Laporan Penelitian Karin Final
Laporan Penelitian Karin Final
DISUSUN OLEH:
KARINA AUDINI
2016430013
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN KETUA JURUSAN DAN PEMBIMBING
NIM : 2016430013
Nurul Hidayati Fithriyah, ST., M.Sc., P.hd Dr. Ir. Tri Yuni Hendrawati, MSi., IPM
i
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PENGUJI
NIM : 2016430013
ii
ABSTRAK
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat
melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp.). Kualitas tahu dapat diukur
secara fisik maupun kimia. Kualitas kimia tahu meliputi kadar protein, kadar air,
kadar lemak dan lain sebagainya. Kualitas fisik tahu meliputi rendemen, tekstur,
warna, aroma serta rasa tahu. Jenis kedelai dan teknik pengolahan yang digunakan
dalam pembuatan tahu merupakan faktor penentu kualistas fisik dan kimia
tersebut. Kedelai terdiri dari 2 jenis yaitu GMO dan non GMO. Kedelai GMO
adalah kedelai yang telah mengalami perubahan secara genetik untuk suatu tujuan
tertentu. Sedangkan kedelai non GMO adalah kedelai yang belum mengalami
perubahan secara genetik. Sehingga tujuan dari penelitian ini untuk
membandingkan pengaruh jenis kedelai GMO dan non GMO terhadap rendemen
serta sifat kimia fisika pada pembuatan tahu. Penelitian ini menggunakan 2 jenis
kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu, yaitu kedelai GMO (Lotus USA) dan
non GMO (Anjasmoro). Metode pembuatan tahu meliputi perendaman kedelai,
pembuatan bubur sari kedelai, penyaringan, pemanasan, koagulasi (pembentukan
curd) dan pengepresan. Parameter yang digunakan untuk analisa adalah protein,
asam amino, kadar air, tekstur, dan rasa. Hasil penelitian menunjukan bahwa
rendemen kering dan basah pada tahu dari kedelai non GMO lebih tinggi
dibandingkan GMO berturut-turut yaitu 188,29%/162,49%dan 94,13%/81,22%.
Tahu dari kedelai non GMO memiliki kadar protein dan lebih tinggi sebesar
13,71% sedangkan GMO sebesar 13,39%. Tahu dari kedelai GMO memiliki
kadar asam amino essensial arginin lebih tinggi sebesar 1,16% dibandingkan non
GMO sebesar 0,89%. Sedangkan tahu dari kedelai non GMO memiliki kadar
asam amino non essensial asam glutamat lebih tinggi sebesar 2,17% dibandingkan
GMO sebesar 2,11%. Kadar air tahu dari kedelai GMO lebih tinggi sebesar 76,8%
dibandingkan GMO sebesar 56,8%. Rasa dan araoma tahu dari kedelai non GMO
lebih unggul dibandingkan GMO karena lebih gurih dan berbau khas kedelai,
sedangkan tekstur dan warna tahu dari kedelai GMO lebih unggul dibandingkan
non GMO karena lebih lembut dan putih.
Kata kunci : Tahu, Kedelai GMO, Kedelai non GMO, Lotus USA, Anjasmoro
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala anugerah,
rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Laporan Penelitian ini.
1. Ibu Nurul Hidayati Fithriyah, ST., MSc., PhD., selaku Ketua Jurusan Teknik
Kimia Universitas Muhammadiyah Jakarta.
3. Ibu Dr. Ir. Tri Yuni Hendrawati, MSi., IPM, selaku dosen pembimbing dan
pembiayaan dalam penelitian ini.
4. Orang tua dan seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang telah diberikan
kepada penulis.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN i
LEMBAR PENGESAHAN ii
ABSTRAK iii
KATA PENGANTAR iv
BAB I. PENDAHULUAN 1
v
2.6 Metode Analisa ................................................................................... 24
3.1.1. Tempat........................................................................................ 29
vi
4.1.5 Hasil Pengujian Tekstur dan Rasa ............................................... 40
LAMPIRAN ..................................................................................................... 61
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.3 Hasil Uji Kadar Protein (%) Pada Pembuatan Tahu ........................ 39
Tabel 4.4 Hasil Uji Asam Amino (%) Pada Pembuatan Tahu ......................... 39
Tabel 4.5 Hasil Uji Kadar Air (%) Pada Pembuatan Tahu ............................. 40
Tabel 4.6 Hasil Penilaian Rasa Tahu Pada Uji Organoleptik .......................... 40
Tabel 4.7 Hasil Penilaian Aroma Tahu Pada Uji Organoleptik ....................... 41
Tabel 4.8 Hasil Penilaian Warna Tahu Pada Uji Organoleptik ....................... 41
Tabel 4.9 Hasil Penilaian Penampakan Tahu Pada Uji Organoleptik .............. 41
Tabel 4.10 Hasil Penilaian Tekstur Tahu Pada Uji Organoleptik .................... 42
Tabel 4.11 Hasil Penilaian Kepadatan Tahu Pada Uji Organoleptik ............... 42
1
DAFTAR GAMBAR
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Produsen membuat tahu dengan menggunakan kedelai impor yang banyak
beredar di pasar Indonesia karena lebih murah dibandingkan kedelai lokal dari
petani Indonesia. Kedelai impor yang banyak beredar di pasaran adalah kedelai
yang telah mengalami GMO (genetically modified organism). Hal tersebut perlu
dikhawatirkan karena bahan pangan yang mengalami GMO dapat memiliki efek
yang kurang baik bagi tubuh. Bahan pangan GMO adalah pangan yang sudah
dimodifikasi secara genetik seperti kedelai yang dimodifikasi secara genetik agar
resisten terhadap suatu penyakit atau serangga dan dapat meningkatkan umur
simpan (Arun et al, 2013). Proses GMO tersebut dikhawatirkan dapat mengubah
nilai gizi yang terkandung pada bahan pangan tersebut. Perubahan nilai gizi
tersebut berpengaruh pada perubahan kadar gizi yang terkandung pada produk
dengan bahan baku utama kedelai GMO seperti tepung yang dibuat dari kedelai
GMO memiliki serat kasar yang lebih rendah dibandingkan tepung yang dibuat
dari kedelai non GMO sehingga dapat mempengaruhi daya cerna pada tepung
(Mursyid et al, 2014) Selain itu, kedelai sendiri memiliki senyawa yang dapat
menimbulkan alergen seperti jenis metionin, lesitin serta pada whey fraction yang
dihasilkan pada saat pembuatan tahu (Amnuaycheewa dan Elvira, 2010).
Saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai selektif dalam memilih bahan
pangan untuk kesehatan. Kedelai non-GMO mulai dikonsumsi kembali di tengah
masyarakat. Kedelai non GMO merupakan kedelai yang tidak mengalami
modifikasi secara genetik, biasanya kedelai tersebut merupakan kedelai yang
ditanam oleh petani lokal. Jenis kedelai non-GMO ada Anjasmoro, Agromulya,
Grobogan dan Agrobromo. Kedelai lokal dapat dipastikan kualitasnya dalam hal
kesegaran dibandingkan kedelai impor. Kedelai impor dapat dikatakan tidak segar
karena pasti kedelai tersebut telah dipanen beberapa bulan yang lalu sebelum
dilakukan proses impor. Proses impor tersebut juga dapat mempengaruhi
kandungan gizi dalam kedelai. Kandungan gizi kedelai yang utama adalah protein,
protein merupakan zat yang mudah rusak apabila suhu penyimpanan tidak cocok.
Apabila protein yang terkandung pada kedelai rusak maka kandungan asam amino
juga menurun karena kualitas asam amino sangat menentukan kualitas protein.
Protein yang terkandung pada tahu menentukan karakteristik rendemen dan
tekstur pada tahu.
4
1.2 Perumusan Masalah
1. Berapakah hasil neraca massa dari pembuatan tahu dari kedelai GMO dan
Non-GMO?
2. Bagaimana pengaruh jenis kedelai terhadap rendemen dalam pembuatan
tahu?
3. Bagaimana pengaruh jenis kedelai terhadap kandungan protein dan kadar
air dalam pembuatan tahu?
