Anda di halaman 1dari 6

ETIKA BIROKRASI

Disusun oleh:

KELOMPOK 3

1. Febio Miranda Dewa (E011181001)


2. Muzdalifah (E011181007)
3. Adriani Bilolo (E011181013)
4. Yurike Priska (E011181026)
5. Muhammad Iqra (E011181313)
6. Chrisanty Putri Baan (E011181321)
7. Ratnika Juliany Ramadhan (E011181322)
8. Shiva Wulan Tri (E011181324)
9. Andrian Yoseph Imanuel (E011181332)
10. Wulandari Trisetia Windy (E011181509)
11. Anggie Sugita Roseifah (E011181020)

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
ETIKA BIROKRASI
A. Pengertian Etika
Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan
ethikos. Ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik. Ethikos
berarti susila, keadaban atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata “etika”
dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata etik berarti kumpulan asas atau nilai
yang berkenaan dengan akhlak atau nilai yang mengenai benar dan salah yang dianut
suatu golongan atau masyarakat. Adapun kata etiket berarti tata cara atau adat, sopan
santun dan lain sebagainya dalam masyarakat beradaban dalam memelihara hubungan
baik sesama manusia.

B. Pengertian Birokrasi
Secara etimologis, birokrasi berasal dari kata “Biro” yang berarti meja dan
“Kratein” yang berarti pemerintahan. Jika kita gabungkan maka memiliki arti Meja
Pemerintahan. Berikut beberapa pengertian birokrasi menurut beberapa ahli:
1. Max Weber, menurut Max Weber, pengertian birokrasi adalah suatu bentuk
organisasi yang penerapannya berhubungan dengan tujuan yang hendak
dicapai. Birokrasi ini dimaksudkan sebagai suatu sistem otoritas yang
ditetapkan secara rasional oleh berbagai macam peraturan untuk
mengorganisir pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang.
2. Fritz Morstein Marx, menurut Fritz Morstein Marx (1984), pengertian
birokrasi adalah suatu tipe organisasi yang digunakan oleh pemerintah modern
untuk melaksanakan tugas-tugasnya yang bersifat spesialis, dilaksanakan
dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah.
3. Peter A. Blau dan Charles H. Page, menurut Peter A. Blau dan Charles H.
Page (1956), arti birokrasi adalah suatu tipe organisasi yang dimaksudkan
untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar, yaitu dengan cara
mengkoordinir secara sistematik pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang.
4. Riant Nugroho Dwijowijoto, menurut Riant Nugroho Dwijowijoto (2004),
pengertian birokrasi adalah suatu lembaga yang sangat kuat dengan
kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial terhadap hal-
hal yang baik maupun buruk dalam keberadaannya sebagai instrumen
administrasi rasional yang netral pada skala yang besar.
5. Farel Heady, menurut Farel Heady (1989), pengertian birokrasi adalah suatu
struktur organisasi yang memiliki karakteristik tertentu; hierarki, diferensiasi,
dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi berkaitan dengan struktur jabatan
yang mengakibatkan perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi.

Idealnya, birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir
yang dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan
publik yang efektif dan efisien. Birokrasi juga dioperasikan oleh serangkaian aturan
serta prosedur yang bersifat tetap. Terdapat rantai komando berupa hirarki
kewenangan di mana tanggung jawab setiap bagian-bagiannya 'mengalir' dari 'atas' ke
'bawah.'

Selain itu, birokrasi juga disebut sebagai badan yang menyelenggarakan Civil
Service (pelayanan publik). Birokrasi terdiri dari orang-orang yang diangkat oleh
eksekutif, dan posisi mereka ini 'datang dan pergi.' Artinya, mereka-mereka duduk di
dalam birokrasi kadang dikeluarkan atau tetap dipertahankan berdasarkan prestasi
kerja mereka.

