Kelompok 7
5. Meningkatkan daya saing yang sehat dan tinggi bagi Indonesia baik secara regional
maupun internasional, dengan cara menciptakan pasar bagi Indonesia yang inovatif
dan efisien sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus
investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
1. Negara harus merumuskan dan menerapkan GPG sebagai pedoman dasar dalam
melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangannya . Negara juga berkewajiban untk
menciptakan situasi kondusif yang memungkinkan penyelenggaran negara dan
jajarannya melaksanakan tugasnya dengan baik.
2. Dunia usaha harus merumuskan dan menerapkan GCG dalam melakukan usahanya
sehingga dapat meningkatkan produktivitas nasional. Dunia usaha juga berkewajiban
untuk berpartisipasi aktif memberikan masukan dalam perumusan dan pelaksanaan
peraturan perundangan dan kebijakan publik yang bertalian dengan sektor usahanya
1. Asas demokrasi
2. Asas transparansi
3. Asas akuntabilitas
1. Asas demokrasi
- Demokrasi mengandung tiga unsur pokok yaitu partisipasi, pengakuan adanya
perbedaan pendapat dan perwujudan kepentingan umum.
- Partisipasi terbagi atas partisipasi langsung dan tidak langsung.
- Contoh partisipasi langsung:
- Pemilu
- Mematuhi kebijakan
- Bergabung ke dalam lembaga politik
- Contoh partisipasi tidak langsung:
- Melalui lembaga perwakilan yang sah, yaitu DPR. Web site pengaduan:
pengaduan.dpr.go.id.
- Pengakuan adanya perbedaan pendapat diatur dalam Pasal 6 UU No. 9 1998.
- Asas demokrasi harus diterapkan baik dalam proses memilih dan dipilih sebagai
penyelenggara negara maupun dalam proses penyelenggaraan negara.
2. Asas Transparansi
- Yaitu keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh
Pemerintah.
- Transparansi diperlukan agar:
- Wawasan masyarakat bertambah;
- Pengawasan oleh masyarakat dan dunia usaha dapat obyektif;
- Menciptakan kepercayaan timbal-balik sehingga partisipasi bertambah dan
pelanggaran berkurang.
- Untuk itu, diperlukan penyediaan informasi melalui sistem informasi dan
dokumentasi yang dapat diakses dengan mudah tentang pola perumusan dan isi
peraturan perundangan dan kebijakan publik serta pelaksanaannya oleh masing-
masing lembaga negara.
- Transparansi juga diperlukan dalam rangka penyusunan dan penggunaan anggaran.
- Asas transparansi ini tidak mengurangi kewajiban lembaga negara serta
penyelenggara negara untuk merahasikan kepentingan negara sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku dan harus menolak memberikan informasi
yang berkaitan dengan keselamatan negara, hak-hak pribadi dan rahasia jabatan.
ASAS AKUNTABILITAS
- Budaya hukum harus dibangun agar lembaga negara dan penyelenggara negara
dalam melaksanakan tugasnya selalu didasarkan pada keyakinan untuk berpegang
teguh pada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
- Untuk itu, setiap lembaga negara dan penyelenggara negara berkewajiban untuk
membangun sistim dan budaya hukum secara berkelanjutan baik dalam proses
penyusunan dan penetapan perundangan serta kebijakan publik maupun dalam
pelaksanaan dan pertanggungjawabannya.
Kewajaran dan kesetaraan mengandung unsur keadilan dan kejujuran sehingga dalam
pelaksanaannya dapat diwujudkan perlakuan setara terhadap pemangku kepentingan
secara bertanggung jawab. Kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk dapat mewujudkan
pola kerja lembaga negara dan penyelenggara negara yang lebih adil dan bertanggung
jawab. Kewajaran dan kesetaraan juga diperlukan agar pemangku kepentingan dan
masyarakat menjadi lebih mentaati hukum dan dihindari terjadinya benturan kepentingan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, lembaga negara
dan penyelenggara negara harus senantiasa memperhatikan kepentingan masyarakat dan
memberikan pelayanan berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan, yang mencakup
berbagai pedoman pelaksanaan seperti bahwa setiap lembaga negara yang memiliki
wewenang untuk menetapkan dan atau melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan publik harus mengutamakan dan melindungi hak-hak masyarakat dengan berbasis
kewajaran dan kesetaraan. Untuk melaksanakan pelayanan kepada publik dengan berbasis
kewajaran dan kesetaraan, lembaga negara beserta perangkatnya harus menerapkan
standar pelayanan yang berkualitas, yang disusun sesuai dengan sifat dan jenis pelayanan
yang diselenggarakan dengan memerhatikan lingkungan, kepentingan dan masukan dari
masyarakat. Pelaksanaan standar pelayanan yang berkualitas oleh lembaga negara dan
penyelenggara negara diawasi masyarakat serta lembaga yang diberikan wewenang
melakukan pengawasan, bahwa setiap lembaga negara harus menerapkan kebijakan
rekrutmen dan karier penyelenggara negara serta pegawai dan prajurit dalam
lingkungannya, atas dasar kewajaran dan kesetaraan, tanpa membedakan agama, suku,
kelompok, dan golongan yang bersangkutan. Nilai-nilai yang menjadi pegangan moral
penyelenggara negara, pegawai dan prajurit adalah integritas, profesionalisme,
mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara serta berwawasan kedepan. Integritas
bermakna bahwa dalam berpikir, berkata, dan berperilaku selalu didasari oleh kejujuran,
keadilan,dandisiplin.