4. Bagaimana pengaruh jenis kedelai terhadap rasa dan tekstur (organoleptik)
dalam pembuatan tahu?
5. Bagaimana hasil tahu GMO dan Non-GMO terhadap jenis asam amino?
1.3 Tujuan
1. Menghitung neraca massa pembuatan tahu dari kedelai GMO dan Non-
GMO.
2. Mendapatkan pengaruh jenis kedelai terhadap rendemen dalam pembuatan
tahu.
3. Mendapatkan pengaruh jenis kedelai terhadap kandungan protein dan
kadar air dalam pembuatan tahu.
4. Mendapatkan pengaruh jenis kedelai terhadap rasa dan tekstur
(organoleptik) dalam pembuatan tahu.
5. Pengujian hasil tahu GMO dan Non-GMO terhadap jenis asam amino.
1. Laporan Penelitian
2. Manuskrip Jurnal Ilmiah
5
3. Memberikan landasan ilmiah bagi masyarakat dalam memilih produk
pangan khususnya tahu berdasarkan jenis bahan baku yang berbeda
dengan alasan kesehatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.1 Kedelai
Kedelai (Glycine sp.) merupakan salah satu komoditi pangan dari famili
leguminoseae yang dibutuhkan dalam pelengkap gizi makanan dan kedelai
merupakan komoditas terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kedelai memiliki
kandungan gizi tinggi yang berperan untuk membentuk sel-sel tubuh dan menjaga
kondisi sel-sel tersebut. Kedelai mengandung protein 75-80% dan lemak
mencapai 16-20 serta beberapa asam-asam kasein (Suhardi, 2002). Setiap 100
gram biji kedelai rata-rata mengandung 330 kalori, 35% protein, 18% lemak, 35%
karbohidrat, 10% air, serta beberapa mineral seperti Ca, Fe, vitamin A, dan
vitamin B1. Beberapa penelitian menyatakan bahwa biji kedelai banyak
mengandung isoflavon dalam bentuk daidzein dan genistein. Penelitian lebih
lanjut menyatakan bahwa genistein dapat mencegah terjadinya kanker payudara
dan prostat (Fukutake et al, 1996), mengurangi resiko terjadinya osteoporosis
(Arjmandi et al, 1998), menghambat kerja 3-hidroksi-3-metilglutarat koenzim A
(HMG-CoA) reductase sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh
(Sung et al, 2004), dan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Fengshan et al,
2004). Genistein yang terkandung dalam biji kedelai terdapat dalam beberapa
bentuk seperti aglikon bebas, glukosida, asetil-glukosida, dan malonil-glukosida.
Dari bentuk-bentuk tersebut, aglikon bebas genistein memiliki aktivitas biologis
yang paling tinggi (Fengshan et al, 2004).
7
Kedelai merupakan tanaman semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar
Glycine ururiencis, kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal
sekarang (Glycine max (L) Merril), berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara).
Di Indonesia, kedelai mulai dibudidayakan pada abad ke-17 sebagai tanaman
sumber makanan dan pupuk hijau (Suhartono & Khoiruddin, 2008). Akar kedelai
merupakan akar tunggang. Pada bagian akar kedelai terdapat bintil akar, yang
merupakan bakteri Rhizobium japonicum yang mampu mengikat gas nitrogen
bebas dari udara. Adanya simbiosis ini menyebabkan kedelai terpenuhi sebagian
hara nitrogen untuk pertumbuhannya dan menyebabkan tanah tersebut menjadi
subur (Purwono dan Purnamawati, 2007). Kedelai berbatang semak, setiap batang
dapat membentuk 3-6 cabang. Pertumbuhan batang dibedakan menjadi dua tipe,
yaitu tipe determinate dan indeterminate (Adisarwanto, 2008).
Bentuk daun kedelai umumnya ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip
(lanceolate) serta berbulu (Irwan, 2006). Bunga kedelai (Glycine max) tumbuh
pada ketiak daun. Pada tiap ketiak daun biasanya terdapat 3-15 kuntum bunga,
tetapi hanya beberapa bunga yang dapat membentuk polong. Buah kedelai
berbentuk polong, berwarna hijau atau kuning dan berisi 1-4 biji setiap polong
(Najiyati & Danarti, 2000). Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit
biji. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, ada
yang kuning, hitam, hijau atau coklat.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Glycine
Species : Glycine max
8
Kedelai di Indonesia sudah diketahui sejak zaman Kerajaan Denmark
melalui perdagangan orang-orang di Pesisir Pulau jawa dengan Pedagang Cina.
Sekitar tahun 1700, orang-orang Belanda mendirikan loji dagang di Jepara. Saat
itu pula, kedelai sudah menjadi tanaman pangan yang cukup popular di
Indonesia. Banyak dari orang-orang Belanda yang membawa kedelai ke
negerinya, sehingga akhirnya oleh Rum-phius, kedelai diberi nama latin
Cadelium. Oleh para taksonomi lainnya, kedelai diberi nama Soja max, Glycine
max, dan Glycine soja. Banyaknya nama alias tersebut membuktikan bahwa
tanaman kedelai cukup dikenal dan tersebar luas di dunia (Anggraini, 2018).
Kedelai dengan nama latin Glycine max (kedelai kuning); Glycine soja
(kedelai hitam) merupakan tumbuhan serbaguna. Akarnya memiliki bintil
pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi
sehingga tanamannya dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.
Pemanfaatan utama kedelai adalah dari bijinya. Biji kedelai kaya protein dan
lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan
lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi berbagai bentuk seperti tahu (tofu),
bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari
kedelai hitam), tempe, susu kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa), tepung
kedelai, minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta,
krayon, pelarut, dan biodiesel), serta taosi atau tauco.
Produksi kedelai nasional masih rendah, yaitu hanya 1,1 ton ha-1.
Produktivitas tersebut masih dapat ditingkatkan lagi menjadi 1,5-2,5 ton ha-1,
9
dengan penerapan Jurnal Agrista Vol. 16 No. 1, 2012 23 teknologi maju dan
sistem budidaya yang lebih intensif. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan produktivitas kedelai, misalnya dengan penggunaan pupuk
secara efisien, waktu tanam yang tepat sesuai dengan daya dukung lahan, serta
menggunakan varietas unggul yang mempunyai adaptasi luas pada berbagai
agroekosistem (Suryanto & Martodireso, 2001).
a. Kedelai GMO
b. Kedelai Non-GMO
10
penambahan materi genetik. Kedelai non-GMO tidak melalui proses biomolekuler
dan seluler, sehingga dapat dikatakan secara kesehatan dan keamanan lebih baik
dari kedelai GMO (Prawiradiputra dan Muharsini, 2013). Kedelai non-GMO
dihasilkan oleh sebagian besar petani lokal Indonesia. Namun penanganan
pascapanen kedelai non-GMO ini kurang dikelola dengan baik sehingga kedelai
non-GMO yang beredar di pasar Indonesia kurang baik kualitas fisiknya.
2.1.2.1 Nigarin
Nigarin adalah sari air laut. Penggunaan sari air laut untuk pembuatan tahu
ini di rintis oleh Nelson Sembiring yang selama 9 tahun menempuh studi di
Jepang berkat beasiswa yang ia peroleh. Biasanya tahu yang kita kenal selama ini
proses pembuatannya menggunakan cuka. Memang tahu yang dibuat dengan cuka
biayanya sangat murah. Tapi tahu dengan cuka sangat boros air dalam proses
pembuatannya. Limbahnya pun sangat mengganggu lingkungan sekitar, dan yang
sangat tidak dianjurkan efek cukanya bisa menyebabkan asam lambung. Tahu
Nigarin sangat hemat air, 1 kg kedelai hanya membutuhkan 7-10 liter air saja.
Tahu Nigarin diproses tanpa limbah, tidak berbau, dengan demikian proses
pembuatan tahu nigarin sangat ramah lingkungan. Selain itu, Nigarin mengandung
mineral mikro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Nigarin memiliki kandungan
lebih dari 80 jenis mineral, termasuk Magnesium, Kalium, Besi, Kalsium, Boron,
Selenium, dan Zinc (Purwaningsih & Apriyati, 2017).
