Oleh:
NAMA : SYAHRUL ALIM
NIM : 185080200111030
KELOMPOK : 20
ASISTEN : FARDATUL LADUNIA
Disusun Oleh :
Nama : Syahrul Alim
NIM : 185080200111030
Kelas : P02
Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Mengetahui,
Menyetujui,
Koordinator Asisten
Asisten Pendamping
Tingkah Laku Ikan
1.
2.
3.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusun berhasil menyelesaikan laporan
praktikum ini dengan tepat waktu.
Laporan praktikum ini membahas tentang materi praktikum matakuliah
Tingkah Laku Ikan yang dilaksanakan di kawasan Sendang Biru, kabupaten
Malang Selatan. Dalam laopran ini, penyusun juga memaparkan hasil data-data
selama praktikum berlangsung dengan membandingkan hasil pada literatur-
literatur yang sesuai dengan data yang diperoleh dalam praktikum Tingkah Laku
Ikan.
Penyusun menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan laporan praktikum ini.
Akhir kata, penyusun sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan dalam penyusunan laporan praktikum ini. Semoga dari laporan ini,
kita bisa menambah wawasan tentang Tingkah laku Ikan dan lebih bisa
memperdalam lagi ilmu yang diberikan oleh para Dosen kepada kita semua
sehingga kita bisa mengaplikasikanya dalam dunia pendidikan dan bisa
bermanfaat untuk orang lain.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1. PENDAHULUAN
Maksud dari dilaksanakan praktikum tingkah laku ikan ini adalah agar
mahasiswa dapat memahami dan menerapkan secara langsung pengetahuan
terkait tingkah laku ikan yang telah didapatkan di bangku perkuliahan dengan
kondisi di lapang.
Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili
Scombridae, terutama genus Thunnus. Jenis tuna di Indonesia antara lain
yellowfin, bigeye, skipjack, bluefin, albacore, dan small tuna. Jenis yang paling
banyak ditangkap adalah yellowfin, bigeye, dan skipjack. Untuk membedakan
jenis ikan tuna, selain berdasarkan bentuk juga dapat dilihat berdasarkan tekstur
dan bagian tubuh ikan. Jenis tuna skipjack memiliki tekstur yang sangat berbeda
dengan jenis yang lain, sedangkan jenis bigeye dan yellowfin memiliki tekstur
yang mirip. Kedua jenis ikan tersebut dapat dibedakan berdasarkan kelonjongan
bentuknya. Berdasarkan warna, ketiga jenis ikan tersebut tidak memiki warna
yang beragam yang dapat membedakan jenisnya. Selain melihat faktor bentuk,
tekstur, dan warna, bagian tubuh ikan dapat dijadikan sebagai instrumen
pembeda. Adapun bagian tubuh yang dapat membedakan adalah bentuk dan
panjang sirip, bentuk kepala, mata, dan ekor (Pawening et al., 2016).
Tuna adalah ikan laut pelagik yang termasuk bangsa Thunnini, terdiri dari
beberapa spesies dari famili Scombride, terutama genus Thunnus. Ikan ini adalah
perenang handal (pernah diukur mencapai 77 km/jam). Tidak seperti kebanyakan
ikan yang memiliki daging berwarna putih, daging tuna berwarna merah muda
sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung hemoglobin
daripada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip
biru Atlantik (Thunnus thynnus), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air
dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang
lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam. Kebanyakan
bertubuh besar, tuna adalah ikan yang memiliki nilai komersial tinggi.
2.1.1.2 Ikan Layang (Decapterus mecrosoma)
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Percoidei
Famili : Carangidae
Genus : Decapterus
Ciri khusus ikan layang adalah fisik badannya seperti cerutu, langsing dan
meruncing pada kedua ujungnya. Pada fisiknya ini tinggi ikan lebih besar dari lebar
ikan atau pipih tegak. Pipih melebar, pada fisiknya ini tinggi ikan lebih kecil dari
lebar atau depressed. Lancip memanjang atau bulat panjang, pada fisiknya ini
potongan daging ikan bulat panjang, meruncing pada kedua ujungnya. Pipih
memanjang, pada fisiknya badan ikan pipih tegak dan panjang.
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Subfamili : Thunninae
Genus : Katsuwonus
Ikan cakalang termasuk ikan perenang yang cepat dan juga mempunyai pola
makan tidak teratur atau rakus. Ikan cakalang juga hidup bergerombol atau
membentuk suatu kelompok dalam skala yang besar. Ikan cakalang juga senang
melawan arus. Ikan ini mencari makan berdasarkan pada pengelihatannya.
Pernah ada cakalang terbesar yang ditemukan yang mempunyai panjang badan
mencapai 1 meter dan berat lebih dari 18 kg. Cakalang yang banyak tertangkap
biasanya berukuran panjang sekitar 50cm. Makanan cakalang berupa crustacea,
cephalopoda, dan molusca.
