Anda di halaman 1dari 7

Kota dan Kriminalitas

Kota dengan kriminalitas seperti tidak bias dipisahkan. Menjadi dua bagian yang
sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Apa yang menyebabkan kriminalitas selalu ada
di kota? Padahal kota merupakan wiliyah yang dinilai memiliki teknologi dan fasilitas yang
cukup maju dan masyrakat yang memiliki wawasan luas. Tapi kriminalitas selalu menghantui
kota-kota besar. Sebelum membahas kriminalitas saya akan membahas seperti apa kota itu.
Kota merupakan wilayah yang memiliki penduduk yang sangat padat, kota juga
diperuntukan sebagai pusat pelayanan. Kota memberikan fasilitas-fasilitas yang lengkap bagi
masyarakatnya. Fasilitas-fasilitas yang ada di kota memberikan kemudahan beraktifitas untuk
masyarakat. Selain memberikan pelayanan kepada masyarakat, kota juga sebagai pusat
perekonomian. Sehingga banyak sekali masyarakat desa datang ke kota karena kelengkapan
pelayanan di kota dan untuk memperbaiki ekonomi mereka.
Menurut Daldjoeni (1997: 44-45) mengatakan bahwa kota pada awalnya bukanlah
tempat pemukiman, melainkan pusat pelayanan. Sejauh mana kota menjadi pusat pelayanan
bergantung pada sejauh mana pedesaan sekitarnya memanfaatkan jasa-jasa kota. Sjoberg
dalam Daldjoeni (1997: 30) melihat lahirnya kota lebih dari timbulnya suatu golongan
spesialisasi nonagraris, bahwa orang yang berpendidikan merupakan bagian penduduk yang
terpenting. Pengertian ini bisa kita lihat bahwa kota telah menjadi pusat pelayanan (pelayanan
pemerintahan, pendidikan, jasa, rekreasi dan lainnya) sekaligus pusat kegiatan sosial,
kegiatan perekonomian, dan pusat-pusat hunian.1
Oleh karena itu, ada istilah pusat kota. Pusat kota adalah titik atau tempat atau daerah
pada suatu kota yang memiliki peran sebagai pusat dari segala pelayanan kegiatan kota,
antara lain politik, sosial budaya, ekonomi dan teknologi (Hadi Yunus, 2002: 107). Peran
tersebut dijalankan melalui jasa pelayanan yang diberikan oleh fasilitas-fasilitas umum
maupun sosial yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, suatu pusat kota harus memiliki
kelengkapan fasilitas yang baik dan memadai. Dalam kaitannya dengan peran dari sebuah
pusat kota, teori Christaller tentang ambang penduduk (Threshold Population) wilayah
cakupan layanan (Market Range) mengambil peranan penting. Fasilitas-fasilitas tersebut
harus dapat melayani seluruh penduduk kota, dan juga mencakup seluruh bagian wilayah
kota.2
Di kota-kota besar yang ada di Indonesia pemerintah sudah memberikan fasilitas dan
pelayanan yang cukup. Khususnya di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Hanya saja fasilitas
dan pelayanan yang sudah ada di Jakarta disertai dengan jumlah penduduk yang sangat padat
sehingga fasilitas dan pelayanan yang ada dinilai masih kurang cukup untuk masyarakat. Hal
ini akan menjadi masalah publik apabila tidak cepat di atasi pemerintah, karena setiap
tahunnya penduduk kota akan terus bertambah sehingga kota akan semakin padat. Fasilitas