Dengan menggunakan sari air laut ini, kandungan Magnesium pada air sisa
perasan tahu empat kali lebih tinggi dari tahu biasa. Pada tahu dengan sari air laut,
kandungan Magnesiumnya mencapai 8,06 mg per 100 gr. Sedangkan pada tahu
biasa yang menggunakan cuka hanya 2,11 mg per 100 gr. Khusus untuk tahu yang
memakai cuka, meski mengandung Magnesium, dalam jangka panjang akan
berefek pada iritasi lambung. Melalui proses pembuatan tahu, Nigarin difungsikan
sebagai pengental sari kedelai yang sudah dididihkan sebagai pengganti cuka.
Pada awalnya, kedelai yang sudah direndam beberapa jam digiling menggunakan
blender atau juicer. Air perasan itu dipanaskan hingga mendidih. Setelah itu,
beberapa tetes (sekitar 10-20 ml Nigarin/2 kg kedelai) dimasukkan ke dalam
11
bubur kedelai itu. Air susu kedelai itu langsung menghasilkan gumpalan-
gumpalan protein bahan tahu di bagian atasnya. Gumpalan itu diambil dengan
serok/penyaring dan dimasukkan ke dalam cetakan tahu dan dipres. Jadilah tahu
sehat dan higienis yang siap dimakan langsung. Adapun air yang tersisa, bisa
dibuat minuman sari kedelai yang sehat dengan mencampurkan gula dan aneka
perasa (Wuryanti, 2006).
2.2 Produk
2.2.1 Tahu
Tahu sering disebut dengan daging tanpa tulang karena kandungan gizinya
yang tinggi, terutama mutu protein yang setara dengan daging hewan. Bahkan
protein tahu lebih tinggi dibandingkan dengan protein kedelai dan tahu yang
mempunyai mutu protein nabati terbaik karena memiliki komposisi asam amino
terlengkap dan daya cerna yang tinggi atau sebesar 85–98 % (Widaningrum,
12
2015). Kualitas tahu sendiri ditentukan oleh beberapa faktor yaitu cara
penggilingan atau ekstraksi, pemilihan bahan baku, bahan penggumpal dan
keadaan sanitasi pada saat proses pengolahan (Midayanto dan Yuwono, 2014).
Tahu yang kaya akan protein, sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia sebagai lauk.. Tahu mengandung air 86 %, protein 8-12%, lemak 4-6%
dan karbohidrat 1- 6%. Tahu juga mengandung berbagai mineral seperti kalsium,
zat besi, fosfat, kalium, natrium; serta vitamin seperti kolin, vitamin B dan
vitamin E. Kandungan asam lemak jenuhnya rendah dan bebas kolesterol
(Santoso, 1993) .
Berbeda dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu berasal dari Cina,
seperti halnya kecap, tauco, bakpau, dan bakso. Tahu pertama kali muncul di
Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah
Liu An (Hanzi) yang merupakan seorang bangsawan, cucu dari Kaisar Han
Gaozu, Liu Bang yang mendirikan Dinasti Han. Di Jepang dikenal dengan nama
tofu. Dibawa para perantau China, makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia
Tenggara, lalu juga akhirnya ke seluruh dunia.
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat
melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp.) dengan cara pengendapan
proteinnya, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (Badan
Standarisasi Nasional, 1998). Tahu merupakan bahan pangan yang bertahan hanya
selama 1 hari saja tanpa pengawet (Harti dkk, 2013). Tahu terdiri dari berbagai
jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu
kori. Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut ialah pada proses pengolahannya
dan jenis penggumpal yang digunakan (Sarwono & Saragih, 2004).
13
menggiling, menyaring, memasak, menggumpalkan, mencetak dan memotong
(Santoso, 1993).
14
Tabel 2.1 Standar Mutu Tahu berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII) 0270-80
Berikut ini adalah beberapa kandungan gizi pada tahu yang di uji pada penelitian
ini:
a. Protein
Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling
utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu
sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting
dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
15
organisme, oleh karena itu protein harus tersedia dalam pangan. Protein
merupakan komponen yang banyak terdapat pada sel hewan dan tumbuhan.
Kandungan protein bervariasi dalam bahan pangan baik dalam jumlah maupun
jenisnya. Protein merupakan sumber gizi utama yaitu asam amino. Protein juga
memberikan sifat fungsional yang penting dalam membentuk karakteristik produk
pangan yaitu sebagai pengemulsi, pengikat air, pembentuk gel/tekstur, penyerap
lemak dan pembentuk buih (Andarwulan dkk, 2011). Menurut Nutrition Labeling
and Education Act (1994), bahan pangan yang memiliki kandungan protein
sebesar 10 – 30 % dalam 100 gram bahan mampu memenuhi kebutuhan protein
sebesar 20 – 60 % AKG. Bahan pangan dikatakan tinggi protein bila mencukupi
minimal 20 % AKG.
16
Gambar 2.3 Struktur Protein
a. Struktur Primer
b. Struktur Sekunder
c. Struktur Tersier
17
Merupakan konformasi tiga dimensi keseluruhannya. Istilah struktur
tersier mengacu pada hubungan spasial antar unsur struktur sekunder.
Pelipatan polipeptida pada suatu domain biasanya terjadi tanpa tergantung
pada pelipatan domain lainnya. Struktur tersier menjelaskan hubungan
antara domain ini, cara dimana pelipatan protein dapat menyatukan asam
amino yang letaknya terpisah dalam pengertian struktur primer, dan ikatan
yang menstabilkan konformasi ini.
d. Struktur Kuartener
f. Membangun sel-sel yang rusak, sumber energi, pengatur asam basa darah,
keseimbangan cairan tubuh, pembentuk antibodi.
18
b. Asam Amino
19
2. Serine
Serin merupakan asam amino penyusun protein yang umum
ditemukan pada protein hewan. Serin penting bagi metabolisme karena
terlibat dalam biosintesis senyawa-senyawa purin dan pirimidin, asistein,
triptofan (pada bakteri) dan sejumlah besar metabolit lain.
3. Arginin
Arginin memiliki kecenderungan basa yang cukup tinggi akibat
eksesi dua gugus amina pada gugus residunya. Arginine digunakan
sebagai terapi tambahan untuk menangani penyakit jantung dan gangguan
pembuluh darah.
4. Glycine
Glisin adalah salah satu asam amino yang membentuk protein
makhluk hidup dan juga bertindak sebagai neurotransmitter, menghambat
system saraf pusat. Di batang otak, dan berkontribusi untuk kontrol
gerakan motorik, dalam sistem kekebalan tubuh, sebagai hormon
pertumbuhan dan sebagai penyimpan glikogen.
5. Aspartic acid
Asparagin/aspartic acid diperlukan oleh sistem saraf untuk
menjaga kesetimbangan dan dalam transformasi asam amino.
6. Glutamic acid
Glutamic acid biasanya digunakan untuk pencegahan dan
perawatan rasa sakit dan bengkak di dalam mulut, yang disebabkan oleh
perawatan kemoterapi, luka bakar, penyakit kritis dan juga dijadikan
bumbu penyedap (garam sodium untuk MSG).
7. Threonine
Berfungsi memproduksi glisin dan serin, dua asam amino yang
diperlukan untuk produksi kolagen, elastin, dan jaringan otot. Treonin juga
dapat membantu menjaga jaringan ikat dan otot di seluruh tubuh agar tetap
kuat dan elastis, termasuk jantung, di mana ia ditemukan dalam jumlah
yang signifikan. Treonin juga membantu membangun tulang yang kuat
dan enamel gigi, dan dapat mempercepat penyembuhan luka atau
pemulihan dari cedera.
20
8. Alanine
Alanin terlibat dalam metabolisme gula dan asam, meningkatkan
kekebalan, dan menyediakan energi untuk jaringan otot, otak, dan sistem
saraf pusat. Alanin membantu dalam metabolisme glukosa, karbohidrat
sederhana yang digunakan tubuh untuk energi.
9. Proline
Prolin bemanfaat dalam menjaga otot dan sendi untuk tetap
fleksibel sera mengatasi kulit kendur dan kerutan yang disebabkan oleh
pengaruh sinar matahari.