Menurut Angraeni et al., (2014), suhu perairan yang disukai ikan cakalang
berada pada kisaran 29,5˚C sampai 31˚C. Ikan cakalang yang tertangkap
sebagian besar berada pada daerah thermal front yang memiliki kedalaman 300-
1.900 meter. Perkiraan hasil tangkapan ikan cakalang berkisar 2.290 ekor, dengan
kisaran suhu 29-32˚C, kisaran klorofil-a antara 0,15-0,23 mg/m³ dengan selisih
suhu 0,4-1,1˚C ditemukan di perairan Kabupaten Luwu dan Kabupaten Kolaka
Utara dengan posisi 4˚40’LS-5˚10’LS dan 120˚40’BT-121˚BT.
Menurut Sangaji et al., (2016), ikan layang termasuk suku Carangidae ini
biasa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 cm meskipun ada pula yang bisa
mencapai 25 cm. ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya
sirip kecil (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik
berlingir yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi. Bagian punggung ikan
layang berwarna biru kehujiauan. Ikan ini memiliki ciri khas mempunyai sirip ekor
yang berwarna merah, sirip kecil di belakang sirip punggung dan sirip dubur,
terdapat gurat sisi.
Menurut Umar et al., (2019), ikan layang memiliki dua ciri kunci khusus yakni
pertama sirip kecil terpisah-pisah yang terdapat dibelakang sirip punggung dan
sirip anal/dubur yang disebut finlet. Dan kedua memiliki sisik berlingir yang tebal
(lateral scute) pada bagian sisi (lateral line). Ukuran ikan layang terpanjang adalah
ikan layang Jepang yaitu Decapterus muroadsi yang mencapai 50 cm. Ikan layang
memiliki bentuk tubuh fusiform. Dengan bentuk dasar bundar tetapi bila dilihat
secara keseluruhan bagian tubuh maka bentuknya seperti torpedo. Dimana bagian
yang terbesar berada pada sekitar 30-40% panjang total, dari arah depan
(anterior), kemudia meruncing kearah belakang (posterior). Posisi mulut terminal
dimana rahang atas dan rahang bawah relatif sama panjang, memiliki lima jenis
sirip dengan dua sirip pinggung dedangklan posisi sirip perut berada di bawah sirip
dada arau toracik dan bentuk sirip ekor bercagak. Ikan layang memiliki guirat sisik
atau garis yang terbentuk oleh adanya pori-pori yang tersusun secara teratur pada
tubuh ikan.
Ciri khusus ikan layang adalah fisik badannya seperti cerutu, langsing dan
meruncing pada kedua ujungnya. Pada fisiknya ini tinggi ikan lebih besar dari lebar
ikan atau pipih tegak. Pipih melebar, pada fisiknya ini tinggi ikan lebih kecil dari
lebar atau depressed. Lancip memanjang atau bulat panjang, pada fisiknya ini
potongan daging ikan bulat panjang, meruncing pada kedua ujungnya. Pipih
memanjang, pada fisiknya badan ikan pipih tegak dan panjang.
2.1.3.3 Ikan Cakalang (Katsumonus pelamis)
Ikan cakalang termasuk ikan perenang yang cepat dan juga mempunyai pola
makan tidak teratur atau rakus. Ikan cakalang juga hidup bergerombol atau
membentuk suatu kelompok dalam skala yang besar. Ikan cakalang juga senang
melawan arus. Ikan ini mencari makan berdasarkan pada pengelihatannya.
Pernah ada cakalang terbesar yang ditemukan yang mempunyai panjang badan
mencapai 1 meter dan berat lebih dari 18 kg. Cakalang yang banyak tertangkap
biasanya berukuran panjang sekitar 50cm. Makanan cakalang berupa crustacea,
cephalopoda, dan molusca.
.
2.2.2 Hubungan Tingkah Laku Ikan dengan Fish Length Frequency
Menururt Effendi (1997) dalam Ihsan (2017), hubungan panjang berat ikan
merupakan pengetahuan yang wajib diketahui dalam bidang biologi ditujukan
untuk kepentingan pengelolaan perikanan. Hubungan panjang berat dimaksudkan
untuk mengukur variasi berat harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara
individual atau kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan,
kesehatan, perkembangan gonad dan sebagainya. Penelitian ini hubungan
panjang berat hanya digunakan untuk melihat pola berat tuna madidihang
berdasarkan waktu. Berat ikan dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari
panjangnya dan hubungan panjang berat hampir mengikuti hukum kubik. Nilai b
biasanya berkisar antara 2.5 sampai 4.0. Bentuk tubuh ikan yang ideal memiliki
nilai b = 3. Hukum kubik dari hubungan panjang berat memiliki nilai yang hampir
mendekati 3.