1
Adon Nasrullah Jamaludin, Sosiologi Perkotaan Memahami Masyarakat Kota dan Problematikanya, Pustaka
Setia, Bandung, 2017, hlm. 34.
2
Ibid
dan pelayanan yang ada di kota harus diperbaiki dan diperbanyak kembali, untuk
memberikan kenyamanan bagi masyarakatnya.
Perencanaan kota yang baik dan teratur berguna untuk mengantisipasi masalah yang
akan terjadi pada masa mendatang. Dengan banyaknya penduduk di kota, pemerintah perlu
menyediakan layanaan memadai yang dibutuhkan masyarakat seperti layanan pendidikan,
kesehatan, air bersih, keamanan, pengelolaan sampah, parkir umum, dan layanan lain.
Sulitnya penyediaan layanan memadai salah satunya disebabkan oleh angka pertumbuhan
penduduk yang tinggi.
Pada era globalisasi, orang-orang akan bersaing untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang beragam. Ketatnya persaingan menimbulkan munculnya beragam sikap negatif seperti
antisosial, kurang beretika, dan tidak taat aturan. Kecenderungan ini sebenarnya dapat
dihindari jika masyarakat perkotaan berpegang teguh pada budaya bangsa Indonesia. Jika
masyarakat berkomitmen memegang teguh budaya gotong royong, musyawarah, dan
menjunjung etika sosial, niscaya perilaku yang mengarah pada sikap negatif dapat
diminimalisasi.
Masyarakat perkotaan (urban community) memiliki cara hidup dan karakteristik khas.
Masyarakat ini cenderung mengutamakan keamanan dibandingkan masyarakat perdesaan
yang mengutamakan kenyamanan dan kebersamaan. Secara teperinci,budaya masyarakat
perkotaan sebagai berikut.
1. Lebih cenderung mementingkan kehidupan duniawi.
2. Pola pikir lebih rasional dan cenderung praktis.
3. Interaksi antaranggota masyarakat lebih didasari faktor kepentingan pribadi
dibandingkan kepentingan umum.
4. Masyarakat umumnya berusaha mengurus kebutuhan diri sendiri dan meminimalisasi
sikap bergantung pada orang lain.
5. Pembagian kerja antaranggota masyarakat lebih tegas dan terdapat batasan.
6. Pola kehidupannya bersifat terbuka terhadap pengaruh dari luar.3

Masyarakat perkotaan cenderung berusaha memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Setiap


anggota masyarakat berusaha tidak terikat anggota masyarakat lain. Setiap individu berusaha
memenuhi kebutuhan sendiri sesuai kompetensinya. Masyarakat perkotaan umumnya
memiliki taraf hidup lebih tinggi daripada masyarakat perdesaan. Akibatnya, muncul sikap
membatasi diri dalam bergaul karena berusaha mengejar materi dan tujuan masing-masing.
Dalam bertindak, masyarakat perkotaan meng- gunakan nalar. Pada umumnya interaksi sosial
terjadi karena alasan ekonomi. Akibatnya, sifat kerukunan (paguyuban) dalam kehidupan
masyarakat perkotaan memudar.4
Karena cenderung memiliki sikap invidualisme mementingkan diri sendiri,
masyarakat kota memiliki batasan-batasan dalam berinteraksi. Batasan-batasan dalam
berinteraksi maksudnya masyarakat kota hanya akan berinteraksi seperlunya dan hanya
kepada kelompok-kelompoknya. Sehingga memunculkan kelas dalam kelompok masyarakat
3
Zudan Arif Fakrulloh, Endar Wismulyani, Permasalahan Penduduk Perkotaan, Cempaka Putih, Klaten, 2016,
hlm. 2.
4
Ibid
perkotaan. Biasanya pembentukan kelas dalam kelompok masyarakat kota ini disebabkan
oleh ekonomi masyarakat kota.
Setelah mengetahui kota dan masyarakat kota itu seperti apa, saya akan membahas
seperti apa kriminalitas yang ada di kota, kriminalitas yang ada dikota ini sebabkan oleh
padatnya penduduk perkotaan. Kepadatan penduduk kota memiliki banyak sekali dampak
salah satunya yaitu lapangan pekerjaan yang semakin sempit (Sedikit). Karena kota menjadi
tujuan para pendatang untuk mencari nafkah. Banyak pendatang berharap memperoleh
pekerjaan layak di kota. Sayangnya, harapan ini bisa saja sulit tercapai mengingat banyaknya
saingan dalam memperoleh pekerjaan di kota. Para pendatang yang memiliki keahlian atau
keterampilan bisa bekerja di kawasan industri atau sektor lain dengan gaji layak. Akan tetapi,
pendatang yang tidak mempunyai keahlian akan bekerja di sektor informal, misalnya sebagai
pedagang kaki lima atau pedagang asongan, kuli, dan buruh cuci.5 Mereka yang beruntung
datang ke kota dan memiliki keahlian akan mendapatkan pekerjaan, sedangkan yang tidak
beruntung dan tidak memiliki keahlian akan menjadi pengangguran dan membuat mereka
melakukan tindak kejahatan atau kriminalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup di kota. Hal
ini yang menyebabkan tingginya tingkat kriminalitas di kota.
Kriminalitas berkaitan dengan perilaku melawan norma hukum. Adapun faktor
penyebab kriminalitas sebagai berikut :
1. Tingkat pengangguran yang tinggi sehingga banyak orang tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehingga melakukan pencurian, pemerasan, dan
perampokan.
2. Pemahaman keagamaan dan tingkat keimanan yang lemah. Seseorang yang
taat beragama akan takut melakukan perbuatan dosa. Sebaliknya, seseorang
yang pemahaman keagamaannya lemah tidak takut melanggar ajaran agama
sehingga mudah terlibat tindak kejahatan.
3. Pengaruh pergaulan yang salah. Seseorang yang bergaul dengan pelaku tindak
kriminal, dapat terlibat dalam perilaku tersebut.
4. Kemiskinan. Masyarakat miskin mengalami kesulitan dalam mencukupi
kebutuhannya. Dengan tingkat kemiskinan yang terus meningkat, akan
semakin banyak tindak kriminalitas yang meresahkan warga.6