10. Cystein
Cysteine adalah obat untuk melawan keracunan aracetamol
(acetaminophen) dan karbon monoksida. Obat ini juga digunakan untuk
mengobati nyeri dada (angina tidak stabil), penyumbatan saluran empedu
pada bayi, amyotrophic lateral sclerosis (ALS, penyakit Lou Gehrig),
penyakit Alzheimer, reaksi alergi terhadap obat anti-kejang fenitoin
(Dilantin), dan infeksi mata yang disebut keratoconjunctivitis.
11. Lysine
Lisin sangat penting dalam proses penyerapan kalsium di saluran
pencernaan. Asam amino ini memfasilitasi produksi enzim, hormon,
antibodi, serta membantu pembentukan protein otot. Lisin membantu
dalam sintesis kolagen, komponen penting dari tulang dan jaringan ikat.
Selain itu, L-lisin turut merangsang produksi kreatinin yang bertanggung
jawab untuk mengubah asam lemak menjadi energi.
12. Tyrosine
Tirosin sering juga disebut tirosin merupakan asam amino aromatik
yang sangat kuat. Zat ini merupakan blok bangunan untuk hormon
epinefrin, dopamin, tiroid, dan norepinephrine. Tirosin sangat penting
dalam membantu tubuh kita saat mengalami stres, kelelahan, atau
kedinginan.
13. Methionine
Metionin merupakan zat kimia yang membantu hati dalam
memproses lemak dalam hatiMetionin juga mendukung fungsi hati dengan
21
mengatur persediaan glutathione, yaitu zat yang diperlukan dalam
menetralisir racun dalam hati. Metioninjuga dibutuhkan tubuh kita untuk
membuat keratin. Metionin juga diperlukan dalam pembentukan kolagen.
14. Valine
Valin berfungsi untuk membantu proses pertumbuhan secara baik
dan normal, memperbaiki jaringan, mengatur gula darah, dan menjaga
tubuh untuk tetap energi. Valin membantu merangsang sistem saraf pusat,
dan diperlukan untuk menjaga fungsi mental.
15. Isoleucine
Mencegah kandungan protein pada otot mengalami penurunan
secara signifikan ketika melakukan kegiatan fisik yang berat dan membuat
otot kelelahan. Isoleusin berperan aktif dalam pembentukan sintesa
hemoglobin, mengelola kadar gula darah, mempercepat masa pemulihan
setelah operasi atau cedera otot. Berperan aktif dalam menjaga
kesimbangan nitrogen, nitrogen berguna dalam menmbentuk sintesis
protein dan menghasilkan suatu senyawa yang berguna untuk
pertumbuhan, menjaga fungsi otak, menyeimbangkan hormon, dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
16. Leucine
Lisin berfungsi untuk memperbaiki kerusakan dan membangun
otot, menurunkan gula darah yang tinggi, menciptakan energi,
meningkatkan produksi hormone, pembakaran lemak, memulihkan otot.
17. Phenylalanine
Fenilalanin dapat digunakan untuk membantu mengendalikan
gejala depresi dan rasa sakit akibat penyakit kronis, serta beberapa
penyakit lain yang berkaitan dengan rusaknya sistem saraf pusat. Selain itu
Fenilalanin juga memiliki kemampuan melindungi otak dari racun, bakteri,
dan virus, dll, yang beredar melalui aliran darah.
22
Gambar 2.4 Struktur Umum Asam Amino
(sumber:dosenpendidikan.co.id, 2014)
c. Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100
persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen
(Syarif dan Halid, 1993).
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar air berat
23
basah. Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan
beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses
pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan
(Kusumasari, 2017).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat 5
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
1. Untuk bahan yang tidak tahan panas, berkadar gula tinggi, berminyak dan lain-
lain penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan oven vakum
dengan suhu rendah.
2. Untuk bahan yang mempunyai kadar air tinggi dan mengandung senyawa
volatil (mudah menguap) penentuan kadar air dilakukan dengan cara destilasi
dengan pelarut tertentu yang berat jenisnya lebih rendah daripada berat jenis
air. Untuk bahan cair yang berkadar gula tinggi, penentuan kadar air dapat
dilakukan dengan menggunakan refraktometer, dsb. (Winarno, 1997).
Kadar air dalam suatu bahan seperti kacang hijau, kacang tanah, kacang
merah, dan susu termasuk juga tepung-tepungan. Metode yang digunakan adalah
oven pengering. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangakan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan
tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi
didalamnya. Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang
terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan 7
24
pada suhu 105oC selama waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan
sesudah dipanaskan adalah kadar air (Astuti, 2010).
Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan ataupun sediaan yang
dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya cara titrasi, destilasi atau
gravimetrik yang bertujuan memberikan batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air dalam bahan, dimana nilai maksimal atau rentang yang
diperbolehkan terkait dengan kemurniaan dan kontaminasi (Dirjen POM, 2000).
2.3 Proses
Pada penelitian ini ada dua metode dalam pembuatan tahu yaitu metode
25
rendemen yang didapat,
sedangkan kadar
protein semakin tinggi
dan kandungan logam
juga semakin tinggi.
Waktu yang optimum
untuk menghasilkan
tahu yang rasanya enak
yaitu waktu 35 menit.
2. 2006 Salmyah Penggunaan Ie Kuloh Sira Volume Ie kuloh sira 50 ml
sebagai Bahan Penggumpal penggumpal: dalam 50 liter susu
dan Pengendap Susu Kedelai 50, 60, 70 ml kedelai menghasilkan
Waktu tahu dengan rasa yang
pengendapan: enak dan aroma yang
15, 20, 25 menit sedap. Penambahan ie
kuloh sira tidak terlalu
berpengaruh terhadap
kenaikan rendemen
dan kadar protein,
namun berakibat jelek
terhadap rasa, aroma,
dan warna tahu yang
dihasilkan. Kondisi
yang baik untuk
proses pembuatan
tahu dengan
penggumpal ie kuloh
sira adalah pada waktu
pengendapan 25 menit
dengan volume ie
kuloh sira 50 ml yaitu
rasa dan warna baik
dengan rendemen
10.292,5 gram dan
kadar protein 32,01%.
3. 2019 Amila Komparasi Rendemen, Tekstur, Kedelai GMO Rendemen tahu non
Firdhauzi Kadar Protein dan Profil Asam Varietas GMO lebih tinggi
Amino Tahu dari Kedelai GMO Amerika dibandingkan tahu
(Genetically Modified Organism) Kedelai non GMO. Tekstur tahu
dan NON GMO GMO Varietas non GMO lebih keras
Grobogan dan kompak
dibandingankan
dengan tahu GMO.
Sebaliknya, kadar
protein dan asam
amino tahu non GMO
lebih rendah
dibandingkan tahu
26
GMO. Asam amino
esensial lisin dan
isoleusin serta asam
amino non esensial
asam glutamat dan
asam aspartat lebih
dominan pada tahu
GMO dibandingkan
tahu non GMO.
27
2.5 Pemilihan Metodologi
2016).
a. Rendemen/Yield
b. Neraca massa
28
A= Hasil Atas
B= Hasil Bawah
c. Uji Protein
Metode Kjeldhal
Metode Kjedhal digunakan untuk analisis nitrogen total dengan
menambahkan N-organik yang diubah oleh asam sulfat dengan
pemanasan sekitar 380 oC dan akan berubah menjadi N-ammonium.
Metode ini mempunyai 3 tahapan, yaitu proses dekstruksi dengan
menggunakan H2SO4, distilasi dengan penambahan NaOH pekat dan
titrasi dengan HCl. Bahan melalui tahap oksidasi, lalu ammonia
hasil konversi dari senyawa nitrogen bereaksi dengan asam
membentuk ammonium sulfat lalu dititrasi menggunakan asam yang
biasanya menggunakan HCl (Sofyan, 2016).
29
diidentifikasi (kualitatif) dan di hitung berapa konsentrasi dari masing-
masing komponen tersebut (kuntitatif). Alatnya terdiri dari kolom
sebgai fase diam dan larutan tertentu sebagai fase geraknya. Luas
puncak kromatografi pada kurva elusi dipengaruhi oleh tiga proses
perpindahan massa yaitu difusi Eddy, difusi longitudinal, dan transfer
massa tidak seimbang. Sedangakan parameter-parameter yang
menentukan berlangsungnya proses-proses tersebut adalah: laju aliran,
ukuran partikel, laju difusi dan ketebalan stasioner.