Waktu makan ikan tuna madidihang, yang lebih dominan mencari makanan
disore hari dengan struktur ukuran panjang cagak lebih besar. Secara fisiologi
kemungkinan disebabkan oleh pembakaran energi yang terlalu besar disiang hari
akibat pergerakan yang terlalu tinggi untuk melakukan migrasi sehingga proses
metabolisme juga meningkat. Peningkatan metabolisme tersebut menyebabkan
tuna madidihang harus mencari suplai energi untuk menggantikannya, sekaligus
sebagai cadangan makanan malam hari. Ikan tuna aktif mencari makan di pagi
hari dan sore hari. Pada malam hari dipergunakan untuk melakukan aktifitas
pemijahan yang sudah matang gonad (Kantun, 2014).
Menurut Supadminingsih et al., 2015. Tingkah laku ikan sangat berperan
dalam kebiasaan makan dan pola tingkah laku disekitarnya. Salah satu tingkah
laku kepiting bakau adalah memakan sesama atau kanibal. Sifat kanibal ini tidak
terjadi pada kepiting usia juvenile dimana tidak tertarik pada kepiting yang sedang
moulting dan hewan yang terluka. Tingakah laku kepiting juvenile ini dapat di
indikasikan bahwa kepiting bakau dengan ukuran yang berbeda memiliki respon
yang berbeda-beda terhadap stimulus. Frekuensi tertinggi kepiting bakau aktif
mencari makanan yaitu pada pukul 16:00-17:00. Feeding periodicity ini juga
bergantung pada distribusi dan konsentrasi makanan serta kondisi lingkungan
perairan sekitarnya.Kondisi lingkungan perairan yang tercemar dapat
menyebabkan feeding periodicity berubah-ubah, bahkan dapat meyebabkan
terhentinya pengambilan makanan.
Menurut Sianaga et al., (2014), Lambung Ikan baung (M. nemurus C.V) yang
berisi adalah 33 lambung dan 7 lambung dalam keadaan kosong. Ikan baung yang
ditemukan pada penelitian ini adalah jenis karnivora. Mengetahui penggolongan
ikan baung dapat melalui tipe-tipe lambung ikan dan panjang usus ikan. Lambung
ikan baung bentuknya memanjang seperti huruf J yang merupakan ciri-ciri
lambung ikan karnivor dan ikan baung memiliki panjang usus 300 mm dengan
ukuran panjang total tubuhnya 330 mm yang merupakan ciri-ciri usus karnivor.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa ikan baung termasuk jenis ikan karnivora
dengan susunan makanan yang terdiri atas ikan, insekta, udang, annelida,
nematoda, detritus, sisa-sisa tumbuhan, atau organik lainnya.
Tiga macam sifat makan ikan, jika dilihat dari perbandingan rentang panjang
usus dengan panjang total ikan. Jika panjang usus lebih panjang dibanding
panjang total ikan dan tidak mempunyai lambung, sifat makan ikan adalah
herbivore. Untuk ikan karnivora ususnya relative paling pendek dan memiliki
lambung. Jenis ikan karnivora memiliki usus yang pendek atau dapat dikatakan
panjang usus ikan karnivora lebih pendek daripada panjang tubuhnya. Kondisi
tersebut dikarenakan makanan ikan cakalang adalah daging, sehingga dalam
proses pencernaannya tidak memerlukan proses lama seperti pada ikan pemakan
tumbuhan atau herbivora. Ikan omnivora termasuk golongan ikan yang memakan
segala yang mulai dari binatang dan tumbuhan. Ikan golongan ini mempunyai
sistem pencernaan antara bentuk herbivora dan karnivora. Ikan herbivora adalah
golongan ikan yang memakan bahan tumbuhan air seperti fitoplankton. Bentuk
usus ikan golongan ini panjang, berliku-liku dan berdinding tipis. Ikan golongan ini
tidak mempunyai gigi dan mempunyai tapis insang yang lembut sehingga dapat
menyaring fitoplankton.
Menurut Brown et al., (2016) Ikan demersal adalah jenis ikan yang
habitatnya berada di bagian dasar perairan, dapat dikatakan juga bahwa ikan
demersal adalah ikan yang tertangkap dengan alat tangkap ikan dasar. Ikan Bawal
Laut (Stromateuscinereus) adalah jenis ikan demersal dan memiliki badan sangat
pipih lateral (punggung bongkok), moncong sangat pendek, sirip dada tidak
runcing seperti bawal hitam dan tidak mempunyai sirip perut. Warna tubuhnya abu
keunguan dibagian atas, dan putih perak di bagian bawah.Termasuk pemakan
plankton, makanannya plankton kasar (invertebrata). Hidup di perairan sampai
kedalaman 100 m, sering masuk ke perairan payau dan membentuk gerombolan
besar. Ikan gulama (Pseudociennaamovensis) adalah ikan yang termasuk ke
dalam jenis ikan demersal. Ikan gulama mempunyai bentuk badan memanjang,
seluruh bagian kepala tertutup sisik kecuali ujung moncong. Pada dagu tidak
mempunyai janggut. Sirip punggung tidak terputus, dengan lekukan yang dalam
antara bagian sirip yang berjari-jari keras dengan bagian sirip yang berjari-jari
lemah. Tipe gelembung renangnya ottolithides. Termasuk jenis ikan omnivora
namun lebih cenderung ke karnivora, pakan alaminya ikan kecil, udang, serasah.