Marshall B. Clinard dan Richard Quinney, penulis buku Corporate Criminal Behavior,
membedakan delapan tipe kejahatan berdasarkan empat karakteristik. Keempat karakteristik
tersebut yaitu karier penjahat sebagai pelanggar hukum; sejauh mana tindak kriminal
memperoleh dukungan kelompok; hubungan timbal balik antara kejahatan dan pola-pola
perilaku yang sah; serta reaksi sosial terhadap kejahatan.
Berdasarkan karakteristik tersebut, Marshall B. Clinard dan Richard Quinney
menyusun tipologi kejahatan seperti berikut.

5
Ibid, hlm. 6.
6
Ibid, hlm. 58.
1. Kejahatan perorangan dengan kekerasan, meliputi bentuk-bentuk perbuatan criminal
seperti pembunuhan dan pemerkosaan.
2. Kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, misalnya pencurian
kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya sebagai penjahat karena
mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya.
3. Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu. Kejahatan ini
pada umum nya dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi.
4. Kejahatan politik, misalnya pengkhianatan spionase, dan sabotase. Pelaku tindak
kejahatan ini melakukan aksinya apabila mereka merasa perbuatan ilegal itu sangat
penting guna mencapai perubahan dalam masyarakat.
5. Kejahatan terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai
penjahat apabila mereka terus-menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat,
misalnya pelaku pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat
informal dan terbatas.
6. Kejahatan konvensional, misalnya perampokan dan pencurian dengan kekerasan.
Perilaku ini berkaitan dengan tujuan sukses ekonomi.
7. Kejahatan terorganisasi, meliputi pemerasan dan pelacuran terorganisasi, perjudian
terorganisasi, serta pengedaran narkotika.
8. Kejahatan profesional, dilakukan sebagai cara hidup seseorang. Mereka n ndang diri
sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat lain serta mempunyai
status tinggi dalam dunia kejahatan (Soekarto: 2012).7
Kriminalitas di Perkotaan
Kriminalitas menjadi masalah sosial serius kota-kota di Indonesia. Kota-kota
besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar memiliki tingkat
kriminalitas tinggi. Tingginya tingkat kriminalitas di kota besar tak luput dari dampak
besarnya jumlah pendatang. Selain itu, minuman keras (miras) dan narkoba disinyalir
meningkatkan jumlah kasus kejahatan. Banyak kasus kejahatan seperti pencurian,
tindak asusila, dan penjambretan disebabkan pengaruh minuman keras dan narkoba.
Miras dan narkoba dapat memengaruhi tingkat emosional dan pikiran penggunanya.
Faktor ekonomi merupakan faktor penyebab terbesar maraknya kasus
kriminalitas di perkotaan. Seseorang bisa melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan hukum bila kesejahteraannya tidak terpenuhi. Para pelaku kejahatan
menyebutkan rata-rata motif tindakan kejahatan yang mereka lakukan karena factor
kemiskinan.8
Dalam penulisan ini saya melakukan wawancara ke beberapa orang untuk
mendapatkan informasi tentang kriminalitas di kota. Dari hasil wawancara yang saya