Gravimetri
Gravimetri adalah analisis kuantitatif dengan cara melakukan
penimbangan zat. Metode gravimetri dapat dibagi menjadi beberapa
jenis, yakni pengendapan, penguapan, atau pemanasan
(termogravimetri).
A. Pengendapan
Analisis gravimetri secara pengendapan mirip dengan titrasi
pengendapan. Namun, pada analisis gravimetri tersebut, reaktan
yang digunakan berlebih. Penentuan kadar sampel tidak didasarkan
pada volume reaktan melainkan massa endapan yang dihasilkan.
B. Penguapan/Pemanasan
Analisis gravimetri secara penguapan digunakan untuk
menentukan kandungan senyawa hidrat dengan menguapkan
seluruh air pada senyawa tersebut dan mengukur perubahan
massanya.
C. Dekomposisi
Analisis gravimetri secara pemanasan (dekomposisi) digunakan
untuk menentukan kandungan senyawa dengan reaksi dekomposisi
menjadi senyawa yang lebih sederhana dan mengukur perubahan
massanya. Proses tersebut disebut kalsinasi.
30
d. Uji Rasa & Tekstur
Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada
proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-
psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat
benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal
dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental
(sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau
kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap
untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan
benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap
rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran
terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran
subyektif atau penilaian subyektif. Hal ini disebut penilaian subyektif
karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku
atau yang melakukan pengukuran.
2.8 Hipotesa
Berdasarkan kajian dan penelitian terdahulu tahu dari kedelai non GMO
lebih aman dikonsumsi dibandingkan tahu dari kedelai GMO karena tahu dari
kedelai non GMO tidak mengalami perubahan genetik yang berdampak buruk
pada kesehatan tubuh. Tahu dari kedelai non GMO memiliki rendemen yang lebih
tinggi serta tekstur tahu lebih keras dan kompak dibandingkan tahu dari kedelai
GMO. Protein pada tahu dari kedelai non GMO lebih rendah dibandingkan tahu
dari kedelai GMO. Asam amino esensial lisin dan isoleusin serta asam amino non
esensial asam glutamat dan asam aspartat lebih dominan pada tahu GMO
dibandingkan tahu non GMO.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.1. Tempat
3.1.2 Waktu
Pada penelitian ini bahan-bahan dan alat yang diperlukan untuk membantu
keberlangsungannya penelitian, diantaranya adalah:
Alat: Bahan:
32
2. Kacang kedelai hasil perendaman dicuci hingga bersih (akan lebih baik jika
kulit luarnya sampai lepas).
4. Hasil gilingan kedelai disaring dan diperas dengan kain, hingga terpisah antara
ampas dengan airnya.
6. Air saringan / perasan kacang kedelai dimasak hingga mendidih, maka akan
menjadi susu kedelai.
7. Kompor dimatikan setelah air susu kedelai mendidih, dan campurkan air
nigarin sebanyak 40 ml + air putih sebanyak 120 ml = 160 ml (nigarin + air
putih).
9. Gumpalan tahu dituangkan bersama sisa airnya kedalam kain cetakan tahu.
11. Tahu dikeluarkan dari kain cetakan dan dinginkan sejenak didalam wadah
(piring/nampan/lainnya).
12. Tahu nigarin dipotong sesuai keinginan, dan bisa langsung dinikmati.
a. Rendemen/Yield
33
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓
𝒙 𝟏𝟎𝟎%..................................(3.1)
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒂𝒘𝒂𝒍
b. Neraca Massa
Untuk perhitungan bahan masuk dan bahan keluar. Bahan yang masuk
sama dengan bahan yang keluar.
A= Hasil Atas
B= Hasil Bawah
c. Uji Protein
Metode Kjeldhal
1. Tahap Destruksi
34
sehingga suhu menjadi naik. Destruksi dapat dihentikan pada saat
didapatkan larutan berwarna jernih kehijauan.
2. Tahap destilasi
3. Tahap titrasi
(𝑽𝒑−𝑽𝒃) 𝒙 𝑵𝒑 𝒙 𝟏,𝟒𝟎𝟎𝟕 𝒙 𝑭𝒌
𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝑷𝒓𝒐𝒕𝒆𝒊𝒏 (%) = …………….(3.4)
𝑮𝒓𝒂𝒎 𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
Keterangan:
Vp = Volume penitar
Vb = Volume Blanko
Np = Normalitas penitar
35
Fp = Faktor pengenceran
Fk = Faktor koreksi
𝑪 𝒔𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 (𝒑𝒎𝒐𝒍)
𝑹𝒂𝒔𝒊𝒐 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒙 ( )𝒙 𝑩𝑴 𝒙 𝒇𝒑 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎
𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎
……………(3.6)
𝑹𝒂𝒔𝒊𝒐 𝒂𝒏𝒂𝒍𝒊𝒕 𝒔𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓 𝒙 𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 (𝒈)
𝒎𝒈
𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒂𝒔𝒂𝒎 𝒂𝒎𝒊𝒏𝒐 ( )
𝒌𝒈
…………………….....(3.7)
𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎
36
dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis
gravimetri adalah analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat
konstan)-nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis
dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar
analisis gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari
senyawa yang dianalisis menjadi senyawa lain yang murni dan
mantap (stabil), sehingga dapat diketahui beratnya tetapnya. Berat
unsur atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus
senyawa atau berat atom penyusunnya. Tahap pengukuran dalam
metode gravimetrik adalah penimbangan. Analitnya secara fisik
dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu maupun dari
pelarutnya. Pengendapan merupakan teknik yang paling meluas
penggunaannya untuk memisahkan analit dari pengganggu-
pengganggunya.
37
dilakukan untuk uji rasa dan aroma sedangkan sampel tahu yang
mentah dilakukan untuk uji warna, tekstur, penampakan, dan
kepadatan. Teknik sampling yang digunakan dalam uji ini
menggunakan non probability sampling dengan jenis aksidential,
dimana responden yang dipilih berdasarkan kebetulan, dan didapat
10 sampel mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta jurusan
Teknik Kimia untuk tahu dengan kedelai GMO dan non GMO.
Kedelai 1 kg
Kjeldahl
Tahu HPLC
Gravimetri
Uji Organoleptik
38
BAB IV
Tabel 4.1 Resume Hasil Pengujian Tahu dari Kedelai GMO dan Non-GMO
Hasil Pengujian Tahu dari Kedelai
No. Parameter Pengujian Non GMO GMO
(Anjasmoro) (Lotus USA)
1. Rendemen Kering 188,29 % 162,49 %
2. Rendemen Basah 94,13 % 81,22 %
3. Neraca Massa Masuk-Keluar 52.268,39 gr 51.447,71 gr
4. Kadar Protein 13,71 % 13,39 %
5. As. Amino Essensial Dominan Lisin Arginin
6. As. Amino Non Essensial Dominan As. Glutamat Serin
6. Kadar Air 56,8 % 76,8 %
7. Uji Organoleptik Unggul dalam Unggul dalam
rasa dan aroma warna dan tekstur
39
menjadi 2, yaitu rendemen kering dan rendemen basah. Secara lengkap hasil
rendemen kering dan rendemen basah disajikan dalam bentuk tabel yang dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Rendemen Kering dan Rendemen Basah Pada
Pembuatan Tahu
No. Jenis Kedelai Rendemen Kering (%) Rendemen Basah (%)
1. Non GMO (Anjasmoro) 188,29 94,13
2. GMO (Lotus USA) 162,49 81,22
40
Kemudian hasil pengujian menggunakan HPLC dihitung dengan
perhitungan kadar asam amino dengan satuan mg/kg dan %. Secara lengkap hasil
akhir pengujian kadar Asam Amino disajikan dalam bentuk tabel yang dapat
dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Uji Asam Amino Pada Tahu dari Kedelai GMO (Lotus USA) dan
Non-GMO (Anjasmoro)
41
yang melibatkan: pembentukan, isolasi dan pengukuran berat dari suatu endapan.