Ikan gulama ini termasuk ikan yang bernilai ekonomis dan habitatnya di perairan
pantai yang dangkal.
Ciri – ciri fisik pada ikan demersal baik itu bentuk mulut, sirip dan warna tubuh
adalah gambaran karakter memangsa dari jenis-jenis ikan demersal yang
ditemukan pada saat penelitian, dari hasil yang telah didapat pada identifikasi
setiap jenis ikan demersal diatas yaitu pada ciri fisik dari jenis ikan yang memiliki
sirip perekat pada dada maupun mulut jenis dari ikan demersal tersebut. Ikan yang
mempunyai sirip perekat cenderung memiliki sirip perekat berfungsi untuk
menempel pada bebatuan agar tidak terbawa arus sungai dan cenderung memiliki
bentuk mulut sub-terminal serta memilki bentuk tubuh dan warna berbeda dan
sering memiliki kebiasaan memakan lumut yang menjadi makanan pokoknya,
seperti ikan uceng, ikan uceng merah, ikan uceng biru, ikan uceng putih, ikan sapu-
sapu, dan ikan lempiras. Lain halnya Ikan sapu-sapu bukan merupakan ikan asli
Indonesia melainkan merupakan jenis ikan hasil introduksi dari Brazil.Ikan
demersal yang memiliki bentuk mulut terminal cenderung bersifat karnivora dan
sering mencari makanan pada substrat pasir pada dasar sungai. Ikan demersal
yang memiliki fisik tanpa sirip perekat mengindikasikan bahwa ikan tersebut
memangsa dengan menyambar terutama pada substrat berpasir dan cenderung
mencari mangsa berupa hewan macrozoobenthos yang bergerak dan
bersembunyi pada dasar substrat pasir perairan sungai sebagai tempat berlindung
dari arus yang deras contoh ikan tersebut adalah ikan beboso, ikan beboso mulut
panjang, ikan gabus atau jeleg, ikan kuyuh, ikan kelepek batu, ikan uduhan, ikan
jajung dan ikan bebengal (Yudha et al., 2018).
Kebisaan hidup dalam lingkungannya, kebiasaan cara makan ikan
ditentukan oleh bentuk morfologi ikan, yaitu bentuk dan ukuran mulut, rahang,
serta gigi. Variasi pada tiap-tiap spesies ikan merupakan spesialisasi struktur
dalam penyesuaian fungsi ekologi yang memberikan ikan tersebut suatu
keuntungan tertentu dari pada ikan lain yang tidak mempunyai bentuk tersebut.
Keadaan demikian untuk beberapa spesies ikan tertentu yang hidup dalam suatu
lingkungan yang khas memberikan kemungkinan yang sangat kecil dalam
persaingan interspesifik, dengan kata lain bahwa spesies tertentu akan
mengadakan penyesuaian yang menguntungkan dalam cara pengambilan
makanan terhadap lingkungannya.
Ukuran matang gonad untuk setiap spesies ikan berbeda, demikian pada
ikan yang sama spesiesnya jika tersebar pada lintang yang berbeda lebih dari lima
derajat akan mengalami perbedaan ukuran dan umur pertama kali matang gonad.
Ada dua faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad yaitu
faktor luar dan faktor dalam. Faktor yang mempengaruhi kematangan gonad jenis
crustacea adalah manipulasi hormon, pakan dan lingkungan atau media hidup.
Pemberian pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup dapat
meningkatkan kualitas induk. Pakan sangat besar pengaruhnya terhadap
kematangan gonad, baik jantan maupun betina, oleh sebab itu pemilihan pakan
yang tepat sangat berperan penting terhadap proses kematangan gonad.
Gonad Somatic Indeks (GSI) yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil
dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dikalikan
dengan 100%. Dengan nilai tersebut akan di dapatkan bahwa sejalan dengan
perkembangan gonad, indek itu akan semakin bertambah besar dan nilai tersebut
akan mencapai batas kisar maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Untuk
tingkat kematangan gonad tertentu nilai indek tidak merupakan suatu nilai
melainkan nilainya merupakan suatu nilai batas kisar.
2.6.1 Longline
Rawai tuna atau tuna longline merupakan salah satu alat tangkap yang
sangat efektif untuk menangkap tuna. Dalam pengoperasianya rawai tuna jug
menangkap jenis-jenis lain selain tuna yang dikenal dengan sebutan hasil tangkap
sampingan (HTS atau by-catch) yang tertangkap secara tidak sengaja dikarnakan
adanya keterkaitan secara ekologi. Komposisi jumlah dan jenis spesies ikan target
dan ikan hasil tangkap sampingan rawai tuna sangat dipengaruhi oleh konfigurasi
alat tangkap terutama posisi mata pancing didalam air (the depth of hooks), kapan
dan dimana melakukan penangkapan yang berhubungan dengan habitat,
penyebrangan dan kebiasaan hidup dari spesies tersebut (Novianto, 2014).