C. Etika Birokrasi
Ketika kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapan kita, maka pasti akan
timbul kekecewaan, begitulah yang terjadi ketika kita mengharapkan agar para
aparatur birokrasi bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab, kejujuran dan keadilan
dijunjung, sementara yang kenyataan yang terjadi mereka sama sekali tidak bermoral
atau beretika, maka disitulah kita mengharapkan adanya aturan yang dapat ditegakkan
yang menjadi norma atau rambu-rambu dalam melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang
kita inginkan itu adalah etika yang yang perlu diperhatikan oleh aparat birokrasi tadi.
Terbentuknya etika birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam
masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan atau budaya
di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai yang ada dan
berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap dan perilaku yang nantinya
dipandang etis atau tidak etis dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan
yang merupakan bagian dari fungsi aparat birokrasi itu sendiri.
Di negara kita yang masih kental budaya paternalistik atau tunduk dan taat
kepada Bapak atau pemimpin pemerintahan yang juga merupakan pemimpin
birokrasi, sehingga sangat sulit bagi masyarakat untuk menegur para aparat birokrasi
bahwa yang dilakukannya itu tidak etis atau tidak bermoral, mereka lebih banyak
diam dan malah manut saja melihat perilaku yang adan dalam jajaran aparat birokrasi.
Dalam kondisi seperti di atas, inisiatif penetapan etika bagi aparat birokrasi
atau penyelenggara pemerintahan hampir sepenuhnya berada di tangan pemerintah.
Dimana pemerintah atau organisasi yang disebut birokrasi merasa paling berkuasa dan
merasa dialah yang mempunyai kewenagan untuk menentukan sesuatu itu etis atau
tidak bagi dirinya menurut versi atau pandangannya sendiri, tanpa mempedulikan apa
yang aturan main di dalam masyarakat. Permasalahan ini sangat rumit karena etika
birokrasi cenderung diseragamkan melalui peraturan kepegawaian yang telah diatur
dari birokrasi tingkat atas atau pemerintah pusat, sementara dalam pelaksanaan
tugasnya dia berada di tengah-tengah masyarakat, yang jadi pertanyaannya sekarang
apakah yang dikatakan etis menurut peraturan kepegawaian yang mengatur aparat
birokrasi dapat dikatakan etis pula dalam masyarakat ataupun sebaliknya.

D. Etika Dalam Pelayanan Publik


Kode etik pelayanan publik di Indonesia masih terbatas pada beberapa profesi
seperti ahli hukum dan kedokteran sementara kode etik untuk profesi yang lain masih
belum nampak. Ada yang mengatakan bahwa kita tidak perlu kode etik karena secara
umum kita telah memiliki nilai-nilai agama, etika moral Pancasila, bahkan sudah ada
sumpah pegawai negeri yang diucapkan setiap apel bendera. Pendapat tersebut tidak
salah, namun harus diakui bahwa ketiadaan kode etik ini telah memberi peluang bagi
para pemberi pelayanan untuk mengenyampingkan kepentingan publik. Kehadiran
kode etik itu sendiri lebih berfungsi sebagai alat kontrol langsung bagi perilaku para
pegawai atau pejabat dalam bekerja. Dalam konteks ini, yang lebih penting adalah
bahwa kode etik itu tidak hanya sekedar ada, tetapi juga dinilai tingkat
implementasinya dalam kenyataan. Bahkan berdasarkan penilaian implementasi
tersebut, kode etik tersebut kemudian dikembangkan atau direvisi agar selalu sesuai
dengan tuntutan perubahan jaman.
Kita mungkin perlu belajar dari negara lain yang sudah memiliki kedewasaan
beretika. Di Amerika Serikat, misalnya, kesadaran beretika dalam pelayanan publik
telah begitu meningkat sehingga banyak profesi pelayanan publik yang telah memiliki
kode etik. Salah satu contoh yang relevan dengan pelayanan publik adalah kode etik
yang dimiliki ASPA (American Society for Public Administration) yang telah direvisi
berulang kali dan terus mendapat kritikan serta penyempurnaan dari para anggotanya.
Nilai-nilai yang dijadikan pegangan perilaku para anggotanya antara lain integritas,
kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek, menaruh perhatian, keramahan, cepat
tanggap, mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan lain, bekerja
profesional, pengembangan profesionalisme, komunikasi terbuka dan transparansi,
kreativitas, dedikasi, kasih sayang, penggunaan keleluasaan untuk kepentingan publik,
beri perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya dirahasiakan, dukungan
terhadap sistim merit dan program affirmative action.
DAFTAR PUSTAKA

Kumorotomo, Wahyudi. 2008. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada.
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-birokrasi-adalah.html (diakses pada
tanggal 28 September 2019)
https://backtoaceh.blogspot.com/2018/10/istilah-pengertian-etika-secara.html (diakses pada
tanggal 28 September 2019)

Anda mungkin juga menyukai