Secara lengkap hasil akhir pengujian kadar air disajikan dalam bentuk tabel yang
dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Uji Kadar Air (%) Pada Pembuatan Tahu
Pengujian tekstur dan rasa dilakukan dengan uji organoleptik atau uji indera.
Organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk dengan
menggunakan penilaian 10 responden pada tahu dari kedelai GMO dan Non
GMO. Secara lengkap hasil akhir pengujian tekstur dan rasa disajikan dalam
bentuk tabel yang dapat dilihat pada Tabel 4.6, 4.7, 4.8, 4.9, 4.10, 4.11.
Penilaian Aroma
No. Jenis Kedelai Kurang khas Khas tahu Sangat khas
tahu tahu
1. Non GMO √√ √√√√√√√√
42
(Anjasmoro)
2. GMO (Lotus √√√√√√√√√√
USA)
Keterangan:
√ = tanggapan 1 orang responden
43
(Anjasmoro)
2. GMO (Lotus √√√√√√√√√√
USA)
Keterangan:
√ = tanggapan 1 orang responden
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah mempersiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan. Bahan baku yang digunakan adalah kedelai dengan jenis
Non GMO (Anjasmoro) dan GMO (Lotus USA). Penelitian ini dilakukan dengan
2 kali percobaan (duplo) pada masing masing kedelai dengan berat masing masing
kedelai 1kg. Kedelai yang sudah ditimbang direndam selama 4 jam. Tahap ini
bertujuan untuk memudahkan proses penghancuran kedelai pada tahap
penggilingan. Setelah direndam selama 4 jam, kedelai akan mengembang dan
kedelai pun ditimbang kembali untuk mengetahui berat basahnya. Setelah
perendaman, kedelai dihaluskan dengan blender. Kedelai digiling sampai hancur.
penggilingan menggunakan perbandingan 1:10 (kedelai : air penggilingan). Pada
proses ini akan menghasilkan slurry atau susu kedelai yang masih kasar seperti
lumpur (Astawan dkk,. 2014).
Kemudian slurry masuk ke tahap penyaringan. Tahap penyaringan ini
menggunakan kain saring tahu. Slurry dituangkan ke atas kain saring tahu yang
44
dibawahnya diberi wadah lalu diperas sampai memisahkan susu kedelai dengan
ampasnya. Ampas tahu dalam penelitian ini digunakan untuk pakan ternak,
sedangkan susu kedelai dimasukkan ke dalam panci untuk disiapkan tahap
pemasakan. Susu kedelai dimasak sampai mendidih atau dengan suhu 100oC (titik
didih air) kemudian ditambahkan bahan penggumpal. Bahan penggumpal yang
digunakan pada penelitian ini adalah nigarin atau sari air laut. Nigarin adalah
bahan penggumpal yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan bau
menyengat pada limbahnya. Nigarin mengandung garam mineral yang tinggi
seperti Mg2+, Ca2+, Na=, dan K+. penambahan Nigarin dengan perbandingan
volume nigarin 40 ml dan air 120 ml. Setelah susu kedelai mendidih, tuangkan
nigarin ke dalam panci dan tunggu selama ± 5 menit untuk proses
penggumpalannya. Kemudian setelah 5 menit, susu kedelai akan membentuk curd
atau lapisan dadih. Curd dimasukkan ke dalam cetakan untuk tahap pencetakan
atau pengempaan.
Curd dituangkan ke dalam kain penyaringan (kain blancu) yang dibawahnya
diberi wadah untuk menampung whey atau air dadih, lalu ditutup dan diberi
pemberat untuk proses pengepresan selama ± 30 menit. Proses ini bertujuan untuk
mengurangi kadar air pada tahu.
Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan neraca massa pada proses
pembuatan tahu. Hasil neraca massa pada pembuatan tahu ini adalah real bobot
yang dihasilkan dan bobot tidak dapat seimbang dikarenakan banyak faktor yang
mempengaruhi bobot kedelai yang masuk dan yang keluar, antara lain seperti
penyerapan air saat kedelai direndam, susu yang sedikitnya tumpah atau masih
tertinggal di wadah sebelumnya, kekuatan bahan penggumpal untuk
menggumpalkan susu kedelai menjadi tahu, dan lainnya. Secara lengkap disajikan
diagram alir untuk penjelasan alur neraca massa pada proses pembuatan tahu yang
dapat dilihat pada Gambar 4.1 serta hasil neraca massa disajikan dalam bentuk
tabel yang dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan 4.13.
45
Air Air
Ampas Tahu
Kedelai
Susu
Nigarin +Air
Susu
kedelai
Penggumpalan &
Tahu Pencetakan Curd/Lapisa Pemasakan
n dadih Pengendapan
Tabel 4.12 Neraca Massa Tahu dari kedelai non GMO (Anjasmoro)
46
Tabel 4.13 Neraca Massa Tahu dari kedelai GMO (Lotus USA)
Hasil perhitungan rendemen kering dan basah pada tahu disajikan dalam
bentuk diagram batang yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.
47
Gambar 4.2 Pengaruh Jenis Varietas Kedelai GMO (Lotus USA) dan Non GMO
(Anjasmoro) terhadap Rendemen Kering dan Basah Pada Tahu
48
tidak langsung yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan yang disebut protein
kasar (Sumantri, 2013). Prinsip metode kjeldahl ini adalah senyawa-senyawa yang
mengandung nitrogen tersebut mengalami oksidasi dan dikonversi menjadi
ammonia dan bereaksi dengan asam pekat membentuk garam amonium.
Kemudian ditambahkan basa untuk menetralisasi suasana reaksi dan kemudian
didestilasi dengan asam dan dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang dikonversi.
Hasil pengujian akhir kadar protein pada tahu disajikan dalam bentuk
diagram batang yang dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Pengaruh Jenis Varietas Kedelai GMO (Lotus USA) dan Non-GMO
(Anjasmoro) terhadap Kadar Protein pada Tahu
Kadar protein pada kedelai menurun seiring dengan proses pembuatan tahu
yang dilakukan. Proses dalam pembuatan tahu yang mempengaruhi kadar protein
salah satunya perendaman kacang kedelai. Perendaman kedelai yang dilakukan
terlalu lama dapat menurunkan kadar protein yang terkandung pada tahu hasil
olahan karena ikatan protein lepas dan larut dalam air. Hal ini didukung oleh
Midayanto dan Yuwono (2014) yang menyatakan bahwa semakin lama
49
perendaman kedelai dalam air maka semakin menurun pula kadar protein yang
terkandung pada kedelai tersebut. Penurunan kadar protein ini diakibatkan karena
lepasnya ikatan protein sehingga protein larut dalam air. Proses pemanasan susu
kedelai juga dapat mempengaruhi kandungan protein pada tahu. Proses
pemanasan dapat membuat protein terdenaturasi dan membuat struktur protein
tidak stabil dan mudah berubah pada kondisi tertentu. Hal ini didukung oleh
Prasetyo et al. (2015) yang menyatakan bahwa proses pemanasan pada protein
dapat menyebabkan protein terdenaturasi dan strukturnya tidak stabil serta mudah
berubah pada kondisi tertentu. Koagulasi pada protein susu kedelai merupakan
tahapan yang penting dalam pembuatan tahu. Koagulasi protein tersebut
disebabkan oleh penambahan bahan penggumpal yang membuat protein mencapai
titik isoelektriknya sehingga sifat kelarutan protein semakin kecil. Konsentrasi
penambahan bahan penggumpal juga mempengaruhi tinggi rendahnya protein
yang terkandung pada tahu. Hal ini didukung oleh Rosida et al. (2012) yang
menyatakan bahwa koagulasi protein pada pembuatan tahu terjadi karena
penambahan penggumpal bertipe asam yang membuat protein mencapai titik
isoelektrinya. Konsentrasi penggumpal pada proses pembuatan tahu juga akan
mempengaruhi tinggi rendahnya protein yang terkandung pada tahu. Kadar
protein yang terdapat pada tahu dapat menentukan rasa dan aroma yang terdapat
pada tahu. Semakin tinggi kadar protein dapat menimbulkan bau langu khas
kedelai yang kurang disukai. Namun, semakin rendah kadar protein maka aroma
dan rasa khas tersebut tidak muncul. Hal ini sesuai dengan pendapat Midayanto
dan Yuwono (2014) yang menyatakan bahwa kadar protein yang terkandung pada
tahu menentukan aroma dan rasa tahu yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar
protein semakin muncul rasa dan aroma langu khas kedelai. Namun, semakin
rendah kadar protein menyebabkan rasa yang kurang dan aroma yang tidak khas.