Rawai adalah alat tangkap yang terdiri dari tali-tali cabang yang dilengkapi
dengan mata pancing. Rawai pada pengoperasianya adalah dengan dihanyutkan
pada perairan dan menunggu ikan memangsa umpan yang terpasang oleh mata
pancing. Rawai juga tergolong alat tangkap yang ramah lingkungan karena
memiliki selektivitas yang tinggi serta tidak memberikan dampak besar terhadap
lingkungan maupun sumberdaya. Rawai merupakan salah satu alat tangkap yang
memiliki selektivitas yang tinggi dengan skor 3 yaitu menangkap ikan kurang dari
3 spesies. Selektivitas rawai terletak pada mata pancingnya (Subehi, 2017).
Longline merupakan alat tangkap yang memiliki variasi baik dalam beberapa
ukuran, struktur maupun besar kecilnya jenis umpan yang digunakan untuk
menangkap ikan yang menjadit target penangkapan. Dari sisi konstruksi, longline
terdiri dari tali utama (main line), tali cabang (branch line), tali pelampung,
pemberat, bendera, pancing (hook), dan tali temalinya. Longline juga merupakan
alat tangkap yang memiliki banyak mata pancing, dan dioperasionalkan secara
horizontal pada dasar perairan. Alat tangkap longline biasanya dioperasikam di
daerah samudera. Longline merupakan alat tangkap pasif karena memiliki prinsip
menunggu sasaran. Longline merupakan alat tangkap yang selektif, namun
demikian masih ada hasil tangkapan sampingan yang seharusnya tidak
tertangkap.
Rawai tuna atau tuna longline merupakan salah satu alat tangkap yang
sangat efektif untuk menangkap tuna. Dalam pengoperasianya rawai tuna jug
menangkap jenis-jenis lain selain tuna yang dikenal dengan sebutan hasil tangkap
sampingan (HTS atau by-catch) yang tertangkap secara tidak sengaja dikarnakan
adanya keterkaitan secara ekologi. Komposisi jumlah dan jenis spesies ikan target
dan ikan hasil tangkap sampingan rawai tuna sangat dipengaruhi oleh konfigurasi
alat tangkap terutama posisi mata pancing didalam air (the depth of hooks), kapan
dan dimana melakukan penangkapan yang berhubungan dengan habitat,
penyebrangan dan kebiasaan hidup dari spesies tersebut. Pengoperasian rawai
tuna komersia; di Indonesia pada umumnya multi spesies yaitu mereka tidak
hanya menangkap tuna namun mereka juga menangkap beberapa spesies yang
memiliki nilai jual yang akan memberikan tambahan penghasilan untuk mereka
(Novianto, 2014).
Pancing range adalah jenis pancing rawai yang dioperasikan secara vertikal
(vertical longline). Pancing range (vertical longline) dioperasikan diatas perahu
(lepa-lepa) oleh seorang nelayan / ABK. Waktu pengoperasiannya pada waktu
subuh (pagi hari) dan pada saat waktu maghrib (sore hari). Pada saat
pengoperasian pancing, perahu berjalan sambil menghela tali pancing. Pancing
rangge (vertical longline) dioperasikan selama kurang lebih 20 menit untuk setiap
kali seting dan dioperasikan di kedalaman 25-30 meter dibawah permukaan laut
(Rahmat, 2017).
Metode pengoperasian longline yaitu alat tangkap yang telah tersusun rapi
dalam basket pada bagian buritan kapal/perahu dipersiapkan. Disamping itu,
disiapkan pula pelampung dan pemberat yang masing-masing ditempatkanpada
posisi yang berdekatan dengan alat tangkap longline. Kemudian dilakukan
kegiatan operasi penangkapan yang diawali dengan kegiatan yang disebut setting.
Setting merupakan kegiatan penurunan alat tangkap longline ke dalam perairan.
Kegiatan setting dilakukan selama 1-2 jam dan dilaksanakan oleh dua orang.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam posisi kapal atau perahu berjalan dengan
perlahan.
Total hasil tangkapan 5 jenis alat tangkap pancing berkapal penongkol pada
salah satu trip penangkapan di bulan September (kapal contoh) masih sedikit
sebesar 447 kg. Dari total hasil tangkapan tersebut 27% (120 kg) diantaranya
adalah hasil tangkapan pancing rangge (vertical longline). Hasil tangkapan
pancing rangge (vertical longline) didominasi oleh jenis ikan cakalang (Katsueonus
pelamis) sebesar 69%, jenis ikan lainnya terdiri dari ikan tenggiri (Scomberomous
sp.) 16%, tongkol (Auxis sp.) 9% dan jenis ikan tuna (Thunus sp.) 6%. Pada saat
pengoperasian alat tangkap masih berlangsung, jenis ikan yang tertangkap
sementara disimpan diatas lepa-lepa. Ikan hasil tangkapan selanjutnya
dipindahkan dan disimpan di dalam palkah ikan yang terdapat di kapal induk dan
diberi es curah untuk menjaga mulut ikan (Rahmat, 2017).