NILAI-NILAI
- INTEGRITAS
Integritas bermakna bahwa dalam berpikir, berkata, dan berperilaku selalu didasari
oleh kejujuran, keadilan, dan disiplin.
- PROFESIONAL
Profesional berarti berkomitmen untuk menyelesaikan tugasnya secara tuntas dan
akurat atas dasar kompetensi yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab,
- BERWAWASAN KEDEPAN
berwawasan kedepan, berarti berpikir kedepan untuk selalu menyempurnakan
prestasi yang sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara. Etika
penyelenggara negara mencakup perilaku individu, perlindungan terhadap harta
milik negara, penyelenggaraan negara serta kepentingan pribadi. Untuk itu, setiap
lembaga negara harus menyusun pedoman etika penyelenggaraan negara bagi
jajarannya, yang mencakup perilaku individu, perlindungan harta negara, kehati-
hatian penyelenggaraan negara, kepentingan negara diatas kepentingan pribadi.
Pedoman perilaku mencakup panduan tentang benturan kepentingan, pemberian
dan penerimaan hadiah, kepatuhan terhadap peraturan, kerahasiaan informasi,
pelaksanaan wewenang serta hak dan kewajiban dalam pengungkapan tindakan
penyimpangan (whistleblower).
10. Penyelenggara negara seringkali bersikap dan berperilaku kurang sopan dan tak acuh
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
11. Selama ini belum semua lembaga dan profesi mempunyai kode etik dan lembaga
penegakannya belum optimal karena adanya kekosongan peraturan perundang-
undangan yang mengatur etika penyelenggara negara.
12. Adanya lembaga penegak kode etik yang bekerja tidak optimal, karena dianggap
tidak objektif dan independen serta cenderung melindungi oknum yang diproses
dalam lembaga ini.
13. Sanksi yang dikenakan kepada pelanggar kode etik kurang efektif dan tidak
menimbulkan efek jera. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara
negara harus dijawab dan diantisipasi dengan membuat perencanaan politik hukum
negara dalam bentuk undang-undang yang responsif terhadap krisis kepercayaan
masyarakat.Apabila krisis kepercayaan masyarakat tidak ditanggapi dengan baik
maka dapat menimbulkan delegitimasi terhadap penyelenggaraan negara walaupun
prosesnya diklaim telah dilakukan secara demokratis.
Dengan 13 (tiga belas) masalah yang telah diungkapkan maka dapat disimpulkan bahwa
urgensi pengaturan etika penyelenggara negara dalam undang-undang, antara lain:
Hak, Kewajiban, Tanggung jawab, dan Larangan Penyelenggara Negara Pada awalnya
negara
Prinsip dasar dari “rules of constitutional law” dan rules of constitutional ethics” yang ada di
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut
telah dijabarkan menjadi TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (TAP MPR Anti KKN) dan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 (UU Penyelenggara Negara). Berdasarkan peraturan
perundang-undangan tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan penyelenggara
negara yang mampu menjalankan tugasnya secara sungguhsungguh dan penuh tanggung
jawab maka diperlukan kesamaan visi, persepsi, dan misi seluruh penyelenggara negara dan
masyarakat. Persamaan visi, persepsi, dan misi seluruh penyelenggara negara tersebut
harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki terwujudnya
penyelenggara negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-
sungguh, penuh tanggung jawab, dan dilaksanakan secara efektif, efisien, bebas dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Berdasarkan pokok penjelasan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara, RUU tentang Etika Penyelenggara Negara bertujuan untuk:
Selama ini pengaturan-pengaturan mengenai etika bagi para penyelenggara negara pada
dasarnya tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan seperti TAP MPR Nomor
XI/MPR/1998, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan sebagainya. Masing-masing hak,
kewajiban, dan larangan sudah diatur tersendiri, dan masing-masing juga sudah mempunyai
kode etiknya sendiri-sendiri. Oleh karena itu pengaturan mengenai hak, kewajiban, dan
larangan yang akan diatur di dalam RUU ini haruslah dapat diposisikan secara jelas.