50
4.2.2 Pengujian Asam Amino
Gambar 4.4 Pengaruh Jenis Varietas Kedelai GMO (Lotus USA) dan Non-GMO
(Anjasmoro) terhadap Kandungan Asam Amino Essensial Pada Tahu
51
Gambar 4.5 Pengaruh Jenis Varietas Kedelai GMO (Lotus USA) dan Non-GMO
(Anjasmoro) terhadap Kandungan Asam Amino Non Essensial Pada Tahu
Berdasarkan grafik diatas bahwa terdapat 8 asam amino non essensial pada
tahu GMO dan tahu non GMO yang meliputi alanine, serin, glisin, asam aspartate,
asam glutamat, prolin, sistin, tirosin. Asam glutamat yang terdapat pada tahu yang
terbuat dari kedelai non GMO sebesar 2,17% dan yang terdapat pada tahu GMO
sebesar 2,11% sehingga kandungan asam glutamat pada tahu dari kedelai non
52
GMO lebih tinggi dibandingkan dengan tahu dari kedelai GMO. Asam glutamat
biasanya digunakan untuk pencegahan dan perawatan rasa sakit dan bengkak di
dalam mulut, yang disebabkan oleh perawatan kemoterapi, luka bakar, penyakit
kritis dan juga dijadikan bumbu penyedap (garam sodium untuk MSG).
Sedangkan kadar asam amino essensial dan non essensial terendah pada
tahu dari kedua jenis kedelai tersebut adalah metionin dan sistin sebesar 0%. Hal
ini terjadi karena kadar sistin dan metionin pada pengujian asam amino tahu dari
kedelai non GMO dan GMO sangat sedikit dari rasio standar alat HPLC di
Laboraturium SIG yang mengakibatkan alat tidak dapat membaca kadar tersebut.
Fungsi sistin adalah memacu aktivitas antioksidan, detoksifikasi, dan lainnya.
Sedangkan Metionin berfungsi untuk membantu proses tubuh serta untuk
menghilangkan lemak. Metionin mengandung sulfur, sebuah zat yang diperlukan
untuk produksi tubuh yang paling banyak antioksidan alami, glutathione. (Slamet,
1993)
53
desikator dan ditimbang. Berikutnya masukkan cawan + isi sampel tersebut ke
dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3 jam. Setelahnya didinginkan dalam
desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Lalu cawan yang berisi sampel
tersebut dikeringkan kembali selama 30 menit, setelah itu didinginkan dalam
desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Lalu hasil penimbangan kedua
dibandingkan dengan hasil penimbangan pertama. Bila penimbangan kedua
mencapai pengurangan bobot tidak lebih dari 0,2 gram dari penimbangan pertama
maka dianggap konstan. Akan tetapi bila tidak, maka dilakukan penimbangan
kembali sampai diperoleh pengurangan bobot dua penimbangan berturut.
Hasil pengujian akhir kadar air pada tahu disajikan dalam bentuk diagram
batang yang dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Pengaruh Jenis Varietas Kedelai GMO (Lotus USA) dan Non-
GMO (Anjasmoro) terhadap Kadar Air pada Tahu
Pada gambar dapat dilihat bahwa persentase kadar air tertinggi terdapat
pada tahu dari kedelai GMO (Lotus USA) sebesar 76,8 % sedangkan pada tahu
dari kedelai Non-GMO (Anjasmoro) sebesar 56,8 %. Faktor yang mempengaruhi
kualitas kadar air pada tahu adalah pada proses pencetakan tahu dengan tekanan
kuat yang menyebabkan tahu kehilangan banyak kadar air. Hal ini menyebabkan
tahu bertekstur padat dan kasar. Sebaliknya, jika tahu tidak diberi tekanan kuat
saat proses pencetakan akan menyebabkan kadar air tahu berlebih. Kelebihan
kadar air ini dapat membuat tahu membusuk lebih cepat. Tetapi menurut
Suprapti(2005) meskipun air merupakan komponen terbesar dalam produk tahu,
yaitu meliputi (80-85%), namun air tidak ditetapkan sebagai karakteristik dalam
penentuan kualitas tahu.
54
4.2.4 Pengujian Kualitatif Tekstur dan Rasa
Pada pengujian rasa, tekstur dan lainnya menggunakan metode Organoleptik
untuk mengetahui kelayakan tahu yang akan dikonsumsi yaitu pada tahu dengan
kedelai Non-GMO (Anjasmoro) dan GMO (Lotus USA). Sebelum dilakukan uji
organoleptik, tahu dipotong dengan ukuran yang sama, lalu disajikan diatas piring
saji. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Penelitian organoleptik
dilakukan dengan menggunakan uji skoring terhadap warna, rasa, aroma (bau),
penampakan, tekstur, dan kekompakan dari produk.
Sampel tahu yang disajikan terjadi dari tahu yang digoreng dan tahu
mentah, persiapan sampel tahu yang digoreng dilakukan untuk uji rasa dan aroma
sedangkan sampel tahu yang mentah dilakukan untuk uji warna, tekstur,
penampakan, dan kekompakan. Teknik sampling yang digunakan dalam uji ini
menggunakan non probability sampling dengan jenis aksidential, dimana
responden yang dipilih berdasarkan kebetulan, dan didapat 10 sampel mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Jakarta jurusan Teknik Kimia untuk tahu GMO dan
Non GMO. Hasil jawaban dari responden akan diberikan penilaian berdasarkan
interval intrepretasi dapat dilihat pada Gambar 4.7, 4.8, 4.9, 4.10, 4.11, 4.12.
Gambar 4.7 Hasil Penilaian Rasa Tahu dari Jenis Kedelai Non-GMO (Anjasmoro)
dan GMO (Lotus USA)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tahu dari kedelai Non GMO
(Anjasmoro) lebih gurih dibandingkan tahu dari kedelai GMO (Lotus USA). Tahu
dari kedelai GMO (Lotus USA) memiliki rasa yang sedikit hambar dibandingkan
tahu dari kedelai Non GMO (Anjasmoro).
55
Gambar 4.8 Hasil Penilaian Aroma Tahu dari Jenis Kedelai Non-GMO
(Anjasmoro) dan GMO (Lotus USA)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tahu dari kedelai Non GMO
(Anjasmoro) lebih memiliki aroma yang khas dibandingkan tahu dari kedelai
GMO (Lotus USA). Aroma khas ini adalah aroma kedelai.
Gambar 4.9 Hasil Penilaian Warna Tahu dari Jenis Kedelai Non-GMO
(Anjasmoro) dan GMO (Lotus USA)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tahu dari kedelai GMO (Lotus
USA) memiliki warna tahu yang lebih putih dibandingkan tahu dari kedelai Non
GMO (Anjasmoro). Hal ini diperkirakan dari beda jenis kedelai, berbeda jenis
kedelai dapat menghasilkan hasil tahu yang berbeda warna, antara berwarna putih
bersih atau putih keruh.
56
Gambar 4.10 Hasil Penilaian Penampakan Tahu dari Jenis Kedelai Non-GMO
(Anjasmoro) dan GMO (Lotus USA)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk tahu dari kedelai Non
GMO (Anjasmoro) lebih disukai dibandingkan tahu dari kedelai GMO (Lotus
USA). Penampakan tahu ini sebenarnya bisa dikatakan hampir seimbang antara
penilaian suka dan kurang suka. Hal ini terjadi karena pada saat pencetakan, tahu
tidak sepenuhnya berbentuk rapih.