Rawai dasar merupakan salah satu jenis alat tangkap yang hasil
tangkapannya terdiri dari ikan demersal. Besar kecilnya hasil tangkapan pada
perikanan rawai dasar bergantung pada jumlah dan kualitas umpan, baik umpan
hidup maupun umpan buatan. Umpan yang dipergunakan dalam kondisi mati yakni
umpan cumi-cumi, ikan tembang dan ikan kembung. Umpan dipasang dengan
cara selang- seling dalam setiap basketnya. Adanya perbedaan hasil tangkapan
dengan menggunakan jenis umpan cumi-cumi, tembang dan kembung,di duga di
sebabkan oleh respon ikan terhadap jenis umpan yang berkaitan dengan indra
penciuman dan indra perasa pada ikan lebih sensitive terhadap jenis umpan cumi-
cumi, karena bentuk, warna, ketahanan dan aroma yang khas dapat menarik
perhatian ikan. Jenis-jenis ikan yang tertangkap secara umum dengan
menggunakan alat tangkap rawai dasar selama penelitian dilakukan adalah ikan
kerapu sebesar 32.32% merupakan hasil tangkapan tertinggi dan terendah ikan
lencam sebesar 20.20%. Ikan-ikan yang tertangkap tidak ada yang mendominasi.
Hal ini mengindikasikan bahwa ikan-ikan demersal hidup berdampingan dengan
spesies lainnya (Kantun et al., 2014).
Pada alat tangkap pasif, cara menarik perhatian ikan dari sasarannya
diantaranya dengan menggunakan umpan. Dalam melakukan proses
penangkapan ikan remang (Muraenasox talabon) menggunakan alat tangkap
pancing rawai diperairan Rembang, nelayan menggunakan ikan juwi (Sardinella
melanostica) sebagai umpan rangsangan. Untuk memperkaya hasil penelitian,
digunakan 2 jenis umpan yang berbeda untuk mengetahui perbedaan hasil
tangkapan ikan remang (Muraenasox talabon) yaitu ikan petek segar dan ikan
petek yang diasinkan dikarenakan harga yang lebih murah dibanding ikan juwi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jumlah hasil tangkapan ikan remang
(Muraenasox talabon) dan untuk mengetahui jenis umpan yang paling
berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Penelitian ini bermanfaat untuk
mengetahui perbedaan hasil tangkapan menggunakan jenis umpan yang berbeda
(Pamuntjak, 2017).
Umumnya alat tangkap purse seine terdiri dari badan jaring, kantong,
selvedge, pelampung, pemberat, tali ris atas, tali ris bawah, tali kerut dan cincin-
cincin. Panjang rata-rata alat tangkap jaring purse seine ‘Gardan’ yaitu 400 meter.
Bentuk konstruksi dari alat tangkap ini adalah trapesium. Ukuran ketebalan
benang jaring bagian serampat baik bawah maupun atas biasanya lebih tebal
agar tidak putus karena untuk menahan beban tarikan ketika pengangkatan
jaring ke atas kapal. Tali ris atas terdiri dari tali pelampung dan tali penguat ris
atas, sedangkan tali ris bawah terdiri dari tali pemberat dan tali penguat ris bawah.
Bagian kantong pada alat tangkap ini terbagi menjadi 3 bagian. Letak kantongnya
berada di pinggir alat tangkap. Lebar jaring ini bisa mencapai 60 meter. Ukuran
mata jaring yang digunakan pada alat tangkap ini adalah berukuran 1’’ dan
¾’’. Jenis bahan alat ini adalah PA (polyamide) untuk bagian jaringnya, tali%temali
berjenis bahan PE (polyethylene), bahan pelampungnya adalah PVC (polyvynil
chloride), pemberat bahannya adalah timah hitam berbentuk melinjo, dan
cincinnya terbuat dari kuningan. Jarak antar pelampungnya adalah 15 cm, jarak
antar pemberatnya adalah 8,9 cm, dan jarak antar cincin adalah 3 meter.
Pelampung tanda yang digunakan berbentuk bola dengan jumlah 2 buah (Pratama
et al., 2016).
