuduhan
adanya asbestos di produk mereka dan telah melakukan pengujian di laboratorium
mereka.
12 Juli 2018
Pengadilan menyatakan J&J bertanggung jawab pada kasus kanker 22 perempuan
tersebut dan diharuskan untuk membayar uang sebesar Rp 7,9 miliar ke masing-masing
orang, dan juga ganti rugi sebesar Rp 58,9 triliun.

Link : https://kumparan.com/@kumparansains/kronologi-kasus-bedak-johnson-and-johnson-yang-
dinilai-sebabkan-kanker-27431110790548821

PERLINDUNGAN KONSUMEN
DAN CONTOH KASUS
1. PENGERTIAN KONSUMEN
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi
dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan
menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen

2. HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA / PENGUSAHA


Hak dan kewajiban pelaku usaha / pengusaha diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 8
/ 1999.
Hak pelaku usaha adalah:
1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum


sengketa konsumen

4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Kewajiban Pelaku Usaha adalah :


1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif

4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan


berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang
dibuat dan/atau yang diperdagangkan

6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat


penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau


jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian

3. ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan
yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan
praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen
memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.

1. Asas perlindungan konsumen


Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan
konsumen.

 Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.

 Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
 Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.

 Asas keamanan dan keselamatan konsumen


Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.

 Asas kepastian hukum


Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara
menjamin kepastian hukum.

1. Tujuan perlindungan konsumen


Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan
konsumen adalah sebagai berikut.

 Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk


melindungi diri.

 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari


ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak-


haknya sebagai konsumen.

 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian


hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.

 Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi


barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

4. PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA


Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalamPasal 8 –
17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok,
yakni:

1. larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )

2. larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)

3. larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)


Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK,
yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang :

 Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;

 Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

 Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
 Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;

 Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut;

 Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

 Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu


penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

 Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan


“halal” yang dicantumkan dalam label.

 Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain
untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat.

 Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam


bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidang
makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak
jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui
Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga
wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan
kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.

Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.

(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.

UU PK tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas
dan tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah
tersebut diartikan sebagai berikut:

 Rusak: sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi.

 Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang
sempurna.

 Bekas: sudah pernah dipakai.

 Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi).


Ternyata cukup sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya
rusak berarti benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda
tersebut masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan
tercemar berarti pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu
diluar benda tersebut yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya berkurang
atau tidak berfungsi lagi.

Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah:


(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.

5. SANKSI BAGI PELAKU USAHA


Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
-Pengembalian uang atau
-Penggantian barang atau
-Perawatan kesehatan, dan/atau
-Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar
Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
Kurungan :
-Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10,
13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
-Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13
ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
* Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang
Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian
6. CONTOH KASUS :
Kasus Pelanggaran oleh Produk HIT
Produk HIT dianggap merupakan anti nyamuk yang efektif dan murah untuk
menjauhkan nyamuk dari kita… Tetapi, ternyata murahnya harga tersebut juga
membawa dampak negatif bagi konsumen HIT.

Telah ditemukan zat kimia berbahaya di dalam kandungan kimia HIT yang dapat
membahayakan kesehatan konsumennya, yaitu Propoxur dan Diklorvos. 2 zat ini
berakibat buruk bagi manusia, antara lain keracunan terhadap darah, gangguan syaraf,
gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker
lambung.

Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis
semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Departemen Pertanian juga telah
mengeluarkan larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga
sejak awal 2004 (sumber : Republika Online). Hal itu membuat kita dapat melihat
dengan jelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi
masyarakat umum sebagai konsumen. Produsen masih dapat menciptakan produk
baru yang berbahaya bagi konsumen tanpa inspeksi pemerintah.
Link : https://muhamadirpanhariawan.wordpress.com/2018/04/18/perlindungan-konsumen-dan-
contoh-kasus/

Anda mungkin juga menyukai