Gambar 4.11 Hasil Penilaian Tekstur Tahu dari Jenis Kedelai Non-GMO
(Anjasmoro) dan GMO (Lotus USA)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tekstur tahu dari kedelai GMO
(Lotus USA) lebih lembut dibandingkan tahu dari kedelai Non GMO
(Anjasmoro). Tekstur yang kurang lembut kemungkinan disebabkan oleh proses
pengepresan tahu yang mana saat tahu di press, tahu kurang diberikan pemberat
yang sesuai, sehingga kadar air pada tahu berkurang.
57
Gambar 4.12 Hasil Penilaian Kepadatan Tahu dari Jenis Kedelai Non-GMO
(Anjasmoro) dan GMO (Lotus USA)
58
BAB V
5.1 Kesimpulan
59
6. Pada uji kuantitatif kadar air dengan metode Gravimetri menunjukkan
bahwa tahu dengan kedelai GMO (Lotus USA) memiliki persen kadar air
lebih tinggi dibandingkan tahu dengan kedelai non GMO (Anjasmoro)
yaitu dengan perbandingan sebesar 76,8 %/56,8 %.
7. Pada uji kualitatif tektur dan rasa dengan metode Organoleptik
menunjukkan bahwa tahu dengan kedelai non GMO (Anjasmoro) lebih
gurih, memiliki aroma yang khas tahu. Sedangkan tahu dengan kedelai
GMO (Lotus USA) memiliki warna tahu yang lebih putih dan tekstur yang
lebih lembut.
5.2 Saran
1. Pada pembuatan tahu agar hasil dari pengujian lebih akurat, disarankan tidak
menyaring dan mengpres secara manual agar hasil yang didapatkan sesuai.
60
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, L. 2018. Pengaruh Jenis Kacang Kedelai (Glycine max L. Merrill) dan
Perbandingan Starter Terhadap Karakteristik Soyghurt. Skripsi Program
Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknik. Universitas Pasundan Bandung.
Arjmandi BH., R. Birnbaun, NV. Goyal. MJ. Getlinger, S. Juma, L. Alekel. CM.
Hasler, ML. Drum, BW. Hollis, SC. Kukreja. 1998. Bone-Sparing Effect of
Soy Protein in Ovarian Hormone-Deficient Rats is Related ti Its Isoflavone
Content. American Journal of Clinical Nutrition. 68(suppl.):1364S1368S.
Astawan, M., Adiningsih, N. R., dan Palupi, N. S. 2014. Evaluasi Kualitas Nuget
Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian,
23(3) 244-255. Institut Pertanian Bogor.
Diliana, Y. S., K. Ryan M., Salsabil, M., Faudi, A., Mawar, R., Fitriani, S.,
Arifiah, D., Destyani, A. E., Hariz, S., Oktavian, C. 2014. Asam Amino dan
Protein. Tugas Mata Kuliah Biokimia Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Padjajaran.
61
Firdhauzi, A. 2019. Komparasi Rendemen, Tekstur, Kadar Protein dan Profil
Asam Amino Tahu dari Kedelai GMO (Genetically Modified Organism) dan
Non GMO. Skripsi Program Studi S-1 Teknologi Pangan Fakultas
Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro Semarang.
H. L. Wang and J. F. Cavins. 1989. Yield and amino acid composition of fractions
obtained during tofu production. Cereal Chem, 66(5):359- 361. U.S. Dept. of
Agriculture. United States of America.
Indrawijaya, B., Paradiba, A., Murni, A. S. 2017. Uji Orgnoleptik dan Tingkat
Ketahanan Produk Tahu Berpengawet Kitosan. Jurnal Ilmiah Teknik Kimia,
1(2). Universitas Pamulang.
Ismed Suhaidi. 2003. Pengaruh Lama Perendaman Kedelai dan Jenis Zat
Lisa Nanda. 2016. Pembuatan Tahu dari Kacang Kedelai dengan Menggunakan
Bahan Penggumpal Ie Kuloh Sira. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Lhoseumawe.
62
Midayanto, D. N. dan S. . Y. 2014. Penentuan atribut mutu tekstur tahu untuk
direkomendasikan sebagai syarat tambahan dalam standar nasional
indonesia. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 2 (4): 259 – 267.
Najiyati, S., & Danarti. 2000. Palawija Budidaya dan Analisis Usahatani. Penebar
Swadaya.
Prof. Dr. Ir. Adisarwanto. 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya.
Rosida, D. F., Q. H. dan M. 2012. Kajian dampak substitusi kacang tunggak pada
63
Kualitas fisik dan kimia tahu.
Sarwono, & Saragih. 2004. Membuat Aneka Tahu. Jakarta: Penebar Swadaya.
Syarif dan Halid. 1993. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian.
PT. Mediyatama Sarana Perkasa:Jakarta.
Tjiptaningdyah, R. 2010. Studi Keamanan Pangan Pada Tahu Putih yang Beredar
di Pasar Sidoarjo (Kajian dari Kandungan Formalin). Fak Pertanian
Universitas DR. Soetamo Surabaya, 15, 159–164.
Wawan Irwan, A. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill).
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor.
Wuryanti. 2006. Profil Kandungan Proetin dan Tekstur Tahu Akibat Penambahan
Fitat pada Proses Pembuatan Tahu. 6–9.
64
LAMPIRAN
Gambar L.3 Kedelai kering ditimbang Gambar L.4 Kedelai yang sudah
ditimbang akan direndam selama 4 jam
Gambar L.5 Kedelai yang sudah selesai Gambar L.6 Kedelai ditiriskan setelah
direndam direndam
65
Gambar L.7 Kedelai setelah direndam, Gambar L.8 Kedelai basah di hancurkan
ditimbang kembali menggunakan blender. Dan terbentuk
slurry
Gambar L.15 Setelah 5 menit maka akan Gambar L.16 Curd dimasukkan ke kain blancu
terbentuk curd untuk disaring, hingga terpisah whey nya
Gambar L.17 Curd di masukkan ke dalam Gambar L.18 Whey atau air sisa proses pengepresan
pencetak tahu dan ditambahkan pemberat untuk
proses pres 64
Gambar L.19 Setelah dicetak, akan terbentuklah
tahu. Tahu dari kedelai Anjasmoro dan Lotus USA
dicetak dengan bentuk sesuai keinginan
Gambar L.20 Tahu dari kedelai Anjasmoro Gambar L.21 Tahu dari kedelai Lotus USA
65
2. Dokumentasi Uji Kadar Air (Gravimetri)
Gambar L.24 Cawan yang berisi tahu + Gambar L.25 Setelah ditimbang, cawan
tutup ditimbang isi + tutup dimasukan ke dalam oven dan
dipanaskan dengan suhu 105-110oC
selama ± 30 menit
66
Gambar L.26 Setelah selesai dipanaskan, Gambar L.27 Cawan yang sudah dingin,
ambil cawan menggunakan penjepit dan ditimbang kembali untuk memastikan
masukkan ke dalam desikator untuk pengurangan bobot tahu nya. Pemanasan
mendinginkannya hingga penimbangan dilakukan kembali
sampai pengurangan bobot tahu sudah konstan
Gambar L.28 Tahu dari kedelai Anjasmoro Gambar L.29 Tahu dari kedelai Lotus USA
setelah selesai dilakukan pemanasan setelah selesai dilakukan pemanasan
dengan oven sebanyak 3 kali dengan oven sebanyak 3 kali
67
3. Dokumentasi Uji Organoleptik
68
Gambar L.33 Tahu dari kedelai Lotus USA yang
sudah dimasak untuk uji rasa dan aroma
69
4. Hasil Perhitungan Rendemen Kedelai Kering dan Basah Pada Tahu
70
5. Hasil Uji Protein (Kjeldahl)
71
6. Hasil Uji Asam Amino (HPLC)
Tabel 1.4 Hasil Uji Asam Amino Tahu dari Kedelai Non-GMO (Anjasmoro)
dengan HPLC
Tabel 1.5 Hasil Uji Asam Amino Tahu dari Kedelai GMO (Lotus USA)
dengan HPLC
72
Gambar L.34 Hasil Instrumentasi Tahu dari Kedelai Non-GMO (Anjasmoro)
73
Gambar L.35 Hasil Instrumentasi Tahu dari Kedelai GMO (Lotus USA)
74
7. Hasil Uji Kadar Air (Gravimetri)
75