Purse seine merupakan alat tangkap yang bersifat multi species, yaitu
menangkap lebih dari satu jenis ikan. Dalam banyak kasus sering ditemukan
ukuran mesh size alat tangkap purse seine yang sangat kecil, hal ini dapat
berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang didapatkan. Hal yang mungkin saja
akan di pengaruhi adalah ukuran ikan dan komposisi jenis hasil tangkapan antara
jumlah hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampinga. ukuran mata jaring
(mesh size) yang digunakan untuk operasi penangkapan pada purse seine
tergolong sangat kecil hal ini memungkinkan menangkap ikan jenis lain dan ikan
yang berukuran kecil. Kesamaan habitat antara ikan target dan non target
menyebabkan beragamnya hasil tangkapan (Rambun et al., 2017).
Purse seine disebut juga “pukat cincin” karena alat tangkap ini dilengkapi
dengan cincin untuk mana “tali cincin” atau “tali kerut” di lalukan di dalamnya.
Fungsi cincin dan tali kerut atau tali kolor ini penting terutama pada waktu
pengoperasian jaring. Sebab dengan adanya tali kerut tersebut jaring yang tadinya
tidak berkantong akan terbentuk pada tiap akhir penangkapan. Prinsip menangkap
ikan dengan purse sein adalah dengan melingkari suatu gerombolan ikan dengan
jaring, setelah itu jaring bagian bawah dikerucutkan, dengan demikian ikan-ikan
terkumpul di bagian kantong. Dengan kata lain dengan memperkecil ruang lingkup
gerak ikan. Ikan-ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap. Fungsi
mata jaring dan jaring adalah sebagai dinding penghadang, dan bukan sebagai
pengerat ikan.
Hasil tangkapan utama purse seine di PPP Muncah adalah lemuru Adapun
tangkapan sampingan berupa layang dan slengseng. Ketiga jenis ikan tersebut
menupakan hasil tangkapan dominan. Berdasarkan hasil operasi penangkapan
ikan yang di lakukan oleh 10 orang kapal penangkapan ikan selama 10 trip di
peroleh hasil tangkapan berupa ikan lemuru (sardinella lemuru) sebesar 7,88 ton,
ikan selengseng (scomber australicus) sebesar 0,7595 ton Dan ikan layang
(decapterus ruseli) sebesar 0,413 ton (Purbaningrum, 2016).
Gerombolan ikan merupakan target utama bagi alat tangkap purse sein.
Target tangkapan dari alat tangkap ini adalah ikan jenih pelagis. Hasil
tangkapannya meliputi tuna sirip kuning dan cakalang, namun ukuran kedua
spesies ikan ini belum layak tangkap. Dengan kata lain dikatakan persatuan
volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Dengan kata lain dapat
dikatakan persetuan volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin.
Hal ini dapat dipikirkan sehubungan dengan volue yang terbentuk dengan jaring
(panjang dan lebar) yang dipergunakan. Jenis ikan yang ditangkap denga purse
sein terutama di daerah jawa dan sekitarnya.
Salah satu tingkah laku ikan yang bermanfaat dalam pengembangan dan
perbaikan metode penangkapan dengan jaring insang soma darape adalah
tingkat distribusi tertangkapnya ikan pada alat tangkap jaring insang soma darape
di rumpon. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan memahami perilaku
ikan sebagai bagian dari komponen biologis. Dari berbagai perilaku ikan yang
dapat dikaji sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya, salah
satunya adalah distribusi tertangkapnya ikan pada alat tangkap jaring insang
soma darape rumpon. Nelayan jaring insang soma darape rumpon
memanfaatkan ikan-ikan yang lolos dari pukat cincin, di mana nelayan
mengoperasikan jaring insang soma darape tersebut pada jarak 1–2 meter di
belakang jaring pukat cincin. Distribusi hasil tangkapan yang dominan pada
lembaran jaring mata setelah meloloskan diri dari pukat cincin ikan selar tidak
langsung berenang ke arah dalam tapi terdistribusi sekitar permukaan perairan
pada kedalaman 0–50 cm dari permukaan perairan (Dimara et al., 2015).
Proses pelingkaran jaring pada alat tangkap purse seine yang ditambahkan
atraktor berupa rumpon lampu bukan menjadi masalah apabila waktu
pelingkarannya cukup lama. Ini dikarenakan pergerakan ikan terfokus pada satu
titik akibat adanya pengaruh dari atraktor tersebut dan pergerakan gerombolan
ikan tidak tersebar ke beberapa area. Hal inilah yang terjadi pada jaring slerek
satu kapal (purse seine one boat system) dimana waktu pelingkaran jaringnya
berpengaruh terhadap total hasil tangkapan karena menggunakan alat bantu
lampu mercury dan halogen yang berada diatas kapal. Alat penangkapan yang
aktif seperti halnya pukat cincin, memerlukan posisi yang tepat tantara alat
tangkap dengan kawanan ikan. Pada kondisi gerakan kapal yang lambat, dan
tidak ada reaksi ikan, penangkapan relative mudah, tetapi pada operasi yang
memerlukan kecepatan untuk menghadang ikan, dan ikan memiliki kemampuan
untuk menghindar dan meloloskan diri, maka proses penangkapan menjadi lebih
sulit (Hermawan et al., 2016).