Ketentuanketentuan mengenai hak, kewajiban, dan larangan yang akan diatur di dalam RUU
ini harus bersifat secara umum dan dapat diterapkan kepada seluruh penyelenggara negara,
karena tujuan dari RUU ini adalah sebagai landasan bagi ketentuan “payung” sehingga harus
bersifat secara umum (general). Dengan demikian hak, kewajiban, dan larangan yang akan
diatur disini harus ditarik dari prinsip-prinsip umum atau garis besar pengaturan yang ada di
berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dan berbagai kode etik penyelenggara
negara yang sudah ada.
1. Menerima gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
2. Mengajukan pembelaan jika diduga melakukan pelanggaran kode etik.
3. Mendapatkan pemulihan nama baik dan hak-haknya jika tidak terbukti melanggar
Kode Etik.
4. Memperoleh penghargaan dari negara jika telah menunjukkan kesetiaan, etika kerja,
dan prestasi kerja yag baik.
Dari hak-hak yang diterima tersebut maka berkonsekuensi timbulnya
kewajibankewajiban yang harus dilakukan dan larangan-larangan yang harus dipatuhi.
Kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan penyelenggara negara tersebut adalah:
a. Hal ini merupakan bentuk akuntabilitas sehingga dapat menjadi bahan publik untuk
melakukan pengawasan. Dengan adanya transparansi ini maka rakyat bisa
mengontrol pemimpinnya. Dengan begitu peran masyarakat sebagai kontrol
kebijakan akan berjalan.
b. Kewajiban melaporkan harta kekayaan bagi penyelenggara negara atau pejabat
publik tersebut juga merupakan perintah dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
a. Pengendalian internal merupakan salah satu unsur penting dalam pengelolaan suatu
organisasi. Pengendalian dan pengawasan internal akan melengkapi pengendalian
eksternal yang sudah ada seperti lembaga pemberantas korupsi, lembaga kepolisian,
lembaga kejaksaan, atau lembaga pengawas keuangan. Fokus dari pengendalian dan
pengawasan internal ini pada mekanisme pengendaliannya yang harus dapat
menjamin kualitas dan kinerja pemerintahan secara keseluruhan.
b. Dengan adanya efektivitas pengawasan internal dan fungsional penyelenggara negara
akan dapat menciptakan kehandalan laporan keuangan, pengamanan asset negara
dan ketatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan akhir
dari pengawasan internal dan fungsional ini adalah untuk mencapai efektivitas,
efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas keuangan negara.
4) Melaksanakan prinsip-prinsip penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN yaitu
kejujuran, tranparansi, tepat janji, taat aturan, keadilan, kewajaran dan kepatutan, tanggung
jawab, dan kehati-hatian dengan memberikan sanksi yang berat bagi para pelanggarnya.
1) Menerima hadiah atau sesuatu pemberian dari siapapun yang patut diduga bahwa
pemberian itu bersangkutan dengan jabatannya sebagai penyelenggara negara. Hal ini
dilandasi pemikiran bahwa seharusnya cindera mata tersebut menjadi milik negara, jika
penyelenggara negara menerima hadiah atau cindera mata tersebut maka dapat
berdampak kepada sikap dan perilaku pejabat negara tersebut dalam membuat
kebijakan ataupun mengambil keputusan .
2) Menyalahgunakan wewenang dan barang-barang, atau fasilitas milik negara untuk
kepentingan pribadi, termasuk memanfaatkan staf, pegawai, dan fasilitas kantor untuk
kegiatan di luar kedinasan atau kepentingan pribadinya. Definisi barang milik negara
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat definisi barang milik negara adalah
semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja
negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang-barang milik negara
tersebut harus digunakan murni untuk penyelenggaraan negara dan pemerintahan, tidak
boleh digunakan untuk kepentingan pribadi.
3) Melakukan pungutan-pungutan yang tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam
melaksanakan tugasnya. Perilaku tidak berdasar hukum ini dapat membebani rakyat yang
seharusnya mendapatan pelayanan dari para penyelenggara negara.
4) Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan martabat sebagai
penyelenggara negara. Seiring dengan berjalannya waktu dan memudarnya nilai-nilai
etika ketimuran dan ikatan kehormatan dalam keluarga dan masyarakat, hobi berkunjung
ke tempat hiburan semakin marak dijumpai di tengah masyarakat.Tempat hiburan
tersebut dapat menjadi “benang merah” yang menyambungkan antara perilaku
hedonisme dengan korupsi.Jika perbuatan tersebut dilakukan oleh penyelenggara negara
maka dapat menurunkan citra dan martabat penyelenggara negara.
5) Melakukan pembohongan kepada publik dan tidak jujur dalam menyampaikan fakta yang
sebenarnya di lapangan. Sebagai penyelenggara negara harus dengan sebenar-benarnya
dan jujur menyampaikan fakta yang ada di lapangan agar dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara.
6) Membuat kebijakan dan program kegiatan yang tidak memperhitungkan efisiensi
penggunaan sumber daya. Sumber daya yang dimiliki oleh negara harus digunakan sesuai
dengan keperluan dan sehemat mungkin agar tidak merugikan keuangan negara serta
mengecewakan masyarakat
7) Melakukan tindakan yang dapat mempengaruhi proses penyelesaian perkara di
persidangan. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa sikap yang merupakan
intervensi terhadap peradilan adalah sikap yang mendorong terjadinya KKN dan dapat
mengganggu kinerja dan profesionalisme aparat penegak hukum dalam menjalankan
tugasnya.
8) Pengangkatan pejabat yang tidak memiliki kompetensi terhadap lingkup bidang
kerjanya.Pengangkatan pejabat harus sesuai dengan kompetensi dan keahlian yang
dimilikinya, bukan berdasarkan unsur kedekatan atau kekeluargaan yang merupakan
benih dari KKN. Jika tidak sesuai dengan kompetensi dan keahliannya maka dapat
menurunkan kualitas dan profesionalisme penyelenggara negara.
PEDOMAN PERILAKU
Pedoman perilaku mencakup panduan tentang benturan kepentingan, pemberian dan
penerimaan hadiah, kepatuhan terhadap peraturan, kerahasiaan informasi, pelaksanaan
kewenangan serta hak dan kewajiban dalam pengungkapan tindakan penyimpangan
(whistleblower).
1. Benturan Kepentingan
a. Setiap penyelenggara negara, pegawai dan prajurit tidak diperkenankan meminta atau
menerima sesuatu, baik langsung maupun tidak langsung, baik dalam bentuk hadiah
atau jasa berupa uang, natura, maupun bentuk lainnya yang dapat menimbulkan
benturan kepentingan. Dalam pengertian menerima termasuk memperoleh sesuatu
sebagai ungkapan penghargaan atau ucapan terima kasih atas jasanya dalam
melakukan tugas administrasi penyelenggaraan negara.
b. Setiap penyelenggara negara tidak diperkenankan memberi sesuatu, baik langsung
ataupun tidak langsung, baik dalam bentuk hadiah atau jasa berupa uang, natura,
maupun bentuk lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan. Dalam
pengertian memberi termasuk memberikan sesuatu sebagai ungkapan penghargaan
atau ucapan terima kasih atas jasanya dalam menunjang tugas administrasi
penyelenggaraan negara.
c. Dalam situasi dimana penyelenggara negara telah menerima kemudahan ataupun
menerima sesuatu oleh karena jabatannya sebagai penyelenggara negara, harus
melaporkannya kepada pihak yang berwenang untuk menangani masalah tersebut di
masing-masing institusi, ataupun kepada lembaga yang telah dibentuk dan ditunjuk
oleh negara.
d. Donasi oleh penyelenggara negara kepada partai politik, hanya boleh dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Setiap penyelenggara negara diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak
memberikan sesuatu dan atau menerima sesuatu sebagaimana diatur pada huruf a dan
b.
f. Setiap pemberian suatu aset kepada lembaga negara harus diumumkan dan dicatat
sebagai aset negara.
a. Penyelenggara negara, pegawai dan prajurit harus memahami dengan baik peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan fungsi dan tugasnya.
b. Penyelenggara negara, pegawai dan prajurit harus melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan fungsi dan tugasnya secara efektif dan
konsisten.
c. Penyelenggara negara, pegawai dan prajurit tidak diperkenankan menyalahgunakan
peraturan perundang-undangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni,
kelompok, golongan atau afiliasi lainnya.
4. Kerahasiaan informasi
5. Pelaksanaan kewenangan