7
Ibid, hlm. 59.
8
Ibid.
lakukan kepada narasumber, ternyata narasumber tersebut pernah menjadi korban
kriminalitas yang ada di kota. Bermacam-macam kriminalitas yang di alami
narasumbur ada yang menjadi korban hipnotis, untuk diambil harta benda korban dan
ada yang menjadi korban penjambretan.
Narasumber juga menjelaskan kriminalitas merupakan suatu tindakan yang
dapat merugikan orang lain dan orang banyak. Ada beberapa factor yang dapat
mempengaruhi seseorang untuk berbuat kriminalitas yaitu faktor ekonomi, tuntutan
kebutuhan hidup dan faktor sulitnya mencari pekerjaan.
Tingkat kriminalitas yang ada di kota menurut mereka sudah sangat tinggi.
Bahkan pelaku kejahatan sudah berani melakukan tindakan tersebut secara terang-
terangan. Pelaku kriminalitas tidak segan untuk mengahabisi korban, selain
mengambil harta milik korban pelaku juga melakukan tindak kekerasan seperti
menusuk atau bahkan membunuh korbannya.
Kriminalitas juga tidak berlaku bagi rakyat kecil saja. Tetapi mereka orang-
orang kaya seperti pejabat Negara yang melakukan tindakan korupsi juga bagian dari
kriminalitas. Bahkan kriminalitas yang dilakukan pejabat Negara tersebut dapat
merugikan orang banyak.
Menurut narasumber tindakan yang harus pemerintah lakukan dalam
mengatasi kriminalitas dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan yang memenuhi
kapasitas masyarakat kota, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan
cara memperbaiki pendidikan di Indonesia khususnya di kota-kota besar. Tindakan
tegas juga harus dilakukan oleh aparat penegak hokum. Keadilan harus dilakukan
tidak ada tebang pilih dalam memberi hukuman kepada pelaku kriminalitas.
Selain pemerintah, masyarakat juga harus bersama-sama memberantas
kriminalitas. Karena kriminalitas terjadi karena faktor ekonomi, seharusnya
masyarakat merubah pola fikir. Apabila mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan di
kota seharusnya masyarakat tersebut berfikir untuk membuka usaha selain membuka
usaha untuk diri sendiri hal ini juga akan memberikan peluang pekerjaan bagi mereka
yang masih menjadi pengangguran. Sehingga dengan pola fikir tersebut tingkat
kriminalitas karena faktor ekonomi dapat berkurang.

Dampak Tindak Kriminal


Tindak kriminal sangat meresahkan masyarakat karena memengaruhi berbagai
bidang seperti keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya. Tindak kriminal menyebabkan
kerugian berupa materi (uang dan bukan materi (nyawa). Kerugian berupa materi
merupakan dampak kriminal dalam bidang ekonomi.
Di satu sisi tindak kriminal memunculkan rasa takut di kalangan masyarakat.
Di sisi lain, tindak kriminal yang semakin marak dapat menurunkan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap pihak keamanan, khususnya kepolisian Republik
Indonesia.9
Apabila tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pihak keamanan sudah
menurun maka tingkat kriminalitas akan semakin tinggi. Karena para pelaku
beranggapan bahwa sudah tidak ada lagi hokum yang berlaku bagi mereka. Hal ini
memberikan keleluasaan kepada para pelaku kriminalitas untuk melakukan aksinya.
Oleh karena itu tugas aparat keamanan harus benar-benar dilakukan, agar memberikan
efek jera terhadap pelaku kejahatan maka hokum harus tetap di tegakkan. Jangan ada
hokum yang tebang pilih untuk memberantas kejahatan.
Upaya Penyelesaian Masalah
Beberapa upaya mengatasi kriminalitas sebagai berikut :
1. Menjatuhkan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku
kriminalitas.
2. Mengaktifkan peran orang tua dan lembaga pendidikan dalam
mendidik anak sebagai upaya pencegahan tindak kriminalitas sejak
dini.
3. Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai
budaya bangsa.
4. Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai dan norma sosial dimulai
sejak dini melalui sekolah, pengajian, serta organisasi masyarakat.
5. Melakukan pelatihan atau kursus keahlian bagi para pelaku tindak
kriminal atau pengangguran agar memiliki keterampilan untuk mencari
lapangan pekerjaan atau membuka usaha.10
Oleh karena itu untuk memberantas kriminalitas di kota, bukan hanya
pemerintah dan aparat penegak hokum saja yang bertindak. Tetapi masyarakat kota
juga harus bekerja sama dalam mengatasi tindakan kriminalitas yang sudah sangat
menggangu masyarakat kota.

9
Ibid.
10
Ibid
Dalam upaya mengurangi tingkat kriminalitas di kota, ini merupakan
kewajiban bersama. Apabila pemerintah, aparat penegak hokum, dan masyrakat
kompak dan bersama-sama dalam memberantas kriminalitas di kota, maka bukan
hanya tingkat penurunan kriminalitas saja yang berkurang. Tetapi kesejahteraan
masyarakat dan tingkat ekonomi masyarakat juga akan meningkat. Sehingga tidak ada
lagi kriminalitas yang terjadi di kota. Masyarakat hidup aman dan nyaman dalam
menjalanakan aktifitasnya.

Anda mungkin juga menyukai