Pada ikan permukaan umumnya mempunyai tingkah laku untuk
berkelompok, hal ini dikarenakan dorongan untuk dapat memperoleh kemudahan
dalam melakukuan ruaya atau pergerakan, kemudahan daam menghindar atau
menyelamatkan diri dari predator, kemudahan untuk mencari dan memperoleh
makanan serta kemudahan dalam mencari habitay maupun keadaan lingkungan
yang lebih ideal. Tingkah laku ikan dalam gerombolan yang sudah dikurung
dengan alat tangkap purse sein akan selalu berusaha meloloskan diri, baik
kearah horizontal maupun ke arah vertikal. Jika satu ekor dapat meloloskan diri,
maka semua anggota kelompok dapat meloloskan diri. Jika jumlah gerombolan
itu cukup besar maka akan terpecah-pecah dalam sub-sub kelompok.
2.6.3 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan
Hasil tangkapan dari alat tangkap Purse Seine perbulan memiliki komposisi
yang beragam. Rata-rata hasil tangkapan setiap bulan dianalisis untuk diketahui
komposisi hasil tangkapan dari alat tangkap Purse Seine. Pada bulan Januari 2016
hasil tangkapan Purse Seine didominasi oleh ikan layang deles sebanyak 48% dari
total hasil tangkapan. Ada 7 spesies yang menjadi ragam hasil tangkapan yaitu
layang deles (Decapterus macrosoma), layang cempluk (Decapterus macarellus),
layang benggol (Decapterus russelli), lemuru (Sardinella lemuru), kembung
(Rastrelliger kanagurta), bentong (Selar crumenophtalmus), dan tongkol lisong
(Auxis rochei). Sedangkan pada bulan Februari, Maret sampai dengan bulan Mei
yang paling banyak tertangkap adalah lemuru sebanyak 39% sampai 43% dari
total hasil tangkapan. Berbeda dengan Januari, pada bulan Februari ikan yang
layang yang tertangkap hanya dua jenis yaitu layang benggol dan layang deles
(Dewi et al., 2018).
Ikan bentong adalah salah satu ikan pelagis kecil dengan nilai ekonomis
yang tinggi. Hasil tangkapan utama ikan bentong memiliki bobot 1.939 kg atau
21,3% dari bobot seluruh hasil tangkapan. Ikan bentong yang tertangkap rata- rata
berukuran 21 cm dengan rata-rata bobot tiap individu yaitu 200 gr. Hasil tangkapan
sampingan terbesar pertama adalah ikan tongkol Ikan tongkol yang tertangkap
terdiri dari 2 species yang berbeda yaitu Euthynnus affinis dan Auxis sp. dengan
bobot 1.879 kg atau 20.7% dari bobot seluruh hasil tangkapan. Ikan tongkol yang
tertangkap memiliki ukuran yang berbeda-beda. Beberapa kelompok ikan tongkol
(Auxis sp.) yang tertangkap berukuran ± 11 cm dengan bobot per individu ± 60 gr.
Selain itu ada juga ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang tertangkap dengan
kelompok ukuran > 27 cm dengan bobot per individu >0.9 kg. Ikan tongkol
merupakan salah satu ikan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi namun
berdasarkan peraturan yang telah ada alat tangkap Purse Seine yang boleh
beroperasi di Laut Jawa adalah Purse Seine dengan target spesies ikan pelagis
kecil. Ikan tongkol adalah salah satu ikan yang termasuk kedalam ikan pelagis
besar yang memiliki arti bahwa ikan tongkol adalah ikan yang tidak boleh ditangkap
oleh Purse Seine di Laut Jawa (Rambun et al., 2016).
Komposisi hasil tangkapan ikan (jenis, ukuran panjang dan volume) serta
tingkat keramahan lingkungan unit penangkapan.Dari penentuan koordinat daerah
penangkapan ikan menggunakan Global positioning System (GPS), pengukuran
suhu permukaan laut menggunakan termometer, pengukuran salinitas air laut
menggunakan handrefractometer dan pengukuran tingkat kecerahan air laut
menggunakan seichi disk. Pengamatan hasil tangkapan ikan pada empat
koordinat daerah penangkapan ikan (jenis,ukuran dan volume hasil tangkapan
ikan) dilakukan dengan mengambil sampel semua spesies yang tertangkap sesuai
dengan kebutuhan pendataan. Ukuran panjang total hasil tangkapan diukur dari
ujung mulut ikan sampai pada ujung ekor. Ukuran panjang ikan yang diperoleh
saat observasi, selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap lenght at firts maturity
masing-masing spesies. Lenght at first maturity adalah panjang ikan pada saat
pertama melakukan pemijahan. Komposisi ikan hasil tangkapan dapat bermanfaat
untuk selektivitas hasil tangkapan baik target utama dalam penangkapan maupun
by catch dan discard pada penangkapan.